Jomlo 10
*Happy reading*
"Mi, Bantuin Alan sono," kata Dokter Karin tiba-tiba.
"Maksudnya, Dok?" bingungku
Iya bingung. Orang dari tadi aku cuma jadi pendengar, kok. Tiba-tiba malah disuruh bantuin Alan. Bantuin apa pula?
"Ya ... gitu. Bantuin Alan, Mi. Kasian," jawab Dokter Karin makin membuatku pusing.
"Gaje, deh. Bantu apa pula? Kenal juga enggak sama tuh cewe. Ya, kali saya tiba-tiba muncul belain Alan. Nanti kalau doi salah paham gimana?" protesku tak terima.
Suka ngadi-ngadi emang nih Dokter sebiji.
"Nah, itu maksud saya!"
Eh?
"Siapa tau kalo tuh cewe liat Alan udah punya gandengan lain. Dia bakal sadar dan--"
"Dih, ogah!!" tolakku cepat, kala sudah bisa mencerna arah pembicaraan Dokter Karin barusan.
Pasti deh, yakin aku mah, kalau dia mau minta tolong biar aku pura-pura jadi pacarnya tuh jalan tol.
Ih, gak mau!!
"Tapi kan, kasian Alan, Mi," kata Dokter Karin lagi.
"
Jomlo 11*Happy Reading*"Ka-kamu sendiri mana? Kalo kamu beneran udah tunangan sama dia. Mana buktinya? Cincin tunangan kalian mana?"Eh, Sialan! Gue di balikin, pemirsah!Haduh ... Ini sih, namanya senjata makan tuan. Kagak enak banget sumpah!Bentar, aku mikir dulu, ya?"Gini nih kalo orang gak pernah sekolah. Embak, di mana-mana juga, yang namanya tanya itu, pasangannya jawab. Bukan malah balik nanya. Ngerti gak, sih?"Ngeles terus!"Alah! Bilang aja kalo kamu emang gak bisa buktiin pertunangan kalian. Kamu itu kan, cuma ngaku-ngaku!"Ya, salam. Pinter juga nih cewe."Eh, gak usah kaya maling teriak maling deh, ya? Saya sih, gak perlu buktiin apa-apa di sini. Karena saya memang di pihak yang benar. Tuh, buktinya aja calon saya lebih pro ke saya kan, dari pada ke situ?"Huh! Jangan harap aku mau ngalah, ya? Gini-gini juga aku pernah jadi juara debat loh, se-RT waktu di kampung."Mana bisa itu dija
Jomlo 12*Happy Reading*"Melihat kekecewaan anda, sepertinya anda sangat menyukai Irfan, ya?" tebak Alan tiba-tiba.Tentu saja, aku pun langsung menggeleng cepat membantah tuduhan itu, karena itu memang tidak benar."Bukan, bukan seperti itu, Pak. Saya akui, saya memang lumayan kecewa di sini. Tapi itu bukan karena saya terlanjur menyukai Irfan. Saya hanya ... Kecewa pada diri sendiri saja. Khususnya pada kebodohan saya yang selalu jatuh dilubang yang sama. Bego banget, kan?" Aku kembali menertawakan diri sendiri.Kukira, Alan akan setuju dan menjadikan hal itu bahan bully-an untuk membuatku emosi seperti biasa. Secara, dia kan memang musuhku, ya kan?Ternyata, Alan malah menggeleng dan menepuk pundakku sejenak sambil berkata, "Anda tidak sepenuhnya bodoh."Eh?"Wajar jika anda tertipu dengan Irfan, dia memang sangat ahli dibidang itu. Anda bukan satu-satunya."Hah?! Maksudnya?"Itulah kenapa? S
*Happy Reading*Katakan aku gila. Eh! Nggak juga, ding! Wajar kan, ya, Kalau aku akhirnya jadi baper sama Alan. Soalnya sikap Alan-nya bikin aku malehoy. Gini-gini juga aku masih wedok.Jangankan di perlakukan kayak kemaren, di ucapin selama tidur aja, aku mah pasti auto baper. Please jangan julid! Maklumin aja sih, namanya juga jiwa jomlo.Hanya jomlo yang akan tahu rasanya jadi aku. Benci malam minggu, ngarep banget ada yang ngingetin makan dan ngucapin selamat tidur. Kalau ucapan selamat pagi sih, gampang dapetinnya. Pergi aja ke Supermarket terdekat, pasti di sapa selamat pagi sama di tawarin pulsa. Nah, yang ngucapin selamat tidur ini yang susah. Aku harus ke mana biar dapat ucapan itu, coba?Pokoknya, jadi jomlo itu gak mudah, gaes! Apalagi kalau kalian punya atasan Kek Dokter Karina yang punya bucin sejati seperti Si Daddy. Jiwa jomloku makin meronta ingin di lepas segelnya.Hadew ... Nasib banget emang!"Ih,
