Lagi, Darius menghela napasnya. Dia tak menyangka Lakshmi akan menjadi arca yang tak bergerak sedikit pun juga.
Dia lagi-lagi meremas bahu gadis itu, menginginkan Lakshmi bisa merespon keinginannya untuk menjelaskan situasi mereka saat ini. Namun, bagi Lakshmi, penjelasan apa pun tak akan ada gunanya selagi semuanya sudah terlanjur dilakukan.
Akad yang tadi dia lalui malah menambah rasa dendamnya. Melihat wajah pria itu saja dia sudah muak, seakan perutnya bergejolak dan ingin mengeluarkan seluruh isinya kalau bisa.
“Baiklah, nanti aku akan menjelaskan di rumahku saja. Nanti malam, kamu akan segera pindah ke rumahku,” putusnya telak.
Lakshmi tak peduli sama sekali. Dia hanya menatap cermin dengan pandangan datar saja. Tak ingin melihat pria itu lebih lama di dalam kamarnya saat ini. Bisakah dia mengusirnya? Ah, mungkin nanti ayahnya malah akan semakin memiliki alasan untuk mendebat sekaligus membuatnya menjadi rendahan.
Darius mundur, dia membuka pintu dan mempersilakan perias pengantin untuk masuk kembali ke kamar.
“Ayo Mbak ganti baju dulu ya?”
Lakshmi tak mengangguk. Tapi dia terus bergerak luwes mengikuti apa yang diminta oleh perias pengantin. Abai dengan kehadiran Darius yang terus memperhatikannya intens.
Darius diam kaku, bingung harus berbuat apa. Terkadang dia hanya berbincang kecil dengan para perias pengantin saja tanpa bisa mengajak Lakshmi berbicara.
Seandainya gadis itu tahu apa yang ingin dia ceritakan dan apa yang mendasarinya ingin menikahi gadis itu meskipun dia sudah beristri.
“Masnya ganti baju juga ya?”
Mau tak mau Darius mengangguk. Dia menerima sepasang baju pengantin yang sudah dipilihkan oleh perias itu. Membuka beskap miliknya, lalu membiarkan tubuh kekarnya itu hanya terhalang dengan kaus singlet tipis sebelum akhirnya dia mengenakan kemeja putih.
Matanya terus menelisik pada Lakshmi. Bahkan dia mendadak haus saat melihat tubuh di balik kebaya yang dikenakannya tadi. Mulus tanpa cela dan terhalang dengan kemben saja. Ah, sial. Kenapa juga saat ini dirinya harus berada di dalam satu ruangan dengan gadis itu?
Mendadak rasa menyesal menggerogotinya. Tubuhnya bergejolak panas.
“Sebentar ya Mbak, sanggulnya dibenarkan dulu.”
Mau tak mau Lakshmi mengangguk saja. Dia sendiri masih terus menatap cermin. Enggan menoleh sama sekali untuk melihat bagaimana kamarnya dihias sedemikian cantiknya untuk malam pertama.
Persetan. Dia tak peduli mengenai malam pertama sama sekali. Dia hanya akan pindah kandang saja nantinya. Entah apa yang diharapkan dari rencana ayahnya yang menerima pinangan pria antah berantah yang tahunya adalah pria beristri.
Dia hanya ingin semuanya cepat berlalu. Resepsi pernikahan yang amat menyiksanya.
“Mbak, ini dimakan dulu ya? Dandannya masih lama. Tadi dibawakan sama Ibu.” Bahkan perias itu menyodorkan sepiring makanan.
Darius pun tengah mengisi perutnya, tapi Lakshmi masih saja bergeming. Enggan bersuara dan enggan membuka mulutnya.
Bahkan sampai pria itu selesai menghabiskan makanannya, namun dia melihat Lakshmi hanya memejamkan matanya dan pasrah saat wajahnya sedang diapakan, kadang Darius harus menghembuskan napasnya sendiri karena gusar.
Saat perias itu keluar kamar, entah mencari apa. Darius menghampiri sang istri muda lagi. Kali ini dia menarik tubuh Lakshmi agar menghadapnya.
Satu sentakan yang dirasakan tubuh Lakshmi membuat gadis itu membuka matanya cepat. Terbelalak saat melihat wajah pria itu berada kurang dari sejengkal di depannya.
