Laura dan Felix disambut baik oleh wanita yang sejak tadi mereka cari.Penampilan dan wajah Bu Laras tidaklah berubah sama sekali. Tetap cantik seperti terakhir kali Laura melihatnya."Silakan duduk," ucap Bu Laras."Mau dibuatkan apa? Teh, sirup, atau apa?" tanya nya dengan sangat amat ramah."Dari dulu Bu Laras tidak berubah," gumam batin Laura seraya menatapinya."Kak," Felix menyenggol pundak Laura, membuatnya terbangun dari lamunan."Te---terserah Ibu saja," balas Laura gugup.Bu Laras meninggalkan mereka sejenak dan kembali dengan dua gelas cangkir berisi teh hangat yang dia buat sepenuh hati."Awalnya saya kira siapa, ternyata kamu, Laura. Sudah besar sekali dirimu. Tumbuh menjadi wanita cantik dan sukses," puji Bu Laras.Laura yang sedang menyantap teh hangat tersebut pun tersedak."Ada apa?" Laura merespon pertanyaan Bu Laras dengan gelengan kepalanya. "Tidak ada apa-apa kok, Bu.""Serius?"Laura mengangguk pelan. "Bu Laras menganggap penampilanku sekarang adalah simbol kesu
Laura tengah fokus memasukkan sehelai benang tipis ke bolongan jarum kecil yang ia pegang."Berhasil," katanya senang.Saat sedang merapikan baju ke dalam lemari, tak sengaja ia menyadari salah satu rok mini miliknya ada sedikit sobekan. Karena sayang jika tidak bisa dipakai, akhirnya Laura memutuskan untuk menjahitnya sendiri."Meski tidak rapi, asal bisa digunakan kembali," ujarnya pelan.Tak lama kemudian, sebuah lantunan musik yang indah terdengar di telinga Laura hingga fokusnya teralihkan dan malah lupa dengan apa yang sedang dia kerjakan sekarang."Siapa yang memainkannya?" tanya Laura keheranan.Penasaran, Laura malah meninggalkan pekerjaan tersebut dan mengikuti alunan instrumen klasik yang masih samar-samar.Hingga dia tiba di depan sebuah ruangan yang pintu tebalnya sedikit terbuka."Ruang musik," Laura membaca tulisan yang ada di papan pintu.Sangat percaya diri, ia masuk ke dalam ruangan tersebut untuk melihat siapa yang ada di dalamnya.Begitu nikmat alunan itu jika di de
Leon mengajak Laura untuk menonton film kesukaannya dengan seri terbaru yang sedang tayang di bioskop."Ka---kamu seriusan?"Leon mengedipkan mata tanpa bicara sepatah kata pun, menandakan dia benar-benar serius dan tidak sedang bercanda."Tapi apakah kamu punya waktu untuk itu? Bukankah kamu sibuk?" tanya Laura yang malah merasa tidak enak."Aku memang tidak punya waktu untuk melakukan banyak hal. Tapi aku akan meluangkan waktuku untuk dihabiskan bersamamu," ucap Leon dengan nada datar.Setelah basa-basi yang cukup panjang, mereka pun telah tiba di bioskop dan segera mencari kursi.Sejak awal film dimulai, Leon terus melirik ke arah Laura. Lirikannya sudah tak bisa dihitung lagi saking banyaknya. Ia tidak bisa memalingkan mata tajamnya itu dari wanita yang ia anggap paling berharga, setelah keluarganya."Seandainya aku mengenalmu dari dulu, mungkin kamu sudah menjadi milikku sekarang. Tidak peduli dari keluarga mana kamu berasal, apa pendidikan terakhirmu, apa pekerjaanmu, aku akan te
