Daffin diam, ketika mendengar Dani menceritakan semua informasi tentang Berliana dan Susi."Susi yang begitu sangat ingin anaknya menjadi artis dan terkenal berusaha membujuk anak tirinya untuk mau menjual rumah dengan alasan membayar hutang mendiang suaminya. Dengan alasan ini Susi memaksa ahli waris, untuk menandatangani surat penjualan rumah. Awalnya ibu Hana menolak dan tidak mau menandatangani surat tersebut. Hingga pada akhirnya Susi dan Berliana membuat adegan sandiwara. Susi membayar orang untuk berpura-pura menjadi penagih hutang dan mengancam akan mengambil Hana, yang merupakan anak kandung Amriadi untuk dijadikan penebus hutang. Mereka mengatakan akan menjadikan Hana sebagai psk. Susi memohon-mohon kepada orang tersebut agar tidak membawa anaknya dan berjanji akan melunasi hutang itu secepatnya. akhirnya istri, anda menandatangani surat penjualan rumah itu."Daffin begitu sangat marah dan juga emosi, ketika mendengar apa yang diceritakan Dani. Dirinya sungguh tidak mendu
Rafasa diam ketika mendengar ucapan Daffin. Besar harapannya agar sahabatnya, tidak melakukan perbuatan kriminal. "Jangan mengandalkan emosi menghadapi masalah seperti ini," nasehatnya."Dia sudah menipuku.""Apa yang sudah diperbuatnya. Apa maksud kamu?" Rafasa merupakan sahabat akrab Daffin. Pria itu sangat mengetahui semua cerita tentang sahabatnya tersebut."Berliana ternyata dia sudah menipuku. Yang sebenarnya terjadi, dia tidak ada hubungan darah dengan Hana, istriku. Mereka hanya saudara tiri beda ibu dan beda ayah." Hatinya terasa sakit ketika mengatakan hal ini. Kebusukan Berliana, kini sudah diketahuinya."Apa kamu yakin?" Rafasya mengerutkan keningnya. Selama ini Raffasya tahu bahwa Berliana memiliki saudara tiri beda ayah. Hal ini diketahuinya bukan hanya dari Daffin saja, namun juga dari Karin kekasihnya yang merupakan sahabat Berliana.Daffin menunjukkan bukti surat nikah serta bukti akte kelahiran milik Hana dan juga milik Berliana kepada Raffasya. Ia juga menunjukkan f
Daffin menggelengkan kepalanya. Sampai saat ini, dirinya belum tahu apakah ini rasa cinta, rasa kasihan atau rasa bersalah. "Karena perbuatan Berliana kepadaku, aku memperlakukan Hana dengan sangat tidak baik. Aku tidak mengerti dengan perasaan yang saat ini kurasakan."Daffin diam sejenak. Yang terlintas di dalam pandangannya, tatapan mata istrinya. "Setiap kali menatap matanya, aku merasakan sesuatu yang berbeda. Rasanya damai dan tenang." Daffin berkata dengan jujur."Setelah aku mendengar apa yang kamu sampaikan kepadaku, aku merasa kamu berhak untuk membahagiakan dia. Aku kasihan melihatnya, dia dengan sengaja dijadikan tumbal oleh Susi dan Berliana." "Iya, aku tahu. Tapi sekarang masalahnya, Mama, papa sudah tahu apa yang aku lakukan terhadap Hana dan mereka mengancam akan mengambil Hana.""Bagaimana ceritanya mereka bisa tahu?' Raffasya memandang Daffin dengan mata yang terbuka lebar."Aku membuat Hana cedera. Saat ini dia mengalami cedera di kedua tangannya. Jadi dirawat
