Aku jadi ambigu dengan sikap Mas Alister, kadang-kadang ngomel tidak jelas tapi semua kebutuhan yang tidak kuminta dia penuhi. Ah, ya... Aku kemarin beres-beres kamar dan menemukan album foto keluarga Mas Alister. Sangking penasaran aku menanyakan pada Mas Alister tentang foto-foto itu. Katanya hanya tinggal nenek dan Tantenya yang masih hidup.
Andaikan aku bisa bertemu mereka, keluarga suamiku.
"Kamu selagi libur jangan keluyuran. Siapkan otak buat tes masuk kuliah." Kata Alister sembari memakai dasinya. Aku yang lagi sibuk merapikan tempat tidur tidak menyahuti ucapannya.
"Mila, aku lagi ngomong. Kamu denger gak sih?" Kini tubuh tegapnya menoleh padaku.
"Mila kan lagi beresin tempat tidur lhoo Mas." Jawabku tanpa melihat padanya.
"Nanti kerjain lagi, ke sini kamu! Aku lagi bicara, kalau orang lagi bicara itu harus dilihat bukan d
POV: Alister. "Ini berkas yang Bapa inginkan tentang Karmila." Jovanka menyodorkan map berwarna coklat. Aku hanya ingin tahu siapa wanita yang aku nikahi, kenapa dia selalu bermimpi buruk tiap kali hujan turun."Saya sudah mengirim orang untuk mendatangi Meira, dari informasi yang saya dapat dari Meira. Alamat sampai keluarganya sudah saya selidik, beberapa waktu yang lalu saya sendiri yang mengunjungi tempat tinggal Karmila.""Good," Komentarku. Jovanka memang tidak pernah mengecewakanku.Aku tidak tahan untuk segera membuka map itu. Terlihat foto sepasang suami-istri di tengah-tengah anak perempuan cantik, kutebak dia Karmila. Wajahnya tidak jauh berbeda dengan sekarang."Kedua orangtuanya sudah meninggal, Pak." Kata Jovanka, aku tersentak lalu mendongak melihat Jovanka. "Dia tinggal bersama Tante dan Omnya, merekalah yang menjual Karmila kepada pemilik
Tin Tin... Tin....BRAK"HEH! JALAN DI PINGGIR JALAN, MAU MATI KAMU!"Mobil yang hampir menabrak Mila malah berteriak. Untung saja cuma kena serempet. Mila menatap kakinya yang memar sambil meringis."Dia yang nabrak malah dia juga yang teriak.""Gakpapa Neng?" seorang wanita menghampiri. Mila menggeleng dengan tersenyum, menahan perih lututnya. Saat Mila berdiri hendak berjalan, matanya menyipit mengeram kesakitan."Gapapa Bu. Saya masih bisa jalan.""Itu kakinya udah berdarah, ayok aku anterin ke dokter." Seorang laki-laki menawarkan diri. Baru Mila sadari dia sudah menjadi tontonan banyak orang. Dia tidak suka menjadi pusat perhatian."Ndak papa kok, Mas. Aku masih bisa jalan. Gak p
POV: Mila. "Kamu pulang akhirnya."Bukan Mas Alister yang menungguku di rumah tapi wanita berambut pirang lurus ini. Dari nada suaranya tidak ada keramahan, yeah... dari awal juga dia memang tidak ramah padaku."Maaf Mbak, aku tadi pergi gak ngasih tahu." Ucapku. Kezia masih menatapku dengan tatapan yang tidak suka. Entah, aku melihat dia seperti jijik padaku."Sebaiknya kamu menjauh dari Alister, jalang sialan!"Aku terkejut mendengar ucapan kasar dan penuh kebencian yang keluar dari mulut Kezia. Ternyata pendidikan tidak menjamin perilaku orang. Mungkin Mas Alister sudah menceritakan tentang dia membeliku dari club malam. Aku hanya perempuan yang melakukan apa pun perintah Mas Alister agar bebas dari tempat maksiat itu."Mbak--""Aku ingat siapa kamu, Mila! Perempuan yang bersama kamu itu pelacur, bukan? Kamu sama teman kamu itu
