Home / Romansa / (Bukan) Istri Pelarian / Bab 3. Batalkan Pernikahan

Share

Bab 3. Batalkan Pernikahan

Author: AfourS
last update Last Updated: 2023-04-10 13:11:36

Syifa masih menempelkan punggungnya di bebatuan karang. Dia ingin segera pergi dari tempat itu. Namun, Furqon terus-terusan memanggil namanya. Syifa yang telah muak dengan semua itu pun, akhirnya memilih keluar dari tempat persembunyiannya. 

"Aku tidak akan pernah lagi percaya ucapan kamu, Bang Furqon. Tidak akan!! Semua yang keluar dari mulutmu palsu," teriak Syifa yang muncul dari balik bebatuan karang.

Melangkah keluar dari tempat persembunyiannya, Syifa mengangkat sedikit gamisnya yang terulur untuk mempermudah dia melangkah. Tatapannya tajam menghunus pada Furqon yang diam membisu, karena tidak tahu apa yang akan dia ucapkan. 

"Aku tidak akan percaya lagi semua yang kamu ucapkan, semua hanya kebohongan. Seorang Furqon yang selama ini aku anggap baik luar dan dalam, ternyata kebusukan yang ada dalam diri kamu," ucap Syifa menusuk tajam jantung pria itu dengan kata-kata yang dai lontarkan. 

"Syifa, Syifa tunggu dulu! Kamu salah paham!! Semua yang kamu dengar itu belum sepenuhnya yang ingin aku utarakan, please Syifa, dengar dulu penjelasan abang," pinta Furqon sedikit memelas. 

Asy-Syifa Nurul Qolby, dia adalah gadis tangguh, dibesarkan tanpa adanya kasih sayang orang tua, membuat dia tidak pernah berputus asa dengan takdirnya. Dia sudah terbiasa dengan rayuan dan bujukan orang lain yang hanya berakhir pada kesia-sian, seperti halnya saat ini. Mendengar Furqon meminta waktu untuk menjelaskan, baginya itu sangat tidak penting dan hanya akan membuang waktunya percuma. Syifa tetap menyakini diri bahwa ucapan pria itu adalah benar adanya. 

"Sudah lah, Bang Furqon. Syifa capek, minggir!!" Syifa pun pergi meninggalkan Furqon yang terus memohon untuk mendengarkan dulu penjelasan darinya. 

“Syifa, please. Dengarkan abang.” Pria itu menahan lengan calon istrinya.

Syifa dengan kasar menepis tangan Furqon, tiada lagi rasa hormat dalam dirinya pada pria itu. Bahkan, rasa sayang yang teramat dalam, seketika berubah menjadi rasa benci yang begitu besar karena merasa hatinya telah dipermainkan sebegitu mudahnya oleh pria itu.

Syifa yang takut akan ditahan kembali oleh Furqon, lantas berlari kencang, menjauh dari calon suaminya itu. Ceroboh, Syifa menginjak gamis dibagian yang tidak terangkat olehnya. Tubuh mungil itu terjatuh di pasir, membuat goresan ringan dikedua telapak tangannya. 

"Awwhh," keluhnya merasakan perih di telapak tangannya. Pun, pergelangan tangannya juga merasa ngilu karena terkilir ketika dia menahan tubuhnya saat akan terjatuh di atas pasir.

"Syifa," teriak Furqon melihat calon istrinya terjatuh. 

Syifa yang takut jika Furqon sampai di tempatnya dan kembali menahannya nanti, gegas berdiri, tidak peduli akan luka yang juga terasa di kedua lututnya. Namun, baru beberapa langkah menjauh, Syifa kembali terjatuh. 

"Arrggh." Syifa meringis menahan sakit ditangannya yang semakin tergores. 

“Astaghfirullah, sakit,” ringisnya memejamkan mata, mencoba menghalau rasa sakit yang seolah terasa di sekujur tubuhnya.

"Syifa, kamu tidak apa-apa, sayang? Mana yang sakit?" tanya Furqon panik, dan sudah berjongkok di depan calon istrinya itu.

Furqon meraih pergelangan tangan Syifa, hendak melihat luka di tangan calon istrinya. Tetapi, gadis itu segera menepis tangannya, menolak untuk disentuh oleh pria yang telah melukai hatinya. Dengan memasang tampang sangar, Syifa terus menolak uluran tangan Furqon dengan kasar.

