Yang tak diketahui oleh Lakshmi, Darius mencoba menghibur ibu istri keduanya itu. Mendengar tangisan sedih saja sudah membuatnya enggan dan ingin segera beranjak namun karena dia masih mencoba menghormati mertuanya, dia masih duduk sambil mendengarkan beberapa permohonan.
“Kami pamit dulu ya Bu? Nanti jika Lakshmi libur, tentunya saya akan mengajaknya singgah ke rumah walau hanya sehari,” janji Darius yang diantar sampai keluar pintu.
Suryani mengangguk, tersenyum. Tangannya terus mengusap lengan sang menantu. “Tolong jaga Putri Ibu ya? Kadang Lakshmi suka lupa makan,” lirihnya penuh harap.
Lagi-lagi Darius mengangguk. Dia meletakkan barang-barang yang ditata di dalam kardus, milik sang istri sekaligus miliknya dari seserahan tadi. Dia merogoh dompet di saku celananya. Mengeluarkan beberapa lembar uang merah dengan nominal tertinggi.
“Ini … saya ada sedikit uang, semoga bisa menambah pemasukan Ibu dan Bapak,” ucapnya sebelum pamit.
Purwanto tersenyum, bangga. Tak sia-sia dia menerima pinangan dari Darius. “Terima kasih, kalau Lakshmi tak menurut padamu, bilang saja pada Bapak.”
Darius hanya menahan senyum saja. Dia tak bisa menimpali pemikiran pria itu. Barangkali Lakshmi semakin membenci ayahnya dan juga dia yang tiba-tiba menjadi suaminya.
Darius segera menaruh kardus di bagasi mobil. Dia pun membuka pintu, melihat Lakshmi yang sudah terantuk-antuk kepalanya. Gadis itu rupanya tertidur.
Dug!
Dia menahan napasnya seiring tangannya yang menahan kepala Lakshmi. Hampir saja gadis itu terantuk kaca jendela mobil. Bahkan dia menahan punggung tangannya yang malah terantuk. Namun, gadis itu malah tak menyadari kondisinya sama sekali.
Seutas senyum terbit di bibirnya. Dia pun merogoh sesuatu di bangku belakang. Jas yang dibawanya pun dibentangkan untuk menyelimuti tubuh Lakshmi.
Darius segera melajukan mobilnya. Meninggalkan perkampungan di mana Lakshmi besar dan memboyong gadis itu menuju kediamannya.
Lakshmi yang terlalu lelah baru terbangun saat mobil berhenti di rest area. Dia merasakan kepalanya pusing mendera hebat.
“Shhh ….” Ia meringis, memegangi kepalanya. Pandangannya terasa berputar-putar.
Matanya menatap sekeliling di luar mobil. Bingung dengan banyaknya mobil yang berderet terparkir lalu ditambah orang-orang berlalu lalang. Bahkan di depannya malah terdapat restoran fast food yang berasal dari negeri Paman Sam.
Cklek.
Pintu di sampingnya terbuka, kepalanya spontan menoleh. Matanya membulat saat melihat Darius duduk sambil tangannya merogoh saku sementara mulutnya menahan burger agar tak jatuh.
Napasnya tertahan saat mata mereka saling bertubrukan.
Darius buru-buru melepaskan burger dari mulutnya. Dia tersenyum, “sudah bangun? Mau makan apa? Biar aku belikan,” ujarnya yang bersiap keluar.
Namun, Lakshmi yang masih enggan untuk bersuara memilih untuk memandangi jendela di sisinya. Tangannya menumpu dagunya sendiri sementara matanya terus menatap tanpa emosi.
Tak mendengar jawaban dari bibir Lakshmi, Darius kembali menghela napasnya. Dia sungguh tak ingin kondisinya malah menekannya begini. Dia menaruh burger ke dalam wadah kertas dan memilih keluar. Membelikan makanan untuk Lakshmi tentunya.
Lakshmi baru bisa bernapas lega karena pada akhirnya dia tak harus bertatapan dengan Darius walau hanya sementara. Jika bisa, dia hanya ingin tidur lagi saja dari pada harus bangun dan berdiam-diaman dengan Darius. Dia juga tak ingin bermusuhan andai kalau Darius bukanlah suaminya.
Rupanya menunggu selama tiga puluh menit tak terasa.
Brak!
Pintu tertutup dan Darius sudah duduk di sampingnya.