*Happy Reading*Menghela napas panjang satu kali. Aku pun memilih memasukan kembali ponsel ke dalam saku, kemudian perlahan pergi dari sana.Nanti ajalah bilang makasihnya. Takut ganggu yang lagi kasmaran aku tuh!"Nih, pesenannya, Dok." Aku kembali ke ruangan Dokter Karina. Menyerahkan titipannya, juga kembali melanjutkan pekerjaanku yang tadi sempat terbengkalai saat aku memilih kabur."Makasih Hasmi cantik. Sarang tawon pokoknya.""Sarangheo, Dok. Jan digonta ganti. Merusak hak cipta aja." Aku pun mencebik kesal menanggapi ke koplakan Dokter Bedah itu."Sarangheo kan milik Arjuna. Kalau buat kamu mah sarang tawon aja udah cukup."Lah, minyak urut dong gue. Bener-bener ya nih dokter somplak sebiji."Boleh ganti jadi sarang madu aja, gak? Biar agak manisan dikit." Tentu saja aku harus menawar iya, kan?"Jangan, Mi. Nanti diabetes repot. Udah jomlo, kena diabetes lagi. Ngenes banget nasib kamu."
*Happy Reading*Aku dan Alan disambut senyum penuh arti oleh Bang Elang. Saat kami baru saja tiba di depan ruangan Pak Nyoto.Ck, pasti, deh. Nih polisi playboy satu mikirnya macem-macem."Nah, ruangan Pak Nyoto di sebelah sana, Pak. Tepat di depannya Pak Elang." Malas bertemu dengan polisi lebay itu, yang pasti berakhir dengan saling debat. Aku pun mempersilahkan Alan ke sana sendiri saja.Bodo amat dia mau bilang aku gak sopan atau apa? Penting tugasku mengantarkannya udah selesai, kan? Lagipula, aku masih punya kerjaan lain setelah ini.Alan melirik Bang Elang sejenak, sebelum kembali melihatku beberapa menit. Kemudian menghela napas pelan dan mengangguk."Terima kasih dan ... semangat, ya?"Eh? Semangat? Semangat untuk apa nih? Semangat untuk melupakannya? Woyajelas! Aku pasti akan semangat untuk hal itu.Mengangguk satu kali, aku pun membalas, "A--eh, Bapak juga semangat, ya? Jangan lupa undang saya nanti
*Happy Reading*Sebenarnya, aku ingin sekali mempercayai ucapan Dokter Karina waktu itu. Setidaknya itu menandakan aku gak ngarep sendirian, ya kan? Pikirku, Alan juga ternyata sedikit tertarik padaku, benar tidak? Meski sedikit, tapi mayanlah daripada ngarep sendirian. Lebih ngenes kedengerannya.Sayangnya, gimana aku bisa percaya kalau lagi-lagi harus melihat pria itu bermesraan dengan wanita lain? Memang bukan bermesraan seperti cipok-cipokan atau elus-elusan. Hanya duduk berdua di kantin rumah sakit, sambil ngobrol akrab sekali seakan dunia milik berdua. Kan, hatiku panas lagi ini.Kulkas mana kulkas?"Eh, Mi. Itu pacarnya selingkuhan Dokter Karina, ya?"Aku auto mendengkus kesal, saat mulut julid Devi kembali menebar racun. Tentunya, sambil melirik meja Alan dan pasangannya. Ugh ... kok rasanya gak rela ya menyebutnya begitu?"Jangan mulai, Dev. Udah berapa kali dibilang. Mereka itu cuma partner kerja. Gak lebih!" Aku tidak