Dia berusaha untuk berbalik, tapi cengkeraman tangan Darius begitu kuat di bahunya. Dia mendesis, menahan rasa nyeri di permukaan tubuhnya.
“Lepas!” sentaknya, tapi itu tak berpengaruh sama sekali pada Darius.
Tatapan pria itu berubah dingin. Gestur wajahnya mengeras dengan rahang mengetat. Lakshmi merasakan aura dominan yang kuat. Entah Darius tengah menahan emosi karena tingkah lakunya, atau apa, yang jelas dia tak ingin merasa tahu sama sekali. Dia tak peduli.
“Dengar, kamu boleh marah padaku. Pada keluargamu. Tapi marahmu butuh tenaga. Makanlah.”
Lakshmi tersentak mendengarnya. Kalau bisa, dia hanya ingin menangis meraung-raung saja kalau perlu. Bukannya harus menjadi candi tanpa rasa.
Matanya semakin memanas, ia ingin menumpahkan tangisannya kalau bisa. Hanya saja, dia muak berhadapan dengan orang-orang yang merenggut kebebasannya.
“Apa peduli anda saya makan atau tidak hah? Lepaskan saya! Kalau anda tak mau melihat saya berteriak kesetanan dan berbuat hal nekad!” ancamnya. Tatapannya semakin bengis.
Darius mengusap wajahnya frustrasi. Sungguh dia juga tak ingin mendapatkan suasana paling aneh saat ini.
“Bekerja samalah, Lakshmi. Aku tak ingin melihat kamu jatuh sakit,” lirihnya. Pandangannya berubah sendu. Sejujurnya dia ingin sekali memeluk Lakshmi, merengkuhnya dan juga memberikan kata penghiburan serta cinta untuk gadis itu.
Lakshmi mendecih, “tch, sebelum anda berkata begitu, sadarilah apa yang sudah anda lakukan terhadap saya.” Bahkan kata-katanya terlalu dingin untuk didengar.
Darius pasrah. Dia melepaskan cengkeraman tangannya. Membiarkan Lakshmi kembali menatap cermin dengan tatapan datarnya. Tak ada binar emosi di manik gadis itu seperti yang biasa dia lihat saat mereka berhadapan.
Darius duduk. Diam saja sama sekali tak bergerak. Sebelum akhirnya tangannya mengambil sesuai nasi dan mengunyahnya.
Sekali lagi dia berdiri, meraih tubuh Lakshmi. Lantas tangannya merengkuh wajah Lakshmi, saat itu juga dia mencium bibir Lakshmi ganas.
Mata Lakshmi terbelalak lebar kala mendapatkan serangan di bibirnya. Bahkan saat bibir mereka bertemu, Lakshmi yang terkejut segera mendorong kencang tubuh Darius. Meskipun perlawanannya berakhir sia-sia karena Darius begitu ahli melumpuhkan lawannya dalam pergumulan.
Darius menyesap bibir Lakshmi cepat. Tak peduli jika lipstik yang dipakai gadis itu juga akan menodai bibirnya.
Lakshmi semakin marah, tangannya terkepal kuat memukuli dada Darius, tapi pria itu sama sekali tak beranjak sedikit pun. Lakshmi masih menutup rapat-rapat bibirnya.
Darius melumat bibir Lakshmi, memaksa mulut gadis itu terbuka untuknya. Bahkan dia menggigit bibir Lakshmi sampai gadis itu memekik kesakitan sampai akhirnya mulutnya terbuka. Segera saja Darius mendorong isi makanan yang ada di mulutnya sambil terus mencium Lakshmi ganas. Bahkan dorongan Lakshmi tak ada apa-apanya sama sekali.
Gadis itu terlalu kecil dan ringkih untuk bisa melawannya.
Napas Lakshmi semakin habis. Rongga paru-parunya yang kekurangan oksigen pun mulai menjalar sesak di dadanya.
“Hah--kau?!!! uhukk! Uhuk!” Lakshmi menjerit seketika saat ciuman mereka lepas, namun dia juga tersedak hebat. Tangannya sibuk memukuli dadanya agar batuk yang mencekik tenggorokannya bisa segera reda.
Darius menatap Lakshmi datar, “silakan kamu berteriak. Cara itu akan aku pakai jika kamu masih tak mau makan.”
