Seru nggak? Komen dong... Vote juga ya...
Paginya, Andro terbangun lebih dulu, mendapati Raya masih tertidur di sampingnya tanpa selimut, juga masih dalam balutan pakaian yang sama. Melihat pemandangan itu Andro menyeringai kesal. Dengan gerakan cepat, dia menutupi tubuh Raya dengan selimut hingga ke ujung kepala. Hari ini jadwal Andro cukup padat, pagi-pagi sekali dia sudah harus menghadiri pertemuan yang dipimpin oleh pamannya, Ayah dari Prabu. Sebelum ke kamar mandi, Andro terdiam sebentar, memikirkan rencana yang dia susun untuk Raya. Terpikirkan sesuatu, Andro membuka laptopnya. Mulai menyusun daftar apa saja yang harus Raya lakukan sebagai seorang istri. Andro menelpon sekretaris Hans. “Halo, Sekretaris Hans. Cek em*il mu, Aku baru saja mengirimkan berkas padamu, koreksi setiap katanya kemudian cetak!” “Baik Tuan Muda. Sekedar mengingatkan, satu jam lagi anda harus menghadiri pertemuan Pak Mirza.” “Ya, aku ingat.” Sambungan telepon terputus. *** Sekitar pukul 9 Raya terbangun karena sorot matahari yang menyelina
Sudah hampir jam makan siang. Oma dan Raya juga baru meneylesaikan kegiatan senam mereka. Oma berkata pada Raya, kalau untuk hari ini, sementara Raya mengikuti senam lansia yang rutin dilakukan Oma bersama instrukturnya saja sebelum instruktur aerobic Raya datang melatihnya mulai lusa. “Ria, kembalilah ke kamarmu dan segera mandi. Oma tunggu kamu di ruang makan. Kita makan siang sama-sama, oke!” Raya mengangguk patuh dan tidak mempermasalahkan lagi tentang Oma yang selalu salah memanggil namanya. Maklum, lidah tua. Mungkin nama Raya terlalu sulit diucapkan baginya. Lagi pula panggilan Ria terdengar lebih baik di telinganya dari pada panggilan “si anak dari rahim hina” yang disematkan oleh keluarganya. Saat sedang mandi dikamarnya, Raya mendengar pintu kamar mandi diketuk dari luar. “Ya…” Raya menyahut. “BIsa lebih cepat, Oma sudah menunggu.” Andro? Dia pulang untuk makan siang? Kenapa Jeta atau siapapun tidak ada yang memberitahuku. “Iya, sebentar lagi aku selesai.” “Apa saja
Raya tersentak, mengerjapkan matanya. Dia seperti bermimpi mendengar orang berteriak memenaggilnya. Rasa kantuk masih menguasai pelupuk mata itu setelah melalui hari ini yang cukup melelahkan. “Hoam,” dia menguap lebar, menggelengkan kepalanya berulang, mencoba menyadarkan diri. Duduk bersandar pada headboard tempat tidur. “Nona muda!” Panggilan nyaring itu muncul dari balik pintu kamarnya, disusul dengan suara ketukan. “Nona muda!” Saat dirinya kembali dipanggil, Raya memaksakan menyeret tubuhnya, membuka pintu. Melihat Pak Sam berdiri disana. “Maaf sudah mengganggu tidur anda selarut ini, Nona.” Pak Sam menundukkan kepalanya. “Ada apa Pak Sam?” Raya masih setengah sadar, bicara dalam kebingungan sambil menguap berulang-ulang. “Tuan muda sudah pulang. Lima menit lagi akan sampai,” ucap Pak Sam. “Hah? Lalu?” Lalu kenapa kalau dia pulang? Raya berpikir sejenak. “Astaga!” Dia terperanjat. Apa aku harus menyambutnya pulang seperti dalam daftar aturan? Memangnya sudah berlaku