*Happy Reading*"Aa, ih! Lepasin!" Aku menghela tangan Alan yang melingkar dipinggang lumayan kasar, saat kami sudah sampai parkiran."Tangannya jan kurang ajar, dong! Kita kan bukan mahram!" salakku kemudian, setelah memastikan keamanan situasi sekitar.Aman, gaes! Gak ada yang ngikutin kami. Eh, maksudnya teman sejawat yang baru aku tebar hoax gak ngikutin. Jadi aku gak harus pura-pura lagi.Seperti biasa, Alan menatapku datar seraya menaikan alisnya. "Jangan bawa-bawa kata Mahram. Kamu sendiri tadi yang pertama menggandeng saya.""Ya, kan saya cuma akting, Bapak. Biar temen-temen saya percaya kalau kita ini pasangan. Kasian loh, Dokter Karina jadi bahan gosip terus.""Dan saya hanya membantu kamu, membuat orang-orang LEBIH percaya pada gosip yang sudah kamu tebar. Gak salahkan?"Hish! Susah emang kalau ngomong sama pengacara. Pinter banget nyautinnya. Kan, aku jadi bingung ini mau membalas apa?"Ya, tapi gak harus seme
*Happy reading*Gara-gara pengacara jalan tol si-Alan kampretos minta dijotos. Aku terpaksa ijin pulang sebentar, untuk mengamankan semua belanjaan yang baru saja Alan kembalikan.Masalahnya belanjaanku terlalu banyak hingga tidak muat di loker. Makanya dari pada mengganggu hilir mudik teman sejawatku di sana, berakhir ketendang-tendang sampai rusak. Mending aku amankan segera, yee kan?Toh, Kontrakan aku juga gak jauh dari sana. Jadi gak akan memakan waktu lama jika hanya sekedar menaruhnya saja. Ya ... kecuali aku nyambi rebahan sambil nonton drakor. Alamat gak balik Rumah sakit sampai berabad-abad saking nyamannya.Tergoda sih melakukan hal itu. Tetapi berhubung aku masih butuh cuan buat naikin haji abah sama umi. Aku pun harus lebih giat lagi ngevet di Rumah sakit."Mi, dari mana aja lo? Abis mojok ya sama Pak Pengacara?" goda maya, yang tadi memang ada saat Alan menyeretku pergi."Biasa, bikin kuping dulu tadi di
"Aduh! Terus kumaha iye? Mana si Bapak udah pergi? Saya telepon Bapak lagi aja, gimana? Pasti belum jauh, kan?" Asisten yang bernama Mbok Minah itu pun seketika panik. "Jangan, Mbok. Jangan ganggu Bapak," larang Hasmi yang kini berusaha mengatur napasnya, demi meredakan sakit yang semakin mendera perut bawahnya. "Ya, terus. Ini gimana, Bu? Saya harus apa?" Meski agak heran dengan permintaan sang nyonya. Mbok Minah pun kembali bertanya. "Suruh Pak Komang siapin mobil. Terus, tolong ambilin tas bayi di kamar yang sudah saya siapin. Mbok nanti temenin saya ke Rumah sakit, mau, ya?" pinta Hasmi setelah memberi titah pad sang asisten. "Iya, iya, Bu. Nanti saya temani. Kalau gitu, ibu tunggu bentar, ya? Saya nyari si Komang dulu." Mbok Minah pun pamit, mencari sopir yang sengaja Alan pekerjakan untuk mengantar-antar Hasmi jika ingin bepergian sendiri. Sementara Mbok Minah melaksanakan titah Sang nyonya. Hasmi sendiri kini tengah sibuk mera
Ektra part 5*Happy Reading*Hasmi mendesah berat, saat terbangun dari tidur malamnya tapi tidak menemukan Alan di sisi tempat tidur. Melirik jam di atas nakas sejenak, yang menunjukan pukul dua pagi. Hasmi pun memutuskan turun dari tempat tidur, dan menghampiri suaminya itu. Ruang kerja menjadi tujuan Hasmi. Karena setelah makan malam, Alan memang pamit meneruskan pekerjaan yang belum sempat dia selesaikan di kantor. Sementara Hasmi, memilih langsung tidur setelah sholat isya.Kehamilan yang sudah semakin besar membuatnya mudah lelah. Itulah kenapa, Hasmi jadi sering mengantuk dan mageran. Ditambah lagi, sekarang ada beberapa asisten rumah tangga di rumahnya. Makin-makin saja kemagerannya itu. Hasmi kembali menghela napas panjang, saat menemukan kebenaran atas dugaannya. Di sana, di dalam ruang kerjanya. Alan tengah menatap layar laptopnya dengan tampang serius sekali. Membuatnya terlihat bersahaja dan tampan sekali. Ah, mema
