Share

BAB 3 Terlalu Sinis

Author: rinianza
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah Dena turun dari mobil, Kenny segera menginjak pedal gas untuk meluncur menuju kantornya. Kenny sangat berbangga hati dengan apa yang dia dapatkan saat ini. Jabatan dalam karir, para wanita yang tergila-gila padanya, harta berlimpah, serta istri yang selalu percaya dengan ucapannya. Itu adalah pencapaian terbesar bagi seorang pria.

Sesampainya di kantor, Kenny langsung masuk ruang kerjanya. Menyalakan komputer dan memeriksa beberapa dokumen yang ada di meja kerja.

“Huftt.. klien tidak tahu diri. Sudah sepakat pembagian persentase keuntungan project, masih minta bonus. Mereka pikir bisnis di bidang property tidak memiliki risiko? Justru di sini tempatnya high risk. Salah perhitungan dan salah memanfaatkan momentum sedikit saja, bisa rugi besar. Dasar dungu semua!” oceh Kenny suntuk.

“Hallo, Arga bisa kau ke ruanganku?” ucap Kenny ditelepon.

“Baik, bisa Pak.”

Kemudian, sambungan telepon berakhir. Kenny segera merapikan semua dokumen di meja yang baru saja dia lihat. Tidak lama kemudian, suara pintu diketuk.

“Masuk!”

“Permisi Pak Kenny. Ada yang bisa saya bantu?”

“Bantu? Memang kau lebih hebat dariku? Apa kau memiliki segalanya dari pada aku?”

“Mmm.. maksud saya—”

“Seharusnya kau bertanya, ‘apa yang dapat saya kerjakan?’ karena kau seorang pekerja di perusahaan ini, paham!”

“Oke, saya paham. Apa yang dapat saya kerjakan, Pak?”

“Bagus. Aku tahu kau karyawan teladan yang selalu dielu-elukan Pak direktur, papahku. Jadi, aku minta kau periksa dokumen ini. Buatkan resume project dari para klien ini. Aku mau tahu prospek kerjasama dengan mereka seperti apa. Tunjukan bahwa kau memang pantas menyandang status sebagai karyawan teladan.”

“Maaf Pak, bukankah itu dokumen ditujukan untuk CEO kantor. Sepertinya sifatnya confidential, rahasia perusahaan,” sahut Arga.

“Hmm.. Jadi, kau tidak mau mengerjakannya? Kalau begitu, untuk apa kau berada di kantor ini.”

“Bu-bukan begitu maksud saya.”

“Lalu tunggu apa lagi?”

“Baik Pak, segera saya akan infokan hasilnya.”

Kenny tersenyum sinis, lalu membuka tangannya ke arah pintu seraya mempersilakan Arga keluar dari ruangannya. Dengan langkah cepat, Arga meraih dokumen dan angkat kaki dari ruangan tersebut.

“Aku kira kau pintar Arga. Ternyata sama saja seperti yang lain, mudah diancam. Okee, sekarang semua beres,” oceh Kenny sambil duduk bersantai.

**

Suasana di rumah

Di tempat yang berbeda, Febby tampak asik menikmati buah mangga yang kemarin sempat dibeli oleh pelayan pribadinya. Ya, Kenny memberikan pelayan pribadi untuk mengurus dan membantu khusus  untuk keperluan Febby sehari-hari di rumah.

Saat sedang menyantap buah tersebut, terdengar suara orang bercakap sambil tertawa di halaman belakang rumah.

Rumah keluarga Maharendra memang luas dan modern. Mereka dikenal masyarakat kota sebagai pengusaha yang sukses.

“Heuh ternyata Kak Tantri dan Aurel. Paling juga lagi gossip ga penting. Lebih baik aku lanjut makan lagi saja,” ucap Febby sambil menyuap kembali.

“Non Febby mau bibi buatkan susu atau teh hangat?”

“Mmm boleh deh Bi, teh hangat saja.”

“Baik, mau dicampur madu atau jeruk nipis ga Non?”