Lakshmi marah, ingin segera menerjang Darius kalau bisa. Dia ingin melempari wajah pria itu menggunakan heels kalau bisa. Dia ingin membunuhnya dengan brutal saat itu juga.
Tapi yang ada malah airmatanya meluncur bebas tanpa bisa dicegah. Dia menangis dalam amarahnya. Dilecehkan oleh suami yang baru sah beberapa jam yang lalu itu.
“Bersiaplah, kamu perlu berganti baju dan juga membersihkan diri kalau mau,” tukas Darius yang sudah selesai berbincang dengan keluarga Lakshmi sementara istrinya enggan berbicara dengan keluarganya sendiri. Sebenarnya Darius ingin bertanya kenapa Lakshmi sampai begitu enggan berbicara barang sebentar dengan kedua orangtuanya, sementara mertuanya terus mengkhawatirkan putrinya itu. Lakshmi hanya mengangguk saja. Dia memilih untuk mengambil baju di lemari kayu miliknya yang sudah reyot dan juga sudah gopok. Dia berbalik, masih saja menatap Darius dingin. “Keluarlah dulu, jika anda ingin saya cepat berkemas,” sindirnya. Darius semakin ingin sekali mengurung gadis itu ke pelukannya kalau bisa. Sayangnya, ia hanya bisa menurut saja untuk saat ini. Melangkah keluar kamar dan menunggu istrinya bersiap. Lakshmi menghela napasnya, lelah. Ia hanya ingin tidur kalau bisa. Namun, semakin lama dia berada di rumah yang sama dengan ayah dan ibunya malah semakin menambah kadar sesak yang dirasak
Yang tak diketahui oleh Lakshmi, Darius mencoba menghibur ibu istri keduanya itu. Mendengar tangisan sedih saja sudah membuatnya enggan dan ingin segera beranjak namun karena dia masih mencoba menghormati mertuanya, dia masih duduk sambil mendengarkan beberapa permohonan.“Kami pamit dulu ya Bu? Nanti jika Lakshmi libur, tentunya saya akan mengajaknya singgah ke rumah walau hanya sehari,” janji Darius yang diantar sampai keluar pintu.Suryani mengangguk, tersenyum. Tangannya terus mengusap lengan sang menantu. “Tolong jaga Putri Ibu ya? Kadang Lakshmi suka lupa makan,” lirihnya penuh harap.Lagi-lagi Darius mengangguk. Dia meletakkan barang-barang yang ditata di dalam kardus, milik sang istri sekaligus miliknya dari seserahan tadi. Dia merogoh dompet di saku celananya. Mengeluarkan beberapa lembar uang merah dengan nominal tertinggi.“Ini … saya ada sedikit uang, semoga bisa menambah pemasukan Ibu dan Bapak,” ucapnya sebelum pamit.Purwanto tersenyum, bangga. Tak sia-sia dia menerima
“Ti tidak perlu! Saya di sini … saja,” cicit gadis bersurai panjang itu dengan wajah menunduk. Dia memang sedang gugup, memikirkan satu kamar dengan pria lain saja sudah membuat tubuhnya jumpalitan.Dia bukannya tak menyadari kalau sudah menikah, tetapi sekamar dengan pria di saat dia masih perawan adalah hal yang tak bisa dia terima.Bibir Darius berkedut mendengarnya. Dia bisa melihat kekhawatiran dan tingkat waspada Lakshmi menjadi meningkat dua kali lipat setelah melangkah masuk ke dalam kamar.Darius sedang tak ingin berdebat. Sejujurnya otot-otot di tubuhnya sudah terlalu tegang dan membutuhkan rileksasi. Dia sampai berbalik, memijat keningnya sendiri. Dengan mata telanjang, Lakshmi bisa melihat punggungnya yang kuat dan bahu yang lebar.Betapa Darius nampak frustrasi menghadapi gadis keras kepala itu.Dia berbalik, menatap tajam Lakshmi. “Aku sedang tak mau berdebat dengan sikap kekeraskepalaan kamu, Lakshmi. Sebaiknya malam ini kita bekerja sama.”Lakshmi memilih mengalihkan p