05:30, Raya sudah bangun seperti saat dirinya masih tinggal di rumah kelaurga Lazuardi. Di dapur hanya ada para pelayan yang sibuk mempersiapkan makanan. Di setiap sudut rumah besar ini, dia juga melihat pelayan sedang beberes rumah. Sepertinya penghuni rumah ini bnayak juga, gumamnya sambil melangkah memasuki dapur. “Selamat pagi, Nona Muda,” sapa Pak Sam. “Selamat pagi Pak Sam.” Raya tersenyum, “Apa yang bisa saya bantu di dapur, Pak Sam?” Pak Sam terkejut mendengar pertanyaan Raya, bgaiamana bisa seorang nona muda mau membantu urusan dapur, sedangkan sudah banyak pelayan yang menangani itu semua. “Memang apa yang mau Nona lakukan di dapur, kita sudah punya koki profesional untuk melakukan itu semua, Nona.” “Begitukah?” “Iya, Nona. Sebaiknya anda kembali ke kamar. Saya akan mengantarkan teh hangat kalau anda mau, sembari menunggu waktu sarapan.” “Tidak perlu repot. Baiklah kalau begitu Pak Sam, akju kembali ke kamar saja.” Raya berbalik melangkahkan kakinya. Ketika tidak
“Raya, mana dasinya?”Inilah yang harus dilakukan Raya sekarang, mempersiapkan segala keperluan Andro ke kantor.Raya menyerahkan sehelai dasi pada Andro.“Warnanya tidak matching,” keluh Andro.“Tapi ini sama dengan warna kemejanya, hitam.”“Dasinya tidak akan terlihat.”Raya kembali ke lemari pakaian, mengambil dasi lain.“Pasangkan!” Andro menunjuk lehernya.Raya enggan memulai, karena dia tidak biasa memasang dasi di leher orang lain. Dia biasa memasang dasi di lehernya sendiri saat masih bersekolah dulu.“Cepat lakukan!”Dengan ragu, Raya melingkarkan dasi di leher Andro, karena Andro duduk di kursi roda, Raya jadi tak perlu susah payah untuk meraih lehernya. Bayangkan kalau laki-laki ini bisa berdiri dengan tingginya yang mencapai 187 sentimeter, sedangkan Raya hanya setinggi 165 senti meter. “Brgini?” Tanya Raya.“Terbalik.”“Seperti ini?”Andro tak melepaskan tatapan matanya dari wajah Raya, dia tidak terlalu cantik. Tapi entah mengapa dia sangat menarik untuk dilihat.“Oke, g
“Oma, aku tidak bisa memakai baju ini.” “Kenapa?” Raya terlihat ragu menjawab, apalagi saat Oma menatapnya tajam. Tapi Oma lama-lama merasa tidak tega dan mengusap punggungnya. “Kau itu cantik, ayo pakai saja, dan ikut Oma ke ruang senam.” Baju yang diberikan Oma sangat kurang bahan, baju senam itu berbentuk g-string dengan celana pendek. “Ria, cepat!” “Iya, Oma.” Di ruangan penuh kaca itu, terlihat Oma sedang menyisir rambut pendeknya yang putih dengan jari. Oma masih terlihat sehat dan bugar meski tidak muda lagi. “Setelah senam, kita berenang. Oke?” “Raya harus memasak untuk Andro, Oma.” “Hah? Kenapa, kan ada koki?” “Andro minta dimasakkan, lalu makan siangnya diantar ke kantor.” Oma mencebik, “ada-ada saja kelakuan suami jaman sekarang.” *** Raya sudah selesai memasak menu makan siangnya. Ia mendekati Jeta. “Jeta, bisa tolong panggilkan aku taksi?” “Untuk apa, Nona?” “Aku mau mengantar makan siang suamiku, Jeta.” “Aduh,” Jeta memukul keningnya sendiri. “Saya bisa di
Tanpa diduga, Raya tertidur di ruangan Andro, tepatnya di kamar yang ada disana. Membuat Andro menatapnya dalam diam. Sambil duduk di kursi rodanya, Andro bicara pada dirinya sendiri. “Kamu ini gadis baik yang manis dan cantik, kenapa orang tua mu tega melakukannya?” Andro memegang berkas milik Raya yang baru tadi pagi di serahkan sekretaris Hans padanya, “apa yang akan kamu lakukan jika kamu tahu orang tuamu masih hidup dan mereka membiarkanmu tinggal bersama seorang nenek yang membencimu? Membuat opini seolah mereka sudah mati.” Kembali menatap Raya, entah mengapa Andro merasa ada magnet kuat di sekitar Raya yang membuatnya tak bisa sedikitpun memalingkan pandangannya. Sampai dering ponsel menyadarkan dirinya, Andro keluar dari ruangan itu. “Ada apa, Prabu?” “Aku memesan tempat di kafe biasa, ada yang ingin kubicarakan denganmu malam ini, Kak.” Andro terdiam sejenak. “Ya, aku akan datang.” “Oke, aku akan menunggumu disana, Kak.” “Ya.” “Apa Kak Raya masih di ruanganmu?” “M