“Iya mau, sepertinya seger.”

Setelah menunggu beberapa menit, teh hangat pun datang dan siap untuk diteguk.

“Berisik banget sih mereka,” protes Febby kesal.

“Biasalah Non. Mereka kan satu tipe, tukang ngomongin orang. Lagi pula Non Aurel itu ngapain masih dateng ke sini terus. Dia kan sudah putus lama dari Tuan Kenny. Tuan juga sudah menikah dengan Non Febby.”

“Jadi benar Aurel itu mantannya Mas Kenny?”

“Oopps.. Umm.. maaf Non.”

“Tenang Bi, aku sebenarnya sudah tahu. Hanya memastikan saja. Huft.. Aku ga cemburu kok, karena Mas Kenny cinta banget sama aku, jadi terserah Aurel mau ke sini atau gak, suami aku gak akan tertarik.”

“Bagus Non. Lagian Non Aurel itu bawel, judes, tukang ngatur. Syukur deh Mas Kenny jadinya sama Non Febby yang cantik dan baik hati.”

“Bisa saja Bibi. Tapi bener juga sih, ngapain dia masih datang ke sini? Masih mau godain suamiku?”

“Setahu Bibi, dia satu komunitas arisan sama Non Tantri. Mereka juga anggota perkumpulan wanita kelas atas gitu, Non. Tapi, tetap harus hati-hati sama prilakunya. Bisa saja dia bermaksud buruk dengan rumah tangga Non Febby dan Mas Kenny.”

“Ishh amit-amit. Awas saja kalau dia berani macam-macam.”

Wajah Febby mendadak berubah masam. Kata-kata bibi cukup membuatnya khawatir. Apalagi di zaman sekarang, di mana perempuan sudah berani dan terang-terangan menggoda laki-laki yang sudah beristri.

Tiba-tiba terdengar suara orang berbicara sambil tertawa lepas semakin terdengar jelas. Sejurus kemudian, bola mata Febby melirik kearah sumber suara. Benar saja Tantri dan Aurel berjalan santai hendak memasuki ruang belakang rumah, tempat Febby sedang bersantai.

“Non Febby, mereka datang tuh. Bibi ke dapur dulu ya, malas lihatnya. Nanti kalau perlu apa-apa, panggil saja.”

“Iya Bi, makasih.”

Langkah kaki semakin jelas terdengar. Namun, Febby tetap pada posisinya sambil terus menikmati buah mangga.

“Aurel, lebih baik kita ke ruang tengah saja. Tiba-tiba aku merasa mataku terkena polusi berada di sini,” ucap Tantri sambil melirik kearah Febby.

“Ahh di sini saja Kak Tantri. Kita duduk di sebelah sana, pasti mata Kakak tidak terkena polusi lagi. Lumayan berjarak kan dari sumber polusi,” sindir Aurel sambil tersenyum sinis.

Seketika Febby mengerutkan dahinya. Dia paham betul kemana arah pembicaraan mereka. Rupanya, dirinya sedang dicemooh. Tidak mau ambil pusing, Febby terus menikmati buah mangga sambil menyeruput teh hangat di meja sambil menikmati pemandangan taman belakang yang luas.

“Kak, biasanya Mas Kenny pulang jam berapa ya? sudah seminggu ini aku tidak bertemu dengannya,” ucap Aurel dengan suara keras.

“Biasanya jam 07.00 malam. Tapi kemarin sampai larut malam belum juga pulang. Entahlah kemana dulu,” jawab Tantri sinis.

“Kok bisa yah. Apa pergi clubbing bersenang-senang dengan para wanita?” Aurel mulai memancing.

Terdengar suara cekikikan meledek Febby yang perhatiannya sudah mulai teralihkan. Perlahan, Febby menghentikan aktivitasnya dan mendengar percakapan kedua wanita yang duduk dikursi lain, cukup berjarak di belakangnya.

