Janagn lupa komen dan vote
“Siapa aku?” “Apa benar aku bukan darah daging ayahku?” Oma terdiam sesaat mendengar pertanyaan Andro. Jujur, Oma tidak mempersiapkan jawaban atas ini, karena selama ini banyak rumor mengenai Andro yang tak Andro hiraukan. Oma tersenyum kaku, “kau ini kenapa, kenapa harus baper dengan rumor murahan seperti itu? Bukankah selama ini mereka sudah sering menyebarkan rumor yang tidak-tidak tentangmu?” Andro memicingkan senyum, “Oma tidak sadar?” Memiringkan kepalanya menatap Oma. Oma mematung. “Oma yang kenapa. Reaksi Oma berlebihan. Tidak biasanya Oma semarah ini pada rumor yang menyeret namaku.” Oma menghela napas besar, kemudian menghembuskannya kasar. “Kau cucu kandung Oma dan Opa, darah kami mengalir dalam dirimu.” Tutur Oma datar. Oma berdiri dari kursi kerjanya, “pembicaraan ini cukup sampai disini. Oma harus senam. Bastian sudah menunggu. Panggilkan Ria, dia juga ada jadwal aerobic hari ini!” Oma melangkah ke pintu ruang kerjanya saat Andro berkata. “Raya tidak akan kemana
The Lombok Resort. Terletak di area bukit yang menghadap ke laut. Resort modis dengan arsitektur kontemporer dan trendi ini berjarak sekitar 4 kilometer dari bukit golf bergengsi dan 8 kilometer dari terminal kapal feri. Lokasi strategis inilah salah satu yang menjadi alasan target akuisisi Andro. Kedatangan Andro dan Raya yang di dampingi sekretaris Hans pun disambut oleh para pemegang saham. Mereka kaget Andro mau hadir secara langsung. Bahkan sekretaris Hans juga belum percaya sampai mereka benar-benar menginjakkan kaki di pulau ini. Pasalnya, tuan mudanya ini tidak pernah mau muncul ke publik berkenaan masalah bisnis. Siang ini meeting spesial akan digelar. “Maafkan aku, kau harus merasa tidak nyaman dengan mengikuti semua kegiatanku. Padahal aku mengatakan padamu kalau kita kemari untuk berlibur.” “Tidak masalah.” Raya menggelengkan kepalanya dengan senyum yang mengembang. Meski dirinya sedikit bingung karena semakin hari, perlakuan Andro padanya membuat Raya merasa menjadi w
Waktu kembali berputar, matahari pun kembali bersinar. Di musim cerah seperti ini, langit pagi sudah berwarna biru terang. Kemarin-kemarin, di jam-jam seperti ini pasangan suami istri itu sudah tergaduhkan oleh Oma yang sibuk mengajak sarapan maupun para pelayan mengantar makanan ke kamar. Namun sepertinya hari ini tidak seperti biasanya. Langit cerah terus menuju siang. Dan pintu kamar mereka masih tertutup rapat. Terlihat Andro keluar dari ruang ganti baju, mengeringkan rambutnya. Suasana hatinya terlihat bahagia, bisa dilihat dari senyum indah yang terus muncul di bibirnya. Dia sedang berpakaian. Hari ini pakaiannya cukup santai. Tanpa setelan jas seperti biasanya yang selalu melekat di tubuh sempurna itu. “Hah, kau benar-benar tidur tanpa bergerak sedikitpun, ya?” Bergumam sendiri saat mendapati Raya yang hanya terlihat ujung rambutnya, tertutup selimut. Masih terlelap dalam tidur akibat kelekahan. Andro pun berdiri dari kursi rodanya, menyisir rambutnya di depan kaca tolet y
