*Happy Reading*
Puas sampai lemas!
Alan benar-benar merealisasikan kalimat itu di malam pertama kami. Dia menggarapku tanpa ampun, mencakulku tanpa henti, dan minta nambah berkali-kali. Membuat aku lemas kehabisan tenaga.
Benar-benar puas sampai lemas, kan? Dia yang puas, aku yang lemas. Bahkan saking lemasnya, sehabis mengerjakan sholat subuh berjamaah dengan Alan, aku pindah ke tempat tidur sambil merangkak dengan mata yang hampir rapat karena sudah benar-benar mengantuk.
Itu pun, Alan masih tidak membiarkan aku langsung tidur. Dia kembali mendekatiku, dan menyingkap gaun tidur yang ku kenakan bagian bawah.
"Aa, Hasmi capek. Ngantuk!" Rasanya, aku ingin sekali menangis saat ini. Terlalu lelah melayani Alan yang tidak ada capek-capeknya.
"Iya, kamu tidur aja. Biar saja kerja sendiri. Satu kali lagi aja, kok. Biar benar-benar puas dan bisa tidur nyenyak."
Ampun Gusti! Udah dapet enak berkali-kali, masih aja minta lagi. Her
*Happy Reading*Aku hanya bisa membuang napas panjang dengan bahu turun. Saat melihat keberadaan koper di sudut ruangan, yang masih belum bertambah jumlahnya.Masih tetap dua biji. Ingat pake biji, bukan pcs.Satu biji koper besar isinya baju dan perlengkapan Alan semua. Satu biji lagi berisikan baju-bajuku, tapi yang di hadiahkan oleh dokter Karina dan kawan-kawannya.Baju-baju kurang bahan, ngelimpring tipis mengkhawatirkan. Alias 'Lingeriee'!Iya, benar! Satu koper besar itu isinya lingeriee semua. Dalam berbagai bentuk, model, dan warna. Aku saja sampai syok melihatnya semalam. Saking syoknya sampai kepikiran buat buka butik khusus baju-baju dinas malam para istri itu, setelah pulang ke Indonesia.Gila memang! Si Dokter Komplak benar-benar seniat itu membuat aku gak bisa keluar kamar, hari ini. Menyebalkan sekali.Sayangnya, aku merasa cukup sekali saja pakai baju modelan begitu. Karena selain bahan dan ben
*Happy Reading*"Assalamualaikum ....""Waalaikumsalam ...."Alan langsung mengulum senyum, setelah menemukanku di sofa. Duduk santai sambil memeluk kaki, bermain hp dengan wajah bete luar biasa.Tenang, gaes! Aku gak jadi pake sarung, kok. Ganti selimut apartemen aja, yang aku pakai untuk menutupi kaki. Lebih terlihat manusiawi dan keren tentunya.Alan lalu menghampiriku seraya membawa koper beroda yang sangat aku kenali bersamanya."Maaf ya, lama. Tadi diskusinya gak bisa ditinggal," ucapnya sambil mengulurkan tangan untuk aku cium bagian punggung dan telapaknya.Setelah itu, dia membalasku dengan mengecup puncak kepala lumayan lama, sebelum mengambil duduk disebelahku."Hm ...." Karena masih kesal, aku hanya menjawab permintaan Alan dengan gumaman saja. Membuat pria itu langsung mendesah berat."Sayang, jangan marah. Aku kan pergi ngurusin kerjaan, bukan buat selingkuh."Dih, udah
*Happy Reading*"Uhuk! Cie pengantin baru, akhirnya keluar kandang juga. Gimana? Dapat berapa ronde semalam? Ugh ... kayaknya gempur abis-abisan, tuh! Jalannya udah beda, cuy!"Aku ingin sekali menyumpel mulut bocor Dokter Karina dengan Burger jumbo di hadapannya, saat mendengar celetukan jahilnya itu ketika waktunya makan malam di restaurant bawah. Ya, ternyata kami semua satu apartemen. Hanya beda lantai saja, soalnya si Nyonya Sultan sudah pasti membutuhkan Apartemen lebih besar, untuk menampung orang-orang yang dia bawa turut serta ke negara ini.Maksudku, ketiga anaknya dan baby sitter mereka masing-masing. Tahu sendiri, kan, dia dan suaminya sangat sibuk. Jadi pastinya butuh bantuan Baby sitter untuk mengurus anak-anaknya. Hanya saja, untuk urusan memandikan dan makanan. Dokter Karina biasanya turun tangan langsung mengurus ketiga anaknya. Dia itu ibu yang hebat. Tapi atasan yang nyebelin kadang. Terutama mulut bocornya. Suka nyeplos gak pandang tempat. Sepert
