“Ayo turun, Ing,” Lucas menyentuh pundak Inge. Sedikit membelainya di sana dalam durasi sebentar.Inge tersadar dari keterkejutannya. Sebenarnya bukan terkejut, rasanya lebih tepat jika dikatakan bahwa dia sangat terpana. Tidak menyangka Lucas akan membawanya ke tempat seperti ini.“Miss Inge!” Naomi berseru. Bocah itu sudah ada di dekat kaki Lucas.Kali ini Inge benar-benar terkejut. Bagaimana bisa dia tidak sadar jika Lucas sudah mengambil Naomi dari pangkuannya. Dan kini Naomi sudah berjingkrakan menjejak tanah.“Ayo, cepet! Mimi udah pengen banget petik strawberry-nya!” jerit Naomi.Inge turun dengan mengeluarkan seringai malu. Dia sudah banyak melamun pagi ini. Kemudian dia mengikuti Lucas dan Naomi yang melangkah.Saat mereka menuju pintu masuk, mereka berpapasan dengan satu rombongan keluarga.“Kebun strawberry-nya tutup, Bu. Katanya sudah disewa sama orang,” kata salah satu dari rombongan itu sambil menatap Inge.Inge hanya menjawab dengan senyuman. Lalu dia cepat menoleh kepa
“Saya merasa tidak pantas untuk menerima semua ini, Pak Lucas,” desis Inge di sela isaknya.“Hei, jangan pernah ngomong begini lagi,” Lucas menjawab, penuh penekanan. Alisnya bahkan terlihat menjungkit sekejap.Inge mengurai pelukan. Dia menundukkan kepala di hadapan Lucas, dengan jarak yang tidak seberapa.“Anda terlalu baik,” kata Inge, suaranya serupa bisikan. Dia menyusut hidungnya perlahan.Lucas menyentuh dagu Inge, dengan menggunakan tangannya dia membawa sang istri untuk mengangkat kepala, sehingga mereka berpandangan. Begitu dekat, sampai pergerakan manik-manik mata keduanya dapat saling dilihat .Dua detik kemudian Inge memalingkan wajah. Kembali menunduk. Tangan bergerak mengelap bekas-bekas air matanya sendiri.“Aku tidak suka kamu ngomong seperti tadi. Ini yang terakhir kalinya ya,” tegas Lucas. Dia masih ingat, ucapan yang sama juga pernah Inge katakan, sepulang mereka dari supermarket. Ketika Lucas membelikannya baju-baju.Lucas menghela napas. Menyentuh pipi Inge seb
Mata Lucas menyapu seluruh wajah Inge. Dengan rambut yang selalu tergerai, Inge kini tampak sangat berbeda dengan sosok Inge yang biasa dia lihat di sekolah. Perempuan ini menjadi terlihat lebih muda dan segar.“Inge, kamu—”“Pap, ambil gitar yuk!” Naomi sudah muncul di antara mereka. Memegang kaki Lucas dengan sedikit mengguncangkan kedua tangannya.Inge refleks menjauh dari badan Lucas, seraya menarik tangannya dari genggaman Lucas.“Mimi mau nyanyi sama Sifa, sama Reza, Pap,” kata Naomi lagi, menyebut dua teman barunya itu. “Ayo main gitar.”Lucas mengiyakan.Jadilah malam itu mereka semua bernyanyi dan menari di dekat api unggun. Sesekali dijeda makan dan menyeruput minuman hangat, serta cerita-cerita seru. Begitu asyiknya, sampai Naomi tidak merasa mengantuk meski malam telah demikian larut.Inge yang pertama kali pamit, sebab badannya sudah merasa sangat kedinginan. Mereka lalu sepakat untuk membubarkan diri.* * *Inge terkaget saat bangun, jendela besar di ujung kamar ternyat
Apakah ini tanda kandungannya bermasalah? Inge sedikit terhuyung, beruntung dia sigap berpegangan pada tembok kamar mandi. Lalu Inge duduk di closet beberapa detik, untuk menenangkan pikirannya, sekaligus meyakinkan dirinya sendiri bahwa bayinya baik-baik saja.Setelah beberapa jenak termenung, Inge keluar dari kamar mandi dengan hati-hati. Tubuhnya sedikit gemetar.Sampai di luar dia bertemu dengan Bi Yati yang membawa keranjang strawberry. Di belakangnya Pak Ali terlihat menjinjing tas pakaian yang kemarin mereka bawa ke vila.“Miss Inge pucat sekali,” komentar Bi Yati. Dia meletakkan keranjangnya. Lalu mendekati Inge. “Apa Miss sakit?”Inge menyeringai. Pikirannya menimbang sejenak, mungkin dia harus bicara tentang ketakutannya ini kepada Bi Yati. Sebagai seorang perempuan yang sudah pernah mengandung, pasti Bi Yati akan lebih tahu.“Semalam kami begadang, Bi. Sekarang rasanya saya lemas karena ngantuk.” Pada akhirnya Inge memilih untuk menyimpan soal bercak kecoklatan itu sendiri.
