Hana berpikir sejenak. Dalam kondisi sakit seperti ini, rasanya malu harus di abaikannya. Ia begitu sangat takut dengan Daffin. Apa yang dilakukan suaminya semalam, masih terbayang jelas oleh ingatannya. "Ayo Mama antar." Mita membantu Hana untuk duduk. "Iya ma." Hana yang sudah tidak tahan ingin membuang air kecil, akhirnya menerima niat baik mertuanya. Ia berangsur duduk dengan sangat berhati-hati dan kemudian turun dari tempat tidur dengan dibantu mama mertuanya. Daffin tidak bisa membayangkan, bagaimana kemarahan mamanya bila mengetahui perbuatan yang dilakukannya terhadap istrinya.Mita berjalan dengan memegang pinggang Hana. Ia masuk ke dalam kamar mandi bersama dengan Hana. Tanpa bertanya, Mita mengangkat rok yang saat ini dipakai menantunya. Melihat bagian paha Hana, membuatnya terkejut. Goresan yang berdarah dan cukup panjang. Dengan darah yang sudah mengering. Luka gigitan yang masih tampak jejak gigi. Mita diam sejenak saat melihat ini semua. Dibukanya celana dal
Apa yang dilakukan suaminya, bukan hanya melukai tubuh, dan hatinya, namun memberikan rasa trauma untuk Hana. Ia diam memandang Daffin beberapa detik dan kemudian memandang ke arah yang berbeda. Sikap baik yang diberikan Daffin untuknya, hanya sandiwara belaka. Pria itu begitu sangat pandai berakting seperti ini, berpura-pura baik dan menyayanginya di depan depan kedua mertuanya. Hana diam sejenak dan kemudian mengganggu kan kepalanya. Apapun yang terjadi saat ini, dirinya hanya bisa bersyukur karena selama berada di dekat kedua mertuanya, suaminya mungkin tidak akan mau menyakitinya. Sandiwara apapun yang akan dilakukan suaminya, akan diikutinya. Mita bisa melihat, ketakutan yang dirasakan Hana. Dipandangnya Daffin dengan membesarkan matanya.Dilihat dengan cara seperti ini, membuat dirinya merasa tidak nyaman. Ia tahu, bahwa mamanya sangat marah terhadapnya. Sejak tadi mata mamanya memandangnya dengan melotot. Pasrah dan menerima amukan mamanya. Hanya ini jalan satu-satunya yang aka
"Papa rasa ini adalah keputusan terbaik." Surya sudah memikirkan hal ini, namun dirinya enggan untuk mengatakan kepada Daffin. Setelah mendengar apa yang dikatakan istrinya, membuat dirinya yakin dengan keputusan yang akan diambilnya."Aku janji ma, aku nggak akan ulang lagi yang seperti ini." Daffin berusaha mempertahankan istrinya."Di mana letak perasaan kamu ketika kamu memperlakukan istrimu dengan tidak wajar. Apa kamu lihat seperti apa tatapan matanya. Bila mama menjadi dia, mungkin mama menganggap kematian adalah hal terindah daripada hidup dengan binatang yang berwujud manusia seperti kamu."Perkataan yang keluar dari mulut mamanya bagaikan belati yang menancap jantungnya. Mengapa perkataan mamanya, terasa begitu amat pedih dirasakannya."Tujuan kamu menikahinya hanya untuk menyakitinya. Kamu berharap mantan tunangan kamu akan menyesal dengan perbuatannya. Sesakit apapun hati kamu tidak semestinya kamu memperlakukan dia seperti itu. Sekarang lepaskanlah dia." Surya memandang
"Kamu sudah bangun?"Daffin memandang Hana dengan tersenyum."Mama dan papa mana?" Kalimat awal yang keluar dari bibirnya. "Pulang." Daffin mengulum senyumnya. Dilihatnya raut wajah kecewa istrinya saat ini.Hana menganggukkan kepalanya. Ada rasa malu ketika menyadari bahwa mimpinya yang ternyata begitu sangat tinggi. Berharap mama dan papa mertuanya, menemaninya di rumah sakit. "Hana sadarlah, kamu hanya menantu. Mama dan papa mertua, kamu sudah mau datang dan melihat kondisi kamu saja, sudah cukup. Jangan berharap lebih." "Apa kamu mau mandi tanya Daffin."Ya tuan, apakah boleh saya minta tolong panggilkan perawat?" Hana memandang Daffin dengan tersenyum.Daffin diam memandang istrinya. Sikap tunduk, patuh, sopan, layaknya seorang pelayan, kini kembali diperlihatkan oleh istrinya. "Untuk apa?" "Saya ingin minta agar perawat membantu saya untuk mandi." Ia berharap tubuhnya akan terasa segar dan ringan, selepas mandi. "Aku yang akan memandikan mu." Daffin memandang wajah istriny