"Tidak usah sok peduli kamu," lirihnya ketus.

Syifa mencoba berdiri perlahan tanpa mengharap bantuan dari Furqon. Dia melawan rasa sakit di kedua tangan dan lututnya yang perih. Namun, keadaannya yang sudah lemah, membuatnya kembali terduduk di pasir. 

"Erggh.” Syifa geram, karena kakinya yang sudah lemah, tidak lagi mampu menopang tubuhnya. 

"Syif, tangan dan kaki kamu terluka. Biar abang bantu berdiri yah." Furqon yang masih berjongkok, kembali mengulurkan tangannya. 

Lagi-lagi Syifa menepisnya, Furqon yang tidak ingin ditolak lantas berdiri di belakang gadis itu, membantunya dengan mengangkat tubuh calon istrinya pelan.

"Minggir, saya tidak butuh bantuan kamu. Pergi sana, urus saja wanita itu. Urus saja Viana, jangan urus aku. Pergi," teriak Syifa berang karena pria itu seenaknya menyentuh tubuhnya.

Menghela nafas berat, Furqon tahu jika Syifa marah besar padanya. Syifa berhak untuk membentaknya, memakinya bahkan membencinya sekarang ini. Tapi, satu hal yang seharusnya gadis itu tahu, tidak ada terniat sedikitpun dalam diri Furqon untuk melukai perasaan Syifa, apalagi hatinya sudah mencintai gadis manis yang semula hanya dia jadikan pelampiasan emosi semata. 

Pun, kejadian sebenarnya, Furqon sendiri belum selesai menjelaskan pada teman-temannya alasan dia menikahi Syifa, meski mereka baru saling mengenal beberapa minggu. Namun, gadis cantik yang dia sendiri tidak tahu sejak kapan ikut nimbrung dalam pembicaraannya malam itu, telah memotong ucapannya sebelum bisa mendengar cerita yang utuh dari mulutnya.

Dan sekarang, terjadilah kesalahpahaman diantara mereka, dan dalam pikiran Syifa yang bagai tercuci otaknya, Furqon hanyalah lelaki jahat yang mempermainkan perasaan wanita. 

"Syifa. Maafkan abang yah. Abang dulu pernah salah, tapi tolong jangan seperti ini. Semua yang kamu dengar itu belum seutuhnya," pintanya memaksakan tangan Syifa untuk digenggamnya. 

Syifa memalingkan wajahnya dari tatapan Furqon. Menghapus air mata yang menggenang, berusaha tetap kuat meski dia sendiri tengah lemah.

"Lepas tidak!! Aku benci kamu!! Aku benci kamu Furqon, lepas!" Syifa berteriak kencang, menarik tangannya dari genggaman pria itu.

"Tidak akan! Sebelum kita bicarakan ini baik-baik. Tolong, beri abang waktu untuk menjelaskan semuanya.” Lagi dan lagi, Furqon memohon.

"Mau bicara apalagi, hah. Mau menyanggah apalagi? Mau membela diri dan mengatakan kalau itu semua bohong, hah?" teriak Syifa. 

"Sudah jelas kalau kamu tidak mencintai saya. Sudah jelas kalau kamu ingin menikahi saya hanya untuk membalaskan dendam pada wanita itu. Mau menyanggah apalagi, Furqon," sembur Syifa.

Furqon memelas dan terus memohon pada calon istrinya itu, meminta untuk diberi kesempatan menceritakan yang sebenarnya. Namun sayang, hati Syifa sudah sekeras batu, apa yang dia dengar, dia telan bulat-bulat.

"Cukup. Mau kamu memohon seperti apapun, saya tidak peduli. Mending urus wanita yang menolak kamu, mohon saja sama dia. Saya tidak lagi sudi melihat wajahmu itu." Syifa menarik tangannya kuat hingga terlepas dari genggaman Furqon.

Syifa berdiri perlahan, air matanya bahkan mulai berhenti, saking dia membenci pria itu. Dia melangkah pelan dan hati-hati. Teringat satu hal olehnya, tidak ingin lagi memperpanjang permasalahan itu. Syifa pun menoleh kembali, menatap Furqon yang mematung. Saat ini yang ada dalam benaknya adalah segera mengakhiri hubungan yang tidak sehat diantara mereka. 

