Daffin beranjak dari duduknya dan membawa bantal serta selimutnya ke sesofa. Pria itu memadamkan lampu di dalam kamar dan hanya menyisakan satu bola lampu yang khusus untuk tidur saja. Direbahkan la tubuhnya di atas sofa yang berukuran panjang. Namun tubuhnya yang lebih panjang dari sofa membuat kakinya hanya setengah yang berada di atas sofa.Segala sesuatu selalu ada hikmahnya dan menurutnya, inilah hikmah yang didapatnya. Ia begitu sangat bersyukur karena kedua mertuanya begitu sangat menyayanginya. Bahkan tampak jelas dari laut wajah kedua mertuanya yang sangat tulus kepadanya. Hana yang sudah ngantuk tertidur dengan cepatnya. "Nanti bila ada perlu apa-apa kasih tau mama ya." Mita tersenyum memandang Hana. Melihat Hana yang sudah tidak menjawab ucapannya, ia tahu bahwa menantunya sudah tertidur.Iya kemudian tidur di atas tempat bersama dengan suaminya. Meskipun matanya terasa ngantuk, tapi ia tidak bisa tertidur. Berulang kali Daffin mencoba untuk memejamkan mata namun tetap
"Maaf sayang, aku ingin cuci muka dan gosok gigi." Daffin memahami perintah secara tidak langsung dari istrinya, dengan cepat dikerjakannya. "Bila kamu sudah sehat, lakukan lagi pekerjaan kamu seperti biasa, bisiknya di daun telinga Hana. "Iya sayang," jawab Hana dengan tersenyum lebar saat suaminya mengusap sabun di wajahnya. Daffin menatap wajah istrinya dengan rasa malu. Ia tidak menduga akan melakukan pekerjaan seperti ini. Beberapa hari yang lalu, ia masih menunjukkan kesombongan, terhadap wanita lemah nan tak berdaya itu. Tanpa berfikir dan memiliki rasa malu, memerintahkan Hana, mengurusnya layaknya seorang bayi. Namun saat ini, semuanya berbalik, ia yang mengurus wanita halalnya layaknya mengurus seorang bayi."Daffin, kenapa lama sekali," teriak Mita sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi. Wanita itu, cemas dan takut, bila putranya melakukan hubungan suami-istri di kamar mandi. Sedangkan kondisi menantunya masih dalam keadaan sakit. Saat ini dirinya sudah seperti
"Ya sudahlah kalau begitu, nanti bila tangan sayang sudah sehat, Abang akan mengajari." Daffin tersenyum manis.Hana tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Saat ini ia sedang mengikuti permainan yang sedang dipermainkan oleh suaminya. Mereka terlihat begitu sangat mesra apalagi di depan kedua mertuanya."Apa sudah siap Fin?" Surya memandang Daffin."Sudah," jawab Daffin. Pria itu beranjak dari duduknya dan kemudian duduk di sofa tempat dimana kedua orangtuanya berada."Bagaimana dengan kondisi perusahaan kamu saat ini?" Surya bertanya ketika putranya, yang sudah duduk di depannya dan meminum kopi yang ada di mejanya. Perusahaan yang di miliki Surya berbeda dengan perusahaan yang di milik Daffin. Surya memiliki perusahaan yang bergerak di bidang industri kebutuhan pokok, sedangkan Daffin bergerak di bidang properti dan bangunan, karena dia memang lulusan arsitektur. "Perusahaan aku sekarang sudah sangat baik kondisinya pa. Sudah banyak klien yang mempercayakan perusahaan aku untuk m
"Permisi pak Daffin," ucap pria yang saat ini berdiri di ambang pintu. "Masuk." Daffin menghentikan pekerjaannya dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi berwarna hitam yang empuk tersebut. Pria itu masuk ke dalam ruangan Daffin, yang berukuran besar dengan mengunakan konsep disain modern dan elegan. Dinding menggunakan wallpaper berwarna hitam yang dikombinasi putih yang menjadi warna favorit para laki-laki. Ruang ini sangat luas dan terasa lapang karena memang hanya ada meja kerja yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran yang cukup besar berwarna hitam, kursi kerja berwarna hitam dan besar. Kursi sofa berwarna putih, lemari yang menutupi sebagian dinding, yang menjadi tempat penyimpanan dokumen penting dan lemari riasa. "Apa laporan yang kamu bawa?" tanya Daffin."Sampai saat ini saya belum menemukan keberadaan Berliana, pak. Saya sudah melacak ke berbagai tempat yang sekiranya mungkin akan didatanginya namun ternyata Berliana tidak ada di sana"Bagaimana dengan Susi?"