Setelah sarapan, Raya membuka pintu kamar.Begitu membuka pintu kamar, yang pertama kali terlihat adalah hamparan bibir pantai yang indah.Raya pun sudah mulai berani merengek ingin melihat laut dan pemandangan di sekitar resort megah itu. Tapi saat ini dia hanya mematung, tidak jauh dari bibir pantai yang lengang itu. Deburan ombak bergulung, saling berkejaran satu sama lain sampai tak tersisa saat menampar bibir pantai.Tidak ada pengunjung lain yang berlalu lalang, berlarian maupun berenang menikmati lautan. Yang ada, Raya justru seperti melihat Pak Sam.Hah? Benarkah itu Pak Sam?“Suamiku, itu Pak Sam?” Raya menunjuk Pak Sam yang sedang sibuk memberi instruksi di sebuah lorong terbuka, tidak jauh dari tempat mereka berdiri. “Kamu mengajak Pak Sam kemari?”Apa begini cara konglomerat liburan?“He’em.” Andro meng-iya kan tanpa mengangguk. “Kau harus makan yang benar, cukup tadi malam aku kecolongan sampai kau mabuk. Jadi, kuputuskan memanggil Pak Sam untuk mengontrol apapun yang aka
Disaat Andro dan rombongan berangkat ke Lombok, yang merasa paling kehilangan mereka di ibu kota adalah Oma dan Jeta. Oma merindukan cucu menantunya, Raya. Sedangkan Jeta, harinya terasa loyo tanpa melihat Hans berseliweran di rumah itu. Bosan berputar-putar di dalam rumah menunggu Oma yang belum juga selesai spa. Jeta berguling-guling di atas tempat tidur membayangkan nasi goreng abang-abang yang pedas, dengan ekstra bawang goreng. “Rumah ini rasanya sepi tidak ada nona Raya. Apa lagi aku tidak melihat sekretaris Hans sama sekali sejak kemarin.” Tiba-tiba Jeta bangun dengan semangat, mendapat ide brilian untuk bisa membebaskan rasa sepinya dengan cara menelepon sekretaris Hans, beralasan kalau Oma merindukan nona muda. Oma juga pasti mau diajak kerja sama. “Ya, ada apa Jeta?” Tak menunggu lama, Hans mengangkat panggilan dari Jeta. Jeta sumringah kegirangan. Padahal tentu saja sekretaris Hans akan selalu cepat merespon telepon dari Jeta karena dia adalah asisten nyonya besar.
Setelah Andro berangkat, mereka kembali ke villa dan bersiap. Raya mengikat rambutnya tinggi, tapi dia masih memakai pakaian yang tadi. Turun dari tangga kamar, Raya bertemu dengan Pak Sam yang membawakan beberapa vitamin untuk Raya minum. Semua vitamin itupun sudah sesuai anjuran dokter. Tanpa protes, ditelannya semua pil yang diberikan oleh Pak Sam. “Terima kasih Pak Sam, aku ermisi ya, mau keluar sebentar.” “Baik Nona, jangan terlalu memaksakan diri, segera istirahat nanti, andaikata sudah merasa lelah.” Raya tersenyum, menganggukkan kepalanya, lalu pergi. Saat naik buggy car menuju tempat bazar, Raya dan Nana mulai saling menyesuaikan diri satu sama lain agar tidak merasa canggung. Raya terlihat melirik Nana beberapa kali. Mengamati wajah dan situasi/ Mencoba menggali karakter Nana sang pengawal baru yang dibawa langsung oleh sekretaris Hans. Namun sejak perkenalan pertama tadi, sepertinya Nana bukan orang yang kaku seperti sekretaris Hans, jadi mungkin Nana bisa lebih seper
“Oma bingung mau pilih yang mana… Terserah kamu saja, lah. Yang penting pantas untuk Oma dan Oma suka warna biru.” Raya memanyunkan bibirnya dengan menggemaskan menatap Oma di layar ponselnya, “baiklah kalau begitu Oma… Aku pilihkan untuk Oma juga Jeta.” “Ya… jangan lupa juga buatkan mochi hidup untuk Oma, oke?” “Hah? Mochi hidup?” “Iya, mochi hidup.” Di layar, Oma mengayun satu tangannya memperagakan orang yang sedang menimang bayi. “Oh…” Raya akhirnya paham dan tersipu malu. “Baiklah, nanti ku telpon lagi setelah sampai vila ya, Oma. Aku mau berbelanja dulu.” “Oke, tapi jangan telepon aku saat kau sedang bersama suamimu, aku sedang tidak ingin bicara dengannya.” Setelah berkata, Oma langsung menutup panggilan teleponnya. Raya kembali mengerutkan kening. Ada apa dengan dua orang ini. Kemarin Andro juga bilang jangan sebut nama Oma dulu saat ini? “Ah, sudahlah!” Raya mengibaskan tangannya ke udara. Membuang pikiran yang tidak perlu. Tak teras, cukup lama Raya tadi bicara denga