Mata Hana terbuka lebar saat mendengar ucapan pengawal pribadinya. Ia sungguh tidak menyangka bahwa ternyata suaminya menepati janji"Assalamualaikum."Hana memandang Nara dan Cinta yang berdiri di depan pintu. "Waalaikumsalam, Nara, Cinta." Hana memanggil kedua nama temannya itu dengan suara yang keras."Waalaikumsalam silakan masuk." Mita mempersilahkan kedua gadis itu untuk masuk.Nara dan Cinta masuk ke dalam kamar rawat Hana. Kedua gadis itu tampak kagum ketika melihat kamar pasien yang seperti hotel mewah. "Tante, nama saya Nara." Gadis yang berwajah cantik itu, menyalami tangan Mita dan memperkenalkan dirinya. "Apa Nara teman kuliahnya Hana?" tanya Mita."Iya Tante, kami sama-sama satu jurusan, sedang nyusun skripsi. Dosen pembimbingnya juga sama." Nara menjelaskan dengan tersenyum."Oh iya, tante sering dengar Hana cerita," ucap Mita yang begitu sangat ramah."Tante, nama saya Cinta." Cinta menyalami tangan Mita dan mencium punggung tangan wanita tersebut. "Wah kalian ini c
"Kalian benar-benar bisa buat Tante jadi senang. Meminta dan berdoa, harus lengkap. Minta dapat suami yang ganteng, pintar, rajin bekerja, bertanggung jawab, tidak pelit, banyak duit, kaya raya, setia, mertua baik." Kalau sudah seperti ini, baru oke." Mita tersenyum "Ih Tante tahu aja selera kami. Tante diam-diam ngajarin kami matre ini." Nara tertawa.Hana tertawa ketika melihat kedua temannya yang sudah begitu sangat akrab dengan mama mertuanya."Bukannya ngajarin matre tapi yang namanya kita perempuan butuh jaminan. Jaminan masa depan, maksudnya." Mita tersenyum. "Ha... Ha... Kalau seperti ini, kami setuju Tante." Nara dan Cinta berkata dengan serentak. "Itu masih kurang, agamanya, akhlak, no 1." "Oke Tante, ajaran dari Tante akan menjadi panduan kami nanti ketika cari jodoh." Nara tersenyum.Mereka begitu sangat asyik bercerita, dan tertawa bersama.Daffin yang baru akan masuk ke kamar istrinya dan membuka pintu, mendengar suara tertawa Hana. Senyum mengembang di bibirnya, ke
"Belum pa," jawab Hana dengan memajukan bibir bawahnya."Sabar ya nak, sebentar lagi tangannya sehat kok." Surya tersenyum dan mengusap kepala menantunya. Nara tersenyum, saat melihat sahabatnya yang sudah sangat bahagia seperti ini. Ia merasa senang dan bahagia, ketika melihat Hana yang sangat disayangi suami serta mertuanya. Akhirnya, sahabatnya, bisa menikmati kebahagiaan yang sempurna, pikirnya."Ayo dilanjutin makanya," ucap Surya."Iya Om," jawab Nara dan juga Cinta."Papa mau apa?" Mita meletakkan jus mangga di depan suaminya."Spaghetti saja deh." Surya melihat box coklat yang berisi spaghetti.Mita mengambilkan spaghetti yang di minta suaminya dan meletakkan di depan Surya. Daffin mengambil pizza dan meletakkan di bibir istrinya. Hana tersenyum dan mengigit piza tersebut. Bila ada yang mengatakan, sakit itu nikmat, maka Hana merasakannya. Diperlukan seperti ini, oleh suaminya yang galak, terasa mimpi untuknya. Daffin mengigit pizza di tangannya dan kembali menyuapi istri
Seperti janjinya dengan Hana, sore ini Daffin mengurus istrinya dan memandikannya. Pekerjaan ini terasa begitu sangat menyiksanya. Setiap kali memandikan hingga selesai, memasangkan pakaian, pria itu harus menahan nafasnya dan mengendalikan hasrat di dirinya. Mendapatkan perhatian yang seperti ini dari suaminya, membuat Hana merasa disayang. Meskipun sampai detik ini, dirinya tidak bisa membaca raut wajah Daffin yang penuh misteri menurutnya. Posisinya hanya sebagai pengganti. Apa yang dikatakan suaminya di saat hari pertama pernikahannya, masih terkonsep jelas dibenak kepalanya. Tiap kata yang didengarnya, tidak pernah dilupakannya. Ia tidak ingin memiliki rasa cinta untuk Daffin. Agar nanti, bila waktunya disuruh untuk pergi ataupun waktunya untuk ditinggalkan, ia tidak terluka lebih dalam lagi, karena cinta yang dimilikinya. "Ini karena dia takut sama mama dan juga papa, kemudian juga dia pasti hanya sekedar sandiwara. Ayolah Hana, jangan senang dulu. Yakinlah, dia hanya berpu