Darius masih diam saja saat pagi ini dia mengajak Lakshmi untuk pulang. Dia masih mengingat jelas semalam Lakshmi yang menangis lirih di dalam selimut. Apa Lakshmi pikir tangisannya tak terdengar? Demi Tuhan, bahkan tangisan itulah yang membuatnya semakin susah untuk tidur. Dan dia pun tertidur di jam tiga pagi!Bagaimana pusingnya dia saat ini ketika harus mengendarai mobil untuk ke rumah dan membuka mata agar tak terjadi kecelakaan tentunya. Namun, tangisan lirih penuh penghayatan itu malah semakin terngiang-ngiang di kepalanya.“Kuharap kamu akan menyukai rumah kita.”Kita?Lakshmi mendengus geli mendengarnya. “Rumah anda yang dimaksud,” ralatnya segera.“Rumah kita. Rumah untuk tempat tinggal kita berdua.” Darius masih tak paham dengan sindiran itu.“Oh, pasti istri pertama akan merasa sakit hati luar biasa ya saat ini? Pulang-pulang membawa istri baru,” sindir Lakshmi kembali.Darius menoleh, menatap Lakshmi tak percaya. Rahangnya mengeras saat gadis itu mneyindirnya telak. Ada b
Seketika Lakshmi terdiam kaku, bahkan aliran darahnya seakan ikut terhenti begitu juga napasnya. Benda kenyal yang terasa dingin tengah menghisap bibirnya kuat dan tergesa-gesa. Demi Tuhan. Darius tengah menciumnya lagi sekarang! Namun, rasa mual menyerang perutnya saat ingatannya berputar di malam kemarin. Malam saat Darius memasuki kamarnya. “Le--pashh!” Suara Lakshmi tersendat-sendat selagi tangannya mendorong kuat Darius agar melepaskan pagutannya. Darius membuka matanya, irisnya gelap. Namun, ia bisa menguasai emosinya saat itu. Melihat Lakshmi yang menatapnya penuh benci dengan segala emosi yang dirasakan sekaligus juga bagaimana dirinya yang tak kuasa untuk menahan diri. Dia mencoba tenang walau bibir itu kini menjadi candu baginya, rasanya bak zat adiksi yang ikut membuainya dan membuatnya melayang nyaman. “Kau--sialan!” maki Lakshmi yang segera berbalik, keluar kamar. Bruk! Lakshmi sekuat tenaga membanting pintu kamar itu. Napasnya terengah-engah, masih dengan tangan
Darius baru saja terbangun dari tidurnya, dia melihat ke sisi kirinya. Ranjang itu sudah kosong. Dia hanya berbaring sendirian. Sontak dia panik. Segera saja dia bangun, mencari keberadaan istrinya. Takut kalau-kalau Lakshmi malah kabur karena terbangun dengan kondisi sekamar dengan sang suami. Langkah kakinya bahkan terdengar nyaring saat menuruni tangga. “Mbok! Mbok!” teriak Darius, berusaha mencari sang ART. Dia menuju ke dapur, karena panik bahkan kepalanya tak bisa berpikir dengan benar. “Mbok, tadi apa pintu terbuka?” Lina yang terkejut mendengar suara menggelegar milik Darius buru-buru keluar dari dapur. Sementara Lakshmi hanya berusaha memotong sayuran dengan pandangan terus menunduk. Bahkan dadanya benar-benar bergemuruh hebat, memikirkan kalau semalam dirinya kecolongan. “Ada apa, Den? Kok pagi-pagi malah teriak-teriak begitu?” Darius buru-buru menghampiri Lina, “tadi pagi pintu utama terbuka?” Lina menggeleng, terkekeh, “aduh, hehe. Den, mana ada pintu kebuka? Den
Darius mengernyit heran, dia menyadari kalau Lakshmi terlalu lama berada di dalam kamar mandi. Tok tok tok. Sengaja dia mengetuk pintu kamar mandi. “Lakshmi, kenapa lama sekali? Aku perlu mandi,” ucapnya. Lakshmi yang tengah bingung pun terkejut. “Ah, ya … ya, saya sudah selesai!” “Kalau begitu cepatlah keluar,” pinta Darius tak sabaran. Dia sendiri memang dikejar waktu saat ini. Dia harus pergi bekerja. Lakshmi bingung, dia tak punya handuk dan bajunya basah! Astaga … apa yang harus dia lakukan sekarang?! “Euhm … kamu … tunggu luar dulu!” teriak Lakshmi. Darius mengernyit, heran tentu saja. “Kenapa harus? Aku harus mandi, Lakshmi. Semua peralatan mandiku di dalam sana.” Lakshmi semakin merasa panas mendengarnya. Memikirkan kalau dirinya benar-benar melakukan hal bodoh tadi. Dia tak pernah tahu bagaimana rumah mewah yang ditempatinya mampu melakukan perponcoan padanya hanya karena dia baru saja tinggal di sini. “Ba … baju saya basah!” Darius terdiam mendengarnya. Dia masih