Pria itu meletakkan bucket berisikan banyak makanan. Lakshmi terbelalak melihatnya, spontan mulutnya terbuka namun otaknya berpikir dengan cepat kalau ia tak akan berbicara sepatah kata pun juga.
Terkejut saat melihat makanan sebegitu banyaknya.
“Aku tidak tahu apa yang kamu suka, jadi kubeli saja menu-menu itu. Ambil saja yang kamu mau. Sisanya taruh di belakang.” Kembali Darius mengenakan seat belt dan mengendarai mobilnya lagi.
Lakshmi diam saja. Dalam hatinya ia ingin sekali merespon ucapan Darius. Namun, marah mengalahkan semua emosinya termasuk simpati dan empatinya. Memilih diam saja tanpa menyentuh makanan di atas pangkuannya.
Merasa pegal, ia pun menaruh makanan itu ke belakang.
“Perlu aku suapi kamu seperti tadi siang?” sindir Darius. Lakshmi terperanjat mendengarnya. Wajahnya memanas dan tangannya terkepal lagi. Pada akhirnya dia mengambil sepotong ayam goreng tepung dan juga nasi.
Sepertinya membiarkan perutnya kelaparan bukanlah opsi yang bagus. Dia butuh menyusun rencana untuk membalas dendam dan terbebas dari Darius nantinya.
“Aku tak suka istriku membangkang, sebaiknya kamu camkan itu,” bisik Darius dengan mata yang terus fokus menatap ke arah depan.
Lagi. Lakshmi sama sekali tak menjawab. Memilih menghabiskan makanannya. Dia terpaksa menyeruput minuman bersoda karena tak ada lagi minuman selain soda yang bisa dijangkau oleh pandangannya.
Sebenarnya, Darius bisa melihat keseluruhan apa yang dilakukan oleh Lakshmi. Namun, ia juga kesal saat didiamkan begitu. Memang dia bersalah. Tetapi Lakshmi seakan menganggapnya penjahat dari pandangannya yang terus menajam penuh kobaran emosi.
Perjalanan delapan jam begitu dirasakan oleh Lakshmi. Tersiksa dengan rasa pegal di punggungnya. Namun, pusing di kepalanya memaksanya untuk kembali tidur.
Darius diam-diam memperhatikan wajah Lakshmi. Gadis itu begitu gusar dalam tidurnya. Ekspresi wajahnya begitu menyedihkan dengan kernyitan di dahinya serta matanya yang mengerut.
“Kamu terlalu banyak menaruh marah,” bisiknya sambil mengusap pipi gadis itu lembut. Beruntung Lakshmi tak mudah terbangun atau memang tak merasa ingin tahu?
Mobil berhenti di depan hotel mewah yang lebih dekat dari pada harus melanjutkan perjalanan ke rumah. Darius memilih untuk rehat sejenak malam ini. Perjalanan jauh benar-benar menguras tenaganya.
“Lakshmi, bangun, kita sampai.” Ia mengguncangkan bahu gadis itu sampai matanya terbuka dan segera menatapnya begitu awas.
“Sudah sampai,” ucap Darius lagi sambil keluar dari mobil.
Lakshmi menenteng ransel miliknya. Dia mengekori Darius. Bingung, kenapa mereka memasuki hotel?
“Halo Pak,” sapa resepsionis yang berjaga.
“Ada Cabana Room?” tanya Darius.
Sontak resepsionis itu terkejut. Akan sangat jarang tanpa pemesanan jauh-jauh hari memilih tipe kamar itu.
“Ada Pak.”
“Pesan untuk satu malam ya Mas.”
Mereka berdua menunggu.
“Ayo,” ajak Darius begitu mendapatkan kartu kamarnya.
Kembali Lakshmi mengekor. Dia enggan untuk melangkah masuk, namun Darius masih menunggu di pintu. Memastikan gadis itu masuk ke dalam.
“Kamu pasti capek, tidurlah,” perintah Darius tanpa merasa canggung.
Namun, Lakshmi merasa tegang bukan main. Dia hanya berdiri mematung saja, memikirkan apa yang terjadi setelah ini. Di dalam satu kamar yang sama dengan pria dewasa. Bahkan dia belum pernah satu ruangan dengan lelaki yang bukan keluarganya.
Matanya memicing, meneliti setiap sudutnya. Dia pun memilih untuk duduk di sofa panjang saja.
