Membayangkan rencananya yang akan berhasil. Nita juga membayangkan bagaimana marahnya Andra saat melihat Alana mempermalukan dirinya sendiri.
"Aku yakin, rencanaku ini pasti akan berhasil. Aku pastikan kalau Andra akan merasa ilfeel dan menendang Alana dari pekerjaannya!" lanjut Nita, kemudian matanya mulai melirik kearah pelayan catering. Menggerakan tangannya sebagai isyarat agar pelayan itu mendekat.
"Apa kamu mau uang? Saya bisa kasih kamu uang, tapi kamu harus melakukan sesuatu untuk saya," ucap Nita yang membuat pelayan catering itu mengerutkan keningnya dengan bingung. Tapi sepertinya uang yang Nita tawarkan terlihat tampak menggiurkan.
"Apa yang harus saya lakukan untuk Nyonya?" tanya pelayan catering itu dengan berbisik.
"Berikan segelas jus pada wanita muda yang sedang berdiri di sana," tunjuk Nita pada Alana. "Tapi campurkan ini di dalam minumannya!" lanjut Nita sambil memberikan sebuah botol kecil berisi sebuah cairan y
“Enghh..” bibir Andra masih mengunci rapat bibir Alana. Tangannya yang kekar mendekap punggung Alana hingga merapat padanya.“Apa mereka tidak malu berciuman di depan umum?” bisik-bisik para tamu undangan.Sementara Sherly menghentakan kakinya kesal, ia cemburu melihat Andra berciuman—di depan matanya.“Ck! Aku tidak bisa biarkan ini. Kenapa Andra malah menciumi Alana di hadapan para tamu?!” Sherly hendak beranjak menghampiri Andra dan Alana, akan tetapi Arwen menahannya.“Jangan!”“Kenapa, Pa? Wanita murahan itu sudah menggoda calon suamiku! Apa Papa tidak melihat kalau mereka sedang berpagutan dengan mesra? Hhh.. menjijikan!” kesal Sherly mengetatkan giginya.Arwen mengangguk. “Papa tahu. Hanya saja menurut Papa sebaiknya kamu tidak usah ke sana. Karena Papa tidak mau kamu membuat keributan yang akhirnya malah mempermalukan diri kamu sendiri.”
“Anda mau apa Pak? Mau ikut berenang ya?” tanya Alana yang belum sadar dari mabuknya.“Iya. Kita akan berenang menyelami nikmatnya surga dunia. Aku akan membuatmu hanya menjeritkan namaku saja, Alana!” sahut Andra tepat di depan wajah Alana. Kemudian Andra meraup bibir ranum Alana.“Enghh.. Pak?”“Kamu tahu, Alana? Kamu selalu membuatku tak bisa mengendalikan naluri kelelakianku! Tubuhmu selalu membuatku candu untuk menyentuhnya,” kata Andra.“Kamu mau berpesta denganku malam ini ‘kan, Alana?” tanya Andra.“Mari kita melakukannya dengan penuh penghayatan.”Kini dua insan itu sudah siap untuk mulai bergelung di peraduan.“Engh, Pak. Apa yang Anda lakukan?” .“Sudah ku bilang kita akan berenang. Kamu hanya perlu diam dan menikmati. Sebut saja namaku berkali-kali, Alana! Aku hanya ingin mendengar nama
Bahkan pelukan Andra membuat hidung mancung mereka nyaris bersentuhan. Napas Andra mendesau, menyapu permukaan kulit wajah Alana.“Apa kamu benar-benar tidak ingin terus memelukku seperti ini, Andra? Apa kamu benar-benar tidak ingin aku pergi?” Alana bergumam pelan. Bibirnya mengukir senyum yang tak dapat ia tahan.Disentuhnya hidung mancung Andra dengan telunjuknya.“Aku tahu ini salah. Aku sadar sekali kalau apa yang sudah terjadi di antara kita ini tidak dibenarkan, Andra. Karena kita sudah bukan lagi suami istri. Tidak seharusnya kita tidur satu ranjang. Tapi, entah mengapa aku malah merasa bahagia saat terbangun di dalam pelukanmu. Aku tidak sadar dengan apa yang sudah terjadi semalam. Yang jelas, aku tidak kuasa saat hatiku sangat merindu pada sentuhanmu.” pelan sekali Alana bicara. Karena ia sangat takut jika Andra bangun lantas mendengar apa yang dia katakan.Alana menarik napasnya pelan. Lalu ia mengarahkan pandangan
Di dalam kamar mandi, Alana mengamati tubuhnya di depan cermin. Alana dapat melihat pantulan dirinya sendiri dari balik cermin itu.Sambil menahan napasnya, jemari tangan Alana terangkat menyentuh lehernya yang terdapat noda merah di sana. Itu adalah bekas ciuman Andra. Tanda kepemilikan yang Andra tinggalkan di leher Alana yang jenjang.“Aku sudah menyerahkan tubuhku begitu saja pada Andra. Aku tidak berdaya menolaknya. Sepertinya apa yang Andra katakan tentangku itu benar. Aku memang wanita yang murahan. Aku sudah tidak memiliki harga diri.” Alana menyeka air di sudut matanya.Terbersit rasa penyesalan yang amat dalam di hati untuk Winarti.Ya. Tak seharusnya Alana membiarkan dirinya terlena dengan sentuhan Andra. Padahal sudah jelas laki-laki itu merenggut kehormatannya dengan sesuka hati dan seringkali merendahkan harga dirinya tanpa perasaan.Akan tetapi Alana selalu saja tidak berdaya. Rasa cinta yang masih mengg
