Beranda / Rumah Tangga / Bukan Istri Sah / Seperti, Rencana Semula

Share

Seperti, Rencana Semula

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-27 23:24:24

“Apa kamu nggak punya sopan santun, Mi?”

Banyu menghentikan meetingnya sejenak, karena Bumi masuk ke dalam ruang meeting tanpa permisi. Beruntung, Banyu saat ini hanya meeting dengan karyawannya, bukan klien dari ranah politik.

“Ada yang mau aku tanyakan.” Bumi tidak beranjak pergi, dan tetap berdiri di sisi pintu dan menatap empat orang yang duduk melingkar di depan Banyu bergantian.

Tidak perlu bertanya pun, Banyu sudah bisa menebak hal yang akan ditanyakan oleh adik iparnya. Untuk itu, Banyu meminta keempat karyawannya keluar dari ruang meeting, agar dirinya dan Bumi dapat berbicara empat mata.

“Kamu bawa ke mana Damay, Mas?” tanya Bumi setelah keempat karyawan Banyu keluar ruangan. Bumi menutup pintu ruang tersebut, lalu menguncinya. Bersedekap, dan masih berdiri di sisi pintu. “Aku ke kosnya, dan dia sudah keluar kemarin siang.”

Banyu yang masih duduk di kursi berodanya itu, berputar menatap Bumi. Menyilang kaki dengan angkuh, lalu menatap tajam pada Bumi, dari ujung rambut hingg
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Raisya CuuisAl-bar
jadikan bumi dengan damay......
goodnovel comment avatar
Aisha Arkana
ngga ada lagikah Thor, laki" alternatif lain.... ke tiga nya...ngga menjanjikan..perlu kayanya kapten Amerika...
goodnovel comment avatar
Himatul Aliyah Hezryvansinghu
sepertinya masih tetap gadis ... belum jebol
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bukan Istri Sah   Profesi Banyu

    “Pak Umar.” Lelah. Damay sudah berkeliling rumah seluas itu untuk memanggil Umar, tapi pria itu tidak kunjung terlihat, maupun menjawab panggilannya. Akhirnya, Damay memutuskan keluar rumah dan mendapati Umar sedang mencuci mobil di pekarangan rumah. “Pak Umar.” “Ya, Non?” Umar yang tengah menyabuni ban mobil langsung berdiri dan berbalik. “Mau makan apa?” Damay menggeleng sambil menghampiri Umar. Hampir seminggu beristirahat total, tubuhnya pun sudah mulai pulih dan bisa beraktivitas seperti semula. Hampir seminggu pula, Banyu tidak pernah datang menemuinya sejak kejadian pagi itu. Pagi di mana Banyu mencoba mengancam, mengintimidasi, dan memojokkan Damay dengan sikap patriarkinya. Namun, ancaman hanya tinggal ancaman ketika Damay melemparkan teh hangat ke tubuh Banyu beserta gelasnya sekaligus. Kemudian Damay bergegas berlari ke kamar mandi dan menguncinya dari dalam. Sejak saat itu, Banyu tidak pernah lagi kembali ke rumah dan hanya memberi perintah pada Umar untuk melakukan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28
  • Bukan Istri Sah   Mogok Makan

    “Bawa ke bengkel, full service besok.”Banyu menyerahkan kunci mobil pada Umar setelah menutup pintunya. Berjalan memasuki Rumah dan langsung menuju kamar gadis yang sudah tidak ditemuinya beberapa hari ini. Meskipun begitu, tentu saja Banyu tetap mendapat semua kabar Damay melalui Umar.Banyu memperlambat langkahnya ketika baru memasuki ruang tengah. Mengendus heran dengan aroma yang baru kali ini tercium ada di rumahnya. Banyu tidak bisa mendeskripsikan aroma yang masuk ke indra penciumannya. Namun, satu hal yang Banyu tahu yaitu, aroma itu seketika membuat perutnya seketika memberontak untuk di isi.Langkah Banyu pun otomatis bergerak ke dapur. Ia melihat Damay dengan surai yang tergelung habis ke atas, tengah meletakkan panci kaca berisi sayur di atas kitchen island. Siang tadi, Umar sudah mengatakan kalau Damay bosan dengan nasi bungkus yang tiap hari disantapnya. Umar juga meminta izin, untuk membelikan bahan makanan mentah dan memakai dapur untuk memasak.“Ehm.” Banyu berdehem

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28
  • Bukan Istri Sah   Minggir!