“Jangan begitu Aurel. Biar bagaimanapun Kenny itu adik ipar aku. Dia tidak mungkin melakukan hal itu, kecuali memang ada alasannya,” sahut Tantri sambil menyeringai.

Mereka semakin bersemangat untuk terus membuat Febby terguncang dan kesal. Kapan lagi bisa ada kesempatan memaki perempuan yang selalu dilindungi suami, kakak ipar dan bapak mertuanya.

“Oh tentu saja pasti ada alasannya. Menurutku, Kenny sudah bosan dengan yang ada di rumah. Di luaran sana pasti Kenny banyak bertemu dengan para wanita cantik dan berkelas yang memikat hatinya. Mana mungkin seorang Kenny mau dengan wanita lusuh, lecek, dan kuno macam istrinya,” terang Aurel ketus.

Mereka pun tertawa terpingkal-pingkal tanpa peduli bagaimana perasaan Febby yang sedang menahan amarah.

Sejurus kemudian, Febby mengepalkan kedua tangannya. Dadanya terasa sesak dan nyeri mendengar kata-kata pedas dari kedua wanita tersebut. Seketika Febby berdiri dan menoleh ke arah Tantri dan Aurel yang masih tertawa lepas.

***

Related chapters

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 4 Istri Kakak Ipar dan Mantan Pacar Suamiku

    Sudah tidak dapat lagi ditolerir. Perkataan Tantri dan Aurel berbau sindiran pedas. Febby tidak bisa mendiamkan hal ini.BraakkSekeras mungkin Febby menggebrak meja. Setika Aurel terkejut menoleh kearahnya, Febby segera menyiram wajah Aurel dengan air teh yang dia bawa dari mejanya.“Apa-apaan kau ini, dasar perempuan kampuuungg!” ucap Aurel shock sambil mengusap wajahnya yang basah.“Febby! Apa kau sudah kehilangan akal?” imbuh Tantri yang langsung melotot.“Seharusnya aku yang bertanya, apa kepentingan kalian berkata kasar padaku? Menyindir dan mengejek orang seenaknya. Membuat ribut di rumah orang.”“Heh.. Kau ini hanya menantu, Febby. Ini bukan rumahmu! Kalau saja Kenny tidak menikahimu, siapa dirimu? pelayan restoran rendahan,” ucap Tantri emosi.“Aku sudah cukup bersabar dengan Kak Tantri selama ini, tapi Kakak tidak pernah menghargai aku. Padahal level kita sama di keluarga ini, me-nan-tu! Kalau saja Bang Ronald tidak menikahi Kakak, sekarang mungkin Kak Tantri masih menjadi t

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 5 Klien Private

    ‘Seharusnya sejak awal aku tidak peduli dengan dompet ini. Sial sekali sekarang apa yang harus aku lakukan?’Arga semakin gundah dengan posisinya. Klien perusahaan macam apa yang dijemput secara private seperti itu. Belum lagi gesture perempuan yang baru keluar dari gedung itu terlihat sangat menggoda.“Ahh sudah terlanjur. Lebih baik aku ikuti saja mobilnya, sebelum aku kembali ke kantor.”Tanpa berpikir panjang, Arga menancapkan pedal gas dan mengikuti kemana saja arah mobil Kenny melaju. Batinnya penasaran dengan apa yang dilakukan seorang CEO perusahaan tempatnya bekerja.Arga tahu betul bahwa Kenny seorang pria yang senang dikagumi oleh wanita, karena dia telah bekerja di perusahaan keluarga Maharendra sudah lama. Dia kira Kenny sudah sadar karena dirinya telah menikah, tetapi perkiraannya bertolak belakang dengan kenyataan.Setelah beberapa saat berlalu, akhirnya mobil mereka memasuki area parkir sebuah restoran mewah bernuansa eropa yang terlihat sangat high class. Setelah turu

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 6 Siapa yang Melukai Febby?