“Maaf, Pak. Daripada ribut, kenapa Anda tidak ajak saja pacar Anda untuk duduk di kursi itu sama-sama. Ya, mungkin memang akan sedikit sempit karena berhimpitan di atas satu kursi. Tapi keromantisannya akan lebih terasa,” usul kernet bus sambil bersiul dan menaik-turunkan alisnya pada Andra dan Alana.Sementara Andra dan Alana saling pandang satu sama lain.Alana menahan senyum. Melirik kearah sampingnya dimana Andra tampak setengah mengantuk sambil menyender di pundaknya.Ya. Akhirnya Andra dan Alana melakukan apa yang diusulkan oleh kernet bus itu. Mereka duduk berhimpitan bertiga dengan salah satu penumpang yang lain. Kursi yang kecil itu membuat Andra mau tak mau harus merapat pada Alana agar ia tidak terjatuh.‘Kamu tampan sekali, Andra. Wajah kamu selalu terlihat tenang saat tidur. Dan aku selalu suka memandanginya sejak dulu,’ batin Alana.Alana tidak tahu, jika sebenarnya Andra mengantuk karena lelaki i
“Ke mana saja kamu semalam? Dan kenapa telpon Papa selalu kamu reject, Andra?” Andra seperti sedang disidang. Saat ini Andra tengah duduk di sofa ruang tengah. Tampak di hadapannya telah duduk Darma dan Nita yang menatapnya dengan tatapan dingin dan tajam.Saat sebelum pulang pun Andra sudah menduga jika hal ini pasti akan terjadi. Interogasi dan ceramah dari orang tuana memang selalu melekat dalam kehidupan Andra sehari-hari. Hingga membuat Andra merasa muak dan bosan.“Aku habis dari Club, Pa. Aku pergi dengan teman-temanku dan menginap di hotel.” Andra pun berdusta. Karena tak mungkin ia mengatakan yang sejujurnya pada kedua orang tuanya.Mata Darma memicing menatap Andra tak yakin. “Club Mana yang kamu maksud? Dan siapa teman-teman kamu itu?”“Kenapa Papa harus bertanya sedetile itu? Apa perlu aku menjelaskan hingga ke tektek bengeknya? Sudah jelas aku pergi ke Club yang biasa aku kunjungi. Dan Papa pun tidak
“Maksud Rehan. Mama tidak boleh mengulangi kecerobohan Mama. Semalam Mama sampai lupa tidak memberi kabar ke rumah. Mama jangan ulangi lagi ya. Rehan sama nenek ‘kan jadi khawatir di sini,” sahut Rehan. Dan Alana langsung menarik napasnya lega.‘Hah. Ternyata itu maksud Rehan. Aku sampai panik. Ku pikir Rehan mengetahui apa yang terjadi sebenarnya malam tadi,’ desah Alana dalam hatinya.Alana mengangguki ucapan Rehan. Kemudian Alana menangkupkan kedua tangannya di pipi gembil bocah itu. Lantas menatap kedua bola mata Rehan dengan tatapan lembut.“Iya, sayang. Mama janji sama Rehan. Mulai sekarang, Mama tidak akan pernah mengulangi hal itu lagi. Kalau Mama pulang terlambat, pasti Mama akan langsung memberi kabar. Maaf ya, karena sudah membuat Rehan dan nenek merasa khawatir.”Rehan mengangguk. Kini seberkas senyum manis sudah terbit di wajahnya.“Nggak apa-apa, Ma. Yang penting sekara
“Aku hanya ingin mengobrol, Axel. Aku tidak butuh wanita!” tukas Andra dengan nada bicaranya yang tegas.Dan tawa Axel terdengar semakin tumpah di seberang telpon.‘Haha.. baiklah. Aku mengerti kalau kamu memang tipe lelaki lugu, Andra. Oke. Aku akan bersiap-siap sekarang. Sampai jumpa di Club!’TUT!Axel memutuskan sambungan telpon dan Andra langsung melemparkan pelan ponselnya ke atas dashboard. Kemudian netra Andra kembali menatap lurus pada jalanan yang terhampar di hadapannya.Tujuannya sudah bulat. Andra akan bertemu dengan Axel di sebuah Club yang sering mereka kunjungi sejak masih duduk di bangku kuliah dulu.***“Tolong tambahkan lagi minuman di gelasku!” pinta Andra pada seorang bartender sambil menyodorkan gelasnya yang sudah kosong.“Hey, Man! Sudah hentikan. Cukup hanya satu gelas lagi kali ini. Jika kamu minum terlalu banyak, nanti kamu pasti akan mabuk, Andra!