Bab 41"Sudah dulu ya, assalamualaikum." Daffin tersenyum."Waalaikum salam."Daffin memutuskan sambungan video call bersama dengan istrinya ketika detektif yang ditunggunya sudah masuk ke dalam ruangannya.Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya ketika, pria itu duduk di depannya dan meletakkan map tebal di atas meja. "Saya sudah mengumpulkan semua berkas mengenai ibu Hana. Saya juga sudah mengumpulkan semua berkas mengenai Berliana dan juga ibu Susi." Daffin menganggukkan kepalanya. Ia ingin mencocokkan semua cerita yang didengarnya dari istrinya dan juga semua cerita yang didengarnya dari Berliana. Ia akan melihat bukti secara fakta, berdasarkan informasi yang diberikan detektif yang saat ini sudah datang dengan dan siap menunjukkan semua bukti yang diinginkannya. "Apa informasi yang anda dapatkan?"Dani membuka map yang di bawahnya. Diambilnya lembar paling atas didalam map tersebut.Daffin tidak sabar untuk melihat bukti berdasarkan fakta tertulis yang dibawa Dani. "Ibu H
Daffin diam, ketika mendengar Dani menceritakan semua informasi tentang Berliana dan Susi."Susi yang begitu sangat ingin anaknya menjadi artis dan terkenal berusaha membujuk anak tirinya untuk mau menjual rumah dengan alasan membayar hutang mendiang suaminya. Dengan alasan ini Susi memaksa ahli waris, untuk menandatangani surat penjualan rumah. Awalnya ibu Hana menolak dan tidak mau menandatangani surat tersebut. Hingga pada akhirnya Susi dan Berliana membuat adegan sandiwara. Susi membayar orang untuk berpura-pura menjadi penagih hutang dan mengancam akan mengambil Hana, yang merupakan anak kandung Amriadi untuk dijadikan penebus hutang. Mereka mengatakan akan menjadikan Hana sebagai psk. Susi memohon-mohon kepada orang tersebut agar tidak membawa anaknya dan berjanji akan melunasi hutang itu secepatnya. akhirnya istri, anda menandatangani surat penjualan rumah itu."Daffin begitu sangat marah dan juga emosi, ketika mendengar apa yang diceritakan Dani. Dirinya sungguh tidak mendu
Rafasa diam ketika mendengar ucapan Daffin. Besar harapannya agar sahabatnya, tidak melakukan perbuatan kriminal. "Jangan mengandalkan emosi menghadapi masalah seperti ini," nasehatnya."Dia sudah menipuku.""Apa yang sudah diperbuatnya. Apa maksud kamu?" Rafasa merupakan sahabat akrab Daffin. Pria itu sangat mengetahui semua cerita tentang sahabatnya tersebut."Berliana ternyata dia sudah menipuku. Yang sebenarnya terjadi, dia tidak ada hubungan darah dengan Hana, istriku. Mereka hanya saudara tiri beda ibu dan beda ayah." Hatinya terasa sakit ketika mengatakan hal ini. Kebusukan Berliana, kini sudah diketahuinya."Apa kamu yakin?" Rafasya mengerutkan keningnya. Selama ini Raffasya tahu bahwa Berliana memiliki saudara tiri beda ayah. Hal ini diketahuinya bukan hanya dari Daffin saja, namun juga dari Karin kekasihnya yang merupakan sahabat Berliana.Daffin menunjukkan bukti surat nikah serta bukti akte kelahiran milik Hana dan juga milik Berliana kepada Raffasya. Ia juga menunjukkan f