Darius baru saja keluar dari kamar mandi pun bingung. “Kenapa kamu tiduran di situ?” tanyanya sengit. Nada bicaranya begitu tak suka dengan apa yang dilakukan Lakshmi.
“Saya tidur di sini saja.”
“Di ranjang, Lakshmita,” desis Darius.
“Ti tidak perlu! Saya di sini … saja,” cicit gadis bersurai panjang itu dengan wajah menunduk. Dia memang sedang gugup, memikirkan satu kamar dengan pria lain saja sudah membuat tubuhnya jumpalitan.Dia bukannya tak menyadari kalau sudah menikah, tetapi sekamar dengan pria di saat dia masih perawan adalah hal yang tak bisa dia terima.Bibir Darius berkedut mendengarnya. Dia bisa melihat kekhawatiran dan tingkat waspada Lakshmi menjadi meningkat dua kali lipat setelah melangkah masuk ke dalam kamar.Darius sedang tak ingin berdebat. Sejujurnya otot-otot di tubuhnya sudah terlalu tegang dan membutuhkan rileksasi. Dia sampai berbalik, memijat keningnya sendiri. Dengan mata telanjang, Lakshmi bisa melihat punggungnya yang kuat dan bahu yang lebar.Betapa Darius nampak frustrasi menghadapi gadis keras kepala itu.Dia berbalik, menatap tajam Lakshmi. “Aku sedang tak mau berdebat dengan sikap kekeraskepalaan kamu, Lakshmi. Sebaiknya malam ini kita bekerja sama.”Lakshmi memilih mengalihkan p
Darius masih diam saja saat pagi ini dia mengajak Lakshmi untuk pulang. Dia masih mengingat jelas semalam Lakshmi yang menangis lirih di dalam selimut. Apa Lakshmi pikir tangisannya tak terdengar? Demi Tuhan, bahkan tangisan itulah yang membuatnya semakin susah untuk tidur. Dan dia pun tertidur di jam tiga pagi!Bagaimana pusingnya dia saat ini ketika harus mengendarai mobil untuk ke rumah dan membuka mata agar tak terjadi kecelakaan tentunya. Namun, tangisan lirih penuh penghayatan itu malah semakin terngiang-ngiang di kepalanya.“Kuharap kamu akan menyukai rumah kita.”Kita?Lakshmi mendengus geli mendengarnya. “Rumah anda yang dimaksud,” ralatnya segera.“Rumah kita. Rumah untuk tempat tinggal kita berdua.” Darius masih tak paham dengan sindiran itu.“Oh, pasti istri pertama akan merasa sakit hati luar biasa ya saat ini? Pulang-pulang membawa istri baru,” sindir Lakshmi kembali.Darius menoleh, menatap Lakshmi tak percaya. Rahangnya mengeras saat gadis itu mneyindirnya telak. Ada b
Seketika Lakshmi terdiam kaku, bahkan aliran darahnya seakan ikut terhenti begitu juga napasnya. Benda kenyal yang terasa dingin tengah menghisap bibirnya kuat dan tergesa-gesa. Demi Tuhan. Darius tengah menciumnya lagi sekarang! Namun, rasa mual menyerang perutnya saat ingatannya berputar di malam kemarin. Malam saat Darius memasuki kamarnya. “Le--pashh!” Suara Lakshmi tersendat-sendat selagi tangannya mendorong kuat Darius agar melepaskan pagutannya. Darius membuka matanya, irisnya gelap. Namun, ia bisa menguasai emosinya saat itu. Melihat Lakshmi yang menatapnya penuh benci dengan segala emosi yang dirasakan sekaligus juga bagaimana dirinya yang tak kuasa untuk menahan diri. Dia mencoba tenang walau bibir itu kini menjadi candu baginya, rasanya bak zat adiksi yang ikut membuainya dan membuatnya melayang nyaman. “Kau--sialan!” maki Lakshmi yang segera berbalik, keluar kamar. Bruk! Lakshmi sekuat tenaga membanting pintu kamar itu. Napasnya terengah-engah, masih dengan tangan
Darius baru saja terbangun dari tidurnya, dia melihat ke sisi kirinya. Ranjang itu sudah kosong. Dia hanya berbaring sendirian. Sontak dia panik. Segera saja dia bangun, mencari keberadaan istrinya. Takut kalau-kalau Lakshmi malah kabur karena terbangun dengan kondisi sekamar dengan sang suami. Langkah kakinya bahkan terdengar nyaring saat menuruni tangga. “Mbok! Mbok!” teriak Darius, berusaha mencari sang ART. Dia menuju ke dapur, karena panik bahkan kepalanya tak bisa berpikir dengan benar. “Mbok, tadi apa pintu terbuka?” Lina yang terkejut mendengar suara menggelegar milik Darius buru-buru keluar dari dapur. Sementara Lakshmi hanya berusaha memotong sayuran dengan pandangan terus menunduk. Bahkan dadanya benar-benar bergemuruh hebat, memikirkan kalau semalam dirinya kecolongan. “Ada apa, Den? Kok pagi-pagi malah teriak-teriak begitu?” Darius buru-buru menghampiri Lina, “tadi pagi pintu utama terbuka?” Lina menggeleng, terkekeh, “aduh, hehe. Den, mana ada pintu kebuka? Den
