Home / Pernikahan / Bukan Istri Impian / 04. Rencana Maura

Share

04. Rencana Maura

Author: Auristella
last update Last Updated: 2023-07-26 08:52:50

Maura tak tahu harus bagaimana untuk mendapatkan tanda tangan Mahen. "Biar aku yang urus ya Vi. Semoga aja Mahen mau langsung tanda tangan."

"Oke, besok aku kirim dokumennya ke kamu." Vian menghela napasnya. "Terus rencana kamu gimana?"

"Mau cari rumah sama bikin usaha gitu," jawab Maura tak yakin.

Alis Vian mengernyit melihat ekspresi Maura yang tak yakin. "Aku punya saudara yang jual rumahnya di Jogja. Kira-kira kamu mau nggak?"

Maura langsung mendongak antusias mendengarnya. Matanya sedikit berbinar karena merasa mendapat angin segar. "Apa kamu bisa bantu aku buat beli?"

"Bisa banget. Nanti sekalian aku urusin balik namanya. Rumahnya lumayan gede, dua lantai. Di perumahan lagi. Jadi tetangga nggak ada yang usil, atau julid. 'Kan mereka sibuk kerja. Menurutku harganya nggak terlalu mahal buat holkay kaya kamu," ujar Vian menambahkan.

"Tapi, kandunganku udah gede. Kalau rumah di pinggiran Jakarta ada Vi?"

Vian tampak berpikir sebentar. "Aku ada Budhe di Semanggis. Suaminya pengusaha properti gitu. Nanti aku tanyain ya."

"Makasih Vi. Makasih, semoga ada rumah kosong ya," kata Maura bersyukur.

"Semoga. Budheku juga buka restoran. Nanti aku ajuin kerja buat kamu ya. Aku saranin kerjanya setelah lahiran," imbuh Vian.

Kini manik indah Maura berkaca-kaca karena terharu. Mereka berdua memang tidak dekat, tetapi Maura sering sekali dibantu oleh Vian. Bahkan sejak SMA, Vian selalu membantunya dalam diam. Sebenarnya bukan cuma Vian, tetapi ada orang lain juga selain Vian. Entah di mana orang itu berada.

"Makasih Vi. Maaf, aku selalu ngrepotin kamu."

"It's OK Ra. Aku malah seneng bisa bantu kamu. Yang penting sekarang kamu mesti berubah. Kamu juga berhak bahagia Ra."

Maura dan Vian terus mengobrol hingga sore. Selesai mengobrol, Maura kembali pulang menggunakan taksi online. Mereka bahkan tak menyadari kalau sepasang mata memperhatikan mereka sedari awal.

Sesampainya di rumahnya, ah tidak menurutnya ini rumah milik Mahen dan Mauren. Karena rumah ini dibuat khusus untuk Mauren. Di setiap sudutnya Mahen mengukir nama mereka berdua.

Maura menghela napas sambil menatap rumah besar di hadapannya. Perlahan tapi pasti, ia masuk ke dalam. Ia bersyukur karena tidak ada pelaya  yang berada di luar. Mempercepat jalannya, ia sampai di paviliun.

Sampai di paviliun, Maura segera ke dapur untuk mencari piring. Tadi, ia sempat mampir untuk membeli rujak dan makanan untuk makan malam. Juga susu hamil dan buah-buahan.

Ia menikmati rujaknya di dalam kamar. Sembari browsing mencari rumah di pinggiran Jakarta. Ia pikir terlalu jauh untuk pindah ke Jogja. Sementara keadaannya tidak mendukung. Kandungannya sudah memasuki usia enam bulan. Ia takut kalau nantinya terjadi hal yang buruk di jalan.

***

Malam ini Mahen pulang dengan senyum mengembang di sudut bibirnya. Permainan panas siang tadi membuatnya bahagia. Sepertinya ia harus mempercepat pernikahannya dengan Mauren. Agar hubungan mereka bisa sah secepatnya. Padahal bulan depan mereka memang akan menikah.

Para pelayan yang melihat Mahen penuh dengan senyuman hanya bisa terheran-heran. Tetapi juga tak berani untuk bertanya.

Mahen yang tidak melihat Maura menyambutnya pulang sedikit terheran. Biasanya Maura selalu menyambut kepulangannya dengan senyum merekah. Walaupun akhirnya ia diabaikan. "Ke mana wanita itu?"