"Itu namanya tipu-tipu dong."Daffin memandang istrinya dengan mengerutkan keningnya. Iya kemudian menganggukkan kepalanya. "Ia benar juga," ucapnya yang tidak menyalakan ucapan istrinya."Tuh kan, kenapa nggak ditulis aja 13 nya daripada main tipu-tipu.""Angka 13 itu, di identik dengan angka yang tidak baik. Karena itu, setiap kali gedung-gedung yang tinggi dan banyak lantai, menghindari angka 13. Biasanya mereka akan membuat lantai 13, menjadi gudang tempat penyimpanan barang-barang yang tidak dipakai. Atau tempat yang memang tidak difungsikan untuk umum. Jadi karena itu, lantai 13 kadang dibuat gudang. Terkadang tidak dibuat angka 13 tapi 14." Daffin menjelaskan dengan sabar.Hana memandang Daffin dan kemudian menganggukkan kepalanya. Ia berjalan bersama dengan suaminya menuju taman depan rumah sakit. Daffin terus memegang pinggangnya meskipun sebenarnya ia tidak perlu diperlakukan seperti ini ketika berjalan."Nanti bila sudah sehat apa mau jalan-jalan?" tanya Daffin.Hana mengg
Hana hanya diam saat kalung indah itu melingkar di lehernya. "Abang, beneran ini?" Tanyanya yang masih tidak percaya. "Iya sayang, nanti kasih Abang bonus ya." Daffin tersenyum dan mengangkat 3 jarinya.Mata Hana terbuka lebar saat melihat tiga jari suaminya. "Maksudnya 3 ronde?" Wanita cantik itu bertanya dengan wajah serius."Iya dong sayang," jawab Daffin.Hana diam dan menelan air ludahnya. Namun wanita itu tidak mampu untuk menolak, berhubungan apa yang diberikan Daffin tidak sebanding dengan apa yang dia inginkan. "Jangankan 3, 10 aja Hana layani bang," kata Hana dengan candaan.Namun berbeda dengan tanggapan yang diberikan Daffin. Pria itu ternyata mengganggap apa yang dikatakan istrinya serius. "Kalau gitu sampai pagi ya sayang." Dengan sangat genit Daffin mengedipkan matanya.Hana diam dan menelan air ludahnya. Mengapa dia berkata seperti itu sehingga Daffin salah mengartikan. "Emang sanggup?" Dengan bodohnya Hana bertanya dan terkesan menantang sang suami. "Ya jelas sanggu
Hana begitu sangat menikmati liburnya di kota Dewata Bali. Sesuai dengan apa yang di katakan Daffin, ini merupakan perjalanan bulan madu pertama mereka setelah menikah. Ia memiliki waktu berdua dengan sang suami. Sedangkan kedua anaknya diasuh nenek, kakek dan baby sitter nya. Mama mertuanya benar-benar memberikannya waktu untuk berbulan madu. Hana tersenyum malu-malu ketika melihat Daffin menatapnya. "Kalau ada si kembar pasti lebih asik," ucapnya untuk menghilangkan rasa canggung. Meskipun sekarang mereka sudah memiliki dua bayi kembar, namun tetap saja Hana merasa canggung jika Daffin menatapnya tanpa berkedip."I love you," jawab Daffin dengan menyelisikan jari telunjuk dan jempolnya.Hana tertawa ketika melihat tingkah suaminya. "Lain yang dibilangin lain yang dijawab," ucapnya yang tersenyum malu."Emangnya tadi bilangin apa?" tanya Daffin yang mengulum senyumnya."Andaikan ada si kembar disini, pasti asik." Hana kembali mengulang ucapannya."Mana boleh si kembar datang kesini.
