Silahkan komen dan vote Kakak. Makin banyak vote dan komen, makin banyak update.
“Oma, aku tidak bisa memakai baju ini.” “Kenapa?” Raya terlihat ragu menjawab, apalagi saat Oma menatapnya tajam. Tapi Oma lama-lama merasa tidak tega dan mengusap punggungnya. “Kau itu cantik, ayo pakai saja, dan ikut Oma ke ruang senam.” Baju yang diberikan Oma sangat kurang bahan, baju senam itu berbentuk g-string dengan celana pendek. “Ria, cepat!” “Iya, Oma.” Di ruangan penuh kaca itu, terlihat Oma sedang menyisir rambut pendeknya yang putih dengan jari. Oma masih terlihat sehat dan bugar meski tidak muda lagi. “Setelah senam, kita berenang. Oke?” “Raya harus memasak untuk Andro, Oma.” “Hah? Kenapa, kan ada koki?” “Andro minta dimasakkan, lalu makan siangnya diantar ke kantor.” Oma mencebik, “ada-ada saja kelakuan suami jaman sekarang.” *** Raya sudah selesai memasak menu makan siangnya. Ia mendekati Jeta. “Jeta, bisa tolong panggilkan aku taksi?” “Untuk apa, Nona?” “Aku mau mengantar makan siang suamiku, Jeta.” “Aduh,” Jeta memukul keningnya sendiri. “Saya bisa di
Tanpa diduga, Raya tertidur di ruangan Andro, tepatnya di kamar yang ada disana. Membuat Andro menatapnya dalam diam. Sambil duduk di kursi rodanya, Andro bicara pada dirinya sendiri. “Kamu ini gadis baik yang manis dan cantik, kenapa orang tua mu tega melakukannya?” Andro memegang berkas milik Raya yang baru tadi pagi di serahkan sekretaris Hans padanya, “apa yang akan kamu lakukan jika kamu tahu orang tuamu masih hidup dan mereka membiarkanmu tinggal bersama seorang nenek yang membencimu? Membuat opini seolah mereka sudah mati.” Kembali menatap Raya, entah mengapa Andro merasa ada magnet kuat di sekitar Raya yang membuatnya tak bisa sedikitpun memalingkan pandangannya. Sampai dering ponsel menyadarkan dirinya, Andro keluar dari ruangan itu. “Ada apa, Prabu?” “Aku memesan tempat di kafe biasa, ada yang ingin kubicarakan denganmu malam ini, Kak.” Andro terdiam sejenak. “Ya, aku akan datang.” “Oke, aku akan menunggumu disana, Kak.” “Ya.” “Apa Kak Raya masih di ruanganmu?” “M
Di salah satu kafe yang terletak di pusat bisnis Ibu kota, Andro menatap orang-orang yang sibuk mengobrol satu sama lain dengan partnernya kecuali Prabu yang duduk termenung sendiri di salah satu sudut ruang terbuka. Andro menekan tombol jalan pada kursi rodanya untuk mendekat. “Rokok Kak?” Prabu menawarinya rokok. Dengan tenang, Andro menggelengkan kepalanya. “Katakan, apa yang mau kau bicarakan?” Begitulah Andro, dia tidak suka berbasa-basi. “Wei… kau selalu seperti ini, Kak. Tidak pesan makan atau minum dulu? Kita nikmati quality time berdua ini. Aku sangat merindukanmu.” Andro tersenyum kecut, “cih!” Mengibaskan tangannya ke udara. “Ada seseorang yang menungguku pulang di rumah. Kita langsung saja.” “Oh, jadi begitu, semenjak ada Kakak ipar aku sudah tersingkirkan?” Prabu terkekeh. “Cepat katakan atau aku pergi sekarang?” Tawa Prabu seketika terhenti mendengar ancaman Andro. Ia berdehem dan membenarkan posisi duduknya. “Kehidupan Nara semakin terekspose media Kak. Entah
Sebelum matahari terbit, Raya sudah bangun. Namun, dia tidak bisa bergerak karena Andro memeluknya seperti guling. Itu membuat Raya risih sekaligus malu dan setelah dipikir-pikir, Raya baru sadar kalau ini aneh. Raya menatap kaki Andro di perutnya. Kakinya lumpuh tapi bisa sampai ke perutku? Ah… mungkin saja bagian lutut kebawah yang tidak bisa digerakkan. Raya membuyarkan sendiri prasangka dalam pikirannya. Perlahan, akhirnya Raya bisa melepaskan diri dari pelukan Andro. Merubah posisi Andro menjadi terlentang. Raya segera menyiapkan air mandi untuk Andro, lalu ia menunggu Andro bangun. Tapi sampai pukul setengah delapan, Andro belum juga bangun. Bahkan alarm ponsel milik Andro sudah berdering beberapa kali. Akhirnya Raya memberanikan diri untuk membangunkannya. “Suamiku, ini sudah siang.” Andro menutup telinganya dengan bantal. “Suamiku, ini sudah siang. Kamu harus bangun. Tidak ke kantor memangnya?” “Ambilkan ponsel ku!!” “Apa?” “Bawa kemari ponselku, Raya!” Raya mengem