    “Jawab sayang! Siapa yang melakukan ini padamu?” tanya Kenny penuh intonasi.Febby terdiam dan menundukkan kepala. Terlintas kembali di pikirannya tentang kejadian tadi siang. Dia dikeroyok oleh dua wanita yang tentu Kenny juga kenal.“Febby, kamu mendengarkan aku, kan?”“Sudahlah Mas, aku tidak apa-apa kok. Hanya kepentok meja dan kepleset tadi.”“Hmm..” Kenny mengerutkan keningnya.Sejurus kemudian, Kenny meraih dagu Febby dan memperhatikan wajah istrinya tersebut dengan detail.“Kamu mau jujur atau aku yang tanya orang rumah. Kalau tidak terjadi apa-apa, kenapa kamu begitu kuat ingin menyembunyikan wajahmu?”“I-itu karena aku tidak mau kamu khawatir. Sungguh aku tidak apa-apa, Mas.”“Apa orang rumah sudah tahu wajahmu bengkak dan luka begini?” tanya Kenny.Febby kembali mendadak diam mematung. Dia bingung apa yang harus dijawabnya.“Oke, sepertinya aku memang harus bertanya pada yang lain. Aku tidak mau ada orang berprasangka tentang rumah tangga kita,” terang Kenny sambil berjala

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 7 Amplop Bayaran

    “Kenapa kamu diam saja, Bi? Ambil amplop ini. Memangnya kamu gak butuh uang, hah? Kamu bisa mendapatkan lebih banyak lagi jika mau mengikuti apa yang aku perintahkan,” Laras tersenyum sinis. “Ng-ngga Nyonya. Sa-saya tidak bisa menerimanya. Permisi,” ucap Bibi sambil mundur satu langkah. “Eh mau kemana? cepat ambil saja. Kita tahu yang kamu harapkan, Bi. Anggap saja ini bayaran karena kamu telah menjaga rahasia tentang kejadian tadi siang,” Tantri memanasi. “Tapi maaf, Bibi berkata seperti itu bukan untuk Nyonya Laras dan Non Tantri, apalagi Non Aurel. Bibi menjawab seperti itu karena permintaan Non Febby. Beliau yang meminta Bibi untuk tidak memberitahukan kejadian tadi siang. Non Febby juga tidak mau keluarga ini bertengkar makanya dia minta Bibi bilang kalau dirinya terjatuh di kamar mandi. Seharusnya Nyonya Laras dan Non Tantri berterima kasih pada Non Febby,” terang Bibi. “Apaaaa? Beraninya kamu berkata seperti itu.” “Maaf Nyonya. Non Febby minta Bibi untuk tidak memperpanjan

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 8 Telepon Dari Klien

    “Oh iya, untuk project itu sudah aku infokan pada manajer untuk mengurusnya.” Dena tampak kebingungan di seberang telepon. “Sayang, kamu ngomong apa sih?” “Betul-betul.. semua dokumen sedang disiapkan mereka. Mungkin siang ini sudah siap.” “Masss.. kamu bicara apa sih? Aku gak ngerti. Ohh okee.. kamu sedang bersama istrimu ya, si Febby?” ucap Dena seketika sadar. “Betul sekali.. yaa Pak..” “Mas air keran di apartemen aku mati. Ini gimana ya? kamu ke sini dong, sayang.” “Sebentar-sebentar.. suaranya terputus-putus, Pak. Saya cari signal dahulu,” ucap Kenny yang langsung memberi isyarat kepada Febby untuk keluar dan menjauh dari mobil. Febby pun dengan polos langsung menganggukan kepala tanpa curiga. ****“Masss kamu dengar aku ga?” “Hallo.. iya Sayang, aku sudah berada jauh dari Febby. Kenapa kamu meneleponku? Aku sudah mengirim pesan bahwa pagi ini aku akan mengantar istriku ke klinik.” “Ke klinik? Untuk apa? Gadis kampung itu hamil? Sayaaaang.. aku ga mau itu terjadiiiii!!

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 9 Kemana Kenny?