"Saya minta, batalkan pernikahan kita. Saya tidak sudi menikah dengan pria yang ada wanita lain di dalam hatinya. Dan saya tidak sudi, dinikahi hanya karena pelarian saja."

Related chapters

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 4. Penyesalan

    Furqon terdiam di tempatnya kini berpijak, mengikhlaskan kepergian Syifa yang ikut serta membawa amarah dalam dadanya, tanpa mau lebih dulu mendengarkan apa alasan yang sebenarnya. Tangannya mengepal kuat di kedua sisi badannya, ketika teringat permintaan Syifa yang ingin membatalkan pernikahannya yang akan terlaksana seminggu lagi. “Heh.” Furqon tersenyum nyeringai, lalu menoleh ke samping, di mana terlihat ombak saling bersahutan menerjang kokohnya bebatuan karang.“Membatalkan pernikahan? Heh, tidak semudah itu, Syif!” ucapnya mengeja kembali permintaan gadis yang seminggu lagi akan disandingkan dengannya di pelaminan.“Tidak Syifa, kamu itu milikku. Kamu sudah memilih untuk berada di dalam genggamanku. Dan kamu harus tahu, Syifa. Kalau aku, tidak akan semudah itu untuk melepaskan apa yang telah aku genggam, kamu harus tahu itu.” Furqon bermonolog, dia bercakap dengan angin malam, berharap akan menyampaikan pesan itu pada calon istrinya.Berjalan dengan langkah gontai menuju cafe,

    Last Updated : 2023-04-17
  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 5. Ancaman Furqon

    Syifa tengah bersiap untuk pergi ke kampung halaman Furqon. Ingin menyatakan langsung pada kedua orang tua lelaki itu untuk membatalkan pernikahan yang akan terlaksana seminggu lagi. "Bismillah, aku ikhlas untuk membatalkan pernikahan ini. Semoga ini yang terbaik. Ya Allah, mudahkanlah," monolog Syifa yang tengah mematut dirinya di cermin.Hari ini adalah hari senin. Dan di hari ini pulalah, Syifa telah memiliki jadwal dengan dosen pembimbingnya untuk bimbingan skripsi. Namun, segera dia izin untuk membatalkannya dengan alasan sakit. Beruntung dosen itu menyetujuinya. Kediaman keluarga Wais Al-Furqon ialah di Pariaman. Dengan bermodalkan motor yang dia pinjam dari teman kosnya, Syifa akan menemui calon mertuanya. Melihat dengan jelas rumah megah yang ada di depannya, Syifa mendadak gugup. "Kok aku jadi gugup begini yah!" gumamnya pelan, lalu memegang dadanya. Di mana jantungnya berdegup begitu kencang.Memberanikan diri, Syifa pun menekan bel rumah tersebut. Tidak beberapa lama, M

    Last Updated : 2023-04-19
  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 6. Pernikahan Furqon dan Syifa

    "Loh Syifa," sapa Gusnita yang baru saja masuk ke ruang tamu dengan Arman yang mengekor di belakangnya. Syifa menoleh pada sumber suara. Jantungnya berdegup kencang melihat dua orang yang telah dia anggap sebagai orang tuanya sendiri. "Tumben pagi begini kamu main ke sini?" Wanita yang berusia 55 tahun itu tersenyum lebar mendapati calon menantunya berada di rumahnya pagi itu. Syifa yang tidak lagi bisa berkata apa-apa setelah mendengar ancaman Furqon, hanya membalas wanita itu dengan senyuman canggung."Iya, Bun. Pengen main ke sini aja. Bunda apa kabar?" tanya Syifa sedikit kikuk, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, setelah menyalami kedua calon mertuanya. Syifa mendadak salah tingkah. Niatnya untuk membatalkan pernikahan, seketika harus terhalang mendengar ancaman dari Furqon, calon suaminya sendiri."Alhamdulillah, bunda baik. Ayo ke belakang, kita sarapan dulu yuk sayang. Kamu tadi berangkat ke sini pasti belum makan kan!" Tanpa jawaban dari Syifa, Gusnita menarik pela

    Last Updated : 2023-05-06
  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 7. Sebuah Kebohongan