Udara yang tadi terasa dingin kini sudah berangsur menghangat dan matahari sudah mulai mengeluarkan panas paginya yang menyehatkan.Hana masih sangat nyaman dengan duduk di tepi pantai bersama bersama dengan Daffin. Dengan sangat manja menyandarkan kepalanya di bahu sang suami."Sayang, Abang mau ke kamar, ambil si kembar. Kalau nunggu bangun, takutnya nanti terlalu siang dan keburu panas." Daffin tersenyum dan mengusap kepala istrinya."He... He.... Tahu aja kalau Hana lagi malas berdiri," ucapnya dengan tersenyum. Sejak tadi ia begitu malas untuk beranjak dari duduknya. Duduk di tepi pantai, melihat air omba yang saling berkejaran, membuat hatinya tenang. Dalam waktu sebentar saja permasalahan yang selama ini menghimpit dadanya berangsur-angsur terlupakan."Mami si kembar malasnya level tinggi." Daffin tersenyum dan beranjak dari duduknya. Panas pagi seperti ini sangat dibutuhkan oleh kedua anaknya, karena itu mereka sudah berniat untuk menjemur si kembar setiap pagi, selama berad
Udara pagi terasa sangat segar ketika masuk ke lubang hidung dan mengisi paru-parunya. Hana berulang kali menarik napas yang panjang dan menghembuskan secara berlahan-lahan. Pagi ini dia menikmati segarnya udara pagi di tepi pantai. Matahari yang mulai terbit, menambah indahnya suasana pagi ini.Daffin menggenggam tangan istrinya. Pria berwajah tampan itu tersenyum ketika melihat rona bahagia yang terpancar di wajah ibu dua anak tersebut. "Nanti kalau si kembar sudah bangun pasti dia senang ya lihat pantai." Hana tersenyum. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Kiandra dan juga Keyzia saat melihat keindahan pantai seperti sekarang. "Pasti minta masuk ke dalam air." Daffin tertawa. Baru saja membayangkan saja sudah membuat ia gemas sendiri. Si kembar sudah sangat pintar bermain. Apalagi jika diajak bermain air. Biasanya bayi kembar itu tidak akan mau keluar dari dalam air dan mami mereka akan kesulitan ketika membujuk kedua bayi kembarnya agar mau berhenti berendam. Daffin bis
Berliana mendongakkan kepalanya ke atas dan memandang langit yang sudah semakin gelap. Mungkin sebentar lagi hujan akan kembali turun. Angin yang berhembus kencang, membuatnya sedikit takut. "Mama, tenanglah di sini. Mau seperti apapun mama, aku akan tetap selalu menyayangi mama. Mama, aku pamit pulang, Aku juga akan pergi meninggalkan Indonesia, dalam waktu 3 bulan ini. Jadi mungkin aku tidak datang ke sini untuk melihat mama. Tapi aku janji, aku akan langsung ke sini, setelah aku kembali dari Korea. Aku akan menuruti semua yang mama katakan. Aku juga sudah mendapatkan identitas baru. Aku sudah tidak menjadi Berliana lagi." Diusapnya air mata yang mengalir deras. Semua kisah hidupnya, semua cerita indah tentang kebersamaannya dengan sang mama, akan disimpan di dalam memori ingatannya. Berliana sudah mendapatkan kabar dari pria yang membantunya membuat identitas baru. Pria itu mengabarkan bahwa identitas barunya sudah selesai. Itu artinya, ia sudah bisa pergi meninggalkan Indonesia.