    “Ya, Pak?”Damay membuka pintu kamar setelah mendengar Umar mengetuk pintu dan memanggilnya dari luar. Semalaman, Damay benar-benar berada di dalam kamar dan tidak keluar sama sekali. Tidur dalam keadaan tidak nyenyak, karena cacing di perutnya selalu berunjuk rasa tanpa henti. Apalagi, ketika Damay membayangkan ayam goreng, sayur sop, serta sambal buatannya yang ada di meja makan. Mulut Damay seolah tidak berhenti mengeluarkan air liurnya sendiri dengan penuh sesal.“Di suruh mas Banyu ke kolam renang.”“Mau ngapain?” Damay bertanya balik, karena enggan menghampiri Banyu. Pria itu mungkin akan menyuruhnya untuk sarapan, sedangkan Damay sudah berkomitmen untuk mogok makan.“Ada yang mau dibicarain katanya, Non,” ujar Umar lagi.“Dia baru datang, ya, Pak?”Umar menggeleng. “Nginap di sini semalam.”Napas Damay terbuang panjang. Ternyata, pria itu tidak pergi dari rumah setelah perdebatan mereka semalam. Untung saja Damay tidak keluar dari kamar, karena ia bisa saja bertemu Banyu, karen

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Bukan Istri Sah   Tapi ....

    “Bukannya lagi mogok makan?”Damay tidak jadi menyendokkan bakmi ke dalam mulut. Melihat Banyu yang baru saja datang, dan duduk pada sofa di sebelahnya. Ia berusaha berdamai dengan situasi yang ada. Menunggu waktu yang tepat, barulah Damay akan kabur jika memang memungkinkan. Setelah berpikir ulang, mogok makan ternyata hanya akan merugikan dirinya sendiri, bukan Banyu. Oleh sebab itu, Damay lebih baik memanfaatkan semua yang ia dapatkan, sambil menyusun rencana berikutnya.“Kenapa? sudah takut mati?”Seperti biasa, Damay enggan menjawab dan melanjutkan makan malamnya sambil menonton berita. Asisten Banyu pun sudah datang siang tadi, dan akan mengurus semua hal terkait perkuliahan yang sedang dijalani Damay ke depannya. Ternyata, Banyu menepati kata-katanya, dan sikap pria itu semakin membuat Damay bingung saja.Sebenarnya, Banyu itu kawan … atau lawan?“Kamu itu, harusnya bisa bersikap lebih sopan di rumah saya,” lanjut Banyu setelah tidak menerima respons sama sekali dari Damay. “Ap

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-30
  • Bukan Istri Sah   Jam Tujuh Pas

    “Ingat lagi kesepakatan kita, kalau kamu mau macam-macam.” Damay mengangguk pelan. Akhirnya, setelah perjalanan panjang dari Jakarta, Balikpapan, lalu Samarinda, pria itu membuka mulut untuk berbicara. Selebihnya, Banyu mengandalkan maps penunjuk jalan dari ponsel pintarnya untuk pergi menuju ke rumah Damay. Tadinya, Banyu ingin melakukan penerbangan langsung ke Samarinda agar segera sampai. Namun, karena asistennya tidak mendapatkan satu pun tiket menuju ke sana, maka mereka pergi melalui Balikpapan. Itupun, dengan penerbangan siang, bukan pagi seperti kehendaknya. Sebelum pergi, Banyu menawarkan sebuah kesepakatan. Jika Damay tutup mulut, dan tidak kabur darinya selama di Kalimantan, maka Banyu akan memberi kesempatan untuk menjenguk Kyla setiap bulan. Akan tetapi, jika Damay berani sedikit saja membuka mulut dan bercerita apa yang terjadi dengan mereka, Banyu akan menutup semua akses untuk bertemu dengan Kyla. Bahkan, sampai Kyla keluar dari penjara nantinya, Banyu bisa menjamin