    Acara pesta pun telah selesai, para tamu undangan pun telah pulang, yang tertinggal hanyalah para staf catering serta beberapa anggota keluarga lainnya yang ikut berkemas.Sementara kedua pengantin telah berada di kamar hotel yang telah disewakan untuk mereka selama beberapa hari.Syifa terduduk di tepi ranjang, sorot matanya menatap pintu kamar mandi di mana sang suami berada di sana."Ya Tuhan, aku takut sekali," ucapnya sembari meremas bukul tangannya.Saat memasuki kamar tadi, Furqon dan Syifa memang berjalan beriringan. Namun, mereka saling diam dan sesekali hanya melempar senyum ketika berpapasan dengan orang-orang. Ceklek! Pintu kamar mandi terbuka, sosok tinggi, bertubuh atletis muncul dari balik pintu dengan hanya memakai handuk putih yang melilit tubuhnya bagian bawah."Syifa," panggil Furqon dan berjalan mendekati istrinya. "I-iya, Bang," jawabnya. Syifa pun segera beranjak dengan ekspresi sedikit takut dan canggung. Dia berusaha memalingkan wajahnya agar tidak melihat k

    Last Updated : 2023-05-24
  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 8. Patah Hati

    Di tempat lain, Nada masih mengurung diri di kamarnya sejak pagi. Pernikahan Furqon dan Syifa, membuat dia patah hati. Berharap pertengkaran Syifa dan Furqon seminggu yang lalu akibat lelaki itu yang salah berucap, berujung batalnya pernikahan mereka. Justru, harapan itu sirna dengan berita bahwa keduanya bahagia melaksanakan pesta pernikahan. Berulang kali teman-temannya mengajak Nada untuk ikut menghadiri acara pernikahan Furqon dan Syifa. Namun, berbagai alasan pula dia berikan. Nada memberi alasan pasti pada para temannya untuk tidak bisa menghadiri acara sakral itu. "Kenapa Fur? Kenapa harus Syifa? Kenapa harus dia yang kamu nikahi?" teriak Nada tidak terima dengan takdir yang terjadi padanya. Seharusnya dia yang dilamar Furqon, bukan Syifa. Seharusnya dia yang menjadi istri dan pendamping hidupnya, bukan Syifa. "Andai aku tahu kalau saat itu lamaran kamu ditolak gadis itu. Aku siap, Fur. Aku siap menjadi pelarianmu," lirihnya. Dalam benak Nada, tidak apa jika dirinya dinik

    Last Updated : 2023-05-24
  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 9. Pembuktian Cinta

    "Jadi kalian pindah sore ini?" tanya Gusnita pada Furqon dan Syifa yang tengah menyantap sarapannya. "Jadi, bun. Furqon sudah suruh orang untuk bereskan semua keperluan di sana. Jadi kami hanya tinggal menempati rumah kontrakan itu tanpa harus beberes lagi," jelas Furqon kemudian. Gusnita menatap Arman. Dia merasa keberatan jika anak dan menantunya harus tinggal pisah darinya. Apalagi, mereka akan tinggal di rumah kontrakan sederhana yang hanya memiliki 2 kamar saja. "Kenapa kalian nggak tinggal di sini saja sih? Kan rumah ini juga tidak terlalu jauh dari kampus. Paling 1 jam sudah sampai, itu kalau lambat," jelas Gusnita. Furqon dan Syifa saling tatap. Sebenarnya, Syifa juga setuju dengan ibu mertuanya. Dia takut untuk tinggal hanya berdua saja di rumah itu. Syifa takut jika nantinya Furqon menyakiti dirinya. Melukai kembali perasaannya yang telah terkoyak. "Ya Allah, hamba berharap jika rumah kontrakan itu tidak layak untuk kami huni berdua saja, ya Allah" do'a Syifa dalam hat

    Last Updated : 2023-05-25
  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 10. Penyesalan Arsyil

    "Wahhh, rumahnya besar banget." Syifa terkagum pada rumah yang telah dibeli sang suami. Mereka memutuskan untuk pindah meski baru semalam menghuni rumah kontrakannya. Syifa dan Furqon memutuskan untuk tinggal pisah dari orang tuanya. Meski Arman dan Gusnita bersikekeuh meminta keduanya untuk tinggal bersama mereka. "Alhamdulillah, rezeki abang cukup untuk membeli rumah ini," jawabnnya enteng lalu meletakkan 2 buah koper miliknya dan sang istri.Furqon pun mendekat pada Syifa yang masih berdiri, terpana melihat rumah tempat dia dan suaminya akan tinggal. "Kita akan tinggal di sini bersama anak-anak kita nantinya," bisik Furqon kemudian. Syifa berbalik. "Ingat ya, Bang. Jangan pernah abang kecewakan Syifa lagi. Syifa sudah beri abang kesempatan, untuk merubah semuanya," ujar wanita cantik itu, dan Furqon mengangguk pelan."Iya, abang janji tidak akan mengecewakan kamu lagi." Furqon mengecup kening sang istri mesra, lalu memeluknya. ***Setelah berkemas barang, Syifa yang sudah mem