Di salah satu kafe yang terletak di pusat bisnis Ibu kota, Andro menatap orang-orang yang sibuk mengobrol satu sama lain dengan partnernya kecuali Prabu yang duduk termenung sendiri di salah satu sudut ruang terbuka. Andro menekan tombol jalan pada kursi rodanya untuk mendekat. “Rokok Kak?” Prabu menawarinya rokok. Dengan tenang, Andro menggelengkan kepalanya. “Katakan, apa yang mau kau bicarakan?” Begitulah Andro, dia tidak suka berbasa-basi. “Wei… kau selalu seperti ini, Kak. Tidak pesan makan atau minum dulu? Kita nikmati quality time berdua ini. Aku sangat merindukanmu.” Andro tersenyum kecut, “cih!” Mengibaskan tangannya ke udara. “Ada seseorang yang menungguku pulang di rumah. Kita langsung saja.” “Oh, jadi begitu, semenjak ada Kakak ipar aku sudah tersingkirkan?” Prabu terkekeh. “Cepat katakan atau aku pergi sekarang?” Tawa Prabu seketika terhenti mendengar ancaman Andro. Ia berdehem dan membenarkan posisi duduknya. “Kehidupan Nara semakin terekspose media Kak. Entah
Arin dan juga Samuel bergegas menuju rumah Cantika begitu pulang sekolah. Suasananya jauh berbeda dari sebelumnya, semua orang di sana terlihat sangat berduka."Nek, Cantika mana ya?" tanya Arin sambil memberi salam."Ada di dalam, sana ke kamarnya ya."Arin langsung menarik tangan Samuel untuk mengikuti langkahnya, mereka memasuki kamar Cantika dimana sosok itu terlihat sedang bersiap. mereka akan pergi ke gereja untuk Misa Arwah."Cantika?"Sosok itu langsung menoleh seketika, air matanya langsung turun begitu dia melihat Arin. Sosok yang lebih kecil itu langsung menangis dengan kuat saat Arin memeluknya. Mengungkapkan perasaanya yang sebenarnya. Cantika benar benar merasa tersakiti, kehilangan sosok yang selalu bersamanya, membesarkannya, dia kehilangannya saat itu juga.Dunianya terasa runtuh, bahkan Cantika tidak yakin dirinya bisa bertahan tanpa sosok itu."Hei, udah.... Inget loh, Mama kamu ada di tempat terbaik bersama dengan Tuhan," ucap Arin mencoba untuk menenagkan sahabatn
Gala kembali ke rumah setelah mengantarkan sang Pujaan Hati. Dia terdiam sejenak di ambang pintu, rasanya sangat sepi tanpa kedua orang tua dan juga adik adiknya yang selalu ribut."Hiks... Aku merindukan kalian," ucapnya dengan Satu Tetes air mata yang tidak sempat jatuh; Gala lebih dulu menyukainya. "Tapi... Rasanya tenang sekali, hehehe."BUK!"Astaga naga!" teriak Gala dengan spontan saat sebuah sendal melayang dan mengenai kepalanya, akan membuatnya kini tengah tertunduk di atas lantai.Belum juga memarahi sosok yang membuatnya terjatuh dia terlebih dulu melihat dua orang yang sedang kejar-kejaran. "Kembali ke sini, Alden, kau harus mandi," teriak Mentari sambil membawa ember dan gayung yang berisi air.Di belakang sana ada pelayan yang berusaha mengeringkan lantai supaya tidak ada yang terjatuh. Gala mengerjapkan matanya. "Apa yang terjadi?" tanya Gala pada sang pelayan."Mari saya bantu Anda berdiri, Tuan muda.""Berapa lama mereka seperti itu?""Sejak Tuan Alden pulang ke ruma
