janagan lupa vote dan komen Kakak.
Tanpa diduga, Raya tertidur di ruangan Andro, tepatnya di kamar yang ada disana. Membuat Andro menatapnya dalam diam. Sambil duduk di kursi rodanya, Andro bicara pada dirinya sendiri. “Kamu ini gadis baik yang manis dan cantik, kenapa orang tua mu tega melakukannya?” Andro memegang berkas milik Raya yang baru tadi pagi di serahkan sekretaris Hans padanya, “apa yang akan kamu lakukan jika kamu tahu orang tuamu masih hidup dan mereka membiarkanmu tinggal bersama seorang nenek yang membencimu? Membuat opini seolah mereka sudah mati.” Kembali menatap Raya, entah mengapa Andro merasa ada magnet kuat di sekitar Raya yang membuatnya tak bisa sedikitpun memalingkan pandangannya. Sampai dering ponsel menyadarkan dirinya, Andro keluar dari ruangan itu. “Ada apa, Prabu?” “Aku memesan tempat di kafe biasa, ada yang ingin kubicarakan denganmu malam ini, Kak.” Andro terdiam sejenak. “Ya, aku akan datang.” “Oke, aku akan menunggumu disana, Kak.” “Ya.” “Apa Kak Raya masih di ruanganmu?” “M
Di salah satu kafe yang terletak di pusat bisnis Ibu kota, Andro menatap orang-orang yang sibuk mengobrol satu sama lain dengan partnernya kecuali Prabu yang duduk termenung sendiri di salah satu sudut ruang terbuka. Andro menekan tombol jalan pada kursi rodanya untuk mendekat. “Rokok Kak?” Prabu menawarinya rokok. Dengan tenang, Andro menggelengkan kepalanya. “Katakan, apa yang mau kau bicarakan?” Begitulah Andro, dia tidak suka berbasa-basi. “Wei… kau selalu seperti ini, Kak. Tidak pesan makan atau minum dulu? Kita nikmati quality time berdua ini. Aku sangat merindukanmu.” Andro tersenyum kecut, “cih!” Mengibaskan tangannya ke udara. “Ada seseorang yang menungguku pulang di rumah. Kita langsung saja.” “Oh, jadi begitu, semenjak ada Kakak ipar aku sudah tersingkirkan?” Prabu terkekeh. “Cepat katakan atau aku pergi sekarang?” Tawa Prabu seketika terhenti mendengar ancaman Andro. Ia berdehem dan membenarkan posisi duduknya. “Kehidupan Nara semakin terekspose media Kak. Entah
Sebelum matahari terbit, Raya sudah bangun. Namun, dia tidak bisa bergerak karena Andro memeluknya seperti guling. Itu membuat Raya risih sekaligus malu dan setelah dipikir-pikir, Raya baru sadar kalau ini aneh. Raya menatap kaki Andro di perutnya. Kakinya lumpuh tapi bisa sampai ke perutku? Ah… mungkin saja bagian lutut kebawah yang tidak bisa digerakkan. Raya membuyarkan sendiri prasangka dalam pikirannya. Perlahan, akhirnya Raya bisa melepaskan diri dari pelukan Andro. Merubah posisi Andro menjadi terlentang. Raya segera menyiapkan air mandi untuk Andro, lalu ia menunggu Andro bangun. Tapi sampai pukul setengah delapan, Andro belum juga bangun. Bahkan alarm ponsel milik Andro sudah berdering beberapa kali. Akhirnya Raya memberanikan diri untuk membangunkannya. “Suamiku, ini sudah siang.” Andro menutup telinganya dengan bantal. “Suamiku, ini sudah siang. Kamu harus bangun. Tidak ke kantor memangnya?” “Ambilkan ponsel ku!!” “Apa?” “Bawa kemari ponselku, Raya!” Raya mengem