    Last Updated : 2023-06-05
  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 11. Penyesalan Viana

    Arsyil masih betah di dalam mobilnya yang terparkir rapi di parkiran gedung. Dia memainkan ponselnya, melihat foto-fotonya bersama Syifa ketika mereka masih bernaung di organisasi yang sama. Senyum mengembang di wajah tampan itu. "Aku bodoh ya, Syif. Kenapa bukan aku yang nikahi kamu? Kenapa harus aku serahkan kamu pada Furqon," ucapnya pada layar ponsel yang menampakkan foto Syifa yang tersenyum lebar."Arggh, lama-lama bisa gila aku." Arsyil mengacak kepalanya. "Hah, sebaiknya ngopi dulu deh." Arsyil pun hendak mengendarai mobilnya ke tempat tongkrongannya. Namun, sorot matanya mendapati dua pemuda yang berada dalam satu motor dan berboncengan mesra. "Furqon, Nada. Ngapain mereka?" Kening Arsyil berkerut, mengamati keduanya yang semakin tidak terlihat.Arsyil yang tahu mereka memang dekat semenjak di perkuliahan, pun hanya mendiamkan saja. Dia pun mengendarai mobilnya ke arah yang berlawanan.***Sesampainya di perpustakaan, Nada sengaja memperlambat Furqon dengan mengajaknya me

    Last Updated : 2023-06-05

Latest chapter

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 28

    Tidak lama berselang, ponsel Nayya kembali berbunyi."Astaghfirullah." Nayya seketika terkejut melihat panggilan masuk. Sang ibu ternyata menghubungi dirinya, ketika tahu ponsel Nayya telah aktif. Dengan berat hati, Nayya menjawab panggilan itu. ***Malam harinya, Nayya yang baru menyelesaikan agendanya di mesjid, lekas keluar setelah pamit pada ustadzah dan juga teman-teman nya. Dia gegas masuk ke dalam kamar dan mengurung diri di sana. "Ya Allah, kenapa ujian hamba begitu berat," ucapnya dan terduduk di lantai. "Andai ayah masih hidup, andai ayah masih ada di dunia ini, aku pasti tidak akan sesusah ini. Ya Allah, kenapa kau ambil ayahku? Kenapa bukan ibuku saja yang kau hilangkan dari bumi ini." Nayya meraung meratapi hidupnya. Siang tadi, ketika ponselnya yang telah lama dia non aktifkan, lantas mendapat panggilan dari sang ibu. Nayya kembali menyendiri, kembali menjadi gadis yang pendiam dan penuh beban.Nayya pun mengambil tas ranselnya, lalu keluar asrama untuk mencari usta

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 27

    "Papi tahu itu. Obati segera trauma kamu tentang wanita, dan secepatnya bawa dia yang kamu inginkan untuk menjadi menantu kami. Biar papi yang akan bujuk Mami kamu untuk memberi kamu waktu," jawab sang ayah yang mengerti kondisi putranya. ***Malam semakin larut, Nayya terdiam di kamar rawatnya seorang diri. Malam ini, dia tidak lagi ditemani Zakwan."Ya Allah, aku harus ke mana setelah ini," ucapnya yang merasa bingung. Nayya yang besok sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah lebih membaik, meskipun kakinya masih sedikit luka yang belum terlalu sembuh. Merasa bingung untuk pulang ke mana. Jika Nayya memilih kembali ke rumahnya, dia tidak yakin jika ibunya akan menerima lagi kehadiran dirinya. Terlebih, dia pergi dari rumah secara diam-diam, demi menghindari perjodohan dengan lelaki tua pilihan sang ibu."Assalamu'alaikum," ucap Hisyam, membuyarkan lamunan Nayya.Gadis itu sedikit terkejut melihat kehadiran pria itu."Wa'alaykumussalam, Pak," jawabnya tertunduk. Nayya m