Beberapa hari berlalu, kini sudah tiba saat di mana Leon dan Laura akan pergi menuju tempat liburan mereka.Dengan membawa koper masing-masing dan beberapa tas lain berisi keperluan kecil yang tidak bisa disebutkan satu per satu."Apa semua barang bawaan sudah siap?" tanya Leon yang ingin memastikan."Sepertinya sudah," jawab Laura meski sedikit ragu."Baiklah kalau begitu. Ayo, kita berangkat sekarang," ajak Leon.Saat itu juga mereka pergi meninggalkan rumah diantar oleh seorang supir pribadi menuju bandara terdekat.Detik demi detik terus berjalan begitu cepat. Tak terasa sekarang mereka sudah sampai di tempat impian Laura, yaitu Bali."Sudah lama sekali aku merindukan suasana ini," jelas Leon bernada kecil. Ia terlihat sangat menikmati udara di sana. Meski badannya sedang kelelahan dan terasa sakit karena terlalu lama di perjalanan, tapi setidaknya semua pengorbanan tersebut telah terbayarkan dengan indahnya pemandangan yang tengah ia lihat."Apa kamu sudah pernah ke sini sebelum
Keesokan hari, Laura bangun lebih pagi dari biasanya."Jam berapa ini?" tanya Laura yang masih terbaring di atas ranjang seraya melihat ke arah jam beker."Ternyata masih jam 4. Ya ampun ... Bukankah ini terlalu pagi," lanjutnya berkeluh kesah.Tak ingin tidur lagi, Laura memilih untuk keluar kamar saja dan mencari kegiatan yang bisa dia kerjakan.Tanpa dipungkiri ternyata dirinya malah melihat Leon yang baru selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya dengan sebuah handuk."Selamat pagi, Laura," sapa Leon penuh kelembutan."Se---selamat pagi juga," balas Laura gugup."Ternyata dia bangun lebih cepat dariku. Apakah aku yang terlalu malas, atau dia yang kerajinan?" tanyanya pada diri sendiri.Saat itu juga Leon pergi ke dapur untuk membuatkan Laura sepotong roti lapis keju yang akan ia jadikan sebagai menu sarapan."Bolehkah aku membantumu?" tanya Laura yang tak ingin Leon kerepotan sendirian.Leon berkata bahwa dia bisa mengerjakan hal sepele itu tanpa bantuan Laura. Dia malah men
Hingga malam tiba, Leon dan Laura masih berada di luar dan menghabiskan waktu mereka bersama.Sekarang mereka berdua sedang berada di sebuah cafe sederhana yang tempatnya cukup terkenal untuk kalangan sekitar. Terutama bagi para pengunjung yang datang ke sana."Sebentar, ya. Aku mau ke toilet dulu," ucap Leon.Laura yang sedang duduk di sebuah kursi pelanggan pun hanya mengangguk kecil.Tepat setelah Leon pergi meninggalkan tempat, Laura merasa sangat mengantuk. Sejak tadi dia memang sudah menahan rasa kantuknya tersebut.Tanpa disadari dirinya malah tertidur dengan kepala bersandar di atas sebuah meja makan.Seketika semua orang yang lewat pun menjadikan Laura sebagai pusat perhatian. Antara merasa kasihan karena mengira tidak punya tempat untuk beristirahat, atau menganggap bahwa tidur di tempat umum adalah hal paling memalukan.Tak lama kemudian, dua orang pria mendekati Laura dan berniat menggodanya."Cantik juga nih cewek," ucap salah satu di antara mereka."Lumayan kalau di baw
Tiga hari kemudian ---Dengan segelas jus mangga yang menemani pagi ini, Launa tak henti menatapi layar laptop miliknya.Apa yang sedang dia lihat? Tentu saja pemandangan menarik yang selama ini ia kumpulkan. Ya, beberapa dokumentasi foto maupun video kemesraan Leon dan Laura selama mereka berada di Bali."Cih! Sepertinya kamu benar-benar menikmati masa sekarang ya, Laura. Dasar adik tidak tahu diri! Selalu merasa bahwa kehidupan ini hanya untuknya," ujar Launa sembari menyantap beberapa snack yang sedang dia pegang.Di saat yang bersamaan, Devano datang dan langsung merampas jus milik Launa dari atas meja. Melihat kedatangan Devano, tentu Launa tidak merasa kaget karena sudah tau bahwa pria itu telah memperhatikannya sejak tadi."Devano, kamu apa-apaan sih! Jangan main asal ambil, dong. Itu 'kan punyaku. Kalau mau, kamu bisa membuatnya sendiri."Masalah kecil itu sempat menjadi sumber pertengkaran mereka pagi ini. Tapi tak butuh waktu lama untuk mereka bisa akur kembali."Kenapa dar