    “Mau ngapain hayoo?” Kenny balik meledek.“Ihh jangan bercanda, Mas. Aku serius. Ayoo cepet Massss,” Dena menarik tangan Kenny ke dalam kamarnya.Tanpa menunggu lama, pintu kamar di tutup. Mereka segera berbaring di atas ranjang. Dena dan Kenny seperti kehilangan akal sehat saat melampiaskan emosi perasaannya. Seperti orang baru menemukan air mineral di padang pasir, haus berat.Baru pemanasan saja mereka sudah saling bersahutan tanpa malu, apalagi saat dipuncak kebahagiaan saat berhubungan. Dena dan Kenny saling memberikan kenikmatan sampai tubuh mereka terkulai lemas.“Gilaa kamu Dena, ini baru namanya hidup bahagia. Aku mencintaimu Denaaaa,” racau Kenny.“Mass please, hati-hati. Aku ga mau hamil. Jangan menyusahkan aku,” Dena memperingati.“Aku tahu, Sayang.”**Pukul 10.25 WIB“Hallo Arga, tolong bawakan salinan surat perjanjian dengan PT. Angkasa Merta di ruangan Kenny. Dia belum datang karena harus mengantar istrinya. Kamu masuk saja ke ruangannya, tidak apa-apa. Kemarin dia let

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 10 Telat

    Waktu makan siang telah usai. Hendri Juan, Ronald dan Arga sudah berada di kantor. Sekarang mereka sedang berdiskusi mengenai hasil pertemuan dengan kolega bisnis mereka tadi. “Arga, kamu memang cerdas dalam menganalisa bisnis. Ternyata, project dan sistem yang kita sarankan kepada kolega disetujui dengan cepat. Ini benar-benar di luar dugaan,” ucap Hendri memuji karyawannya. “Betul Pah, Arga memang dari dulu sangat bisa diandalkan. Oh iya.. saya lupa, kamu sekolah bisnis ya dulu?” imbuh Ronald. “Tidak Pak. Dulu saya sekolah Teknik. Tetapi memang dari kecil saya senang berbisnis,” jawab Arga. “Hooo pantas. Paling tidak masih ada hubungannya. Teknik juga membutuhkan skill dan keterampilan dalam memecahkan masalah,” Ronald menanggapi. Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar. Sejurus kemudian sorot mata mereka tertuju pada pintu besar di ruang meeting tersebut. “Siang semua, maaf saya baru bisa hadir,” sapa Kenny dengan raut wajah tanpa bersalah. Semua terdiam memandang Kenny. Sem

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 11 Aroma Strawberry

    Febby menggelengkan kepalanya perlahan, namun rasa curiganya tidak dapat ditutupi. Sorot matanya terus memandangi gelagat Kenny.“Apa ada yang aneh dengan wajahku?” Kenny kembali bertanya.“Bukan wajahmu, Mas. Tapi aroma tubuhmu. Wangi parfum buah-buahan yang biasa dipakai oleh wan—.”“Oh iya, bagaimana hasil pemeriksaanmu tadi? Aku harus cepat mengetahuinya sebelum Papah bertanya padaku,” ucap Kenny mengalihkan pembicaraan.Rasa curiga Febby menjadi bertambah. Dia tidak ingin pertanyaannya dipotong. Dia butuh penjelasan dari Kenny agar hatinya tenang.“Mas, aroma tubuhmu bau strawberry. Laki-laki mana yang pakai parfume atau cream berbau strawberry?” tanya Febby cepat.“mana hasil pemeriksaanmu? Kok kamu malah memojokkan aku.”“Jawab dulu pertanyaanku, Mas. Apa susahnya sih tinggal jawab?”“Jangan seperti anak kecil, Feb. Curiga terus bawaannya. Tidak ada bau strawberry di bajuku, apalagi ditubuhku. Kamu terlalu mengada-ada. Dari tadi Papah dan Bang Ronald tidak ada yang komplain sep