"Saya ingin teman akrab saya datang ke sini. Namanya Nara. Nara itu teman kuliah saya yang sangat baik. Dia juga satu dosen pembimbing dengan saya. Jadi bila dia datang ke sini, saya ingin membahas masalah skripsi." Hana bercerita dengan penuh semangat.Daffin menganggukkan kepalanya tanda setuju."Kemudian adek di kos saya, namanya Cinta. Dia adek satu kos dan satu kamar. Bisa dibilang nasib kami sama, karena itu kami saling memahami. Cinta sudah seperti adik sendiri untuk saya. Namanya Cinta Hanifah." Hana tersenyum saat menyebutkan dua nama tersebut.Lagi-lagi Daffin diam ketika mendengar permintaan yang diinginkan Hana. Hanya sahabat serta adik kos yang tinggal satu kamar dengannya. "Ya sudah kalau begitu, besok akan dipanggil ke sini. Sekarang kita mandi." Daffin sungguh tidak mampu menahan hasrat dirinya, ketika melihat kondisi tubuh istrinya yang sudah tidak berpakaian. "Iya tuan." Hana beranjak dari duduknya. Meskipun tangannya saat ini tidak memakai gendongan, namun ia tida
"Oh ternyata, dia tutup mata karena malu bukan karena jijik melihat aku," ungkapnya dalam hati. Daffin gemas sendiri ketika melihat sikap istrinya yang malu-malu. Entah mengapa saat ini dirinya merasakan debaran di dadanya. Rasa ini sudah lama tidak dirasakannya, bahkan ketika dekat dengan Berliana.Tanpa protes lagi, Daffin memejamkan matanya dan merasakan bibir lembut istrinya menempel di bibirnya. Bibir kecil nan lembut ini, sangat disukainya hingga ia tidak ingin Hana secepatnya menghentikan rasa yang begitu sangat memabukkan untuknya. Ditekannya tekuk leher istrinya hingga bibir itu tidak terlepas darinya. Bibir yang awalnya hanya menempel,kini berubah menjadi kecupan yang hangat dan menggairahkan. Daffin melepaskan bibir istrinya ketika menyadari bahwa istrinya kesulitan bernapas, karena lidahnya yang begitu sangat nakal, bermain di dalam rongga mulut Hana. "Ayo keluar." Daffin memegang pinggang istrinya. "Iya," jawab Hana yang berjalan ke arah tempat tidur."Duduk di sini
"Tidak tuan, ini sudah mau malam dan kalau pakai bedak lagi, takutnya nanti jerawatan." Hana tersenyum."Mau aku yang mencium mu, atau kamu yang menciumku?" Daffin memberikan penawaran."Saya akan mencium Anda tuan." Hana mencium bibir suaminya dengan malu-malu."Kamu kembali melakukan kesalahan." Daffin berkata setelah istrinya melepaskan bibirnya. Daffin mengulum senyumnya saat melihat wajah istri yang memerah karena malu. Melihat Hana yang menciumnya dengan malu-malu, membuat Daffin gemas sendiri. Bila kondisi istrinya tidak seperti ini, sudah pasti ia akan mengajak Hana untuk bertempur. Hana kembali mencium bibir suaminya karena menyadari kesalahannya. Karena kesalahan Mulutnya, yang belum terbiasa memanggil sayang kepada suaminya. Ia harus mendapatkan hukuman yang seperti ini berulang-ulang kali. "Pakai lipstik?" Daffin mengambil lipstik yang berwarna pink milik Hana.Hana menganggukkan kepalanya tanpa berani lagi berkata karena ia takut akan salah lagi "Buka mulut mu." Daff
"Sudah mandi ya?" Mita yang baru saja masuk ke dalam kamar Hana tersenyum dan mencium pipi mantunya kiri dan kanan. "Iya ma." Hana tersenyum lebar."Daffin yang mandiin?" Meskipun sudah mendengar hal ini dari Daffin, namun tetap saja Mita bertanya langsung kepada Hana. Saat ini ia sudah tidak bisa mempercayai putranya lagi. "Iya ma, sebenarnya tadi Hana sudah bilang sama bang Daffin, Hana mandi sama perawat saja, tapi bang Daffin tetap ngotot mau mandiin." Hana mengadu dengan mertuanya."Bila Daffin melakukan hal yang tidak benar, kasih tahu mama. Biar mama marah itu anak nakal." Mita tersenyum dan mengusap kepala Hana.Hana tersenyum ketika mendengar ucapan mama mertuanya. Wanita itu begitu sangat baik dan keibuan, sangat berbeda dengan mama tirinya. "Iya ma." Hana tersenyum dengan penuh rasa bahagia. Dirinya sungguh tidak menyangka, bahwa mama mertuanya mau datang lagi ke rumah sakit untuk melihatnya. "Ini mukena yang Hana minta, mama sudah bawakan. Ini mukena baru mama beli, a