“Ssh… Su–amiku…” Ini gila, Raya seperti merasakan sensasi yang membuat bagian bawah tubuhnya lumpuh seketika. Apa ini? Saat tangan suaminya menelusup ke bawah, dia benar-benar tak berdaya lagi. Tubuh yang awalnya seolah menolak tiap sentuhan Andro, kini meronta seolah meminta. Tangan Andro hanya bergerak lembut pada inti miliknya. Namun mampu membuatnya terbang ke awan. “Andro! Ria!” Seketika teriakan Oma membuayarkan gairah mereka. “Ini bukan waktunya produksi kue mochi. Cepat keluar! Time is out, time is out!” Andro membuang napas kasar mendengar teriakan Oma, sementara Raya tergolek lemas di dada Andro. “Kita lanjutkan nanti!” Ucap Andro yang tak begitu dihiraukan Raya. *** Dalam perjalanan menuju gereja, Andro tertawa mengingat kejadian pagi ini. Sementara Hans di sebelahnya menatapnya penuh tanya. Akhir-akhir ini tuan muda sepertinya sering sekali tertawa, gumam Hans dalam hati. Hans mengeluarkan ponselnya saat mendengar tanda nada pesan masuk. “Ada apa?” Andro penasa
Malamnya, Andro pulang begitu larut dan mendapati Raya sudah tertidur pulas. Ia pun tak mau mengganggu tidur nyenyak istrinya itu. Andro hanya mendekat sebentar untuk memandangi wajah sang istri sambil bergumam. “Istriku, kau punya aku mulai sekarang. Apapun hal buruk di hidupmu. Aku akan berusaha sekuat tenaga menggantinya dengan hal baik. Percayalah padaku!” Andro mengusap pipi Raya, ketika tanda pesan singkat di ponselnya berbunyi. Rupanya, sekretaris Hans sedang mengingatkan Andro untuk membuka ema*il dari tuan Narendra Adijaya. Andro membuka ema*il dari perusahaan konsultan uji tuntas dan akuisisi, Adijaya Consulting yang merupakan rekanannya secara pribadi. Adalah Narendra Adijaya, pemilik dari Adijaya Consulting ini merupakan teman sejawat Andro saat mengenyam pendidikan di Singapura sebelum dirinya mengalami kecelakaan. Selain membangun hubungan bisnis, mereka juga bersahabat cukup dekat. Konsultan properti yang pamornya sedang naik daun ini mengirim em*il nota investas
“Pasangkan dasiku!” Raya mendekat. Andro langsung meraihnya dan mendudukkan Raya di pangkuannya, menggeser posisi Raya menyamping agar menghadap dirinya. Raya tidak menolak. Wajah mereka yang berdekatan membuat Raya kembali gugup. “Lihat mataku!” Andro menyeringai. “Kau menyukaiku, kan?” Raya menggeleng sebagai jawaban, makin hari Andro semakin berani narsis di depan Raya. “Ayolah, katakan saja kalau kau menyukaiku!” “Sudah,” ucap Raya selesai memasang dasi Andro. “Permisi, aku mau merapikan pakaian.” Raya melompat dari pangkuan Andro dan berhasil melarikan diri. Bagi Andro itu adalah termasuk bentuk penolakan dan Andro tidak suka itu, Andro membuang pandangan, “cih! Kenapa harga diriku selalu hilang saat bersamanya?” Andro merasa harga dirinya hilang setiap kali tidak bisa menahan diri saat bersama Raya. *** Di ruang makan, Oma duduk sendirian. “Apa mereka tidak turun, Jeta?” Tanya Oma pada Jeta yang baru turun dari lantai dua. “Tuan muda hari ini tidak ke kantor dan pagi
“Siapa aku?” “Apa benar aku bukan darah daging ayahku?” Oma terdiam sesaat mendengar pertanyaan Andro. Jujur, Oma tidak mempersiapkan jawaban atas ini, karena selama ini banyak rumor mengenai Andro yang tak Andro hiraukan. Oma tersenyum kaku, “kau ini kenapa, kenapa harus baper dengan rumor murahan seperti itu? Bukankah selama ini mereka sudah sering menyebarkan rumor yang tidak-tidak tentangmu?” Andro memicingkan senyum, “Oma tidak sadar?” Memiringkan kepalanya menatap Oma. Oma mematung. “Oma yang kenapa. Reaksi Oma berlebihan. Tidak biasanya Oma semarah ini pada rumor yang menyeret namaku.” Oma menghela napas besar, kemudian menghembuskannya kasar. “Kau cucu kandung Oma dan Opa, darah kami mengalir dalam dirimu.” Tutur Oma datar. Oma berdiri dari kursi kerjanya, “pembicaraan ini cukup sampai disini. Oma harus senam. Bastian sudah menunggu. Panggilkan Ria, dia juga ada jadwal aerobic hari ini!” Oma melangkah ke pintu ruang kerjanya saat Andro berkata. “Raya tidak akan kemana