Darius mengernyit heran, dia menyadari kalau Lakshmi terlalu lama berada di dalam kamar mandi. Tok tok tok. Sengaja dia mengetuk pintu kamar mandi. “Lakshmi, kenapa lama sekali? Aku perlu mandi,” ucapnya. Lakshmi yang tengah bingung pun terkejut. “Ah, ya … ya, saya sudah selesai!” “Kalau begitu cepatlah keluar,” pinta Darius tak sabaran. Dia sendiri memang dikejar waktu saat ini. Dia harus pergi bekerja. Lakshmi bingung, dia tak punya handuk dan bajunya basah! Astaga … apa yang harus dia lakukan sekarang?! “Euhm … kamu … tunggu luar dulu!” teriak Lakshmi. Darius mengernyit, heran tentu saja. “Kenapa harus? Aku harus mandi, Lakshmi. Semua peralatan mandiku di dalam sana.” Lakshmi semakin merasa panas mendengarnya. Memikirkan kalau dirinya benar-benar melakukan hal bodoh tadi. Dia tak pernah tahu bagaimana rumah mewah yang ditempatinya mampu melakukan perponcoan padanya hanya karena dia baru saja tinggal di sini. “Ba … baju saya basah!” Darius terdiam mendengarnya. Dia masih
Lakshmi bingung, apa yang harus dilakukannya selama berada di rumah Darius. Dia bahkan sama sekali tak memiliki kegiatan berarti.Apa dirinya disebut menumpang hidup saja saat hanya melakukan makan, tidur dan sembahyang? Bahkan Si Mbok sama sekali tak membolehkannya memegang sapu.Tapi … itu lebih baik daripada dirinya harus melihat wajah Darius seharian. Yang ada dia malah semakin kesal kalau sampai melihat pria itu di rumah.“Non, kok diam saja?” Si Mbok yang memang selalu berada di rumah pun melihat Lakshmi yang tengah bengong walau televisi di depannya menyala.Lakshmi terkejut, dia meringis saat tahu Si Mbok sudah duduk di sampingnya.“Tidak Mbok, saya hanya … bingung.”“Loh, bingung kenapa?”“Tidak ada kegiatan, hehe.”Si Mbok hanya ber-oh ria saja mendengarnya. Tapi … dia pun teringat akan ucapan Darius mengenai libur semester.“Non … pasti masih kuliah ya?”Pertanyaan itu malah membuat Lakshmi semakin diam. Bingung ingin menjawab apa.“Memang sih, libur semester tuh pasti lama
Benar saja, Lakshmi menjadi bebas untuk beberapa hari. Dimulai dengan dirinya yang mengikuti saran Si Mbok untuk kursus memasak secara gratis.“Non, ini ongkosnya.” Si Mbok terburu-buru memberikan beberapa uang lembaran merah dengan nominal tertinggi.Lakshmi terpekur, dia memandangi Si Mbok dengan bingung. “Ini apa Mbok?” tanyanya.“Loh, ini loh Non. Sebenarnya pas kemarin Mbok bilang sama Aden, kalau Non mau ikut kursus. Dia minta Mbok berikan uang saku Non. Katanya dia lupa buat kasih ATM sama Non karena buru-buru kerja,” tutur Si Mbok masih dengan tersenyum ramah.Lakshmi semakin terkejut mendengarnya. “Tapi Mbok … ongkosnya tidak sebanyak itu.”Dia bahkan terkejut karena Darius memberinya uang saku. Kenapa juga? Apa karena status mereka suami istri? Atau karena Darius kaya raya?“Loh, ini mah wajar. Aden bilang segitu, ya berarti itu untuk Non. Sudah, nih. Cepat ambil.” Bahkan Si Mbok memaksakan lembaran uang kertas itu ke dalam genggaman tangan Lakshmi.Lakshmi masih membeku beb