Latest chapter

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 14 Tamu Tak Diundang

    Keesokkan hari pukul 08.30 WIB“Mas, hari ini kan hari libur, aku harap kamu cepat pulang setelah menemani Papah dari bandara,” ucap Febby di telepon.“Iya Sayang, aku juga ingin langsung pulang nanti. Aku ingin istirahat di rumah.”“Baiklah. Aku senang kalau Mas Kenny ada di rumah. Waktunya kita menghabiskan waktu bersama.”“Iya sayang. Mas juga senang ada didekatmu.”“Bagaimana kalau sorenya kita makan di luar? Sudah lama kita tidak jalan-jalan ke mall,” pinta Febby bersemangat.“Makan di mall? Masakan di rumah juga enak. Kamu mau makanan apapun tinggal minta sama pelayan kan bisa. Aku ingin istirahat dan malas keluar rumah,” Kenny menanggapi.“Yah Mas. Kapan lagi kita bisa jalan-jalan berdua kalau bukan hari libur. Sudah lama sekali kita tidak menghabiskan waktu bersama.”“Tapi aku sedang lelah. Kau kan tahu setiap hari kerjaanku banyak.”“Hmm.. ya sudah kalau begitu. Ga apa-apa deh makan di rumah, yang penting kali ini makan bareng Mas Kenny.”“Gitu dong. Sudah dulu ya, aku dipang

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 13 Debat

    “Papah tidak ada masalah pada siapapun. Papah hanya memperingati anggota keluarga kita yang tidak sesuai dengan aturan di rumah ini!” tegas Hendri Juan.“Tapi, apapun yang dilakukan Tantri salah saja di matamu. Sedangkan, apapun yang dilakukan Febby selalu dibenarkan, sekalipun salah pasti kamu bela,” Laras tidak mau kalah.“Jadi, menurutmu aku tidak adil? kamu ingin mencari-cari kesalahan dan kelemahanku, begitu?”Sejurus kemudian Laras terdiam sambil membuang wajahnya ke arah lain. Dia tidak berani melanjutkan lagi kata-katanya, tetapi bukan berarti dia menyerah dengan jalan pemikirannya tersebut.“Maaf Pah, Mah. Aku tidak bermaksud membuat gaduh di sini. Lain kali, aku akan lebih berhati-hati lagi,” sahut Febby pelan.“Ya memang seharusnya seperti itu dari dulu!” bentak Laras kesal.“Tapi kan orang gila itu yang menyerangku duluan,” Febby kembali tidak mau disalahkan.“Pasti kau yang memancing duluan, makanya kau diamuk,” tiba-tiba Tantri terpancing untuk bicara.“Aku? jadi, aku ya

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 12 Hasil Rontgen

    Wajah Febby berubah tegang, “ma-maksud Mas Kenny melakukan apa?”“Sayang, katakan saja padaku. Apakah ada yang mengganggumu? Keterangan ini tidak mungkin salah. Hasil rontgen ini cukup menjadi bukti. Syaraf di akar rambut kepalamu tampak tegang. Coba sini aku lihat,” oceh Kenny penasaran.“Gak usah Mas. Sudahlah, kita turun ke bawah sekarang yuk. Sudah lapar nih.”“Ke sini aku bilang!”“Ih Mas Kenny kok bicaranya keras.”“Makanya nurut kalau aku perintah.”Tanpa menunggu lama lagi, Kenny segera memeriksa kulit kepala istrinya perlahan.“Aduh sakit Mas,” keluh Febby cepat.“Di sini ya?”“Umm iya.”“Pantas saja. Ini ada luka cakaran! Berarti benar kamu berkelahi. Kenapa kamu tutup-tutupi?”“Aku sudah menduga kan dari awal bahwa luka itu bukan karena terjatuh atau terpeleset. Itu seperti lebam habis dipukul. Kamu berantem di mana sih? Hati-hati kalau keluar rumah, banyak orang stress,” lanjut Kenny.Seketika Febby menelan ludahnya singkat, lalu menyeringai. Dia tidak menyangka Kenny berp