Baru saja Bi Murni ingin menjawab tetapi Dini terlebih dulu menjawabnya. "Dia seharian ini berada di kamarnya Tuan. Dia tidak keluar sama sekali." Dini menjawab dengan percaya diri.

Padahal ia tak tahu kalau Maura baru saja pulang sehabis bertemu dengan Vian.

Mahen mengernyit heran. Benarkah? Berarti sekarang wanita itu menuruti apa maunya. Itu bagus. Setelah mendapatkan jawaban dari Dini, ia segera menuju ke kamarnya sembari bersenandung kecil.

***

Hay.... Semanggis itu hanya fiksi ya. Anggap aja itu di pinggiran Jakarta. Terima kasih sudah mampir...

I* : @auristella.riska

1188 kata

Related chapters

  • Bukan Istri Impian   05. Ngidam

    Mahen memasuki kamarnya dengan hati yang mengganjal. Walaupun begitu, ia menepis semua perasaan itu. Ia segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai, ia bergegas ke ruang kerja untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang belum selesai. Beberapa menit berkutat dengan berkas-berkasnya, tiba-tiba ia kepikiran sate kambing dan jus wortel campur dengan seledri. Mahen menepis keinginannya itu. Berkali-kali ia meneguk ludahnya karena kepikiran dengan kedua makanan itu. Tetapi semakin ia menepis, semakin ia ingin memakan makanan itu. Lelaki tampan itu bangkit menuju dapur. Mencari makanan lain agar bisa menghilangkan keinginannya yang tiba-tiba. "Loh, Aden!" "Astaga!" Mahen sedikit tersentak karena suara orang yang memanggilnya. Sambil mengelus dadanya pelan. "Bi, aku kaget Bi." "Lah Aden ngapain malem-malem kayak maling begitu? Mana gelap." Bi Murni segera menyalakan lampu dapur. Mahen sendiri men

    Last Updated : 2023-07-26
  • Bukan Istri Impian   06. Ngidam 2

    Sinar matahari telah mengintip dari celah-celah awan. Burung-burung berkicau ria menyambut hari yang cerah. Sedari subuh Maura sudah membersihkan paviliun tempatnya tinggal. Beberapa pelayan yang baik masih mau menyapanya, tetapi ada juga yang enggan menyapanya karena tidak menyukai Maura. Memang rumah Mahen itu besar. Bahkan saking besarnya rumah itu tidak patut disebut rumah. Mungkin Mansion yang lebih tepat. Beruntungnya Maura tinggal di paviliun, karena jika ia tinggal di mansion depan. Bisa pingsan jika ia harus membersihkan rumah sebesar itu. Lain halnya dengan Maura, Mahen kini tengah membuat bingung semua orang di kediaman utama. Bagaimana tidak bingung. Sedari subuh ia meminta rujak dan es kacang merah khas Palembang. "Saya mau rujak sama es kacang merah. Pokoknya saya tidak mau makan kalau belum ada itu!" rajuk Mahen seperti anak kecil. Bi Murni dan Pak Rus saling pandang karena tak tahu harus mencari

    Last Updated : 2023-07-26
  • Bukan Istri Impian   07. Maura VS Rani

    Maura sedang asik memakan nasi gorengnya ketika Dara masuk ke paviliun dan mengamati menantunya dari balik tembok di dekat dapur, karena ia masuk lewat pintu belakang. Sebenarnya Dara sendiri penasaran mengapa Maura tidak kelihatan di rumah bagian depan. Lalu ia masuk ke paviliun sambil mengecek apa saja yang ada di paviliun. Tetapi ia malah melihat menantunya-Maura sedang asik makan. Ada rasa benci melihat menantunya itu. Sungguh, ia begitu membenci cara murahan Maura mendapatkan Mahen. Apalagi, Maura merebut Mahen dari adik kembarnya sendiri.Maura terkesan murahan dan licik secara bersamaan. Namun melihat Maura sekarang, sebagai wanita ia sedikit iba. Bagaimana wanita hamil itu masih bisa tersenyum disaat diperlakukan begitu buruk oleh semua orang bahkan keluarganya sendiri. Dara menyembunyikan wajahnya ketika salah satu pelayan bernama Rani datang dengan wajah tak bersahabat. Yang membuatnya terkejut, pelayan itu melemparkan sebua