The Lombok Resort. Terletak di area bukit yang menghadap ke laut. Resort modis dengan arsitektur kontemporer dan trendi ini berjarak sekitar 4 kilometer dari bukit golf bergengsi dan 8 kilometer dari terminal kapal feri. Lokasi strategis inilah salah satu yang menjadi alasan target akuisisi Andro. Kedatangan Andro dan Raya yang di dampingi sekretaris Hans pun disambut oleh para pemegang saham. Mereka kaget Andro mau hadir secara langsung. Bahkan sekretaris Hans juga belum percaya sampai mereka benar-benar menginjakkan kaki di pulau ini. Pasalnya, tuan mudanya ini tidak pernah mau muncul ke publik berkenaan masalah bisnis. Siang ini meeting spesial akan digelar. “Maafkan aku, kau harus merasa tidak nyaman dengan mengikuti semua kegiatanku. Padahal aku mengatakan padamu kalau kita kemari untuk berlibur.” “Tidak masalah.” Raya menggelengkan kepalanya dengan senyum yang mengembang. Meski dirinya sedikit bingung karena semakin hari, perlakuan Andro padanya membuat Raya merasa menjadi w
Arin dan juga Samuel bergegas menuju rumah Cantika begitu pulang sekolah. Suasananya jauh berbeda dari sebelumnya, semua orang di sana terlihat sangat berduka."Nek, Cantika mana ya?" tanya Arin sambil memberi salam."Ada di dalam, sana ke kamarnya ya."Arin langsung menarik tangan Samuel untuk mengikuti langkahnya, mereka memasuki kamar Cantika dimana sosok itu terlihat sedang bersiap. mereka akan pergi ke gereja untuk Misa Arwah."Cantika?"Sosok itu langsung menoleh seketika, air matanya langsung turun begitu dia melihat Arin. Sosok yang lebih kecil itu langsung menangis dengan kuat saat Arin memeluknya. Mengungkapkan perasaanya yang sebenarnya. Cantika benar benar merasa tersakiti, kehilangan sosok yang selalu bersamanya, membesarkannya, dia kehilangannya saat itu juga.Dunianya terasa runtuh, bahkan Cantika tidak yakin dirinya bisa bertahan tanpa sosok itu."Hei, udah.... Inget loh, Mama kamu ada di tempat terbaik bersama dengan Tuhan," ucap Arin mencoba untuk menenagkan sahabatn
Gala kembali ke rumah setelah mengantarkan sang Pujaan Hati. Dia terdiam sejenak di ambang pintu, rasanya sangat sepi tanpa kedua orang tua dan juga adik adiknya yang selalu ribut."Hiks... Aku merindukan kalian," ucapnya dengan Satu Tetes air mata yang tidak sempat jatuh; Gala lebih dulu menyukainya. "Tapi... Rasanya tenang sekali, hehehe."BUK!"Astaga naga!" teriak Gala dengan spontan saat sebuah sendal melayang dan mengenai kepalanya, akan membuatnya kini tengah tertunduk di atas lantai.Belum juga memarahi sosok yang membuatnya terjatuh dia terlebih dulu melihat dua orang yang sedang kejar-kejaran. "Kembali ke sini, Alden, kau harus mandi," teriak Mentari sambil membawa ember dan gayung yang berisi air.Di belakang sana ada pelayan yang berusaha mengeringkan lantai supaya tidak ada yang terjatuh. Gala mengerjapkan matanya. "Apa yang terjadi?" tanya Gala pada sang pelayan."Mari saya bantu Anda berdiri, Tuan muda.""Berapa lama mereka seperti itu?""Sejak Tuan Alden pulang ke ruma