“Ssh… Su–amiku…” Ini gila, Raya seperti merasakan sensasi yang membuat bagian bawah tubuhnya lumpuh seketika. Apa ini? Saat tangan suaminya menelusup ke bawah, dia benar-benar tak berdaya lagi. Tubuh yang awalnya seolah menolak tiap sentuhan Andro, kini meronta seolah meminta. Tangan Andro hanya bergerak lembut pada inti miliknya. Namun mampu membuatnya terbang ke awan. “Andro! Ria!” Seketika teriakan Oma membuayarkan gairah mereka. “Ini bukan waktunya produksi kue mochi. Cepat keluar! Time is out, time is out!” Andro membuang napas kasar mendengar teriakan Oma, sementara Raya tergolek lemas di dada Andro. “Kita lanjutkan nanti!” Ucap Andro yang tak begitu dihiraukan Raya. *** Dalam perjalanan menuju gereja, Andro tertawa mengingat kejadian pagi ini. Sementara Hans di sebelahnya menatapnya penuh tanya. Akhir-akhir ini tuan muda sepertinya sering sekali tertawa, gumam Hans dalam hati. Hans mengeluarkan ponselnya saat mendengar tanda nada pesan masuk. “Ada apa?” Andro penasa
Malamnya, Andro pulang begitu larut dan mendapati Raya sudah tertidur pulas. Ia pun tak mau mengganggu tidur nyenyak istrinya itu. Andro hanya mendekat sebentar untuk memandangi wajah sang istri sambil bergumam. “Istriku, kau punya aku mulai sekarang. Apapun hal buruk di hidupmu. Aku akan berusaha sekuat tenaga menggantinya dengan hal baik. Percayalah padaku!” Andro mengusap pipi Raya, ketika tanda pesan singkat di ponselnya berbunyi. Rupanya, sekretaris Hans sedang mengingatkan Andro untuk membuka ema*il dari tuan Narendra Adijaya. Andro membuka ema*il dari perusahaan konsultan uji tuntas dan akuisisi, Adijaya Consulting yang merupakan rekanannya secara pribadi. Adalah Narendra Adijaya, pemilik dari Adijaya Consulting ini merupakan teman sejawat Andro saat mengenyam pendidikan di Singapura sebelum dirinya mengalami kecelakaan. Selain membangun hubungan bisnis, mereka juga bersahabat cukup dekat. Konsultan properti yang pamornya sedang naik daun ini mengirim em*il nota investas
“Pasangkan dasiku!” Raya mendekat. Andro langsung meraihnya dan mendudukkan Raya di pangkuannya, menggeser posisi Raya menyamping agar menghadap dirinya. Raya tidak menolak. Wajah mereka yang berdekatan membuat Raya kembali gugup. “Lihat mataku!” Andro menyeringai. “Kau menyukaiku, kan?” Raya menggeleng sebagai jawaban, makin hari Andro semakin berani narsis di depan Raya. “Ayolah, katakan saja kalau kau menyukaiku!” “Sudah,” ucap Raya selesai memasang dasi Andro. “Permisi, aku mau merapikan pakaian.” Raya melompat dari pangkuan Andro dan berhasil melarikan diri. Bagi Andro itu adalah termasuk bentuk penolakan dan Andro tidak suka itu, Andro membuang pandangan, “cih! Kenapa harga diriku selalu hilang saat bersamanya?” Andro merasa harga dirinya hilang setiap kali tidak bisa menahan diri saat bersama Raya. *** Di ruang makan, Oma duduk sendirian. “Apa mereka tidak turun, Jeta?” Tanya Oma pada Jeta yang baru turun dari lantai dua. “Tuan muda hari ini tidak ke kantor dan pagi
“Siapa aku?” “Apa benar aku bukan darah daging ayahku?” Oma terdiam sesaat mendengar pertanyaan Andro. Jujur, Oma tidak mempersiapkan jawaban atas ini, karena selama ini banyak rumor mengenai Andro yang tak Andro hiraukan. Oma tersenyum kaku, “kau ini kenapa, kenapa harus baper dengan rumor murahan seperti itu? Bukankah selama ini mereka sudah sering menyebarkan rumor yang tidak-tidak tentangmu?” Andro memicingkan senyum, “Oma tidak sadar?” Memiringkan kepalanya menatap Oma. Oma mematung. “Oma yang kenapa. Reaksi Oma berlebihan. Tidak biasanya Oma semarah ini pada rumor yang menyeret namaku.” Oma menghela napas besar, kemudian menghembuskannya kasar. “Kau cucu kandung Oma dan Opa, darah kami mengalir dalam dirimu.” Tutur Oma datar. Oma berdiri dari kursi kerjanya, “pembicaraan ini cukup sampai disini. Oma harus senam. Bastian sudah menunggu. Panggilkan Ria, dia juga ada jadwal aerobic hari ini!” Oma melangkah ke pintu ruang kerjanya saat Andro berkata. “Raya tidak akan kemana