    Last Updated : 2023-07-26
  • Bukan Istri Impian   08. Dara Tahu

    Tubuh Maura langsung luruh setelah Rani pergi. Wanita dengan rambut sebahu itu menangis tergugu sambil memukul dadanya keras agar tak terlalu sesak. Tetapi percuma. Perkataan Rani begitu menamparnya.Ia memang salah, menikah dengan Mahen adalah salahnya. Itu semua ia lakukan agar Mauren terluka, agar Mauren tak bahagia seperti dirinya. Karena kehidupan Mauren begitu sempurna. Dilimpahi kasih sayang dari orang tuanya.Berbeda dengannya yang sudah seperti anak tiri. Kadang, ia sendiri berpikir kalau dirinya hanyalah anak angkat keluarga Sagara. Mungkin, ia bukan kembaran Mauren karena mereka sangat berbeda. Maura iri pada Mauren. Mauren selalu dilimpahi kasih sayang mereka. Semua keluarga Sagara menyanjung Mauren dan mengabaikannya. Itu sangat menyakitkan. Dara yang melihat Maura menangis, ikut menangis dari balik tembok. Sementara itu Maura masih menangis sambil membekap mulutnya sendiri. Berharap isakannya tidak terdengar pelayan lain.

    Last Updated : 2023-07-26
  • Bukan Istri Impian   09. Usaha Maura

    Maura berjalan pelan menuju ruangan Mahen. Ia tidak mempedulikan tatapan penuh pertanyaan dari para pegawai yang menatapnya penasaran. Mungkin saja mereka heran, ada wanita hamil yang ingin menemui pimpinan mereka. Satu hal yang pasti, ia ingin meminta tanda tangan Mahen untuk bercerai lalu memulai kehidupan baru di tempat yang baru. Rasanya ia sudah tak sanggup untuk menghadapi dunia yang kejam ini. Saat memasuki lift, seorang lelaki bertubuh tegap ikut masuk lelaki lain juga ikut masuk. Aroma parfum milik lelaki itu menggelitik hidung sensitif Maura. Aromanya begitu maskulin dan menenangkan. Tidak mencolok tetapi tidak terlalu kalem juga. Seketika ia merasakan tendangan bayi di perutnya. Sepertinya si kembar menyukai aroma lelaki ini, batinnya pelan.Pada saat lift terbuka di lantai lima belas, semua keluar dan secara tidak sengaja mereka menuju ruang yang sama. Yaitu ruangan Mahen. "Selamat pagi Pak Liam dan Pak Yudha juga dan..."

    Last Updated : 2023-07-26
  • Bukan Istri Impian   10. Sebuah Syarat

    "Ini untuk ongkos pulang. Perusahaan akan mentransfer uangnya setelah ini," katanya datar. Bukannya menerima, Maura membuang uang itu hingga berserakan di lantai. Ia menatap Mahen penuh amarah. Namun ia tidak dapat berbuat apapun. "Saya bukan pengemis Tuan." Setelah mengatakan itu ia pergi begitu saja. Semua yang ada di situ hanya menatap punggung Maura dengan tatapan berbeda. Mahen sendiri tampak begitu acuh meski melihat Maura yang berjalan kesusahan. Maura menangis sepanjang jalan. Ia berhenti di sebuah kursi kecil di sebuah taman. Di situ ia menumpahkan tangisannya. Lagi-lagi dadanya sesak karena begitu perih luka yang Mahen torehkan. Jika bertemu dengannya saja Mahen tidak mau, maka bagaimana ia bisa meminta tanda tangannya? Selesai menumpahkan emosinya, Maura segera pulang. Saat ia menunggu taksi, sebuah mobil hitam merk Alphard berhenti di depannya. Ternyata itu adalah ibu mertuanya. "Masuk," titah Dara tegas. Maura