‘Oh ya Tuhan, kenapa aku harus bertemu dengan laki-laki brengsek ini?’ Batin Raya. ‘Apa yang dia lakukan di pulau ini?’Raya memilih untuk pura-pura tidak mengenal dan mengacuhkannya, ia menunduk dan kembali mengaduk minumannya.“Jangan pura-pura tidak kenal begitu!”Tanpa bertanya maupun persimi, laki-laki yang baru saja menyapa dan memanggil nama Raya dengan semangat itu menarik sebuah kursi di sebelah Raya lalu akan mendudukinya.“Hei Tuan, apa yang anda lakukan?” Nana menarik kursi itu menjauh sebelum di duduki.“Siapa yang mengizinkan anda duduk di sebelahnya, Tuan bahkan tidak bertanya sebelumnya?” Nana tersulut emosi, mengeluarkan sisi kelelakiannya.“Heh, siapa kamu? Raya, apa dia temanmu?” Tangan laki-laki sok akrab itu ingin menyentuh dagu Nana.Raya segera menepis tangan itu. “Jangan ganggu teman ku!” Raya bicara dengan nada ketus. Menatap tajam dan penuh rasa benci.“Haha, kamu benar-benar tidak berubah ya, Raya. Masih tetap sok suci. Sekarang sudah ingat aku, kan? Dia ter
Arin dan juga Samuel bergegas menuju rumah Cantika begitu pulang sekolah. Suasananya jauh berbeda dari sebelumnya, semua orang di sana terlihat sangat berduka."Nek, Cantika mana ya?" tanya Arin sambil memberi salam."Ada di dalam, sana ke kamarnya ya."Arin langsung menarik tangan Samuel untuk mengikuti langkahnya, mereka memasuki kamar Cantika dimana sosok itu terlihat sedang bersiap. mereka akan pergi ke gereja untuk Misa Arwah."Cantika?"Sosok itu langsung menoleh seketika, air matanya langsung turun begitu dia melihat Arin. Sosok yang lebih kecil itu langsung menangis dengan kuat saat Arin memeluknya. Mengungkapkan perasaanya yang sebenarnya. Cantika benar benar merasa tersakiti, kehilangan sosok yang selalu bersamanya, membesarkannya, dia kehilangannya saat itu juga.Dunianya terasa runtuh, bahkan Cantika tidak yakin dirinya bisa bertahan tanpa sosok itu."Hei, udah.... Inget loh, Mama kamu ada di tempat terbaik bersama dengan Tuhan," ucap Arin mencoba untuk menenagkan sahabatn
Gala kembali ke rumah setelah mengantarkan sang Pujaan Hati. Dia terdiam sejenak di ambang pintu, rasanya sangat sepi tanpa kedua orang tua dan juga adik adiknya yang selalu ribut."Hiks... Aku merindukan kalian," ucapnya dengan Satu Tetes air mata yang tidak sempat jatuh; Gala lebih dulu menyukainya. "Tapi... Rasanya tenang sekali, hehehe."BUK!"Astaga naga!" teriak Gala dengan spontan saat sebuah sendal melayang dan mengenai kepalanya, akan membuatnya kini tengah tertunduk di atas lantai.Belum juga memarahi sosok yang membuatnya terjatuh dia terlebih dulu melihat dua orang yang sedang kejar-kejaran. "Kembali ke sini, Alden, kau harus mandi," teriak Mentari sambil membawa ember dan gayung yang berisi air.Di belakang sana ada pelayan yang berusaha mengeringkan lantai supaya tidak ada yang terjatuh. Gala mengerjapkan matanya. "Apa yang terjadi?" tanya Gala pada sang pelayan."Mari saya bantu Anda berdiri, Tuan muda.""Berapa lama mereka seperti itu?""Sejak Tuan Alden pulang ke ruma