POV: Alister.Kehebohan yang diciptakan nenek tua dan Tante rambut pirang ini akhirnya berakhir di ruang tamu.Sejak tadi aku melipat tangan di depan dada, kami duduk berhadapan dengan ekpresi masing-masing. Nenek ini adalah ibu negara di keluarga kami. Dan wanita berpenampilan heboh itu adalah adik ayahku, sudah berkeluarga tapi masih bersembunyi dibawah ketiak ibunya.Aku tidak tahu darimana mereka bisa tahu tentang Mila, dan yang lebih mengejutkanku adalah keadaan menjadi tenang setelah aku mengatakan wanita kampung itu sudah kunikahi agar tidak terjadi pembunuhan di apartemenku. Aku hanya cukup menceraikan Mila dan mengembalikannya ke kampung."Wow... penampilan kamu bener-bener norak ya," komentar Nandia terkekeh melihat pakaian Mila dengan rok panjang dan kaus polos, rambut diikat kuda.Tante Nandia orang yang sangat fashionable dan sosialita
POV: Mila. "Ini kenapa kok ada bekas gigitan." Aku mengernyit melihat bercak kemerahan di leher. Aku mengangkat dagu dan mengamatinya di depan cermin. Ini biasanya ciptaan Mas Alister, tapi seingatku tadi malem dia tidak membangunkanku. Aku masih sadar sekali tadi pagi bangun dari sofa bukan dari atas ranjang."Mana mungkin Mas Alister kayak pencuri, diem-diem main sun-sun gitu aja. Pasti ini serangga." Heran rumah mewah seperti ini adaserangga.Aku membuka lemari mencari baju berleher, tapi sayangnya tidak ada. Yang kupunya hanya syal berwarna ungu.Aku sangat bersemangat karena ini hari pertamaku kuliah. Sebenarnya sudah masuk dua Minggu lalu, tapi entahlah aku diloloskan tidak mengikuti ospek anak baru begitu saja.Setelah mengenakan pakaian aku keluar dari kamar, menuruni tangga. Nafasku tersengal-sengal karena tenaga yang kuhabiskan dari lantai
Mila menutup bukunya dan memasukan ke tasnya, akhirnya matkul hari ini selesai. Wajahnya sembab karena menangis, dia pun bingung apa yang dia tangisi. Keluarganya masuk penjara atau dia tidak ingin kehilangan suaminya."Hei, kamu gadis obat merah itu, kan?"Mila menoleh pada suara berat yang menghampirinya. Matanya menyipit mengingat-ingat apakah dia mengenal laki-laki ini."Astaga... Mas yang nolong aku waktu kecelakaan itu kan. Obat merahnya manjur, langsung kering luka aku lho." Mila bersuara riang. "Jadi dosen yang nerangin dari tadi itu Mas toh?"Fabian meringis mendengar Mila tidak mengenalnya dari awal. "Aku jadi kecewa, dari tadi aku liatin kamu. Tapi ternyata kamu gak inget ya sama aku." Dari pertama bertemu Fabian langsung memasukan wajah Mila dalam ingatannya. Pertemuan mereka sangat berkesan baginya."Maaf lhoo Mas, aku tadi gak fokus. ""Gak usah minta m
POV: Alister. Di tengah usahaku menormalkan diri, dia malah memintaku untuk duduk di dekatnya. Aku mengamati Mila yang menggigit bibir bawahnya, anak itu pasti sedang gusar di bangku belakang.Tidak, tidak! Untuk kali ini aku tidak akan membiarkan gairah menguasai diriku. Dia bukan budak pemuasku, tapi kan dia istriku juga. Bukankah itu kewajibannya. Di luar perjanjian kami. Sial! Aku meruntuki diriku."Mas." suaranya bergetar. "Kamu ndak dingin?" DAku tidak berniat untuk merespon, tetapi Mila terus saja mengganggu dengan ekpresi kedinginan dan terlihat lelah. Dia berharap aku memberikan kehangatan padanya, tangan Mila menepuk bangku kosong di sampingnya. Aku menarik nafas sebelum berpindah ke sampingnya, Mila bergeser agar aku duduk lebih luas."Mila?" Aku memperhatikan wajahnya yang tersenyum tipis dengan tubuh yang menggigil--memandangnya dengan khawatir. "Kamu gakpapa?" Dia tidak men