Dengan fokus tingkat tinggi, Leon membaca beberapa berkas yang sudah menumpuk di meja kerja."Permisi, Kak Leon," ucap Felix menyapa sang kakak dengan penuh kesopanan."Ada perlu apa?" tegas Leon sembari membaca berkas-berkas tersebut.Dengan percaya diri Felix memberikan beberapa dokumen lain yang harus Leon tanda tangani."Baiklah. Letakkan saja di situ. Akan aku kerjakan secepat mungkin," balas Leon bernada datar.Tak mau mengganggu kakaknya lagi, Felix segera berbalik badan dan hendak pergi meninggalkan ruangan Leon.Di saat yang bersamaan, Leon memanggil Felix dan membuat sang adik menghentikan langkahnya sejenak."Nanti kamu pulang bareng aku saja," ajak Leon masih dengan penuh keseriusan.Felix yang tidak merasa keberatan sama sekali pun tak menolak. Secepat mungkin ia pergi meninggalkan ruangan tersebut untuk melanjutkan pekerjaan lainnya.Dengan sangat teliti, Leon mulai menandatangani seluruh dokumen yang Felix berikan barusan. Tentu baginya ini cukup melelahkan. Tapi yang n
Beberapa hari kemudian, Leon dan Laura memutuskan untuk menggelar acara pernikahan mereka setelah melakukan pertunangan.Namun, di hari yang bahagia ini Laura terlihat begitu sedih. Ia tak menyangka jika orang tuanya masih belum ditemukan sampai saat ini, bahkan saat dirinya hendak menempuh hidup baru dengan pria pilihannya.Di ruang rias pengantin, Laura sedang menatap dirinya di depan cermin.Balutan gaun itu terlihat sangat indah, tapi tidak dengan hatinya. Meski merasa ada goresan kebahagiaan, namun luka tetap menyertai."Bagaimana bisa aku menikah tanpa kehadiran orang tuaku?" tanya Laura dalam hati.Tapi tiba-tiba matanya membelalak saat melihat sosok wanita dari pantulan cermin. Wanita itu tengah berdiri di belakangnya, dan ternyata itulah adalah Manda.Laura menolah karena tidak percaya. Ia pikir ini hanya halusinasi saja. Tapi ternyata ini adalah kenyataan. Tidak lama kemudian Erik dan Launa ikut masuk ke ruangan yang sama. Kali ini sebuah keluarga yang utuh berkumpul di sat
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini sudah memasuki bulan keempat setelah takdir kembali mempertemukan Leon dengan Laura.Selama beberapa waktu tersebut, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan Leon juga sering menjemput Laura dari minimarket tempatnya bekerja dan mengantarkan dia pulang ke kontrakannya.Di pagi yang cerah ini, Leon dan Laura telah membuat janji untuk saling bertemu di sebuah kafe yang sangat sepi.Kafe ini jarang sekali dikunjungi oleh para pengunjung dan biasa di datangi oleh orang-orang tertentu saja. Selain karena harga menu-menunya yang mahal, ketersediaan tempat duduk di kafe tersebut juga sangat terbatas. Sehingga orang-orang yang tidak menyukai keramaian akan sangat menyukai tempat ini.Laura terlihat tengah menunggu Leon sendirian. Ekor matanya tak henti melirik ke sana dan kemari, mencari sosok pria yang selama ini masih ia kagumi sepenuh hati.Tak disangka ternyata Vincent ada di kafe itu juga. Melihat ada Laura di sana, tentu Vincent sanga