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 26

    Gilang mengintip dari balik tirai jendela, memastikan keadaan di luar apakah sudah aman dan benar-benar tidak ada lagi Alan beserta anak buahnya. Dan merasa semua telah aman, Gilang pun memberi kode untuk mereka segera keluar dari rumah kecil itu. Clara dan Hermawan mengangguk, lalu melangkah pelan-pelan keluar dari rumahnya sembari kepala yang terus menengok ke kiri dan kanan, berhati-hati dengan keadaan sekitarnya. "Ayo cepat!" titah Gilang dan terus melangkah ke arah simpang 3 di mana mobil hitamnya terparkir. Clara yang tidak tahu akan di bawa ke mana, hanya mengekor kedua lelaki di depannya. "Cepat, naik!" perintah Gilang lalu membukakan pintu untuk Clara dan Hermawan masuk, barulah dia duduk di bangku stir, memajukan kendaraannya segera. Clara clingak clinguk, memperhatikan keadaan sekitar, penasaran ke manakah dia di bawa oleh para penculik itu. Karena, dia tidak sadarkan diri ketika di bawa oleh mereka. "Mm, sebenarnya, kita mau ke mana?" tanya Clara kemudian. Gilang ya

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 25.

    Menarik nafas panjang, Syifa berusaha membesarkan hatinya untuk tetap baikan dengan Furqon. Dia tidak ingin, pertengkaran dalam rumah tangganya menjadi penyebab Viana, pelakor itu semakin mudah merusak pernikahannya. Membuka gagang pintu kamarnya pelan, Syifa melihat Furqon di ujung balkon tengah telponan. Dia yang semula hendak berbaikan dengan suaminya, justru sekarang mencurigai Furqon. "Siapa yang telponan dengan Bang Furqon? Kok sampai menjauh gitu?" pikir Syifa melangkah mendekat. Sadar ada langkah yang semakin mendekat, Furqon menoleh ke belakang. "Sayang," panggil Furqon dan tersenyum lebar. "Ri, besok lagi disambung pembicaraan kita. Oke." Furqon mematikan sambungan telponnya, melangkah dengan cepat ke arah Syifa dan memeluk istrinya. "Sayang, maafkan abang yah. Abang salah," ucap Furqon dengan terus mendekap Syifa. "Minta maaf untuk apa?" tanya Syifa memancing. Dia tahu suaminya pasti akan merasa bersalah karena dia mengambek tadi."Untuk semuanya, terutama karena Via

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 24. Pelakor Harus Dibasmi

    "Calon suami?" ulang Syifa. Keningnya berkerut mendengar Viana yang berucap demikian, ada rasa takut dalam dadanya ketika mendengar wanita itu bicara demikian. Takut jika suaminya akan kembali condong pada masa lalunya itu. Namun, Syifa lekas membuang pemikiran buruknya itu dan menatap kepada Viana yang juga menatapnya dengan tatapan tajam. "Apa? Calon istri? Kamu calon istri Bang Furqon?" ulang Syifa, Viana mengangguk. Furqon hendak bicara, takut jika istrinya marah. Tetapi, Syifa justru memajukan langkahnya mendekati Viana. "Kamu hanya calon istri. Oh, bukan, bukan. Lebih tepatnya, mantan calon istri. Sedangkan aku, aku adalah istri sahnya. Kenalkan, aku Syifa, istri sahnya Bang Furqon," jelas Syifa tersenyum lebar. Mendadak Viana emosi melihatnya, dia berulang kali menatap wajah Furqon dan Syifa. Merasa jika istri dari lelaki yang dicintainya itu tidak terpancing olehnya, Viana pun juga tertawa. "Oh, istri. Tapi, jangan bangga dulu dong, walaupun kamu dijadikan istri oleh Fu

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 23. Pertemuan Syifa dan Viana