Pagi-pagi sekali Nenek membuat dapur beserta pelayan-pelayannya sibuk mempersiapkan menu makanan sehat untuk kesuburan pasangan suami-istri itu supaya Mila cepat hamil. Subuh tadi Alister joging sebelum dia meeting jam sepuluh pagi nanti."Aduh Mbah aku ndak sanggup lagi minum jamunya, gelas besar lagi." Mila memasang wajah cemberut, sambil menatap gelas bekas jamunya."Tinggal dikit lagi Mila cepat habisin," paksa wanita ber-uban penuh itu. "Ini bagus untuk kesuburan kamu. Percuma saya suruh kamu lebih agresif di atas ranjang tapi gak hamil-hamil. Mulai sekarang kamu harus dapetin simpati Ali jangan cuma pinter melayani dia saja." Lagi-lagi Nenek mengajari Mila untuk memikat Alister. Bahkan gerakan-gerakan di atas kasur sebagian adalah koreografi Nandia yang diajarkan kepada Mila."Mana mungkin Mas Alister bisa nerima aku Mbah. Dia itu marah-marah aja sama aku."Nenek mengelus rambut pan
POV Mila.Aku duduk di depan meja rias sambil menyisir rambut panjangku, gaun tidur yang kupakai berwarna cream sangat ramping di tubuhku. Aku mengamati Alister dari kaca dia duduk di atas tempat tidur dengan laptopnya. "Mas, apa Elkana sudah mendapatkan hukuman?" tanyaku.Rasa ngeri masih terasa jika mengingat kejadian itu. Mas Alister mundar-mandir ke persidangan Elkana untuk membuat Elkana tidak bisa keluar dari penjara. Aku hanya diminta jadi saksi dalam satu kali persidangan, Alister pasti tidak ingin aku melihat Elkana."Aku menuntutnya dengan tuduhan pembunuhan Lily dan pencobaan pembunuhan Mang Udin." Dia menatapku dengan rambut yang masih basah karena tadi sepulang kerja dia langsung mandi. "Elkana dihukum mati setelah dia dinyatakan bersalah."Tubuhku menggigil karena mendengar itu, lalu dia kembali berucap. "Ini adalah moment paling mengerikan yang pernah kita hadapi. Tolong sayang... selama sis
Pekerjaan yang paling sia-sia di dunia ini adalah menasehati orang yang sedang jatuh cinta. Kedatangan Alister ke Singapore malah menghidupkan kembali perasaan Kezia pada Alister. Kezia bicara tentang perasaan yang dia rasakan untuk Alister, menceritakan tentang waktu yang ia habiskan bersama Alister di Singapure. Padahal Alister sangat profesional karena pekerjaan.Mila merasa wanita itu sedang berada di alam lain.Mila mencoba memberikan nasehat agar Kezia tenang tapi ia malah menerima tamparan lagi. Agreva kembali mundur karena pisau Kezia di leher Mila bisa membuat wanita itu nekad tanpa sadar."Kenapa kamu ngambil posisiku?" kata Kezia dengan mata dinginnya. "Kamu bikin aku marah... Aku akan menggantungmu... lalu bermain-main dengan mayatmu pakai pisau." Tubuh Mila gemetar, rasa takut membuatnya tidak berani bergerak."Kalau terus begini wanita itu akan nekad membunuh." Suara satpam berbis