    Last Updated : 2023-07-26
  • Bukan Istri Impian   01. Ditolak Lagi

    "Sudah saya bilang kamu tidak usah membuatkan saya makanan. Saya biasa sarapan sama Mauren. Apa kamu tuli?" Suara bariton itu menggema ke seluruh ruangan. Para pelayan menunduk takut, beberapa yang lain berpura-pura tidak mendengar bos mereka yang sedang marah. Sementara itu, seorang wanita dengan perut buncitnya hanya menghela napas pelan. Ini sudah ke seribu kalinya suaminya menolak 'makanan' yang sudah susah payah ia buat. "Oke--" "Jalang. Berkali-kali saya bilang. Kalau saya tidak mau melihat kamu di pagi hari! Saya muak melihat wajah kamu! Kamu itu pembawa sial!" maki Mahen cepat. "Mas, tap--" "Diam kamu! Diam! Saya sudah pernah bilang bukan, kalau setiap pagi saya tidak ingin melihat wajah kamu." "Maaf." "Mulai besok, jangan muncul di hadapan saya lagi. Entah itu pagi, siang atau sore!" titah Mahen tak bisa dibantah. Wanita itu hanya bisa menatap suaminya dengan mata yang berkaca-kaca. Dadanya sesak menahan luka yang terus tergores, bak tergores sembilu. "Dengar pelay

    Last Updated : 2023-03-13
  • Bukan Istri Impian   02. Awal kisah

    Maura yang dipojokan seperti itu tak bisa berbuat apapun. Bahkan untuk mengangkat wajahnya ia tak sanggup. Ia hanya bisa menerima hinaan mereka dengan sabar. Karena pada kenyataanya memang seperti itu. "Nggak bisa jawab 'kan? Sekarang jangan salahkan kami kalau kami tidak menghormati Nona Maura. Karena dia tidak pantas dihormati. Tidak ada wanita baik yang merebut calon suami saudaranya sendiri." Setelah mengatakan itu, Dini pergi diringi pelayan yang lain. Hanya Bi Murni saja yang masih setia bersama Maura. "Nya--" "Aku tahu aku salah Bi. Bibi jangan membela aku. Aku salah Bi, nyatanya aku memang merebut Mahen dari Mauren." Maura kembali menangis. Rasa bersalah dan sesal menyelinap di hatinya. "Sekarang, tolong beresin semua ya Bi," pintanya pelan. Tanpa menunggu jawaban Bi Murni, Maura pergi ke kamarnya yang berada di belakang rumah besar Mahen. Wanita hamil itu tinggal di paviliun para pembantu. Jika kalian bertanya mengapa Maura

    Last Updated : 2023-07-26

Latest chapter

  • Bukan Istri Impian   10. Sebuah Syarat

    "Ini untuk ongkos pulang. Perusahaan akan mentransfer uangnya setelah ini," katanya datar. Bukannya menerima, Maura membuang uang itu hingga berserakan di lantai. Ia menatap Mahen penuh amarah. Namun ia tidak dapat berbuat apapun. "Saya bukan pengemis Tuan." Setelah mengatakan itu ia pergi begitu saja. Semua yang ada di situ hanya menatap punggung Maura dengan tatapan berbeda. Mahen sendiri tampak begitu acuh meski melihat Maura yang berjalan kesusahan. Maura menangis sepanjang jalan. Ia berhenti di sebuah kursi kecil di sebuah taman. Di situ ia menumpahkan tangisannya. Lagi-lagi dadanya sesak karena begitu perih luka yang Mahen torehkan. Jika bertemu dengannya saja Mahen tidak mau, maka bagaimana ia bisa meminta tanda tangannya? Selesai menumpahkan emosinya, Maura segera pulang. Saat ia menunggu taksi, sebuah mobil hitam merk Alphard berhenti di depannya. Ternyata itu adalah ibu mertuanya. "Masuk," titah Dara tegas. Maura

  • Bukan Istri Impian   09. Usaha Maura

    Maura berjalan pelan menuju ruangan Mahen. Ia tidak mempedulikan tatapan penuh pertanyaan dari para pegawai yang menatapnya penasaran. Mungkin saja mereka heran, ada wanita hamil yang ingin menemui pimpinan mereka. Satu hal yang pasti, ia ingin meminta tanda tangan Mahen untuk bercerai lalu memulai kehidupan baru di tempat yang baru. Rasanya ia sudah tak sanggup untuk menghadapi dunia yang kejam ini. Saat memasuki lift, seorang lelaki bertubuh tegap ikut masuk lelaki lain juga ikut masuk. Aroma parfum milik lelaki itu menggelitik hidung sensitif Maura. Aromanya begitu maskulin dan menenangkan. Tidak mencolok tetapi tidak terlalu kalem juga. Seketika ia merasakan tendangan bayi di perutnya. Sepertinya si kembar menyukai aroma lelaki ini, batinnya pelan.Pada saat lift terbuka di lantai lima belas, semua keluar dan secara tidak sengaja mereka menuju ruang yang sama. Yaitu ruangan Mahen. "Selamat pagi Pak Liam dan Pak Yudha juga dan..."