    Furqon telah sampai di kampus. Syifa beruntung bertemu dengan profesor Akhdan, hingga dia yang tadinya berniat pulang dengan ojek online, ternyata suaminya sendiri yang menawarkan untuk menjemputnya. "Maaf sayang, lama ya nunggunya?" tanya Furqon ketika Syifa telah di dalam mobilnya. "Nggak kok, Bang, baru juga nunggu. Mm, bang, boleh nggak sekali-kali abang jemput Syifa pakai motor yang kemarin abang pakai untuk antar Kak Nada," ucap Syifa me request pada suaminya.Namun, Furqon merasa itu bagai sindiran. "Sayang nyindir yah?" Furqon menatap dingin istrinya. "Bukan, Bang. Syifa cuma pengen coba naik motor berdua dengan abang," jawab Syifa dengan tersenyum lebar. Furqon pun mengangguk paham. Dia merasa dirinya sedikit sensitif semenjak bertemu dengan Viana tadi. "Ya besok abang antar pakai motor yah." Syifa tersenyum senang mendengarnya. ***Viana berteriak ketika memasuki rumah kontrakannya. Dia membanting tas jinjingnya di sofa, lalu bersender, memejamkan mata. Air mata kemba

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 22. Aku Minta Maaf

    Furqon terkejut bukan main. Mengira Syifa yang datang untuk memberi kejutan padanya setelah kemarin hingga pagi tadi hanya ada perdebatan diantara mereka, dan berharap dengan kejutan ini mereka akan semakin mempererat tali cinta keduanya. Nyatanya, bukan sosok yang dia harapkan. "Viana, ngapain kamu di sini?" tanyanya dengan nada tinggi. Furqon seketika memanas melihat wajah gadis yang telah menyakitinya, dan sudah dia buang jauh-jauh dari kehidupannya benih cintanya pada Syifa muncul. "Sstt, Furqon. Kamu kenapa marah gitu? Nggak senang dengan kedatangan aku ke sini," jawab Viana santai. Pandangannya mengedar ke seluruh penjuru ruangan, betapa luas dan kerennya ruangan Furqon. Dia tidak menyangka, lelaki yang mencintai dirinya itu akan sekaya ini."Sekali lagi aku tanya, mau apa kamu datang ke sini? Aku tidak ada urusan dengan kamu, dan sekarang keluar," tegasnya. Viana merasakan sakit di hatinya ketika Furqon menolaknya dengan mentah. Akan tetapi, dia berusaha tersenyum, menyemb

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 21. Kemunculan Viana

    Viana terdiam, terduduk di tempatnya. Air matanya tumpah ketika belati tajam kembali menggores hatinya. Panggilan yang tadi dia lakukan, berharap Furqon menjawabnya, nyatanya, istri lelaki itu yang menjawab. Pedih, sakit. Itu yang tengah dirasakannya. Viana membanting ponselnya, merasa frustasi dengan hidupnya. "Jahat kamu Furqon, jahat!" teriak Viana di rumah kontrakannya. Ya, Viana saat ini telah berada di Padang. Dia sudah mantap menyusul Furqon ke negeri asal lelaki itu, demi mewujudkan keinginannya untuk menikah dengannya. Dengan menyewa rumah, gadis itu berniat menetap di sana, melanjutkan kuliahnya di sana.Padahal, Sarah melarang keras keinginan anaknya untuk menetap ke Padang, dan melarang keras untuk tidak menjadi wanita yang merusak rumah tangga orang. Tetapi, Viana tidak mempedulikan hal itu, baginya, dia harus mendapatkan Furqon kembali. Viana pun melihat secarik kertas, di mana alamat Furqon tertera di sana. Dia berniat akan menyusul lelaki itu ke rumahnya. Kalau pe

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 20. Menyelesaikan Masalah

    Syifa terdiam setelah pasrah mendengar amukan Furqon. Dia terduduk di lantai balkon, menatap langit malam penuh bintang. Rasa sesak mulai menjalar di dadanya, bagaimana Furqon membentaknya.Sengaja Furqon menahan emosi untuk tidak melawan suaminya, mengingat Furqon tampak begitu lelah pulang kantor. Tetapi, dia rasanya juga tidak sanggup harus dikasari sedemikian pedas dengan kata-katanya.Menghapus air mata yang sudah membanjiri wajahnya. Syifa bangkit dan berjalan menuju kamar. Dia hendak meluruskan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dengan Arsyil."Abang," panggilnya melihat Furqon tengah sibuk berkutat dengan laptopnya."Saya sibuk sekarang. Jangan ganggu," jawabnya.Syifa pun menarik nafas lalu menoleh ke arah jam dinding di kamar itu.Melihat jam sudah tengah malam. Syifa pun pasrah, pasrah jika malam ini mereka masih dalam pemikiran masing-masing yang penuh dengan kesalahpahaman."Okey, bes

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status