"Selama 45 menit tidak boleh berpakaian." Daffin mengingatkan."Iya tuan." Hana tersenyum.Daffin hanya diam dan kemudian pergi meninggalkan kamarnya.Hana memandang pakaiannya yang berserakan di lantai. Dikutipnya baju itu satu persatu. Dilihatnya kancing baju yang sudah tidak ada tersisa. Hana mencari buah bajunya yang berserakan dilantai. Ia kemudian mengutipnya dan mengumpulkannya. Setelah mengumpulkan semua kancing bajunya, Hana berjalan menuju lemari tas. Diambilnya tas yang tadi dipakainya untuk ke kampus dan mengeluarkan jarum jahit serta benang di dalam tasnya. "Untung aja tadi aku minta mbak Nia, untuk membelikan jarum dan juga benang. Aku sudah sangat memahami seperti apa tingkahnya. Dia tidak pernah berpikir untuk merusak pakaian. Sekarang aku bisa menjahit pakaian-pakaian yang sudah di rusaknya itu. Tidak mungkin aku membuangnya, sedangkan baju-baju itu harganya sangat mahal dan aku terlilit hutang." Hana berkata sendiri sambil memandang bajunya. Hana memasukkan benang
Hana tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya. "Iya tuan, saya sudah memperbaikinya."Pakai apa?" Daffin penasaran."Pakai jarum jahit dan benang tuan.""Di mana kamu mendapatkannya?" "Tadi saya meminta bantuan sama pengawal Nia, untuk membelikannya di jalan, ketika akan pulang ke rumah. Maafkan saya tuan, bila saya lupa memberi tahu anda." Wajah Hana memucat. Ia tidak menduga Bahwa Daffin akan bertanya hingga sedetail ini.Sorot mata yang penuh kemarahan, membuat bulu kuduknya berdiri. Pada akhirnya, ia menundukkan kepalanya."Baju di lemari sangat banyak. Bila aku merusak baju mu, 10 bahkan 50 pasang sekalipun, masih banyak lagi baju di dalam lemari. Kau tinggal membuang baju yang sudah aku rusak. Apa kau mengerti?" Daffin menyelipkan jarinya di dagu Hana.Hana diam tanpa bisa menjawab. "Bila baju mu di dalam lemari habis, aku akan membelikan baju yang baru, apa kamu paham?"Dadanya sesak ketika mendengar ucapan Daffin. Ingin sekali mulutnya menjawab pertanyaan dari suaminya,
"Siapkan makanan untukku." Daffin berkata, ketika memakai celananyaMata Hana terbuka lebar saat mendengar perintah suaminya. Ia sangat tidak mengerti dengan sikap pria gila yang saat ini ada di depannya. "Apakah kau tidak mendengar." Daffin mengeraskan suaranya sehingga membuat Hana terkejut. Baru semalam sikap suaminya baik sebaik-baiknya namun kini sikap suaminya sudah kembali menyeramkan hingga membuat dirinya ketakutan."Saya dengar tuan, apakah saya boleh membersihkan diri dan memakai baju, sebentar saja." Hana berkata dengan penuh permohonan. Air matanya terus mengalir tanpa bisa dibendungnya."Tidak, aku ingin kau menyiapkan makanan untuk ku sekarang!" Hana diam, meskipun pria itu sudah menjadi suaminya, namun dirinya begitu sangat malu ketika berpenampilan seperti ini di depan pria tidak berhati tersebut.Hana menatap Daffin, seperti seorang kucing yang sedang meminta belas kasihan. Meskipun ia sadar bawa pria itu, tidak akan memberikan toleran sedikitpun. Ia, hanya bisa
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Daffin kembali ke kamar. Ia masuk ke dalam kamar dan melihat Hana yang sudah tertidur. Di tatapnya wajah istrinya. Entah mengapa, hari ini emosinya sangat cepat naik. Apalagi ketika melihat istrinya seperti ini. Daffin masuk ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya serta gosok Gigi. Ia kemudian keluar dari kamar mandi setelah mengeringkan wajahnya dengan handuk.Dinaikinya tempat tidur dan berbaring di sebelah istrinya. Tubuhnya terasa lelah dan ingin beristirahat. Belum lama matanya terpejam, ia kembali membuka matanya, ketika mendengar suara tangis wanita yang berbaring di sebelahnya. "Tolong lepaskan tuan, tangan saya sakit sekali." Daffin memandang Hana dengan kening berkerut. Dilihatnya Hana yang ternyata sedang tidur. Air mata menetes di celah mata istrinya. Tangisnya semakin meredam dan kembali tidur. Setelah melihat Hana yang sudah dan tidak lagi bermimpi, Daffin kembali tidur."Papa, Hana rindu papa." Hana berbicara dengan menangis