  • Bukan Istri Impian   08. Dara Tahu

    Tubuh Maura langsung luruh setelah Rani pergi. Wanita dengan rambut sebahu itu menangis tergugu sambil memukul dadanya keras agar tak terlalu sesak. Tetapi percuma. Perkataan Rani begitu menamparnya.Ia memang salah, menikah dengan Mahen adalah salahnya. Itu semua ia lakukan agar Mauren terluka, agar Mauren tak bahagia seperti dirinya. Karena kehidupan Mauren begitu sempurna. Dilimpahi kasih sayang dari orang tuanya.Berbeda dengannya yang sudah seperti anak tiri. Kadang, ia sendiri berpikir kalau dirinya hanyalah anak angkat keluarga Sagara. Mungkin, ia bukan kembaran Mauren karena mereka sangat berbeda. Maura iri pada Mauren. Mauren selalu dilimpahi kasih sayang mereka. Semua keluarga Sagara menyanjung Mauren dan mengabaikannya. Itu sangat menyakitkan. Dara yang melihat Maura menangis, ikut menangis dari balik tembok. Sementara itu Maura masih menangis sambil membekap mulutnya sendiri. Berharap isakannya tidak terdengar pelayan lain.

  • Bukan Istri Impian   07. Maura VS Rani

    Maura sedang asik memakan nasi gorengnya ketika Dara masuk ke paviliun dan mengamati menantunya dari balik tembok di dekat dapur, karena ia masuk lewat pintu belakang. Sebenarnya Dara sendiri penasaran mengapa Maura tidak kelihatan di rumah bagian depan. Lalu ia masuk ke paviliun sambil mengecek apa saja yang ada di paviliun. Tetapi ia malah melihat menantunya-Maura sedang asik makan. Ada rasa benci melihat menantunya itu. Sungguh, ia begitu membenci cara murahan Maura mendapatkan Mahen. Apalagi, Maura merebut Mahen dari adik kembarnya sendiri.Maura terkesan murahan dan licik secara bersamaan. Namun melihat Maura sekarang, sebagai wanita ia sedikit iba. Bagaimana wanita hamil itu masih bisa tersenyum disaat diperlakukan begitu buruk oleh semua orang bahkan keluarganya sendiri. Dara menyembunyikan wajahnya ketika salah satu pelayan bernama Rani datang dengan wajah tak bersahabat. Yang membuatnya terkejut, pelayan itu melemparkan sebua

  • Bukan Istri Impian   06. Ngidam 2

    Sinar matahari telah mengintip dari celah-celah awan. Burung-burung berkicau ria menyambut hari yang cerah. Sedari subuh Maura sudah membersihkan paviliun tempatnya tinggal. Beberapa pelayan yang baik masih mau menyapanya, tetapi ada juga yang enggan menyapanya karena tidak menyukai Maura. Memang rumah Mahen itu besar. Bahkan saking besarnya rumah itu tidak patut disebut rumah. Mungkin Mansion yang lebih tepat. Beruntungnya Maura tinggal di paviliun, karena jika ia tinggal di mansion depan. Bisa pingsan jika ia harus membersihkan rumah sebesar itu. Lain halnya dengan Maura, Mahen kini tengah membuat bingung semua orang di kediaman utama. Bagaimana tidak bingung. Sedari subuh ia meminta rujak dan es kacang merah khas Palembang. "Saya mau rujak sama es kacang merah. Pokoknya saya tidak mau makan kalau belum ada itu!" rajuk Mahen seperti anak kecil. Bi Murni dan Pak Rus saling pandang karena tak tahu harus mencari