Galuh berjalan begitu saja melewati Gala dan gerombolannya, membuat Mentari menghela napas kemudian mengikuti sosok itu."Heh, kau mau kemana?!" teriak Gala pada sang adik."Masuk kelas.""Kenapa bersama dengannya?!""Kami sekelas!""Iya juga," gumam Gala baru mengingat.Yang mana membuat Cantika speechless dengan. Gala, tapi hal itu tidak mengurangi kekaguman Cantika terhadap sosok di depannya itu."Kapten, bisa kami Kembali ke kelas sekarang?""Ya, kembalilah ke kelas kalian, dan belajarlah dengan giat. Sudah sana.”Mereka yang ikut menghadang Galuh adalah pasukan basket, dimana Samuel yang memanggil mereka semua lewat Group Chat atas perintah Gala. Saat semuanya mulai bubar, di sana mulai tertinggal Gala yang masih menggenggam tangan Cantika, bersama dengan Samuel yang masih menatap heran pada pasangan baru itu."Lu ngapain masih di sana?" tanya Gala menyadari keberadaan Samuel."Lu jangan lupa, Gal, ada PR yang belum kelar. Cantika, bilang sama Gala buat berhenti nyontek sama gue
"Mommy dan Daddy akan ke Amerika sebentar, untuk menemani Oma sambil mengurus beberapa hal. Jaga baik baik adikmu ya. Dan jika butuh sesuatu, minta saja pada Samuel.""What the....," ucapan Gala terhenti tatkala dia mendapatkan tatapan tajam dari sang Mommy. "Kenapa Samuel?""Dia temanmu 'kan? Daddy tau dia bisa diandalkan, jadi Daddy memberinya upah untuk menjagamu." Andro bicara sambil memakai jasnya."Eoohh, dia itu lelet, Dad. Lagipula aku bisa sendiri.""Jangan seperti itu," ucap Raya dengan lembut, yang sontak membuat Gala bungkam. Mana bisa dia melawan bidadari kesayangannya. Jadi dia merentangkan tangannya dan memeluk sang Mommy. "Apa ini? nanti parfume Mommy menempel.""Hati hati dijalan ya, Mom. Jangan khawatirkan yang lain, adik adik akan aman bersama denganku."PLETAK! Andro melayangkan jitakan di kepala anaknya, membuat Gala mengaduh sambil melepaskan pelukannya. "Daddy ini kenapa?!""Pamitannya nanti, jangan lebay. Kau ini habis nonton apa semalam?""Film India," gumam G
Kenyataannya, mereka berdua hanya makan saat pulang sekolah saja. Selebihnya Gala kembali mengantarkan Cantika karena dirinya tiba-tiba ditelpon oleh sang pelatih untuk ke sekolah dan melakukan persiapan untuk pertandingan."Maaf ya, aku akan mengajakmu main lagi lain kali.""Jangan khawatir, aku baik baik saja," ucap Cantika yang masih berada di bangku belakang kuda besi tersebut.Sementara Gala tidak bisa menahan kekecewaannya terhadap diri sendiri. "Nanti malam aku akan menghubungimu, mengirimimu pesan. Oke?""Oke," ucap Cantika yang masih sedikit kikuk karena status diantara mereka kini tengah berubah.Yang mana pria yang sedang dia peluk saat ini adalah pacarnya. Astaga, rasanya Cantika ingin mati saja ketika mengingat Gala adalah pacaranya."Dan masalah Laura, jangan biarkan dia menggertakmu oke? Aku akan meminta pengacaraku untuk membereskannya.""Apa yang akan kau lakukan, Gala?" tanya Cantika khawatir."Tidak banyak, hanya membuatnya jera.""Jangan keterlaluan ya, dia bersika
Sesuai perkataannya, Cantika tidak bisa berangkat bersama dengan Gala, dia berangkat bersama sang Kakek dimana dia diajak terlebih dahulu untuk makan bubur di tempat kesukaan kakeknya sebelum mereka pergi ke sekolah."Apa kau menyukai Gala?" tanya sang Kakek tiba tiba."Hmm? Ya, aku menyukainya, Kakek.""Jangan setengah-setengah jika suka, gas terus jika memang benar benar suka padanya," ucap sang Kakek saat Cantika sedang memakan bubur.Membuatnya tersedak dan batuk beberapa kali. Cantika menatap ponselnya, dimana Gala terakhir menghubunginya tadi malam, dimana dia mengatakan akan menagih jawaban sepulang sekolah. Dia juga berkata akan terlambat datang ke sekolah karena ada urusan dengan Daddy nya."Sudah makannya?""Sudah, Kek.""Ayo berangkat, anak cantik harus rajin," ucap sang Kakek membayar makanannya sebelum kembali menaiki motor bebek. "Kakek pulangnya nanti agak malam, sampaikan sama Nenek ya. Kakek harus memilah barang barang untuk di museum.""Iya, Kek.""Lumayan, Pak Praka