Galuh berjalan begitu saja melewati Gala dan gerombolannya, membuat Mentari menghela napas kemudian mengikuti sosok itu."Heh, kau mau kemana?!" teriak Gala pada sang adik."Masuk kelas.""Kenapa bersama dengannya?!""Kami sekelas!""Iya juga," gumam Gala baru mengingat.Yang mana membuat Cantika speechless dengan. Gala, tapi hal itu tidak mengurangi kekaguman Cantika terhadap sosok di depannya itu."Kapten, bisa kami Kembali ke kelas sekarang?""Ya, kembalilah ke kelas kalian, dan belajarlah dengan giat. Sudah sana.”Mereka yang ikut menghadang Galuh adalah pasukan basket, dimana Samuel yang memanggil mereka semua lewat Group Chat atas perintah Gala. Saat semuanya mulai bubar, di sana mulai tertinggal Gala yang masih menggenggam tangan Cantika, bersama dengan Samuel yang masih menatap heran pada pasangan baru itu."Lu ngapain masih di sana?" tanya Gala menyadari keberadaan Samuel."Lu jangan lupa, Gal, ada PR yang belum kelar. Cantika, bilang sama Gala buat berhenti nyontek sama gue
"Mommy dan Daddy akan ke Amerika sebentar, untuk menemani Oma sambil mengurus beberapa hal. Jaga baik baik adikmu ya. Dan jika butuh sesuatu, minta saja pada Samuel.""What the....," ucapan Gala terhenti tatkala dia mendapatkan tatapan tajam dari sang Mommy. "Kenapa Samuel?""Dia temanmu 'kan? Daddy tau dia bisa diandalkan, jadi Daddy memberinya upah untuk menjagamu." Andro bicara sambil memakai jasnya."Eoohh, dia itu lelet, Dad. Lagipula aku bisa sendiri.""Jangan seperti itu," ucap Raya dengan lembut, yang sontak membuat Gala bungkam. Mana bisa dia melawan bidadari kesayangannya. Jadi dia merentangkan tangannya dan memeluk sang Mommy. "Apa ini? nanti parfume Mommy menempel.""Hati hati dijalan ya, Mom. Jangan khawatirkan yang lain, adik adik akan aman bersama denganku."PLETAK! Andro melayangkan jitakan di kepala anaknya, membuat Gala mengaduh sambil melepaskan pelukannya. "Daddy ini kenapa?!""Pamitannya nanti, jangan lebay. Kau ini habis nonton apa semalam?""Film India," gumam G
Kenyataannya, mereka berdua hanya makan saat pulang sekolah saja. Selebihnya Gala kembali mengantarkan Cantika karena dirinya tiba-tiba ditelpon oleh sang pelatih untuk ke sekolah dan melakukan persiapan untuk pertandingan."Maaf ya, aku akan mengajakmu main lagi lain kali.""Jangan khawatir, aku baik baik saja," ucap Cantika yang masih berada di bangku belakang kuda besi tersebut.Sementara Gala tidak bisa menahan kekecewaannya terhadap diri sendiri. "Nanti malam aku akan menghubungimu, mengirimimu pesan. Oke?""Oke," ucap Cantika yang masih sedikit kikuk karena status diantara mereka kini tengah berubah.Yang mana pria yang sedang dia peluk saat ini adalah pacarnya. Astaga, rasanya Cantika ingin mati saja ketika mengingat Gala adalah pacaranya."Dan masalah Laura, jangan biarkan dia menggertakmu oke? Aku akan meminta pengacaraku untuk membereskannya.""Apa yang akan kau lakukan, Gala?" tanya Cantika khawatir."Tidak banyak, hanya membuatnya jera.""Jangan keterlaluan ya, dia bersika
Sesuai perkataannya, Cantika tidak bisa berangkat bersama dengan Gala, dia berangkat bersama sang Kakek dimana dia diajak terlebih dahulu untuk makan bubur di tempat kesukaan kakeknya sebelum mereka pergi ke sekolah."Apa kau menyukai Gala?" tanya sang Kakek tiba tiba."Hmm? Ya, aku menyukainya, Kakek.""Jangan setengah-setengah jika suka, gas terus jika memang benar benar suka padanya," ucap sang Kakek saat Cantika sedang memakan bubur.Membuatnya tersedak dan batuk beberapa kali. Cantika menatap ponselnya, dimana Gala terakhir menghubunginya tadi malam, dimana dia mengatakan akan menagih jawaban sepulang sekolah. Dia juga berkata akan terlambat datang ke sekolah karena ada urusan dengan Daddy nya."Sudah makannya?""Sudah, Kek.""Ayo berangkat, anak cantik harus rajin," ucap sang Kakek membayar makanannya sebelum kembali menaiki motor bebek. "Kakek pulangnya nanti agak malam, sampaikan sama Nenek ya. Kakek harus memilah barang barang untuk di museum.""Iya, Kek.""Lumayan, Pak Praka