  • Bukan Istri Impian   05. Ngidam

    Mahen memasuki kamarnya dengan hati yang mengganjal. Walaupun begitu, ia menepis semua perasaan itu. Ia segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai, ia bergegas ke ruang kerja untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang belum selesai. Beberapa menit berkutat dengan berkas-berkasnya, tiba-tiba ia kepikiran sate kambing dan jus wortel campur dengan seledri. Mahen menepis keinginannya itu. Berkali-kali ia meneguk ludahnya karena kepikiran dengan kedua makanan itu. Tetapi semakin ia menepis, semakin ia ingin memakan makanan itu. Lelaki tampan itu bangkit menuju dapur. Mencari makanan lain agar bisa menghilangkan keinginannya yang tiba-tiba. "Loh, Aden!" "Astaga!" Mahen sedikit tersentak karena suara orang yang memanggilnya. Sambil mengelus dadanya pelan. "Bi, aku kaget Bi." "Lah Aden ngapain malem-malem kayak maling begitu? Mana gelap." Bi Murni segera menyalakan lampu dapur. Mahen sendiri men

  • Bukan Istri Impian   04. Rencana Maura

    Maura tak tahu harus bagaimana untuk mendapatkan tanda tangan Mahen. "Biar aku yang urus ya Vi. Semoga aja Mahen mau langsung tanda tangan." "Oke, besok aku kirim dokumennya ke kamu." Vian menghela napasnya. "Terus rencana kamu gimana?" "Mau cari rumah sama bikin usaha gitu," jawab Maura tak yakin. Alis Vian mengernyit melihat ekspresi Maura yang tak yakin. "Aku punya saudara yang jual rumahnya di Jogja. Kira-kira kamu mau nggak?" Maura langsung mendongak antusias mendengarnya. Matanya sedikit berbinar karena merasa mendapat angin segar. "Apa kamu bisa bantu aku buat beli?" "Bisa banget. Nanti sekalian aku urusin balik namanya. Rumahnya lumayan gede, dua lantai. Di perumahan lagi. Jadi tetangga nggak ada yang usil, atau julid. 'Kan mereka sibuk kerja. Menurutku harganya nggak terlalu mahal buat holkay kaya kamu," ujar Vian menambahkan. "Tapi, kandunganku udah gede. Kalau rumah di pinggiran Jakarta ada Vi?" Vian

  • Bukan Istri Impian   03. istri siri

    Siang ini Mauren tengah menyuapi kekasihnya dengan telaten. Sementara kekasihnya tersenyum nakal padanya. Hal itu membuat pipinya merona. "Kamu lucu!" puji Mahen sambil mengusap pucuk rambut kekasihnya. Kehadiran Mauren membuatnya melupakan kemarahannya pada Maura tadi pagi. "Ish, apaan sih Yang. Jadi berantakan ini," keluh Mauren kesal. Mahen malah tertawa kecil. "Abis kamu ngegemesin," godanya disertai senyuman nakal. Blush Pipi Mauren merona lagi. Memang hanya Mahen yang bisa membuatnya terbang melayang. Ia terkejut ketika tubuhnya melayang dan berpindah tempat berada di pangkuan Mahen. Sekarang ia berada di hadapan Mahen. Mauren sedikit memberontak karena takut kalau ada orang yang tiba-tiba masuk. "Ish Yang, ini kantor. Jangan macam-macam deh," katanya sambil memberontak minta turun. "Jadi kalau bukan di kantor boleh begitu?" goda Mahen. "Y-ya nggak gitu juga Yang," elak Mauren."Jadi mau n

  • Bukan Istri Impian   02. Awal kisah

    Maura yang dipojokan seperti itu tak bisa berbuat apapun. Bahkan untuk mengangkat wajahnya ia tak sanggup. Ia hanya bisa menerima hinaan mereka dengan sabar. Karena pada kenyataanya memang seperti itu. "Nggak bisa jawab 'kan? Sekarang jangan salahkan kami kalau kami tidak menghormati Nona Maura. Karena dia tidak pantas dihormati. Tidak ada wanita baik yang merebut calon suami saudaranya sendiri." Setelah mengatakan itu, Dini pergi diringi pelayan yang lain. Hanya Bi Murni saja yang masih setia bersama Maura. "Nya--" "Aku tahu aku salah Bi. Bibi jangan membela aku. Aku salah Bi, nyatanya aku memang merebut Mahen dari Mauren." Maura kembali menangis. Rasa bersalah dan sesal menyelinap di hatinya. "Sekarang, tolong beresin semua ya Bi," pintanya pelan. Tanpa menunggu jawaban Bi Murni, Maura pergi ke kamarnya yang berada di belakang rumah besar Mahen. Wanita hamil itu tinggal di paviliun para pembantu. Jika kalian bertanya mengapa Maura

DMCA.com Protection Status