Galuh berjalan begitu saja melewati Gala dan gerombolannya, membuat Mentari menghela napas kemudian mengikuti sosok itu."Heh, kau mau kemana?!" teriak Gala pada sang adik."Masuk kelas.""Kenapa bersama dengannya?!""Kami sekelas!""Iya juga," gumam Gala baru mengingat.Yang mana membuat Cantika speechless dengan. Gala, tapi hal itu tidak mengurangi kekaguman Cantika terhadap sosok di depannya itu."Kapten, bisa kami Kembali ke kelas sekarang?""Ya, kembalilah ke kelas kalian, dan belajarlah dengan giat. Sudah sana.”Mereka yang ikut menghadang Galuh adalah pasukan basket, dimana Samuel yang memanggil mereka semua lewat Group Chat atas perintah Gala. Saat semuanya mulai bubar, di sana mulai tertinggal Gala yang masih menggenggam tangan Cantika, bersama dengan Samuel yang masih menatap heran pada pasangan baru itu."Lu ngapain masih di sana?" tanya Gala menyadari keberadaan Samuel."Lu jangan lupa, Gal, ada PR yang belum kelar. Cantika, bilang sama Gala buat berhenti nyontek sama gue
"Mommy dan Daddy akan ke Amerika sebentar, untuk menemani Oma sambil mengurus beberapa hal. Jaga baik baik adikmu ya. Dan jika butuh sesuatu, minta saja pada Samuel.""What the....," ucapan Gala terhenti tatkala dia mendapatkan tatapan tajam dari sang Mommy. "Kenapa Samuel?""Dia temanmu 'kan? Daddy tau dia bisa diandalkan, jadi Daddy memberinya upah untuk menjagamu." Andro bicara sambil memakai jasnya."Eoohh, dia itu lelet, Dad. Lagipula aku bisa sendiri.""Jangan seperti itu," ucap Raya dengan lembut, yang sontak membuat Gala bungkam. Mana bisa dia melawan bidadari kesayangannya. Jadi dia merentangkan tangannya dan memeluk sang Mommy. "Apa ini? nanti parfume Mommy menempel.""Hati hati dijalan ya, Mom. Jangan khawatirkan yang lain, adik adik akan aman bersama denganku."PLETAK! Andro melayangkan jitakan di kepala anaknya, membuat Gala mengaduh sambil melepaskan pelukannya. "Daddy ini kenapa?!""Pamitannya nanti, jangan lebay. Kau ini habis nonton apa semalam?""Film India," gumam G
Kenyataannya, mereka berdua hanya makan saat pulang sekolah saja. Selebihnya Gala kembali mengantarkan Cantika karena dirinya tiba-tiba ditelpon oleh sang pelatih untuk ke sekolah dan melakukan persiapan untuk pertandingan."Maaf ya, aku akan mengajakmu main lagi lain kali.""Jangan khawatir, aku baik baik saja," ucap Cantika yang masih berada di bangku belakang kuda besi tersebut.Sementara Gala tidak bisa menahan kekecewaannya terhadap diri sendiri. "Nanti malam aku akan menghubungimu, mengirimimu pesan. Oke?""Oke," ucap Cantika yang masih sedikit kikuk karena status diantara mereka kini tengah berubah.Yang mana pria yang sedang dia peluk saat ini adalah pacarnya. Astaga, rasanya Cantika ingin mati saja ketika mengingat Gala adalah pacaranya."Dan masalah Laura, jangan biarkan dia menggertakmu oke? Aku akan meminta pengacaraku untuk membereskannya.""Apa yang akan kau lakukan, Gala?" tanya Cantika khawatir."Tidak banyak, hanya membuatnya jera.""Jangan keterlaluan ya, dia bersika
Sesuai perkataannya, Cantika tidak bisa berangkat bersama dengan Gala, dia berangkat bersama sang Kakek dimana dia diajak terlebih dahulu untuk makan bubur di tempat kesukaan kakeknya sebelum mereka pergi ke sekolah."Apa kau menyukai Gala?" tanya sang Kakek tiba tiba."Hmm? Ya, aku menyukainya, Kakek.""Jangan setengah-setengah jika suka, gas terus jika memang benar benar suka padanya," ucap sang Kakek saat Cantika sedang memakan bubur.Membuatnya tersedak dan batuk beberapa kali. Cantika menatap ponselnya, dimana Gala terakhir menghubunginya tadi malam, dimana dia mengatakan akan menagih jawaban sepulang sekolah. Dia juga berkata akan terlambat datang ke sekolah karena ada urusan dengan Daddy nya."Sudah makannya?""Sudah, Kek.""Ayo berangkat, anak cantik harus rajin," ucap sang Kakek membayar makanannya sebelum kembali menaiki motor bebek. "Kakek pulangnya nanti agak malam, sampaikan sama Nenek ya. Kakek harus memilah barang barang untuk di museum.""Iya, Kek.""Lumayan, Pak Praka