Cantika tidak bisa melupakan kejadian tadi pagi, dimana Gala menjadi diam mematung. Apakah sahabatnya itu sakit? Apakah dia masih marah padanya?Entahlah, Cantika bingung. Dia tidak ingin Gala sakit."Hei," panggil Laura pada Cantika.Membuat perempuan dengan rambut sebahu itu menoleh. "lya?""Nomor lima, bisakah aku melihat jawabanmu?""Um... bukankah ini pendapat masing-masing?""Anggap saja sebagai imbalan karena pacarku Gala telah mengantar jemputmu."Kalimat itu membuat Cantika tidak berdaya, akhirnya dia memberikan bukunya pada Laura saat guru sedang keluar dari kelas.Dia kembali melamun, memikirkan Gala.Sampai seseorang datang ke mejanya."Cantika, maaf aku lupa. Tadi Gala menitipkan ini untukmu," ucap salah satu anak perempuan memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia bilang kau harus tumbuh dengan baik."Sontak, seluruh kelas yang mendengar mengatakan, "Ciiiiieeeeeee.... Cantika Cieeeee..."Kemudian disusul dengan kalimat kal
Dalam perjalanan, Laura berusaha menggoda Gala. Dia sesekali bergerak hingga bagian bawah gaunnya sedikit terangkat. Yang mana hal itu membuat Gala mengerutkan keningnya, dia heran Laura yang tidak bisa diam sejak tadi."Apa kau baik baik saja?" Tanya Gala dengan polosnya."Ah iya... aku hanya merasa tidak nyaman dengan pakaian yang aku pakai."Gala mengangguk. "Nah, aku juga akan memberitahumu tadi. Itu terlihat seperti alat memasak nasi milik Oma ku. Wahh..., apalagi suaranya kresek kresek," ungkap Gala mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya. "Kau berubah pikiran? Ingin kembali?""Tidak, aku tidak mau kembali. Teman temanku sudah menungguku di sana," ucap Laura yang memilih untuk diam. Dia heran bagaimana bisa Gala berhenti tertarik padanya hanya sampai di titik ini. Pria itu tidak menanyakan sesuatu yang menjadi tanda kalau pria itu ingin memilikinya.Bagaimana Laura tau? Tentu saja dia memiliki banyak pengalaman dengan pria pria di luar sana. Dan pria lebih muda tidak sulit d
Cantika berusaha menahan tawanya ketika melihat Galayang menengadah dengan dokter yang mencoba mengambil mangga mungil itu dari lubang hidungnya. Untuk menahan tawanya, Cantika memalingkan wajahnya, sementara tangannya terus digenggam oleh Galayang sesekali merengek karena rasa pegal dan malu."Tutup tirainya!" teriak Galasaat melihat beberapa pasang mata yang melihat ke arahnya sambil menahan tawa. Yang mana membuat dokter itu memberikan isyarat pada perawat untuk segera menutup tirai.Mereka berada di ruang terbuka yang berada di dekat lobi, kepanikan Galamembuatnya lupa kalau dirinya adalah pemilik rumah sakit ini dan tidak datang ke lantai VVIP. Dia berlari dan langsung duduk di hospital bed yang ada di sana, sementara Cantika sibuk mencari bantuan.Dokter yang mengenali siapa Galalangsung menanganinya di sana, melihat Galayang panic juga membuat dokter itu lupa untuk membawanya ke lantai VVIP di paling atas."Apakah keluar?" tanya Galamasih menengadahkan kepala mengadahkan lubang