Lucas menghela napas. Lelaki itu menatap Inge sebentar dan menunjuk pintu. Ketika melihat Inge mengangguk, dia pun melangkah keluar.“Cepat katakan di mana, Luc.”“Ma, Inge itu sakit. Mama sabar aja nunggu sampai dia sembuh dan pulang,” sahut Lucas.Mama Helen terdengar tertawa. “Apa istrimu yang kedua ini terlalu jelek, sampai kamu takut mengenalkan dia sama mama-mu sendiri?”Lucas berdecak kesal. “Ma, Inge sedang bermasalah dengan kandungannya sekarang. Aku enggak ingin Mama membuat dia tertekan dan—”“Luc, aku ini Mama kamu ya. Kenapa jadi berpikir Mama sejahat itu?” Suara Helen tampak meninggi. Namun setelahnya perempuan tersebut tertawa lagi.Lucas menghembuskan napas dengan kasar. Berdebat dengan Mama Helen memang tidak akan pernah menang. Lucas tahu pasti, Mamanya tidak jahat, tetapi mulutnya sangat tajam jika bicara kepada orang yang dia tidak suka.“Mama tidak lama di sini, lusa Mama mau ikut pameran di Kuala Lumpur,” kata Mama Helen lagi. “Kamu tau enggak? Demi istri barumu
Helen segera melangkah keluar. Dia tidak peduli Lucas mencicit, memprotes kalimat yang baru saja dia ucapkan. Apa yang dia katakan itu memang sebuah fakta dan kebenaran. Meski pun perempuan itu cantik, tetapi dia kurus, bahkan terlalu kurus. Sungguh-sungguh mirip orang yang tidak pernah makan kenyang.Apalagi asal keluarganya yang rendahan. Apa katanya tadi? Hanya catering biasa?Firasat Helen mencium hal yang kurang wajar di sini. Ada sesuatu yang licik di aura Inge, dia dapat merasakannya saat melihat perempuan itu. Bisa saja yang terjadi sebenarnya bukan seperti yang diceritakan Lucas. Bukankah waktu itu Lucas dalam keadaan mabuk dan tidak sadarkan diri?“Kamu selalu keras sama Lucas, Sayang,” kata Edwin setelah dia berhasil menjejeri langkah Helen.“Lucas tidak ada masalah denganku, Hub,” jawab Helen santai. Dia menyebut Edward dengan panggilan sayang: hubby.“Dengan kamu membuat Inge tersudut, sama saja kamu mengasari Lucas,” timpal Edwin cepat.Helen hanya melirik. Malas sekali
“O-oh, bukan begitu maksud saya Jeng,” sahut Emma cepat-cepat. Matanya yang melebar karena kaget, menoleh kepada suaminya. Kentara sekali dia minta bantuan dari Benny untuk menghadapi emosi Helen yang tiba-tiba naik.“Yang kami maksud, pasti ada kelicikan yang dilakukan Inge sehingga Lucas terpaksa menikahinya.” Benny angkat bicara. Mencoba meredam kesalahpahaman sekaligus membela sang istri.Benny kemudian melingkarkan tangan di pinggang Emma, lalu ujung jarinya sedikit menekan di sana. Seakan dia mengingatkan kepada Emma untuk berhati-hati bicara tentang Lucas di hadapan Helen.Helen tersenyum miring. Matanya dialihkan kepada Benny. “Oh, iya, Ben, mumpung kita ketemu, aku ingin tau lebih banyak tentang Inge.”Benny mengangguk-angguk. “Jujur, Inge itu hanya seorang guru biasa jadi aku tidak pernah berhubungan langsung dengannya.”“Tapi setidaknya kamu pernah mendengar laporan, berita atau apalah tentang dia, bukan?” cecar Helen.“Eh, kita bicara di ruang santai yuk, sambil ngopi,” se
“Siap. Kirim saja foto dan nama lengkapnya, Madam Helen,” ucap Kaisar.Ah, sial. Helen tidak tahu nama lengkap Inge, apalagi memiliki fotonya.“Oke, aku kirim secepatnya,” putus Helen. Dia segera mematikan sambungan telepon. Rasa gamang sejenak merayapi pikirannya.Helen memandang keluar jendela. Menatap bunga-bunga seruni di taman Lucas, yang terlihat cantik sekali dari tempatnya berdiri. Bermekaran dalam berbagai warna. Inilah alasannya kenapa dia selalu menginginkan kamar ini jika menginap di rumah Lucas. Apalagi di musim kemarau seperti sekarang, masa puncak seruni bermekaran.Akan tetapi saat ini Helen tidak bisa menikmati bunga-bunga tersebut dengan hati gembira, otaknya sedang berpikir keras bagaimana cara dia mendapatkan nama lengkap Inge dan fotonya. Tidak mungkin jika dia bertanya pada Benny, alasan apa yang akan dia kemukakan nanti. Apalagi kepada Lucas, sudah jelas anak kandungnya itu akan curiga.Helen melangkah, lebih dekat ke tepi jendela. Satu-satunya jalan adalah dia