Cantika tidak bisa melupakan kejadian tadi pagi, dimana Gala menjadi diam mematung. Apakah sahabatnya itu sakit? Apakah dia masih marah padanya?Entahlah, Cantika bingung. Dia tidak ingin Gala sakit."Hei," panggil Laura pada Cantika.Membuat perempuan dengan rambut sebahu itu menoleh. "lya?""Nomor lima, bisakah aku melihat jawabanmu?""Um... bukankah ini pendapat masing-masing?""Anggap saja sebagai imbalan karena pacarku Gala telah mengantar jemputmu."Kalimat itu membuat Cantika tidak berdaya, akhirnya dia memberikan bukunya pada Laura saat guru sedang keluar dari kelas.Dia kembali melamun, memikirkan Gala.Sampai seseorang datang ke mejanya."Cantika, maaf aku lupa. Tadi Gala menitipkan ini untukmu," ucap salah satu anak perempuan memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia bilang kau harus tumbuh dengan baik."Sontak, seluruh kelas yang mendengar mengatakan, "Ciiiiieeeeeee.... Cantika Cieeeee..."Kemudian disusul dengan kalimat kal
Dalam perjalanan, Laura berusaha menggoda Gala. Dia sesekali bergerak hingga bagian bawah gaunnya sedikit terangkat. Yang mana hal itu membuat Gala mengerutkan keningnya, dia heran Laura yang tidak bisa diam sejak tadi."Apa kau baik baik saja?" Tanya Gala dengan polosnya."Ah iya... aku hanya merasa tidak nyaman dengan pakaian yang aku pakai."Gala mengangguk. "Nah, aku juga akan memberitahumu tadi. Itu terlihat seperti alat memasak nasi milik Oma ku. Wahh..., apalagi suaranya kresek kresek," ungkap Gala mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya. "Kau berubah pikiran? Ingin kembali?""Tidak, aku tidak mau kembali. Teman temanku sudah menungguku di sana," ucap Laura yang memilih untuk diam. Dia heran bagaimana bisa Gala berhenti tertarik padanya hanya sampai di titik ini. Pria itu tidak menanyakan sesuatu yang menjadi tanda kalau pria itu ingin memilikinya.Bagaimana Laura tau? Tentu saja dia memiliki banyak pengalaman dengan pria pria di luar sana. Dan pria lebih muda tidak sulit d
Cantika berusaha menahan tawanya ketika melihat Galayang menengadah dengan dokter yang mencoba mengambil mangga mungil itu dari lubang hidungnya. Untuk menahan tawanya, Cantika memalingkan wajahnya, sementara tangannya terus digenggam oleh Galayang sesekali merengek karena rasa pegal dan malu."Tutup tirainya!" teriak Galasaat melihat beberapa pasang mata yang melihat ke arahnya sambil menahan tawa. Yang mana membuat dokter itu memberikan isyarat pada perawat untuk segera menutup tirai.Mereka berada di ruang terbuka yang berada di dekat lobi, kepanikan Galamembuatnya lupa kalau dirinya adalah pemilik rumah sakit ini dan tidak datang ke lantai VVIP. Dia berlari dan langsung duduk di hospital bed yang ada di sana, sementara Cantika sibuk mencari bantuan.Dokter yang mengenali siapa Galalangsung menanganinya di sana, melihat Galayang panic juga membuat dokter itu lupa untuk membawanya ke lantai VVIP di paling atas."Apakah keluar?" tanya Galamasih menengadahkan kepala mengadahkan lubang