Dua hari kemudian, Leon membulatkan tekad untuk datang ke minimarket tempat Laura bekerja.Melihat Leon datang ke sana, tubuh Laura grogi tak karuan."Leon. Untuk apa dia datang ke sini?" tanya Laura dalam hati. Ia benar-benar sangat gugup."Laura, apa kau punya waktu?" Tanpa basa-basi Leon langsung bertanya ke intinya."Hah!! Maksudmu?""Apa yang punya waktu untuk menemaniku makan siang sekarang?"Seketika Laura merasa seperti tersambar petir. Bagaimana bisa Leon tiba-tiba datang dan mengajaknya makan bersama seperti dulu lagi."Ma---maaf, Leon. Aku tidak bisa karena masih ada kerjaan," balas Laura yang tidak berani menatap mata lawan bicaranya.Mendadak, dari dalam keluarlah seorang wanita bernama Fira.Fira adalah karyawan baru juga di sana. Ia baru mulai bekerja kemarin hari."Bukankah sekarang sudah masuk waktu istirahatmu, Laura?" tanya Fira yang sebelumnya tidak sengaja mendengar percakapan mereka."Ta---tapi bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendirian di sini?""Tidak apa-apa
Vincent mengantarkan Laura pulang ke kontrakannya."Jangan tidur terlalu malam," pesan Vincent sambil mengacak pelan rambut Laura."I---iya," jawabnya gugup.Tak ingin berlama-lama lagi, Vincent langsung bergegas untuk meninggalkan tempat."Baiklah, aku pergi dulu.""Hati-hati, Vincent. Jangan terlalu kencang bawa mobilnya." "Tenang saja, Nona Cantik," balas Vincent sambil meledek Laura.Setelah beberapa menit berlalu, kini ia sudah sampai di apartemennya dan bergegas meraih sebuah sofa untuk mengistirahatkan diri di atas sana.Vincent membuka jas yang dia pakai dan melemparkannya ke atas sofa yang sama.Kemudian ia duduk dengan mata terpejam, sambil mengingat semua moment yang lalui hari ini."Laura Zara. Gadis yang cukup menarik bagiku. Dia cantik, baik, tidak matre, bahkan dia juga lebih menarik dibandingkan gadis lain.""Entah siapa pria beruntung yang Laura maksud tadi, tapi yang jelas aku sangat iri padanya karena bisa mendapatkan hati Laura."Cring, cring ....Tiba-tiba dering
Laura dan Vincent tengah menikmati kebersamaan di sebuah pasar malam yang tidak jauh dari kontrakan Laura.Saat dirinya sedang membereskan rumah, tiba-tiba Vincent datang dan mengajak Laura untuk menikmati udara malam di luar.Tentu Laura tak bisa menolak. Bagaimana pun juga semua Vincent sudah sangat berjasa untuknya."Kau mau makan apa?" tanya Vincent pada Laura."Terserah kau saja," balas Laura. Ya, balasan yang biasa dipakai oleh sejuta kaum hawa."Bagaimana kalau bakso saja. Apa kau suka bakso?" tanya Vincent lagi.Laura mengangguk kecil.Dengan segera Vincent menggandeng tangan Laura dan menuntunnya ke sebuah kedai bakso paling ramai yang ada di sana."Apa sebelumnya kau sudah pernah ke pasar malam?" tanya Laura basa-basi.Vincent menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis."Belum. Ini adalah pertama kalinya.""Orang kaya sepertimu pasti selalu makan di tempat ya mewah. Iya, 'kan? Apa kau tidak merasa risih jika makan di tempat sederhana seperti ini?" Laura sedikit ragu dan
Tok, tok, tok!!Leon mendengar suara ketukan pintu dari bilik kamar."Masuk!" ujar Leon tegas."Permisi, Tuan Leon. Di bawah ada Nona Laura yang datang dan sedang menunggu Tuan," jelas Angel."Apa!! Laura?" Leon tak percaya mendengarnya.Namun, seketika ketidakpercayaannya itu dipatahkan oleh anggukan Angel."Baiklah, saya akan segera turun."Saat sedang menuruni anak tangga, Leon memang melihat sosok wanita yang tengah menunggu dirinya."Laura," panggil Leon pelan.Wanita tersebut menoleh santai. Kemudian ia tersenyum melihat bahwa Leon sudah berada tepat dibelakangnya."Ada yang mau aku bicarakan padamu," ujar wanita itu.Sampai saat ini Leon masih tak curiga sama sekali. Ia belum sadar bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah Laura melainkan Launa. Benar, wanita yang akhir-akhir sedang ia cari untuk meminta pertanggung jawaban."Tapi aku tidak mau kita membicarakannya di sini karena takut di dengar oleh para pelayanmu," jelas Launa sambil melirik ke sana kemarin.Leon yang masi