Lakshmi bingung, apa yang harus dilakukannya selama berada di rumah Darius. Dia bahkan sama sekali tak memiliki kegiatan berarti.Apa dirinya disebut menumpang hidup saja saat hanya melakukan makan, tidur dan sembahyang? Bahkan Si Mbok sama sekali tak membolehkannya memegang sapu.Tapi … itu lebih baik daripada dirinya harus melihat wajah Darius seharian. Yang ada dia malah semakin kesal kalau sampai melihat pria itu di rumah.“Non, kok diam saja?” Si Mbok yang memang selalu berada di rumah pun melihat Lakshmi yang tengah bengong walau televisi di depannya menyala.Lakshmi terkejut, dia meringis saat tahu Si Mbok sudah duduk di sampingnya.“Tidak Mbok, saya hanya … bingung.”“Loh, bingung kenapa?”“Tidak ada kegiatan, hehe.”Si Mbok hanya ber-oh ria saja mendengarnya. Tapi … dia pun teringat akan ucapan Darius mengenai libur semester.“Non … pasti masih kuliah ya?”Pertanyaan itu malah membuat Lakshmi semakin diam. Bingung ingin menjawab apa.“Memang sih, libur semester tuh pasti lama
“Kamu mau ke mana hari ini?” tanya Darius sambil berusaha mengancingi lengan kemejanya.Glek.Lakshmi harus berusaha menelan salivanya kasar, matanya tak berkedip normal dan terlalu memandangi Darius lama.Entah kenapa, setelah berusaha tidur satu kamar dengan pria itu, dia yakin kalau Darius adalah pria tampan nan gagah.Dilihat dari bagaimana kemeja hitam itu membalut polos tubuhnya yang tinggi menjulang. Bahu yang lebar dan punggung tegapnya sudah simetris dengan dada bidangnya yang tercetak jelas di balik kemejanya. Matanya berlari melihat jakun yang menonjol dan juga rahang tegasnya bernaung mata pekat dan alis yang tebal dan bergaris simetris.Bahkan kini dia hanya fokus pada bibir pria itu.Darius yang tak mendapatkan jawaban pun mengangkat pandangannya. Dia bisa melihat tatapan penuh kagum dan intens dari mata coklat milik istrinya itu.Dia tersenyum. Tahu betul kalau dia memiliki pesona yang tak bisa ditolak.Tanpa sebuah rasa segan lagi, Darius mendekati istrinya yang masih
Bab 31 --Darius kebingungan sendiri saat melihat Lakshmita yang malah berdiri kaku di balik pintu yang tertutup.“Apa ada yang mau dibicarakan?” tukasnya sambil meletakkan ponsel miliknya.Lakshmita semakin melarikan pandangan matanya ke segala arah sambil terus saja menggigit bibirnya gugup.Tak mendengar jawaban dari mulut Lakshmi, Darius pun menghampirinya dan berdiri di belakangnya. Tangannya menepuk pelan bahu gadis itu.“Laksshmi,” panggilnya sekali lagi.Lakshmita berjengit terkejut, dia berbalik dan mundur dengan cepat. “Y--ya Mas?”Darius menghela napasnya, merasa aneh dengan tingkah istrinya itu.“Ada apa? Apa ada yang mau dibicarakan? Ini sudah malam dan seharusnya kamu tidur.”“I--itu …” Ucapan Lakshmita menggantung, merasa bingung untuk menuturkannya dan dia masih memikirkan ucapan Si Mbok, ART yang tadi menyarankan sesuatu padanya.“Ada apa? Katakan saja, kamu jangan memendamnya begitu dan malah berdiri tidak jelas,” desak Darius masih dengan nada lembutnya.Lakshmita s
Lakshmita bangun dengan senyum di bibirnya. Sudah beberapa hari ini dia tidur dengan nyaman tanpa mimpi buruk yang menyambangi alam bawah sadarnya lagi. Menyadari kalau hatinya melunak karena kebaikan Darius, dia berniat melakukan sesuatu yang sudah semestinya. Menerima Darius. Masih saja dia termenung sendiri di belakang rumah, melempari pelet ikan ke kolam penuh ikan mas. Pikirannya terus menerus menerawang. “Loh, kok Non di sini?” Lakshmi berbalik, mendapati Si Mbok yang menghampirinya. “Iya, Mbok.” “Kenapa Non? Biasanya Non di ruangan Den Darius kalau siang begini.” “Lagi bete aja, Mbok.” “Kenapa? Tadi masih bisa ketawa tuh saat sarapan? Kangen sama Aden ya?” goda Si Mbok yang sengaja ingin membuat Lakshmi malu. Lakshmi tersentak, dia menggeleng gelagapan. “Ti tidak, Mbok! Mbok jangan mengarang begitu dong.” Dia malah panik. Si Mbok malah cekikikan. “Hihi, ya kalau kangen dengan suami tidak ada salahnya kok. Memangnya kenapa sih? Tumben bengong di belakang rumah begini.”
