Ingin sekali Berliana meremas mulut adik tirinya, namun ia, tidak berani melakukannya, ketika memandang Nia yang berdiri tidak jauh darinya. Wanita yang berstatus pengawal pribadi itu, tampak selalu waspada. Sebagai seorang artis, ia tahu, seperti apa kemampuan seorang pengawal pribadi, tidak mungkin bisa dihadapinya. "Kenapa? ingin pukul aku? bukankah dulu kalian paling suka memukuli aku?Bila ada papa, kalian begitu sangat baik kepada aku. Namun bila papa tidak di rumah, apa pun aku tidak boleh makan. Aku hanya di suruh untuk bekerja. Rumah yang selama ini menjadi surga untuk ku, berubah menjadi sebuah neraka, karena keberadaan kalian kakak dan mama. Bahkan aku harus pergi dari rumah yang aku sayangi, karena tidak sanggup dengan sikap kasar kalian. Tapi aku nggak mau melakukan hal itu sama kakak, karena apa?Aku lagi hamil kak." Hana tersenyum dan mengusap perutnya. Selama ini, apa yang dirasakannya tidak pernah bisa diungkapkannya. Namun saat ini, ia ingin melepaskan semua sesak
"Aku sudah mengatakan aku hanya ingin melihat kondisimu," balas Berliana."Kakak sudah melihat kondisi aku, kakak lihat, aku sangat baik. Jadi silahkan pergi. Maaf bukan niat aku mengusir, tapi Aku sekarang sedang hamil. Aku butuh banyak waktu untuk beristirahat." Hana tersenyum."Berani sekali kau mengusirku, ini rumahku." Berliana mengeraskan suaranya. Namun lagi-lagi, ia tidak berani melakukan apapun terhadap Hana.Hana tertawa lepas ketika mendengar ucapan Berliana. "Jangan mimpi terlalu tinggi kak. Rumah ini milik bang Daffin, sedangkan Aku, adalah istrinya. Di rumah ini, akulah nyonya besarnya. Sedangkan kakak, hanyalah masa lalu ." Hana tersenyum sambil mengibaskan tangannya, layaknya mengusir seekor lalat.Berliana diam dengan wajah merah padam. Ia sudah bertekad datang ke rumah ini, untuk menemui Hana dan menemui Daffin. Ia sudah bertekad untuk mempertontonkan kemesraannya bersama dengan pria mantan calon suaminya di depan Hana.***Setelah mendapat telepon dari Nia, Daffin b
Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya, ketika melihat sosok pria yang begitu sangat dirindukannya. Lebih 5 bulan tidak melihat Daffin, rasanya begitu sangat rindu. Pria itu tetap terlihat ganteng dan gagah seperti dulu ketika ditinggalkannya. Wajahnya yang tadi begitu sangat kesal dan marah saat berbicara dengan Hana, kini tersenyum manis ketika Daffin memandang ke arahnya.Dengan cepat, ia beranjak dari duduknya. Diberikannya senyum termanis untuk pria yang saat ini memakai helm di kepalanya. Ia berlari mengejar Daffin dengan mengambang tangannya. "Daf, aku merindukan mu." Kalimat awal yang lolos dari bibirnya. Rasanya sudah tidak sabar untuk memeluk tubuh pria yang dirindukannya. Tampilannya yang cantik, modis dan menggoda seperti ini, sudah pasti akan memikat hati Daffin. Berbeda terbalik dengan adik tirinya, yang sudah terlihat mulai semok dan hanya memakai daster rumahan saja. "Dia akan lebih tertarik kepada ku, dari pada kau Hana."Kalau tidak memikirkan kondisi kandungann
"Kenapa kamu tega, bahkan kamu tidak memandangku, tidak menegurku." Berliana berkata di dalam hati. Ia hanya berdiri dan diam ketika melihat Daffin yang pergi bersama dengan istrinya ke kamar. Berliana kembali duduk di sofa dan menikmati rasa sakit hingga ulu hatinya."Aku yakin, kamu bersikap seperti ini karena di depan Hana. Aku yakin, bahwa kamu sangat mencintai aku. Aku tidak tergantikan oleh siapapun." Rasa sakit dihatinya hilang seketika, saat membayangkan bahwa sikap Daffin seperti ini, hanya sekedar sandiwara.Daffin masuk ke dalam kamar sambil memegang tangan istrinya. Wajah yang tadi begitu sangat manis tersenyum untuknya, kini sudah berubah menjadi sosok yang sangat mengerikan yang menatapnya dengan tajam."Kenapa marah sih sayang." Daffin mengusap kepala istrinya.Hana tidak mungkin menceritakan semua yang diucapkan Berliana tadi kepadanya. Kini hatinya hanya merasa sakit, ketika memandang suaminya. Rasa cemburu, rasa takut akan kehilangan, rasa takut dicampakkan, sunggu