Daffin menggelengkan kepalanya. Sampai saat ini, dirinya belum tahu apakah ini rasa cinta, rasa kasihan atau rasa bersalah. "Karena perbuatan Berliana kepadaku, aku memperlakukan Hana dengan sangat tidak baik. Aku tidak mengerti dengan perasaan yang saat ini kurasakan."Daffin diam sejenak. Yang terlintas di dalam pandangannya, tatapan mata istrinya. "Setiap kali menatap matanya, aku merasakan sesuatu yang berbeda. Rasanya damai dan tenang." Daffin berkata dengan jujur."Setelah aku mendengar apa yang kamu sampaikan kepadaku, aku merasa kamu berhak untuk membahagiakan dia. Aku kasihan melihatnya, dia dengan sengaja dijadikan tumbal oleh Susi dan Berliana." "Iya, aku tahu. Tapi sekarang masalahnya, Mama, papa sudah tahu apa yang aku lakukan terhadap Hana dan mereka mengancam akan mengambil Hana.""Bagaimana ceritanya mereka bisa tahu?' Raffasya memandang Daffin dengan mata yang terbuka lebar."Aku membuat Hana cedera. Saat ini dia mengalami cedera di kedua tangannya. Jadi dirawat
Hana hanya diam saat kalung indah itu melingkar di lehernya. "Abang, beneran ini?" Tanyanya yang masih tidak percaya. "Iya sayang, nanti kasih Abang bonus ya." Daffin tersenyum dan mengangkat 3 jarinya.Mata Hana terbuka lebar saat melihat tiga jari suaminya. "Maksudnya 3 ronde?" Wanita cantik itu bertanya dengan wajah serius."Iya dong sayang," jawab Daffin.Hana diam dan menelan air ludahnya. Namun wanita itu tidak mampu untuk menolak, berhubungan apa yang diberikan Daffin tidak sebanding dengan apa yang dia inginkan. "Jangankan 3, 10 aja Hana layani bang," kata Hana dengan candaan.Namun berbeda dengan tanggapan yang diberikan Daffin. Pria itu ternyata mengganggap apa yang dikatakan istrinya serius. "Kalau gitu sampai pagi ya sayang." Dengan sangat genit Daffin mengedipkan matanya.Hana diam dan menelan air ludahnya. Mengapa dia berkata seperti itu sehingga Daffin salah mengartikan. "Emang sanggup?" Dengan bodohnya Hana bertanya dan terkesan menantang sang suami. "Ya jelas sanggu
Hana begitu sangat menikmati liburnya di kota Dewata Bali. Sesuai dengan apa yang di katakan Daffin, ini merupakan perjalanan bulan madu pertama mereka setelah menikah. Ia memiliki waktu berdua dengan sang suami. Sedangkan kedua anaknya diasuh nenek, kakek dan baby sitter nya. Mama mertuanya benar-benar memberikannya waktu untuk berbulan madu. Hana tersenyum malu-malu ketika melihat Daffin menatapnya. "Kalau ada si kembar pasti lebih asik," ucapnya untuk menghilangkan rasa canggung. Meskipun sekarang mereka sudah memiliki dua bayi kembar, namun tetap saja Hana merasa canggung jika Daffin menatapnya tanpa berkedip."I love you," jawab Daffin dengan menyelisikan jari telunjuk dan jempolnya.Hana tertawa ketika melihat tingkah suaminya. "Lain yang dibilangin lain yang dijawab," ucapnya yang tersenyum malu."Emangnya tadi bilangin apa?" tanya Daffin yang mengulum senyumnya."Andaikan ada si kembar disini, pasti asik." Hana kembali mengulang ucapannya."Mana boleh si kembar datang kesini.