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • Bukan Istri Sah   Sedikit Perhatian

    Sejak sampai di rumah duka, banyak pertanyaan yang diajukan oleh beberapa tetangga kepada Damay. Dari sang suami yang tidak ikut datang, bagaimana kehidupannya di ibukota, dan ada beberapa hal lain yang semuanya hanya dijawab dengan singkat tanpa minat. Para tetangga itu, hanya bisa mencari celah untuk mencari bahan gosip. Apapun yang dikatakan Damay, semua akan menjadi bahan ghibahan yang akan terus diungkit dari waktu ke waktu. Sebenarnya, Damay ingin menyeret Ulfa dan meminta penjelasan atas ulahnya di Sangatta kala itu. Namun, mengingat waktunya sungguh tidak tepat, dengan terpaksa Damay melewatkannya. Kemudian, ketika malam sudah terlampau larut dan masih ada beberapa keluarga yang tinggal dan menginap, saat itulah Damay menerobos masuk kamar Ulfa. Akan tetapi, Damay juga tidak bisa berbuat banyak, karena kamar tersebut juga ditempati keluarga jauh yang datang dan bermalam di sana. Untuk rumah Damay sendiri, saat ini terlihat lengang karena tidak ada siapa pun yang menginap d

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-11
  • Bukan Istri Sah   Hampir Membeku

    “Pesawat jam berapa, Pak?” Akhirnya, Damay bersuara ketika mobil yang dikemudikan oleh Banyu memasuki kota Balikpapan. Sedikitnya, Damay sudah mengerti dengan perangai Banyu yang cenderung diam ketika berada di perjalanan. Paling tidak, itulah yang Damay rasakan ketika berada satu mobil bersama Banyu.“Setengah satuan.”Jawaban singkat itu lantas disambut cibiran oleh Damay. “Masih lama. Bapak nggak mau cari oleh-oleh dulu?”“Nggak.”“Pelit.”“Kamu mau kita keliling, terus terlambat check in?”Bibir Damay mengerucut, dan melirik malas pada Banyu. Daripada berdebat dan tidak akan menang, maka Damay kembali diam. Ia benar-benar heran dengan pria seperti Banyu. Tidak sedikit pun, Banyu bertanya mengenai beberapa hal tentang kematian paman Damay. Bahkan untuk berbasa-basi dan menyampaikan rasa belasungkawa.Apa hati Banyu memang sedingin itu?Tidak … jika mengingat Banyu masih bisa bersikap baik pada Damay, ia rasa pria itu masih memiliki sedikit rasa manusiawi di hatinya.“Pak, mau makan

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-11
  • Bukan Istri Sah   Pakaian Dalam

    “Makan malam, Non.”Seperti yang sudah-sudah, Umar akan mengetuk pintu kamar Damay ketika gadis itu belum keluar kamar saat waktu malam telah tiba.Damay yang hanya mengeluarkan kepalanya, lantas melirik pada ruang kerja Banyu yang berada tepat di depan kamarnya. Pintunya terbuka separuh. Itu berarti, Banyu sudah datang kembali ke rumah. Atau, pria itu tidak pergi ke mana pun sejak mereka datang siang tadi.“Pak Banyu baru pulang, Pak?” tanya Damay nyaris berbisik. Karena setelah sampai di rumah beberapa jam yang lalu, Damay langsung berlari masuk ke kamar dan tidak keluar sama sekali.Umar ikut menoleh pada ruang kerja Banyu sebentar. “Dari datang siang tadi, mas Banyu nggak pergi ke mana-mana. Tidur di kamarnya.”“Sekarang? Ada di ruang kerjanya?” Damay menunjuk ruang kerja Banyu dengan mengulurkan telapak tangan kanannya saja. Sementara bagian tubuh yang lain, masih berada di dalam kamar.“Lagi di ruang makan, nungguin Non Damay.”“Aduhh!” Damay reflek menepuk kepalanya sendiri, la