"Selamat tidur anak ganteng mami." Hana tersenyum dan mencium pipi bulat Keandra kiri dan kanan. Ia juga mencium bibir kecil bayi laki-laki tersebut.Selamat tidur sayang mami yang cantik jelita." Hana tersenyum dan mencium pipi kiri dan kanan, bayi cantiknya. Di mata ibu dua anak itu, anak-anaknya makhluk yang paling sempurna. Keandra yang terlihat begitu tampan dan Keyzia yang tampak begitu sangat cantik. "Kenapa ya, kalau cium adek nggak pernah ada puasnya. Mami ngerasa selalu aja kurang." Hana tersenyum sambil menatap wajah cantik putrinya. Meskipun kedua anaknya sudah tidur, namun Hana tetap saja berbicara, seakan kedua bayi itu mendengar apa yang dikatakannya. Ia kembali mencium kening dan juga puncak kepala bayi yang berambut tebal tersebut. "Abang Kean, jangan nakal ya sama adek. Jangan digigit kuping, jangan disedot hidung dan juga pipi adek ya." Hana tersenyum memandang Keandra. Sebenarnya ia ingin memisahkan tempat tidur kedua bayi itu, namun jika tidur ditempat tidur ter
Bian tersenyum penuh kepuasan ketika melihat hasil persidangan Susi. "Manusia iblis," ejeknya. Selama beberapa minggu ini pria itu selalu mengikuti perkembangan kasus Susi. Dan hari ini dia begitu sangat bahagia karena mendengar keputusan hakim. Wanita itu membayar perbuatannya dengan nyawanya sendiri. Diambilnya telpon genggam yang terletak di atas meja. Ia langsung menghubungi nomor ponsel yang tersimpan di kontak telepon. Nomor ponsel yang selalu akan disimpannya. Suara panggilan telepon yang dilakukannya baru di angkat di panggil yang sudah ketiga kalinya. Biasanya Bian akan marah jika panggilan telepon yang dilaksanakannya diabaikan begitu saja. Namun saat ini, ia tidak marah, mungkin karena suasana hatinya yang sangat senang. "Halo." Suara serak yang menjawab telpon darinya, menandakan si penjawab telpon sedang menangis. "Pantas saja kamu bisa seperti ini Berliana, ternyata kamu keturunan iblis, betul nggak sih." Senyum penuh kemenangan terukir di wajah tampannya.Berliana
"Hana mau dengar semuanya ma." Hana memandang punggung Susi yang membelakanginya.Saya juga pernah merencanakan agar para preman melakukan perbuatan asusila kepada Hana. Setelah mereka puas dengan tubuhnya saya meminta agar menghabisi nyawanya. Karena apa Saya ingin terkesan seperti korban kejahatan preman yang mabuk. Namun nyatanya Hana tidak pulang ke rumah karena dia menginap di rumah teman sekolahnya. Dan hal itu sudah saya lakukan berulang kali. Namun selalu saja gagal dan pada akhirnya saya membatalkan rencana tersebut.Hana memegang dada yang terasa begitu sangat sakit dan sesak. Tidak terbayang olehnya ternyata wanita yang dinikahi ayahnya memang benar-benar iblis."Saya bahkan tidak pernah menyesal karena menghilangkan nyawa suami saya yang kebetulan bodoh itu. Karena jujur, saya tidak pernah mencintainya. Saya menikah dengan dia, hanya untuk mendapatkan harta dan uangnya. Dan semua itu karena dia yang terlalu bodoh dan terlalu berharap lebih kepada saya. Karena nyatanya, say
"Mama Berliana berlari dan memeluk Susi dengan erat. Air mata kesedihan tidak bisa di tutupinya. Susi tersenyum dan mengusap punggung putrinya. Senyum yang ditunjukkan sebagai bukti bahwa dirinya baik-baik saja. "Mama baik-baik aja nak.""Mama aku sungguh tidak sanggup." Berliana berkata di tengah isak tangisnya. Menyaksikan persidangan sang mama, sungguh membuat tubuhnya lemas dan tidak sanggup untuk menerima kenyataan pahit atas hukuman yang akan diterima oleh wanita yang sudah melahirkannya. Namun yang lebih membuat hatinya terasa sakit dan juga perih, ketika tidak bisa membela mamanya sama sekali. Ribuan kata makian untuk menghakimi perbuatan Susi. Mereka terlalu pandai untuk menilai dan menghakimi kesalahan yang orang lain lakukan. Ingin rasanya Berliana marah dan menangkis semua perkataan orang-orang itu. Namun apa yang dikatakan mereka benar. Semua fakta tidak bisa di pungkiri. Pada akhirnya dia berusaha untuk tuli dan tidak mendengarkan. Meskipun kenyataannya, apa yang dikat