"Bu, waktu itu aku memang sudah menjalankan rencanaku dengan baik. Aku telah mengirim Laura ke rumah Leon. Aku yakin kehidupannya sangat bahagia di sana.""Tapi entah kenapa tiba-tiba Laura dan Leon sudah tidak tinggal bersama lagi. Bahkan waktu itu Laura juga datang ke bengkelnya Devano sambil menangis dan mengatakan bahwa ia telah menolak cinta Leon hanya demi pria bajingan itu.""Sepertinya Leon sudah sempat menyatakan perasaan padanya, tapi ia menolak."Launa menjelaskan dengan panjang lebar."Namun, sampai sekarang aku tak pernah lelah untuk menghasut Devano agar menunjukkan sikap busuknya di depan Laura. Semakin sering Devano menyakiti perasaan Laura, maka itu akan membuat Laura semakin yakin jika Devano bukanlah pria baik.""Waktu itu aku juga sempat bertemu dengan Laura yang tengah duduk melamun di tepi danau. Aku menyuruh Devano untuk mengganggunya agar Laura semakin benci pada pria itu. Tapi dengan penuh kebodohan, si Devano malah berniat untuk mencelakai dan berniat mendoro
Mendengar ucapan Leon, tentu Harry sangat terkejut. Bagaimana bisa mereka menyudahi suatu hubungan dalam waktu singkat. Bahkan dia sendiri sampai tidak tau akan hal itu."Tapi bukankah kalian sudah bertunangan?" tanya Harry lagi.Damian, Felix, dan Galen hanya mendengarkan percakapan mereka saja."Memangnya kenapa jika sudah bertunangan? Apakah sepasang tunangan tidak boleh berpisah?" balas Leon yang malah berbalik tanya.Sontak jawaban sang kakak membuat Harry terdiam. Apa yang Leon katakan tidaklah salah. Berapa lama pun sebuah hubungan dibangun, sebesar apa pun cinta di dalamnya, tetap saja akan ada kata perpisahan sebagai akhir dari pertemuan.Leon sudah tak ada nafsu makan lagi dan hendak lekas pergi menuju kantor.Saat ia sedang mengeluarkan mobil dari halaman rumah, tiba-tiba ia berpapasan dengan sebuah truk besar yang sedang menurunkan banyak barang ke sebuah rumah yang berada tepat di sebelah kediamannya.Awalnya Leon tak peduli siapa yang baru saja pindahan. Tapi tiba-tiba A
"Aku khawatir jika alam seindah ini bisa hancur karena dipandangi oleh manusia sepertimu."Sontak suara seorang pria yang tidak asing di telinga berhasil memaksa Laura untuk membuka matanya.Laura yang kaget langsung berdiri dan menghadap ke belakang."Devano, sedang apa kau di sini? Apa masih belum puas kau menyakitiku?" tanya Laura.Devano malah tertawa kecil."Apa kau bilang? Menyakitimu? Cih!!""Memangnya sejak awal siapa yang memulainya duluan? Bukankah kau yang selingkuh dengan pria brengsek itu?"Mendengar sebutan 'Pria Brengsek', Laura langsung paham siapa yang dimaksud oleh Devano."Berhentilah menghina Leon! Dia tidak salah apa-apa. Kau boleh menuduhku telah berselingkuh atau apa pun itu, tapi jangan pernah bawa-bawa Leon dalam hal ini.""Astaga ... sepertinya ada yang marah saat nama selingkuhannya dicemari oleh mulutku," ujar Devano menyinggung Laura.Dengan langkah perlahan, Devano maju mendekati Laura sambil mendorong pundak wanita itu sedikit demi sedikit.Laura yang ti