Deg!Lakshmi terkesiap saat tangan Darius menahannya, matanya bahkan terbelalak saat mendapati perlakuan sang suami.“Ma Mas,” panggilnya gagap.Darius mendesah, dia berbisik sensual dengan tatapan matanya yang begitu dalam. “Kamu sengaja mau menggodaku ya?”Sontak Lakshmi menarik tangannya dengan cepat. “Ti tidak!” semburnya, menunduk karena merasakan wajahnya begitu memanas.Mereka saling diam, keduanya memang merasakan atmosfer yang berubah cepat. Apalagi Lakshmi yang bingung, entah dia harus berbuat apa saat ini.Darius kembali ingat pandangan tubuh Lakshmi yang seksi tadi, merasa dia tak kurang ajar sekali.Ingat ponsel yang ia belikan, Darius pun merebutnya. “Sini, aku pasang dulu kartu SIM dan juga memory card.”“Ta tapi Mas, aku tidak bisa menerimanya,” kilah Lakshmi cepat, dia sungkan.Darius memandangi Lakshmita secara terang-terangan, intens dan dalam sampai membuat gadis itu menelan suaranya lagi secara bersusah payah.“Masih mau berdebat soal ini?” Kali ini ucapan Darius
Bab 28 -- “Bau kamar mandi kok jadi mandi banget, Mbok?” seloroh Lakshmi begitu memasuki kamar mandi saat Si Mbok memanggilnya. Si Mbok berbalik, terkekeh mendengarnya. “Ya iya harus wangi dong, jangan bau pesing. Aden pintar banget kalau menyangkut pilih-pilih sama bebelian, Non. Sudah nih, mandi gih Non.” Lakshmi mengangguk saja, ia segera memilih mandi. Mencoba membersihkan tubuhnya yang sudah berkeringat sekaligus bau keringat akibat sinar matahari. Lakshmita semakin terbiasa untuk menempati kamar Darius walau memang hanya sekadar mandi dan berganti baju. Dia melihat sekelilingnya lagi, kali ini mengernyit bingung. “Kok beda?” tanyanya pada diri sendiri. Kamar yang tadinya monoton dan kaku, kini terasa lebih hidup dengan adanya bunga sintetis dan cat yang lebih cerah, biru muda. Rasanya dia kelelahan hanya karena berinteraksi dengan banyak orang harini. Sisi introvert miliknya sudah protes dikarenakan dirinya yang berinteraksi berlebihan. Lama-lama kantuk semakin menyerangn
“Benar Darius ya?” Kembali wanita yang mendadak berdiri di samping Darius itu kembali bertanya.Lakshmi membeku saat mendengarnya. Garpu yang tadi masih berada di gengamannya pun ikut terjatuh ke atas piring pelan.Lakshmi menundukkan kepalanya cepat-cepat, tak bisa lagi dia bersikap biasa saat ada seseorang yang malah mengenali suaminya itu.Jantungnya sudah merosot sampai ke dasar perut.Darius tersenyum dan mengangguk, “iya, saya Darius Bu.”Janah, wanita yang disebut namanya oleh Darius itu pun seketika tersenyum semringah. “Wah … makan di sini juga ya kamu? Duh, sudah lama aku tidak melihat kamu.”Bahkan wanita dengan kemeja putih dan rok hitam itu berinisiatif untuk duduk di samping Darius tanpa izin. Sama sekali tak keberatan dengan rasa tak sopannya.Darius agar bergeser, menjaga jarak.Saat itu juga Janah melihat ke depan, mendapati seorang wanita yang sibuk menundukkan kepalanya itu.“Ini siapa?”Deg.Lakshmi memucat saat pertanyaan itu terlontar dari mulut wanita itu. Dia s