“Mbok, aku pergi ya?” pamit Lakshmi dengan terburu-buru memakai sepatunya.Si Mbok pun tergopoh-gopoh menyongsong gadis muda itu. “Non, tunggu, ini uang sakunya,” teriaknya dari dalam rumah.Lakshmi terperanjat mendengarnya. Dia mencoba menghitung sudah berapa kali dirinya mendapatkan uang saku?Wanita bertubuh gempal itu pun tersenyum sambil menyodorkan beberapa lembar uang ke tangan Lakshmi.“Ini Non.”Lakshmi tak segera menerimanya, “tapi Mbok, ini uang jajan aku masih banyak kok. Kenapa Mbok kasih setiap hari?” tanyanya merasa segan.“Loh? Ya memang sudah begitu. Aden sendiri kok yang bilang kamu dapat uang saku, kan dia belum sempat tanya rekening kamu jadinya belum bisa langsung transfer. Sudah sudah, cepat sana pergi. Ini uangnya.” Si Mbok pun segera meletakkan paksa uang itu ke dalam genggaman Lakshmi.Lakshmi yang tadinya ingin menjawab pun sudah dipanggil oleh Parjo untuk segera berangkat pun segera menyongsong ke mobil.Pikirannya semakin berlarian, memikirkan kemungkinan-k
“Kamu mau ke mana hari ini?” tanya Darius sambil berusaha mengancingi lengan kemejanya.Glek.Lakshmi harus berusaha menelan salivanya kasar, matanya tak berkedip normal dan terlalu memandangi Darius lama.Entah kenapa, setelah berusaha tidur satu kamar dengan pria itu, dia yakin kalau Darius adalah pria tampan nan gagah.Dilihat dari bagaimana kemeja hitam itu membalut polos tubuhnya yang tinggi menjulang. Bahu yang lebar dan punggung tegapnya sudah simetris dengan dada bidangnya yang tercetak jelas di balik kemejanya. Matanya berlari melihat jakun yang menonjol dan juga rahang tegasnya bernaung mata pekat dan alis yang tebal dan bergaris simetris.Bahkan kini dia hanya fokus pada bibir pria itu.Darius yang tak mendapatkan jawaban pun mengangkat pandangannya. Dia bisa melihat tatapan penuh kagum dan intens dari mata coklat milik istrinya itu.Dia tersenyum. Tahu betul kalau dia memiliki pesona yang tak bisa ditolak.Tanpa sebuah rasa segan lagi, Darius mendekati istrinya yang masih
Bab 31 --Darius kebingungan sendiri saat melihat Lakshmita yang malah berdiri kaku di balik pintu yang tertutup.“Apa ada yang mau dibicarakan?” tukasnya sambil meletakkan ponsel miliknya.Lakshmita semakin melarikan pandangan matanya ke segala arah sambil terus saja menggigit bibirnya gugup.Tak mendengar jawaban dari mulut Lakshmi, Darius pun menghampirinya dan berdiri di belakangnya. Tangannya menepuk pelan bahu gadis itu.“Laksshmi,” panggilnya sekali lagi.Lakshmita berjengit terkejut, dia berbalik dan mundur dengan cepat. “Y--ya Mas?”Darius menghela napasnya, merasa aneh dengan tingkah istrinya itu.“Ada apa? Apa ada yang mau dibicarakan? Ini sudah malam dan seharusnya kamu tidur.”“I--itu …” Ucapan Lakshmita menggantung, merasa bingung untuk menuturkannya dan dia masih memikirkan ucapan Si Mbok, ART yang tadi menyarankan sesuatu padanya.“Ada apa? Katakan saja, kamu jangan memendamnya begitu dan malah berdiri tidak jelas,” desak Darius masih dengan nada lembutnya.Lakshmita s
Lakshmita bangun dengan senyum di bibirnya. Sudah beberapa hari ini dia tidur dengan nyaman tanpa mimpi buruk yang menyambangi alam bawah sadarnya lagi. Menyadari kalau hatinya melunak karena kebaikan Darius, dia berniat melakukan sesuatu yang sudah semestinya. Menerima Darius. Masih saja dia termenung sendiri di belakang rumah, melempari pelet ikan ke kolam penuh ikan mas. Pikirannya terus menerus menerawang. “Loh, kok Non di sini?” Lakshmi berbalik, mendapati Si Mbok yang menghampirinya. “Iya, Mbok.” “Kenapa Non? Biasanya Non di ruangan Den Darius kalau siang begini.” “Lagi bete aja, Mbok.” “Kenapa? Tadi masih bisa ketawa tuh saat sarapan? Kangen sama Aden ya?” goda Si Mbok yang sengaja ingin membuat Lakshmi malu. Lakshmi tersentak, dia menggeleng gelagapan. “Ti tidak, Mbok! Mbok jangan mengarang begitu dong.” Dia malah panik. Si Mbok malah cekikikan. “Hihi, ya kalau kangen dengan suami tidak ada salahnya kok. Memangnya kenapa sih? Tumben bengong di belakang rumah begini.”