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-11

Bab terbaru

  • Bukan Istri Sah   Giveaway~~

    Halu Mba beb ... Kita langsung aja ya. Berikut ini daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak untuk Bukan Istri Sah. Plus, yang sudah ngasih usulan nama anaknya pak Banyu yaa. Amee la : 1.000 koin GN + pulsa 200rb ArPi Kim : 750 koin GN + pulsa 150 rb Zee Sandi : 500 koin GN + pulsa 100 rb Tralala : 350 koin GN + pulsa 50 rb Tyarini : 250 koin Gn + pulsa 25 rb RiztyrieM : 150 koin Gn + pulsa 20 rb Sila klaim via DM ke igeh saia yaa, @kanietha_ dan jangan lupa untuk follow lebih duluuh yaa. Atas semua atensinya untuk pak Banyu juga Damay, saia ucapkan terima kasih banyak-banyak. Kiss so muuch ....PS : Saia tunggu sampe tangga 28 Sept '22 pukul 12.00 siang hari yakk.Kalau masih belum setor, saia anggap HANGUS.🙏🙏🙏

  • Bukan Istri Sah   A Great Relationship

    “Haloo, cucu Eyang …” Airin langsung mengambil alih bayi tampan yang semakin menggemaskan dari gendongan Damay. Mengangkatnya setinggi kepala, lalu memberi ciuman gemas pada kedua pipi gembilnya. Bayi mungil yang sudah berusia tiga bulan itu, hanya bisa tertawa geli dengan ulah wanita yang sudah menganggapnya sebagai cucu sendiri. “Kamu titip sini aja sama Eyang, ya!” seru Airin berbicara pada bayi yang tersenyum melihatnya. “Biar daddy sama mami aja yang ke Kalimantan, sekalian bulan madu.” Seno menggeleng melihat tingkah istrinya, yang memang sangat merindukan seorang cucu. Tidak hanya Airin sebenarnya, tapi Seno juga berharap hal yang sama. Namun, apa mau dikata jika Bumi dan Tari masih belum kunjung diberi keturunan hingga saat ini. Keduanya sudah mengikuti program hamil dan menjalankan semua perintah dari dokter, tapi, sampai saat ini masih belum berhasil. Sejenak, Seno sempat berpikir. Bagaimana bila Damay dahulu kala benar-benar menjadi menantunya. Akan tetapi, Seno dengan s

  • Bukan Istri Sah   Demi Apapun

    Malam yang penuh ketegangan itu, akhirnya bisa dilewati Damay dan Banyu dengan rasa lega. Hanya berdua tanpa keluarga, dan benar-benar buta akan semua hal. Mereka hanya mengandalkan petunjuk dan perintah dokter, serta para perawat yang bertugas untuk mengecek kondisi Damay.Setelah ini, Banyu hanya akan memfokuskan diri dengan keluarga kecilnya. Baru kali ini Banyu benar-benar menghadapi semua ketegangan seorang diri. Tanpa support dari keluarga, yang dahulu kala pernah ia bela mati-matian. Hampir seluruh hidup Banyu, sudah ia curahkan pada Selly, maupun Tari. Namun, tidak satu pun dari keduanya datang, atau paling tidak, menghubungi Banyu melalui panggilan telepon.Hanya ada Adam, yang sesekali mengirimkan pesan untuk bertanya mengenai proses kelahiran cucunya. Sementara yang lain, seolah tenggelam bak ditelan bumi.Justru, orang lainlah yang kini terasa seperti keluarga bagi Banyu. Ada Airin, yang langsung menelepon pagi itu, ketika Damay mengabarkan bahwa sang bayi laki-lakinya sud