Udara yang tadi terasa dingin kini sudah berangsur menghangat dan matahari sudah mulai mengeluarkan panas paginya yang menyehatkan.Hana masih sangat nyaman dengan duduk di tepi pantai bersama bersama dengan Daffin. Dengan sangat manja menyandarkan kepalanya di bahu sang suami."Sayang, Abang mau ke kamar, ambil si kembar. Kalau nunggu bangun, takutnya nanti terlalu siang dan keburu panas." Daffin tersenyum dan mengusap kepala istrinya."He... He.... Tahu aja kalau Hana lagi malas berdiri," ucapnya dengan tersenyum. Sejak tadi ia begitu malas untuk beranjak dari duduknya. Duduk di tepi pantai, melihat air omba yang saling berkejaran, membuat hatinya tenang. Dalam waktu sebentar saja permasalahan yang selama ini menghimpit dadanya berangsur-angsur terlupakan."Mami si kembar malasnya level tinggi." Daffin tersenyum dan beranjak dari duduknya. Panas pagi seperti ini sangat dibutuhkan oleh kedua anaknya, karena itu mereka sudah berniat untuk menjemur si kembar setiap pagi, selama berad
Udara pagi terasa sangat segar ketika masuk ke lubang hidung dan mengisi paru-parunya. Hana berulang kali menarik napas yang panjang dan menghembuskan secara berlahan-lahan. Pagi ini dia menikmati segarnya udara pagi di tepi pantai. Matahari yang mulai terbit, menambah indahnya suasana pagi ini.Daffin menggenggam tangan istrinya. Pria berwajah tampan itu tersenyum ketika melihat rona bahagia yang terpancar di wajah ibu dua anak tersebut. "Nanti kalau si kembar sudah bangun pasti dia senang ya lihat pantai." Hana tersenyum. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Kiandra dan juga Keyzia saat melihat keindahan pantai seperti sekarang. "Pasti minta masuk ke dalam air." Daffin tertawa. Baru saja membayangkan saja sudah membuat ia gemas sendiri. Si kembar sudah sangat pintar bermain. Apalagi jika diajak bermain air. Biasanya bayi kembar itu tidak akan mau keluar dari dalam air dan mami mereka akan kesulitan ketika membujuk kedua bayi kembarnya agar mau berhenti berendam. Daffin bis
Berliana mendongakkan kepalanya ke atas dan memandang langit yang sudah semakin gelap. Mungkin sebentar lagi hujan akan kembali turun. Angin yang berhembus kencang, membuatnya sedikit takut. "Mama, tenanglah di sini. Mau seperti apapun mama, aku akan tetap selalu menyayangi mama. Mama, aku pamit pulang, Aku juga akan pergi meninggalkan Indonesia, dalam waktu 3 bulan ini. Jadi mungkin aku tidak datang ke sini untuk melihat mama. Tapi aku janji, aku akan langsung ke sini, setelah aku kembali dari Korea. Aku akan menuruti semua yang mama katakan. Aku juga sudah mendapatkan identitas baru. Aku sudah tidak menjadi Berliana lagi." Diusapnya air mata yang mengalir deras. Semua kisah hidupnya, semua cerita indah tentang kebersamaannya dengan sang mama, akan disimpan di dalam memori ingatannya. Berliana sudah mendapatkan kabar dari pria yang membantunya membuat identitas baru. Pria itu mengabarkan bahwa identitas barunya sudah selesai. Itu artinya, ia sudah bisa pergi meninggalkan Indonesia.