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 11 Aroma Strawberry

    Febby menggelengkan kepalanya perlahan, namun rasa curiganya tidak dapat ditutupi. Sorot matanya terus memandangi gelagat Kenny.“Apa ada yang aneh dengan wajahku?” Kenny kembali bertanya.“Bukan wajahmu, Mas. Tapi aroma tubuhmu. Wangi parfum buah-buahan yang biasa dipakai oleh wan—.”“Oh iya, bagaimana hasil pemeriksaanmu tadi? Aku harus cepat mengetahuinya sebelum Papah bertanya padaku,” ucap Kenny mengalihkan pembicaraan.Rasa curiga Febby menjadi bertambah. Dia tidak ingin pertanyaannya dipotong. Dia butuh penjelasan dari Kenny agar hatinya tenang.“Mas, aroma tubuhmu bau strawberry. Laki-laki mana yang pakai parfume atau cream berbau strawberry?” tanya Febby cepat.“mana hasil pemeriksaanmu? Kok kamu malah memojokkan aku.”“Jawab dulu pertanyaanku, Mas. Apa susahnya sih tinggal jawab?”“Jangan seperti anak kecil, Feb. Curiga terus bawaannya. Tidak ada bau strawberry di bajuku, apalagi ditubuhku. Kamu terlalu mengada-ada. Dari tadi Papah dan Bang Ronald tidak ada yang komplain sep

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 10 Telat

    Waktu makan siang telah usai. Hendri Juan, Ronald dan Arga sudah berada di kantor. Sekarang mereka sedang berdiskusi mengenai hasil pertemuan dengan kolega bisnis mereka tadi. “Arga, kamu memang cerdas dalam menganalisa bisnis. Ternyata, project dan sistem yang kita sarankan kepada kolega disetujui dengan cepat. Ini benar-benar di luar dugaan,” ucap Hendri memuji karyawannya. “Betul Pah, Arga memang dari dulu sangat bisa diandalkan. Oh iya.. saya lupa, kamu sekolah bisnis ya dulu?” imbuh Ronald. “Tidak Pak. Dulu saya sekolah Teknik. Tetapi memang dari kecil saya senang berbisnis,” jawab Arga. “Hooo pantas. Paling tidak masih ada hubungannya. Teknik juga membutuhkan skill dan keterampilan dalam memecahkan masalah,” Ronald menanggapi. Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar. Sejurus kemudian sorot mata mereka tertuju pada pintu besar di ruang meeting tersebut. “Siang semua, maaf saya baru bisa hadir,” sapa Kenny dengan raut wajah tanpa bersalah. Semua terdiam memandang Kenny. Sem

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 9 Kemana Kenny?

    “Mau ngapain hayoo?” Kenny balik meledek.“Ihh jangan bercanda, Mas. Aku serius. Ayoo cepet Massss,” Dena menarik tangan Kenny ke dalam kamarnya.Tanpa menunggu lama, pintu kamar di tutup. Mereka segera berbaring di atas ranjang. Dena dan Kenny seperti kehilangan akal sehat saat melampiaskan emosi perasaannya. Seperti orang baru menemukan air mineral di padang pasir, haus berat.Baru pemanasan saja mereka sudah saling bersahutan tanpa malu, apalagi saat dipuncak kebahagiaan saat berhubungan. Dena dan Kenny saling memberikan kenikmatan sampai tubuh mereka terkulai lemas.“Gilaa kamu Dena, ini baru namanya hidup bahagia. Aku mencintaimu Denaaaa,” racau Kenny.“Mass please, hati-hati. Aku ga mau hamil. Jangan menyusahkan aku,” Dena memperingati.“Aku tahu, Sayang.”**Pukul 10.25 WIB“Hallo Arga, tolong bawakan salinan surat perjanjian dengan PT. Angkasa Merta di ruangan Kenny. Dia belum datang karena harus mengantar istrinya. Kamu masuk saja ke ruangannya, tidak apa-apa. Kemarin dia let