Deg!Lakshmi terkesiap saat tangan Darius menahannya, matanya bahkan terbelalak saat mendapati perlakuan sang suami.“Ma Mas,” panggilnya gagap.Darius mendesah, dia berbisik sensual dengan tatapan matanya yang begitu dalam. “Kamu sengaja mau menggodaku ya?”Sontak Lakshmi menarik tangannya dengan cepat. “Ti tidak!” semburnya, menunduk karena merasakan wajahnya begitu memanas.Mereka saling diam, keduanya memang merasakan atmosfer yang berubah cepat. Apalagi Lakshmi yang bingung, entah dia harus berbuat apa saat ini.Darius kembali ingat pandangan tubuh Lakshmi yang seksi tadi, merasa dia tak kurang ajar sekali.Ingat ponsel yang ia belikan, Darius pun merebutnya. “Sini, aku pasang dulu kartu SIM dan juga memory card.”“Ta tapi Mas, aku tidak bisa menerimanya,” kilah Lakshmi cepat, dia sungkan.Darius memandangi Lakshmita secara terang-terangan, intens dan dalam sampai membuat gadis itu menelan suaranya lagi secara bersusah payah.“Masih mau berdebat soal ini?” Kali ini ucapan Darius
Bab 28 -- “Bau kamar mandi kok jadi mandi banget, Mbok?” seloroh Lakshmi begitu memasuki kamar mandi saat Si Mbok memanggilnya. Si Mbok berbalik, terkekeh mendengarnya. “Ya iya harus wangi dong, jangan bau pesing. Aden pintar banget kalau menyangkut pilih-pilih sama bebelian, Non. Sudah nih, mandi gih Non.” Lakshmi mengangguk saja, ia segera memilih mandi. Mencoba membersihkan tubuhnya yang sudah berkeringat sekaligus bau keringat akibat sinar matahari. Lakshmita semakin terbiasa untuk menempati kamar Darius walau memang hanya sekadar mandi dan berganti baju. Dia melihat sekelilingnya lagi, kali ini mengernyit bingung. “Kok beda?” tanyanya pada diri sendiri. Kamar yang tadinya monoton dan kaku, kini terasa lebih hidup dengan adanya bunga sintetis dan cat yang lebih cerah, biru muda. Rasanya dia kelelahan hanya karena berinteraksi dengan banyak orang harini. Sisi introvert miliknya sudah protes dikarenakan dirinya yang berinteraksi berlebihan. Lama-lama kantuk semakin menyerangn
“Benar Darius ya?” Kembali wanita yang mendadak berdiri di samping Darius itu kembali bertanya.Lakshmi membeku saat mendengarnya. Garpu yang tadi masih berada di gengamannya pun ikut terjatuh ke atas piring pelan.Lakshmi menundukkan kepalanya cepat-cepat, tak bisa lagi dia bersikap biasa saat ada seseorang yang malah mengenali suaminya itu.Jantungnya sudah merosot sampai ke dasar perut.Darius tersenyum dan mengangguk, “iya, saya Darius Bu.”Janah, wanita yang disebut namanya oleh Darius itu pun seketika tersenyum semringah. “Wah … makan di sini juga ya kamu? Duh, sudah lama aku tidak melihat kamu.”Bahkan wanita dengan kemeja putih dan rok hitam itu berinisiatif untuk duduk di samping Darius tanpa izin. Sama sekali tak keberatan dengan rasa tak sopannya.Darius agar bergeser, menjaga jarak.Saat itu juga Janah melihat ke depan, mendapati seorang wanita yang sibuk menundukkan kepalanya itu.“Ini siapa?”Deg.Lakshmi memucat saat pertanyaan itu terlontar dari mulut wanita itu. Dia s