Rasa bersalah, semakin menghantuinya, ketika mendengar perkataan Hana. Tidak diduganya, apa yang dilakukannya, akan berakibat seperti ini. "Tangan kamu tidak apa-apa. Berhentilah berpikir buruk seperti itu." Daffin memasang pengait kecil di belakang punggung Hana.Apa yang dikatakan Daffin, tidak bisa membuat hatinya tenang. Hana semakin takut dan mencemaskan tangannya, yang saat ini sangat sakti bila digerakkannya. Bagaimana nasibnya nanti bila disuruh pergi tanpa. memiliki tangan. Hana semakin menangis seperti anak kecil yang sedang ketakutan. "Sudah jangan menangis." Bentak Daffin. Melihat Hana menangis seperti ini, membuat dirinya semakin takut dan panik. Hana berusaha untuk meredam suara tangannya. "Bila saya tidak memiliki tangan lagi. Saya tidak ingin hidup. Saya sudah tidak memiliki siapa-siapa. Selama ini, hanya dengan tangan ini saya bisa bekerja. Namun tangan saya." Hana sudah tidak bisa berkata-kata lagi Ketika membayangkan itu semua. Hanya Isak tangisnya yang lolos dari
Daffin tidak bisa menutupi rasa cemas dan gugupnya. Bagaimana bila Hana kehilangan kedua tangannya karena perbuatan yang dilakukannya. Dilihatnya Hana sekilas dan kembali fokus dengan kemudinya.Hana sangat takut ketika melihat Daffin yang mengemudi dengan kecepatan tinggi seperti ini. Pria itu tidak ada henti-hentinya membunyikan klakson mobilnya. "Tuan, tolong pelan sedikit, saya takut."Daffin baru menyadari akan bahayanya mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi seperti ini. Saat ini meskipun tidak ada kemacetan, namun kondisi jalan cukup padat. Ia menurunkan gas mobilnya dan sedikit melambat.Daffin memberhentikan mobilnya di parkiran rumah sakit. Ia kemudian turun dari dalam mobil dan berlari masuk ke dalam rumah sakit. Mobil ditinggalkan dalam keadaan masih menyala. "Yang sakit aku, kenapa dia yang lari ke dalam dan tinggalkan aku. Apa dia gak tahu, kalau aku gak bisa buka pintu." Hana menangis. Disaat kondisi sakit seperti ini, suaminya tetap tidak peduli kepadanya. Hana men
"Istri pak Daffin mengalami Dislokasi bahu di tangan sebelah kanan dan dislokasi siku di tangan sebelah kiri. Saya sangat kasihan sekali lihat istri, pak Daffin." Dokter Irwan berkata sambil memandang hasil ronsen di tangannya."Apa itu dislokasi dok?Apa ini parah?" Tanya Daffin."Dislokasi bahu ini, adalah kondisi ketika bonggol tulang lengan bagian atas terlepas dari sendi bahu. Dalam artian tulang bagian bahu bergeser. Sedangkan bagian siku, juga mengalami hal yang sama. Jadi tidak ada yang namanya patah tulang ,namun rasa sakit yang diderita oleh pasien, sangat sakit sekali."Lalu apa penanganannya dok, apa perlu dioperasi?" tanya Daffin dengan panik."Untuk sementara ini saya tidak menyarankan di operasi." Dokter Irwan sedikit tersenyum."Lalu dok?" Daffin tidak tega melihat Hana yang terus menangis dan kesakitan seperti ini. Untuk pertama kalinya ia merasa kasihan dan merasa bersalah seperti ini, melihat kondisi Hana."Kita akan melakukan penanganan segera, untuk mencegah send
"Ini kamar rawat kamu. Bagaimana, apa kamu suka?" Daffin memandang Hana dengan tersenyum. Hana diam ketika mendengar ucapan suaminya yang begitu sangat menjengkelkan. Bila dirinya memiliki keberanian, sudah pasti Hana ingin memaki-maki pria yang saat ini berdiri di depannya. Ia ingin melupakan rasa kemarahannya. Namun Hana hanya bisa berangan dan bermimpi. Pada kenyataannya, ia sungguh tidak berani melakukan hal tersebut. Apa yang dilakukan Daffin, membuat rasa ketakutan dan trauma untuknya. "Aku tinggal sebentar, kamu duduklah di sini." Daffin memandang sofa yang ada di dalam kamar. Hana hanya diam memandang sofa yang di tunjukkan oleh suaminya. Setelah memastikan, istrinya berada di dalam kamar, Daffin kemudian pergi. Hana hanya diam memandang ke sekeliling kamarnya. Kamar ini memiliki fasilitas yang sama seperti hotel. Ia tidak menduga bahwa suaminya mengambil kamar kelas presiden suite seperti ini. Melihat kamar yang saat ini ditempatinya, membuat Hana tak tenang dan memili