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 8 Telepon Dari Klien

    “Oh iya, untuk project itu sudah aku infokan pada manajer untuk mengurusnya.” Dena tampak kebingungan di seberang telepon. “Sayang, kamu ngomong apa sih?” “Betul-betul.. semua dokumen sedang disiapkan mereka. Mungkin siang ini sudah siap.” “Masss.. kamu bicara apa sih? Aku gak ngerti. Ohh okee.. kamu sedang bersama istrimu ya, si Febby?” ucap Dena seketika sadar. “Betul sekali.. yaa Pak..” “Mas air keran di apartemen aku mati. Ini gimana ya? kamu ke sini dong, sayang.” “Sebentar-sebentar.. suaranya terputus-putus, Pak. Saya cari signal dahulu,” ucap Kenny yang langsung memberi isyarat kepada Febby untuk keluar dan menjauh dari mobil. Febby pun dengan polos langsung menganggukan kepala tanpa curiga. ****“Masss kamu dengar aku ga?” “Hallo.. iya Sayang, aku sudah berada jauh dari Febby. Kenapa kamu meneleponku? Aku sudah mengirim pesan bahwa pagi ini aku akan mengantar istriku ke klinik.” “Ke klinik? Untuk apa? Gadis kampung itu hamil? Sayaaaang.. aku ga mau itu terjadiiiii!!

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 7 Amplop Bayaran

    “Kenapa kamu diam saja, Bi? Ambil amplop ini. Memangnya kamu gak butuh uang, hah? Kamu bisa mendapatkan lebih banyak lagi jika mau mengikuti apa yang aku perintahkan,” Laras tersenyum sinis. “Ng-ngga Nyonya. Sa-saya tidak bisa menerimanya. Permisi,” ucap Bibi sambil mundur satu langkah. “Eh mau kemana? cepat ambil saja. Kita tahu yang kamu harapkan, Bi. Anggap saja ini bayaran karena kamu telah menjaga rahasia tentang kejadian tadi siang,” Tantri memanasi. “Tapi maaf, Bibi berkata seperti itu bukan untuk Nyonya Laras dan Non Tantri, apalagi Non Aurel. Bibi menjawab seperti itu karena permintaan Non Febby. Beliau yang meminta Bibi untuk tidak memberitahukan kejadian tadi siang. Non Febby juga tidak mau keluarga ini bertengkar makanya dia minta Bibi bilang kalau dirinya terjatuh di kamar mandi. Seharusnya Nyonya Laras dan Non Tantri berterima kasih pada Non Febby,” terang Bibi. “Apaaaa? Beraninya kamu berkata seperti itu.” “Maaf Nyonya. Non Febby minta Bibi untuk tidak memperpanjan

  • Bukan Lagi Istrimu yang Lugu   BAB 6 Siapa yang Melukai Febby?

    “Jawab sayang! Siapa yang melakukan ini padamu?” tanya Kenny penuh intonasi.Febby terdiam dan menundukkan kepala. Terlintas kembali di pikirannya tentang kejadian tadi siang. Dia dikeroyok oleh dua wanita yang tentu Kenny juga kenal.“Febby, kamu mendengarkan aku, kan?”“Sudahlah Mas, aku tidak apa-apa kok. Hanya kepentok meja dan kepleset tadi.”“Hmm..” Kenny mengerutkan keningnya.Sejurus kemudian, Kenny meraih dagu Febby dan memperhatikan wajah istrinya tersebut dengan detail.“Kamu mau jujur atau aku yang tanya orang rumah. Kalau tidak terjadi apa-apa, kenapa kamu begitu kuat ingin menyembunyikan wajahmu?”“I-itu karena aku tidak mau kamu khawatir. Sungguh aku tidak apa-apa, Mas.”“Apa orang rumah sudah tahu wajahmu bengkak dan luka begini?” tanya Kenny.Febby kembali mendadak diam mematung. Dia bingung apa yang harus dijawabnya.“Oke, sepertinya aku memang harus bertanya pada yang lain. Aku tidak mau ada orang berprasangka tentang rumah tangga kita,” terang Kenny sambil berjala

DMCA.com Protection Status