“Ck, kamu kenapa tidak duduk di depan sih?” Darius masih saja bersungut-sungut sebal saat dia kembali ke mobil seperti yang dijanjikan dengan istrinya. Bertemu di mobil, setelah sang istri tak memiliki ponsel! Yang benar saja. Di masa ini, ponsel sudah seperti kebutuhan primer. Bodohnya dia karena tak menyadari kebutuhan istrinya sendiri. Lakshmi hanya menatap arah depan saja, dia masih kesal dan memilih diam saja karenanya. “Lakshmi, aku dari tadi bicara denganmu,” tukas Darius lagi, yang merasa kalau Lakshmi tengah abai padanya. Benar saja. Lakshmi menoleh, wajahnya tengah memberengut kesal. “Ada apa dengan wajahmu?” “Tidak ada,” sambar Lakshmi cepat. “Tapi wajahmu ada apa-apanya,” kilah Darius cepat, bersikeras dengan pendapatnya. “Ya, lalu harus bagaimana? Wajahku biasa saja.” Bahkan nada bicaranya terdengar ketus. Darius menghela napasnya pelan, dia mencoba untuk mengontrol rasa gemasnya sendiri karena Lakshmi tengah merajuk. Bahkan dia sama sekali tak tahu apa salahnya
“Ehem.”Lakshmi dan Andre sama-sama menoleh ke belakang begitu mendengar suara dehaman berat khas suara pria.Lakshmi agak bingung dengan kehadiran Darius, sementara Andre pun tak kalah terkejutnya.“Eh, Pak Darius,” sapa Andre sambil tersenyum sopan.Namun, Darius tak menanggapi ucapan pemuda itu. Wajahnya masih datar dan dingin, tetapi matanya terus menatap Lakshmi. Lakshmi menjadi gugup saat menyadarinya. Dia tak mau dikenali sebagai mahasiswi yang dekat dengan Darius.“Bukankah kamu panitia? Tadi ada rapat tuh,” ketus Darius.Srek!“Astaga, lupa! Sudah dulu ya, Lakshmi. Dah!”Andre segera bangun dengan wajah panik dan terburu-buru berlari mencari ruangan panitia.Sementara Lakshmi merasa tak nyaman dengan tatapan intens yang terus diberikan oleh Darius. Dia buru-buru bangun dan membawa brosur untuk menghindar.“Mau ke mana kamu?”Deg.Lakshmi melirik sekelilingnya dan berharap tak ada yang memperhatikan mereka. Dia menggigit bibirnya, panik dan gugup yang menjadi satu.“Saya …” La
“Tidak mau!” Lakshmi terus menggelengkan kepalanya saat Darius berusaha memaksanya keluar dari mobil.Darius frustrasi sendiri melihatnya.“Astaga, kau ini kenapa sih? Kau cuma menemaniku untuk hadir di acara konferensi saja, Lakshmi,” terang Darius kesekian kalinya.Lakshmi masih tetap menggelengkan kepalanya, bagaimana gadis itu takut kalau ada yang melihatnya. Dia masih tak siap jika harus dikenal sebagai istri Darius.“Tidak mau! Nanti banyak fans Mas yang menyerang aku.”Lakshmi masih bersikukukh. Kali ini Darius yang diam, dahinya terlipat seakan tengah bingung.“Fans?” beonya.“Kamu bicara apa sih? Aku bukan idol K-Pop yang punya fans, Lakshmi. Ayo turun atau aku paksa?” ancam Darius.Lakshmi semakin menarik kakinya ke dalam. “Mas ini tidak pernah tahu ya? Fans Mas itu bejibun. Banyak. Much!”“Memang aku seterkenal itu?” Darius malah menahan tawanya, merasa lucu.Lakshmi melotot, “Mas sama sekali tidak sadar atau pura-pura tidak tahu sih?”“Ya … tidak tahu dong. Kalau tahu, aku