  • Bukan Istri Sah   Buruaan

    “Tarik napas.” Damay mengikuti instruksi Banyu, ketika kontraksinya mulai kembali datang. Sejak pria itu kembali dari kantor, yang dilakukan Damay hanyalah menempel pada sang suami. Saat kontraksi itu datang, yang diinginkan Damay hanya berada di dalam pelukan Banyu, dan menginginkan sang suami untuk mengusap punggung, maupun perutnya dengan perlahan. “Masih kuat?” tanya Banyu kembali memastikan kondisi istrinya. Banyu memang tidak bisa merasakan rasa sakit yang mulai kerap menghampiri sang istri. Namun, jika dilihat dari wajah pias disertai bulir keringat yang membasahi wajah Damay, Banyu yakin bahwa rasa sakit itu benar-benar luar biasa. Itu baru kontraksi, bagaimana jika waktu kelahiran itu akhirnya tiba? “Kuat.” Damay berujar lirih untuk menyemangati dirinya sendiri. Sudah hampir seharian ini Damay merasakan sakit yang tidak ada duanya. Sekujur tubuhnya, dari kepala hingga kaki sungguh merasakan semua nyeri tanpa terkecuali. “Tapi sakiiit.” “Sabar sebentar.” Banyu masih memeluk

  • Bukan Istri Sah   Iya, Daddy

    “Sebentar lagi aku tinggal, sebelum makan siang aku balik.” Jelang subuh, Damay mulai mengeluh sakit perut. Baik Airin maupun dokter yang menangani Damay, sudah berpesan agar jangan terlalu panik dalam menghadapi kontraksi jelang hari perkiraan lahir. Apalagi, jika rentang waktu kontraksi tersebut belumlah terlalu rapat, Namun, tidak dengan Banyu. Ketika ia mendengar keluhan yang berbeda dari sang istri, Banyulah yang merasa panik lebih dulu. Semua tas persiapan untuk pergi ke rumah sakit, langsung Banyu letakkan sendiri di bagasi mobil tanpa menyuruh siapa pun. Banyu ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri, jika semua persiapan sudah lengkap dan tidak ada yang kurang sama sekali. Tidak cukup sampai di situ. Begitu pagi menjelang, Banyu segera meminta Damay bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Karena ada meeting yang tidak bisa ditinggal Banyu pagi harinya, maka ia merasa lebih aman jika meninggalkan Damay di rumah sakit. “Tapi kalau ada apa-apa, cepat kabari aku,” tambah Ban

  • Bukan Istri Sah   Langsung Pulang

    “Nggak usah beli boks bayi, taruh aja di kasur, beres. Nggak ribet angkat-angkat.” Banyu masih berdiri di samping boks bayi, yang menarik perhatiannya. Namun, Damay sudah meninggalkannya karena tidak setuju membeli tempat tidur khusus untuk bayi mereka. Bukankah lebih aman jika bayi mungil mereka nantinya diletakkan di boks bayi, daripada di atas tempat tidur? Banyu yang masih ingin membeli tempat tidur untuk bayinya, bergegas menyusul Damay yang tengah berbicara dengan salah satu pramuniaga toko. Banyu menunggu sejenak, sampai Damay menyelesaikan obrolannya sembari menyerahkan daftar catatan perlengkapan bayi yang akan dibeli kali ini. “Bukannya lebih enak dan aman pake boks bayi?” ujar Banyu setelah pramuniaga toko pergi, untuk mencari dan mempersiapkan barang-barang pesanan Damay. “Tetanggaku yang pernah lahiran, nggak ada yang pernah beli boks bayi, aman-aman aja.” Mata Damay menyasar pada kursi tunggu yang berada di sebelah pintu bagian dalam. Kemudian, ia kembali meninggalkan