*Happy Reading*Keesokan harinya, kami semua memutuskan untuk liburan bersama ke tempat wisata di Tokyo. Tidak, lebih tepatnya, Dokter Karina yang mempunyai rencana itu, dan aku memaksa ikut.Kenapa memaksa? Ya, karena aku awalnya gak diijinkan. Nyebelin banget, kan? Masa pengen ikut liburan gak boleh? Pelit bet dah, ah."Gak habis pikir saya sama kamu. Orang abis nikah tuh honeymoon Hasmi. Jalan ke mana gitu, beduaan sama Alan. Atau ngedekem di kamar bikin anak tujuh hari tujuh malam juga gak papa. Pokoknya penting beduaan dulu sama suami. Ini kok malah ikut kami. Aneh, kamu!"Itu komentar Dokter Karina saat aku bersikukuh ikut mereka kemarin. Membuat aku cemberut kesal plus gemes banget.Ck, dikira bikin anak mulu kagak capek, apa? Capek kali, Mak! Apalagi ini disuruh begituan tujuh hari tujuh malam. Bah! Ledes nanti dorayakiku. Ganti bentuk jadi okonomiyaki. Haduh, haduh ... tuh dokter kalau ngomong emang bikin orang pengen nguncir mul
*Happy Reading*"Jangan iseng, ya? Aku gak mau sampai kehilangan kontrol di sini," ucapnya lembut membuat aku tertegun. "Kecuali ... kamu mau coba bikin anak di dalam mobil, aku sih gak akan keberatan sama sekali."Eh? "Bikin anak dalam mobil?" Aku membeo. "Atuh jangan Aa. Sempit, ih! Di kamar Apartemen yang luas aja saya engap kalau Aa udah naek. Nah ini malah di dalam mobil. Gepen nanti saya," lanjutku dengan tak habis pikir. "Kamu nanti di atas, biar saya yang di bawah," balas Alan, setelah mengulum senyum berapa saat. Apa, sih? Dia pasti mau ngisengin aku lagi."Di atas gimana? Nanti kepala saya benjol, dong. Mentok mulu pas goyangin Aa." Aku memukul dada bidangnya dengan kesal. "Udahlah jan ngadi-ngadi. Bikin anaknya di rumah aja. Jangan di tempat macem-macem.""Ya, makanya kamu juga jangan iseng di sini. Kalau mau di rumah aja. Biar nanti kalau si 'itu' bangun. Gak susah nyari tempatnya, ya?"Kali ini a
*Happy Reading*(Author pov)Hari ini sabtu dan Alan sedang libur. Pria itu sengaja tidur lagi sehabis sholat subuh, karena memang tak punya rencana apapun hari ini. Hanya bersantai ria dengan istri tercinta yang pastinya sedang sibuk membersihkan rumah.Jangan salah kira. Alan bukannya mau menjadikan istrinya itu sebagai pembantu di rumahnya sendiri. Hanya saja, Hasmi memang suka bebenah orangnya, dan tidak ingin memiliki pembantu dulu."Nanti saja punya pembantunya, A. Sekarang Hasmi belum butuh. Lagian, di rumah ini juga hanya kita berdua. Hasmi masih bisa mengurus semuanya sendirian."Itu katanya, saat Alan tawarkan seorang pembantu untuk membantunya mengurus rumah mereka. Meski sudah dibujuk bagaimana pun. Jawaban wanita itu tetap sama. Belum butuh. Begitu saja terus. Sampai Alan menyerah dalam membujuk wanitanya. Karena tak ingin malah jadi ribut nantinya. Kadang, istrinya itu memang sangat keras kepala. Makanya Alan memilih me
*Happy Reading*"Nah, udah kelar! Lo? Udah kelar juga, gak?" Hasmi melirik Mira, menanyakan pekerjaan gadis itu. "Bereslah! Miwra gitchu, loh!""Najis! So imut bet lo!" Hasmi misuh-misuh kesal melihat tingkah Mira. "Emang imoet kakak ...." sahut Mira sengaja mengedip-ngedipkan mata seperti orang cacingan. Ingin menggoda Hasmi"Semerdeka lo aja dah, Mir. Males debat gue." Hasmi mengalah. "Dahlah, yuk sholat dulu. Udah masuk waktunya, kan?" Hasmi memilih mengalihkan obrolan pada yang lebih berfaedah. "Udah, sih. Tapi lo duluan aja.""Lah, Ngapa? Lagi males atau ngerasa udah banyak pahala?" sindir Hasmi."Bukan, gela! Gue lagi dateng bulan."Owh ... pantas saja. Soalnya setahu Hasmi, meski si Mira ini bar-bar dan adminnya lambe jemblehnya rumah sakit ini. Tetapi perkara sholat, gak pernah ketinggalan. Bahkan bisa dikatakan jempolan, soalnya gak nunda-nunda waktu. "Oh gitu ...." Hasmi menganggu
*Happy Reading*Entah sudah jadi sugesti atau memang kebetulan saja. Sejak mengetahui jika sudah berbadan dua, tubuh Hasmi pun mulai merasakan kodisi yang biasa ibu hamil rasakan. Mual-mual dan lain macamnya. Namun, yang paling membuat Hasmi kewalahan adalah muntah-muntah yang di alaminya. Karena hal itu bukan cuma saat pagi hari saja, tetapi bisa seharian full dan membuatnya tidak bisa berjauhan dari kamar mandi. Selain muntah yang berlebihan, Hasmi juga tidak berselera makan sejak hamil. Semakin dia makan, semakin sering dia muntah. Terutama dengan makanan pokok negara kita, yaitu nasi. Jangankan memakannya, mendengar namanya saja dia sudah mual. Dengan kondisinya yang seperti itu, sudah bisa dipastikan. Hanya dalam hitungan hari saja, Hasmi pun drop. Mengharuskannya bedrest total dan mendapat asupan makanan dari selang infus.Sebagai seorang suami, Alan pun dirundung kesedihan melihat kondisi Hasmi. Seandainya saja dia bisa menggant