Ekstra part 4"Sudahlah, Alan. Biar aku saja yang jadi mengajak istrimu berkeliling. Aku janji tidak akan membuat istrimu lecet. Jadi, kau tidak harus menyusahkan diri sendiri seperti itu."Alan langsung mendengkus kesal, saat lagi-lagi Frans mengejeknya ketika jatuh dari motor.Ya. Demi Hasmi. Alan akhirnya memutuskan belajar motor kembali, agar bisa memenuhi ngidam sang istri. Meminta bantuan pada Frans yang memang lihai dalam hal kendaraan beroda dua itu. Awalnya Alan ingin minta di ajarkan lagi dalam mengendarai motor. Siapa sangka? Ternyata pria itu malah terus mengejeknya sepanjang latihan."Terima kasih, Frans. Aku masih bisa menuruti ngidam istriku seorang diri. Kau diam menyimak saja," balas Alan kemudian. Tidak akan pernah mengijinkan Frans berdekatan dengan istrinya lagi. Apalagi, setelah tahu perasaan pria itu pada sang istri. Alan tidak ingin memberi celah sedikitpun untuk sebuah perselingkuhan. Ah, ya! Satu rahasia ya
*Happy Reading*Entah sudah jadi sugesti atau memang kebetulan saja. Sejak mengetahui jika sudah berbadan dua, tubuh Hasmi pun mulai merasakan kodisi yang biasa ibu hamil rasakan. Mual-mual dan lain macamnya. Namun, yang paling membuat Hasmi kewalahan adalah muntah-muntah yang di alaminya. Karena hal itu bukan cuma saat pagi hari saja, tetapi bisa seharian full dan membuatnya tidak bisa berjauhan dari kamar mandi. Selain muntah yang berlebihan, Hasmi juga tidak berselera makan sejak hamil. Semakin dia makan, semakin sering dia muntah. Terutama dengan makanan pokok negara kita, yaitu nasi. Jangankan memakannya, mendengar namanya saja dia sudah mual. Dengan kondisinya yang seperti itu, sudah bisa dipastikan. Hanya dalam hitungan hari saja, Hasmi pun drop. Mengharuskannya bedrest total dan mendapat asupan makanan dari selang infus.Sebagai seorang suami, Alan pun dirundung kesedihan melihat kondisi Hasmi. Seandainya saja dia bisa menggant
*Happy Reading*"Nah, udah kelar! Lo? Udah kelar juga, gak?" Hasmi melirik Mira, menanyakan pekerjaan gadis itu. "Bereslah! Miwra gitchu, loh!""Najis! So imut bet lo!" Hasmi misuh-misuh kesal melihat tingkah Mira. "Emang imoet kakak ...." sahut Mira sengaja mengedip-ngedipkan mata seperti orang cacingan. Ingin menggoda Hasmi"Semerdeka lo aja dah, Mir. Males debat gue." Hasmi mengalah. "Dahlah, yuk sholat dulu. Udah masuk waktunya, kan?" Hasmi memilih mengalihkan obrolan pada yang lebih berfaedah. "Udah, sih. Tapi lo duluan aja.""Lah, Ngapa? Lagi males atau ngerasa udah banyak pahala?" sindir Hasmi."Bukan, gela! Gue lagi dateng bulan."Owh ... pantas saja. Soalnya setahu Hasmi, meski si Mira ini bar-bar dan adminnya lambe jemblehnya rumah sakit ini. Tetapi perkara sholat, gak pernah ketinggalan. Bahkan bisa dikatakan jempolan, soalnya gak nunda-nunda waktu. "Oh gitu ...." Hasmi menganggu