  • Bukan Istri Sah   Besok Pagi

    “Pak Banyuu.” Damay menempel pada bingkai pintu ruang kerja Banyu. Menguap sebentar, kemudian kembali melanjutkan ucapannya. “Kerjanya masih lama? Aku sudah ngantuk.” Banyu mengalihkan wajah dari laptop. “Tidur aja duluan.” Bagaimana Damay bisa tidur jika tidak ada Banyu di sampingnya. Jika siang hari, Damay memang sudah terbiasa tidur tanpa Banyu, karena suaminya itu memang harus bekerja. Namun, ketika malam menjelang seperti ini, Damay tidak bisa memejamkan mata kecuali ada Banyu di sampingnya. Hal ini sudah terjadi sejak awal-awal kehamilan Damay, dan ini pertama kalinya Banyu belum masuk ke kamar mereka, padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. “Aku nggak bisa tidur,” keluh Damay kemudian berjalan masuk menghampiri Banyu. Damay mendudukkan dirinya di atas paha Banyu, lalu bersandar pada tubuh sang suami. “Nggak ada yang meluk.” Banyu terkekeh pelan, lalu merengkuh tubuh Damay dengan kedua tangannya. Semakin hari, istrinya itu semakin posesif, manja, dan tida

  • Bukan Istri Sah   Hati Damay

    “Ini pertama, dan terakhir kalinya kita pergi nonton.” Belum ada lima menit mereka berdua duduk berdampingan di dalam bioskop, Damay sudah menguap hingga berulang kali. Saat penerangan di dalam ruang mulai dimatikan, detik itu juga Damay langsung menutup mata dan merajut mimpinya dengan lelap. Menyisakan Banyu, yang pada akhirnya harus menonton film romantis pilihan sang istri, yang sangat membosankan seorang diri. Damay tergelak tanpa melepas tangannya yang bergelayut rapat pada lengan Banyu. “Ngajaknya, sih, pas jam aku tidur siang. Jadinya ngantuk, kan? Apalagi habis makan banyak di rumah bu Airin, tambah lengket mataku jadinya.” Banyu berdecak, tapi tersenyum kemudian saat melihat wajah Damay yang tampak ceria. Lebih baik seperti ini, daripada harus melihat sang istri menangis seperti pagi tadi. “Ini mau makan lagi? Pulang? Atau … ke mana?” “Cari tempat duduk, ngabisin pop corn, terus kita pulang.” Banyu tidak salah jika masih saja menganggap sang istri terlalu naif. Sebenar

  • Bukan Istri Sah   Sekali Aja

    Banyu membuka pintu kamar dengan perlahan. Menghela sejenak, saat melihat Damay sudah berbaring miring dengan memakai selimut yang dipakainya dengan asal. Tubuh Damay masih terlihat berguncang kecil, karena sesenggukan dengan sisa tangis yang belum kunjung hilang.Setelah mendengar semua isi perasaan Damay, Banyu akhirnya menyadari di mana letak kesalahannya. Tari dan keluarganya memang penting bagi Banyu, tapi mereka semua bukanlah hal yang utama setelah ia memiliki istri. Harusnya, Banyu bisa menempatkan diri ketika berada di situasi seperti sekarang.Damay benar tentang Tari. Harusnya, Banyu tidak perlu lagi memikirkan Tari karena sang adik sudah memiliki keluarga sendiri. Tari sudah dewasa dan bahagia bersama Bumi. Jadi, Banyu tidak perlu terlalu mengkhawatirkan bagaimana perasaan Tari saat ini.Banyu naik ke atas tempat tidur dan langsung membaringkan tubuh di samping Damay. Memeluk istrinya dari belakang, kemudian mengusap perut buncit itu dengan perlahan.“Mau ke tempat bu Airi

DMCA.com Protection Status