“Ck, kamu kenapa tidak duduk di depan sih?” Darius masih saja bersungut-sungut sebal saat dia kembali ke mobil seperti yang dijanjikan dengan istrinya. Bertemu di mobil, setelah sang istri tak memiliki ponsel! Yang benar saja. Di masa ini, ponsel sudah seperti kebutuhan primer. Bodohnya dia karena tak menyadari kebutuhan istrinya sendiri. Lakshmi hanya menatap arah depan saja, dia masih kesal dan memilih diam saja karenanya. “Lakshmi, aku dari tadi bicara denganmu,” tukas Darius lagi, yang merasa kalau Lakshmi tengah abai padanya. Benar saja. Lakshmi menoleh, wajahnya tengah memberengut kesal. “Ada apa dengan wajahmu?” “Tidak ada,” sambar Lakshmi cepat. “Tapi wajahmu ada apa-apanya,” kilah Darius cepat, bersikeras dengan pendapatnya. “Ya, lalu harus bagaimana? Wajahku biasa saja.” Bahkan nada bicaranya terdengar ketus. Darius menghela napasnya pelan, dia mencoba untuk mengontrol rasa gemasnya sendiri karena Lakshmi tengah merajuk. Bahkan dia sama sekali tak tahu apa salahnya
“Ehem.”Lakshmi dan Andre sama-sama menoleh ke belakang begitu mendengar suara dehaman berat khas suara pria.Lakshmi agak bingung dengan kehadiran Darius, sementara Andre pun tak kalah terkejutnya.“Eh, Pak Darius,” sapa Andre sambil tersenyum sopan.Namun, Darius tak menanggapi ucapan pemuda itu. Wajahnya masih datar dan dingin, tetapi matanya terus menatap Lakshmi. Lakshmi menjadi gugup saat menyadarinya. Dia tak mau dikenali sebagai mahasiswi yang dekat dengan Darius.“Bukankah kamu panitia? Tadi ada rapat tuh,” ketus Darius.Srek!“Astaga, lupa! Sudah dulu ya, Lakshmi. Dah!”Andre segera bangun dengan wajah panik dan terburu-buru berlari mencari ruangan panitia.Sementara Lakshmi merasa tak nyaman dengan tatapan intens yang terus diberikan oleh Darius. Dia buru-buru bangun dan membawa brosur untuk menghindar.“Mau ke mana kamu?”Deg.Lakshmi melirik sekelilingnya dan berharap tak ada yang memperhatikan mereka. Dia menggigit bibirnya, panik dan gugup yang menjadi satu.“Saya …” La
“Tidak mau!” Lakshmi terus menggelengkan kepalanya saat Darius berusaha memaksanya keluar dari mobil.Darius frustrasi sendiri melihatnya.“Astaga, kau ini kenapa sih? Kau cuma menemaniku untuk hadir di acara konferensi saja, Lakshmi,” terang Darius kesekian kalinya.Lakshmi masih tetap menggelengkan kepalanya, bagaimana gadis itu takut kalau ada yang melihatnya. Dia masih tak siap jika harus dikenal sebagai istri Darius.“Tidak mau! Nanti banyak fans Mas yang menyerang aku.”Lakshmi masih bersikukukh. Kali ini Darius yang diam, dahinya terlipat seakan tengah bingung.“Fans?” beonya.“Kamu bicara apa sih? Aku bukan idol K-Pop yang punya fans, Lakshmi. Ayo turun atau aku paksa?” ancam Darius.Lakshmi semakin menarik kakinya ke dalam. “Mas ini tidak pernah tahu ya? Fans Mas itu bejibun. Banyak. Much!”“Memang aku seterkenal itu?” Darius malah menahan tawanya, merasa lucu.Lakshmi melotot, “Mas sama sekali tidak sadar atau pura-pura tidak tahu sih?”“Ya … tidak tahu dong. Kalau tahu, aku