*Happy Reading*(Author pov)Hari ini sabtu dan Alan sedang libur. Pria itu sengaja tidur lagi sehabis sholat subuh, karena memang tak punya rencana apapun hari ini. Hanya bersantai ria dengan istri tercinta yang pastinya sedang sibuk membersihkan rumah.Jangan salah kira. Alan bukannya mau menjadikan istrinya itu sebagai pembantu di rumahnya sendiri. Hanya saja, Hasmi memang suka bebenah orangnya, dan tidak ingin memiliki pembantu dulu."Nanti saja punya pembantunya, A. Sekarang Hasmi belum butuh. Lagian, di rumah ini juga hanya kita berdua. Hasmi masih bisa mengurus semuanya sendirian."Itu katanya, saat Alan tawarkan seorang pembantu untuk membantunya mengurus rumah mereka. Meski sudah dibujuk bagaimana pun. Jawaban wanita itu tetap sama. Belum butuh. Begitu saja terus. Sampai Alan menyerah dalam membujuk wanitanya. Karena tak ingin malah jadi ribut nantinya. Kadang, istrinya itu memang sangat keras kepala. Makanya Alan memilih me
*Happy Reading*"Jangan iseng, ya? Aku gak mau sampai kehilangan kontrol di sini," ucapnya lembut membuat aku tertegun. "Kecuali ... kamu mau coba bikin anak di dalam mobil, aku sih gak akan keberatan sama sekali."Eh? "Bikin anak dalam mobil?" Aku membeo. "Atuh jangan Aa. Sempit, ih! Di kamar Apartemen yang luas aja saya engap kalau Aa udah naek. Nah ini malah di dalam mobil. Gepen nanti saya," lanjutku dengan tak habis pikir. "Kamu nanti di atas, biar saya yang di bawah," balas Alan, setelah mengulum senyum berapa saat. Apa, sih? Dia pasti mau ngisengin aku lagi."Di atas gimana? Nanti kepala saya benjol, dong. Mentok mulu pas goyangin Aa." Aku memukul dada bidangnya dengan kesal. "Udahlah jan ngadi-ngadi. Bikin anaknya di rumah aja. Jangan di tempat macem-macem.""Ya, makanya kamu juga jangan iseng di sini. Kalau mau di rumah aja. Biar nanti kalau si 'itu' bangun. Gak susah nyari tempatnya, ya?"Kali ini a
*Happy Reading*Keesokan harinya, kami semua memutuskan untuk liburan bersama ke tempat wisata di Tokyo. Tidak, lebih tepatnya, Dokter Karina yang mempunyai rencana itu, dan aku memaksa ikut.Kenapa memaksa? Ya, karena aku awalnya gak diijinkan. Nyebelin banget, kan? Masa pengen ikut liburan gak boleh? Pelit bet dah, ah."Gak habis pikir saya sama kamu. Orang abis nikah tuh honeymoon Hasmi. Jalan ke mana gitu, beduaan sama Alan. Atau ngedekem di kamar bikin anak tujuh hari tujuh malam juga gak papa. Pokoknya penting beduaan dulu sama suami. Ini kok malah ikut kami. Aneh, kamu!"Itu komentar Dokter Karina saat aku bersikukuh ikut mereka kemarin. Membuat aku cemberut kesal plus gemes banget.Ck, dikira bikin anak mulu kagak capek, apa? Capek kali, Mak! Apalagi ini disuruh begituan tujuh hari tujuh malam. Bah! Ledes nanti dorayakiku. Ganti bentuk jadi okonomiyaki. Haduh, haduh ... tuh dokter kalau ngomong emang bikin orang pengen nguncir mul
*Happy Reading*"Uhuk! Cie pengantin baru, akhirnya keluar kandang juga. Gimana? Dapat berapa ronde semalam? Ugh ... kayaknya gempur abis-abisan, tuh! Jalannya udah beda, cuy!"Aku ingin sekali menyumpel mulut bocor Dokter Karina dengan Burger jumbo di hadapannya, saat mendengar celetukan jahilnya itu ketika waktunya makan malam di restaurant bawah. Ya, ternyata kami semua satu apartemen. Hanya beda lantai saja, soalnya si Nyonya Sultan sudah pasti membutuhkan Apartemen lebih besar, untuk menampung orang-orang yang dia bawa turut serta ke negara ini.Maksudku, ketiga anaknya dan baby sitter mereka masing-masing. Tahu sendiri, kan, dia dan suaminya sangat sibuk. Jadi pastinya butuh bantuan Baby sitter untuk mengurus anak-anaknya. Hanya saja, untuk urusan memandikan dan makanan. Dokter Karina biasanya turun tangan langsung mengurus ketiga anaknya. Dia itu ibu yang hebat. Tapi atasan yang nyebelin kadang. Terutama mulut bocornya. Suka nyeplos gak pandang tempat. Sepert