Cantika tidak bisa melupakan kejadian tadi pagi, dimana Gala menjadi diam mematung. Apakah sahabatnya itu sakit? Apakah dia masih marah padanya?Entahlah, Cantika bingung. Dia tidak ingin Gala sakit."Hei," panggil Laura pada Cantika.Membuat perempuan dengan rambut sebahu itu menoleh. "lya?""Nomor lima, bisakah aku melihat jawabanmu?""Um... bukankah ini pendapat masing-masing?""Anggap saja sebagai imbalan karena pacarku Gala telah mengantar jemputmu."Kalimat itu membuat Cantika tidak berdaya, akhirnya dia memberikan bukunya pada Laura saat guru sedang keluar dari kelas.Dia kembali melamun, memikirkan Gala.Sampai seseorang datang ke mejanya."Cantika, maaf aku lupa. Tadi Gala menitipkan ini untukmu," ucap salah satu anak perempuan memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia bilang kau harus tumbuh dengan baik."Sontak, seluruh kelas yang mendengar mengatakan, "Ciiiiieeeeeee.... Cantika Cieeeee..."Kemudian disusul dengan kalimat kal
Dalam perjalanan, Laura berusaha menggoda Gala. Dia sesekali bergerak hingga bagian bawah gaunnya sedikit terangkat. Yang mana hal itu membuat Gala mengerutkan keningnya, dia heran Laura yang tidak bisa diam sejak tadi."Apa kau baik baik saja?" Tanya Gala dengan polosnya."Ah iya... aku hanya merasa tidak nyaman dengan pakaian yang aku pakai."Gala mengangguk. "Nah, aku juga akan memberitahumu tadi. Itu terlihat seperti alat memasak nasi milik Oma ku. Wahh..., apalagi suaranya kresek kresek," ungkap Gala mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya. "Kau berubah pikiran? Ingin kembali?""Tidak, aku tidak mau kembali. Teman temanku sudah menungguku di sana," ucap Laura yang memilih untuk diam. Dia heran bagaimana bisa Gala berhenti tertarik padanya hanya sampai di titik ini. Pria itu tidak menanyakan sesuatu yang menjadi tanda kalau pria itu ingin memilikinya.Bagaimana Laura tau? Tentu saja dia memiliki banyak pengalaman dengan pria pria di luar sana. Dan pria lebih muda tidak sulit d
Cantika berusaha menahan tawanya ketika melihat Galayang menengadah dengan dokter yang mencoba mengambil mangga mungil itu dari lubang hidungnya. Untuk menahan tawanya, Cantika memalingkan wajahnya, sementara tangannya terus digenggam oleh Galayang sesekali merengek karena rasa pegal dan malu."Tutup tirainya!" teriak Galasaat melihat beberapa pasang mata yang melihat ke arahnya sambil menahan tawa. Yang mana membuat dokter itu memberikan isyarat pada perawat untuk segera menutup tirai.Mereka berada di ruang terbuka yang berada di dekat lobi, kepanikan Galamembuatnya lupa kalau dirinya adalah pemilik rumah sakit ini dan tidak datang ke lantai VVIP. Dia berlari dan langsung duduk di hospital bed yang ada di sana, sementara Cantika sibuk mencari bantuan.Dokter yang mengenali siapa Galalangsung menanganinya di sana, melihat Galayang panic juga membuat dokter itu lupa untuk membawanya ke lantai VVIP di paling atas."Apakah keluar?" tanya Galamasih menengadahkan kepala mengadahkan lubang