Daffin keluar dari kamar bersama dengan Hana. Diruang tamu ini, hanya ada Nia, yang duduk di sofa sambil memandang ponselnya. Ia sudah tidak melihat keberadaan Berliana di ruang tamu. "Apa dia sudah pergi?" Katanya dalam hati. Namun ia tidak berani untuk bertanya langsung kepada pengawal pribadi istrinya.Nia yang menyadari kedatangan Daffin dan juga Hana, dengan cepat beranjak dari duduknya. Wanita bertubuh tegap itu, berdiri tidak jauh dari sofa yang tadi didudukinya. "Mbak Nia, dia mana?" tanya Hana yang memandang pengawal pribadinya."Sudah pulang ibu." Nia tersenyum tipis.Mulut Hana membulat ketika mendengar ucapan pengawal pribadinya. Ia sangat senang ketika melihat Berliana yang tahu diri dan mau pergi tanpa harus diusir. "Ternyata si ulat bulu tahu diri juga ya, mau pulang tanpa diusir." wajah Hana masih tampak kesal.Di saat kondisi seperti ini, ia harus sangat berhati-hati untuk berbicara. Bila tidak, maka Hana pasti akan salah paham. Pada akhirnya, Daffin memilih untuk dia
Berlian keluar dari dalam lift dan langsung berjalan menuju ke kamarnya dengan memegang dinding. Dibukanya pintu apartemen dengan menekan tombol di samping pintu."Berli, sudah pulang." Susi senang melihat putrinya yang sudah masuk kedalam apartemen.Berliana menangis historis ketika mendengar pertanyaan dari mamanya."Ada apa nak? Kenapa Berli nangis seperti ini?" Susi tidak mengerti."Aku tidak terima ma, bila Hana bahagia. Seharusnya aku yang menjadi istri Daffin, bukan dia." Berliana berkata dengan nada suara yang tinggi."Apa maksudnya?" tanya Susi."Di depan mata aku, dia mencium wanita siluman itu. Dia dengan sangat teganya menunjukkan kemesraannya." Ia menangis dan menutup matanya dengan kedua tangannya.Darahnya mendidih ketika mendengar cerita putrinya. Sebagai seorang ibu, ia tidak terima bila putrinya diperlakukan seperti ini. "Daffin itu hanya marah nak. Mama yakin dia sangat mencintai kamu dan bila dia marah seperti ini, itu tandanya dia mencintai kamu. Apa yang dilakuk
"Hati-hati," jawab Hana yang kemudian tersenyum." Meskipun tahu Daffin saat ini sudah membohonginya, namun tidak bisa mengatakan apapun. Ia hanya merasakan sakit di hatinya."Iya sayang, Abang cuma sebentar. Adek istirahat aja ya, jaga anak-anak." Daffin tersenyum dan mengusap perut istrinya. Diciumnya perut Hana kiri dan kanan seperti yang selalu dilakukan. "Iya, Abang harus jaga kesehatan, ingat jangan terlalu capek. " Hana berusaha menahan air matanya yang siap menetes. Hatinya terasa begitu sangat sakit ketika melihat sikap Daffin yang seperti ini. Mengapa pria itu tidak mau jujur kepadanya. "Iya sayang, sudah pasti." Daffin tersenyum dan kemudian pergi. Dipandangnya punggung lebar suaminya yang semakin menjauh dan menghilang di balik pintu. "Meskipun Abang tidak mengatakan kepada Hana, kalau abang akan menemui Berliana, tapi Hana tahu, Abang akan menemui dia." Tangisnya pecah, ketika membayangkan suaminya yang akan menemui mantan calon istrinya.Kepercayaan yang telah dico
"Apa mungkin ada orang yang ingin menagih hutang kepada ku? Seingat ku, semua hutang yang dulu aku buat sudah aku bayar semua."Berliana menangis. Bayang akan peristiwa yang menyeramkan dimasa lalunya, kini melintas kembali dipandangnya. Ia pernah dikurung di dalam gudang selama tiga hari. Pada waktu itu, Berliana mencoba untuk lari dari kolektor. Namun nasibnya begitu sangat malang, karena debkolektor berhasil menemukannya. Sikapnya yang seperti ini, membuat debkolektor begitu sangat marah dan juga kesal. Debkolektor itu mengurungnya di dalam sebuah gudang. Mereka mengancam akan dibunuh, bila tidak mampu membayar hutang. Mengingat ini semua membuat dirinya begitu sangat ketakutan. Tidak ada sedikitpun penerangan di dalam ruangan ini sehingga dirinya tidak bisa melihat apa-apa. Berulang kali dicobanya untuk memandang apa saja yang terlihat, namun tetap saja tidak ada yang bisa untuk dilihatnya. "Mama, aku takut, mama tolong aku." Ia duduk dengan menekuk kan kakinya. "Jika sea