"Selamat tidur anak ganteng mami." Hana tersenyum dan mencium pipi bulat Keandra kiri dan kanan. Ia juga mencium bibir kecil bayi laki-laki tersebut.Selamat tidur sayang mami yang cantik jelita." Hana tersenyum dan mencium pipi kiri dan kanan, bayi cantiknya. Di mata ibu dua anak itu, anak-anaknya makhluk yang paling sempurna. Keandra yang terlihat begitu tampan dan Keyzia yang tampak begitu sangat cantik. "Kenapa ya, kalau cium adek nggak pernah ada puasnya. Mami ngerasa selalu aja kurang." Hana tersenyum sambil menatap wajah cantik putrinya. Meskipun kedua anaknya sudah tidur, namun Hana tetap saja berbicara, seakan kedua bayi itu mendengar apa yang dikatakannya. Ia kembali mencium kening dan juga puncak kepala bayi yang berambut tebal tersebut. "Abang Kean, jangan nakal ya sama adek. Jangan digigit kuping, jangan disedot hidung dan juga pipi adek ya." Hana tersenyum memandang Keandra. Sebenarnya ia ingin memisahkan tempat tidur kedua bayi itu, namun jika tidur ditempat tidur ter
Bian tersenyum penuh kepuasan ketika melihat hasil persidangan Susi. "Manusia iblis," ejeknya. Selama beberapa minggu ini pria itu selalu mengikuti perkembangan kasus Susi. Dan hari ini dia begitu sangat bahagia karena mendengar keputusan hakim. Wanita itu membayar perbuatannya dengan nyawanya sendiri. Diambilnya telpon genggam yang terletak di atas meja. Ia langsung menghubungi nomor ponsel yang tersimpan di kontak telepon. Nomor ponsel yang selalu akan disimpannya. Suara panggilan telepon yang dilakukannya baru di angkat di panggil yang sudah ketiga kalinya. Biasanya Bian akan marah jika panggilan telepon yang dilaksanakannya diabaikan begitu saja. Namun saat ini, ia tidak marah, mungkin karena suasana hatinya yang sangat senang. "Halo." Suara serak yang menjawab telpon darinya, menandakan si penjawab telpon sedang menangis. "Pantas saja kamu bisa seperti ini Berliana, ternyata kamu keturunan iblis, betul nggak sih." Senyum penuh kemenangan terukir di wajah tampannya.Berliana
"Hana mau dengar semuanya ma." Hana memandang punggung Susi yang membelakanginya.Saya juga pernah merencanakan agar para preman melakukan perbuatan asusila kepada Hana. Setelah mereka puas dengan tubuhnya saya meminta agar menghabisi nyawanya. Karena apa Saya ingin terkesan seperti korban kejahatan preman yang mabuk. Namun nyatanya Hana tidak pulang ke rumah karena dia menginap di rumah teman sekolahnya. Dan hal itu sudah saya lakukan berulang kali. Namun selalu saja gagal dan pada akhirnya saya membatalkan rencana tersebut.Hana memegang dada yang terasa begitu sangat sakit dan sesak. Tidak terbayang olehnya ternyata wanita yang dinikahi ayahnya memang benar-benar iblis."Saya bahkan tidak pernah menyesal karena menghilangkan nyawa suami saya yang kebetulan bodoh itu. Karena jujur, saya tidak pernah mencintainya. Saya menikah dengan dia, hanya untuk mendapatkan harta dan uangnya. Dan semua itu karena dia yang terlalu bodoh dan terlalu berharap lebih kepada saya. Karena nyatanya, say
"Mama Berliana berlari dan memeluk Susi dengan erat. Air mata kesedihan tidak bisa di tutupinya. Susi tersenyum dan mengusap punggung putrinya. Senyum yang ditunjukkan sebagai bukti bahwa dirinya baik-baik saja. "Mama baik-baik aja nak.""Mama aku sungguh tidak sanggup." Berliana berkata di tengah isak tangisnya. Menyaksikan persidangan sang mama, sungguh membuat tubuhnya lemas dan tidak sanggup untuk menerima kenyataan pahit atas hukuman yang akan diterima oleh wanita yang sudah melahirkannya. Namun yang lebih membuat hatinya terasa sakit dan juga perih, ketika tidak bisa membela mamanya sama sekali. Ribuan kata makian untuk menghakimi perbuatan Susi. Mereka terlalu pandai untuk menilai dan menghakimi kesalahan yang orang lain lakukan. Ingin rasanya Berliana marah dan menangkis semua perkataan orang-orang itu. Namun apa yang dikatakan mereka benar. Semua fakta tidak bisa di pungkiri. Pada akhirnya dia berusaha untuk tuli dan tidak mendengarkan. Meskipun kenyataannya, apa yang dikat