Alister menendang pintu kuat hingga Jeha dan seorang laki-laki itu terkejut. Alister menduga pria itu adalah penculik Mila dan juga psikopat yang membunuh Lily. Dia tidak akan membiarkan pria ini kabur meski nyawa taruhannya.Mang Udin masih berbaring tak sadarkan diri. Dibantu alat pernafasan. Bukan hanya itu yang membuat Alister kaget, pria itu membuka maskernya. Ternyata pria disebelah Jeha adalah Elkana. Sudah ia duga Elkana juga terlibat sayangnya mereka terlalu fokus pada Kezia."Kalian ingin membunuh Mang Udin? Kalian juga kan yang membunuh Lily?" Suara Alister penuh emosi, saat ia ingin mendekat tangan Jeha memegang alat pernafasan Mang Udin."Berhenti, atau saya nekad," ucap wanita berambut pendek itu.Alister mundur selangkah dengan tangan ke atas. Elkana tertawa melihat wajah takut Alister. Sangat puas Alister bisa ia kendalikan. Tangan Jeha didekat kepala Mang Udin berjaga-jaga kalau Alister melawan.Alister menatap penuh kebencia
Malam itu Agreva melajukan kecepatan mobilnya. Wajah panik Alister terlihat jelas di wajahnya, bibirnya gemetar menahan emosi dan cemas campur aduk. Salah seorang pelayannya menelpon agar dia cepat pulang karena Kezia mengamuk di rumahnya. Keadaan berbahaya.Alister melirik ke luar kaca dengan dengan geram, begitu juga Agreva yang menjadi supirnya, keadaaan genting begini jalanan macet. Kalau saja dia bisa menabrak mobil yang ada di depannya agar cepat sampai."LEBIH CEPAT LAGI!" Ujar Alister emosi, ketika jalanan mulai longgar.Alister ingat beberapa tahun lalu Kezia memukul Mila di kampus. Meskipun banyak orang di sekelilingnya Kezia tidak takut memukul Mila. Dia wanita paling nekad."LEBIH CEPAT LAGI AGREVA!""Baik Pak." Ucap Agreva menyetir dengan kecepatan penuh.Zia, sebaiknya jaga sikapmu. Tangannya terkepal di atas
POV Mila.Alister dijemput Agreva sejam lalu, mereka pergi menemui orang yang ditangkap polisi. Dia menyerahkan diri begitu saja. Itu hal yang mengejutkan bagi kami. Aku menunggu Alister di dalam kamar, begitu saja aku terpikir untuk mencari berkas tentang perceraian Kezia.Aku melangkah keluar lalu turun ke lantai bawah masuk ke ruang kerja di rumah itu.Aku menemukan di dalam lemari berkas itu, semuanya tersusun rapi. Data kesehatan Kezia, data pribadi suami Kezia juga ada. Pria itu orang Indonesia yang tinggal di Singapure.Maps coklat aku buka, ada foto-foto Kezia berpose dengan percaya diri. Tapi, aku juga menemukan ada foto-foto Kezia yang penuh dengan luka lebam. Ini sama dengan yang pernah Meira alami. Tampak gambar Kezia di wajahnya ada perban yang membelit ke atas kepala. Jantungku bergetar.Aku membuka laptop, mencari data Kezia yang disimpan Alister. Pasti dia menyimpan banyak
POV Mila.Dia memintaku untuk tenang, tapi aku merasakan dari tangannya Alister sedang khawatir. Hidup kami berubah seperti film horor tapi tak berhantu.Beberapa polisi yang kami lewati menatap Alister dengan bermacam-macam ekspresi, aku tebak Alister sering berkunjung ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Ada yang menatapnya sinis ada juga yang ramah, mengingat Alister orang yang tempramental aku bisa mengerti kenapa mereka tidak suka melihat suamiku.Tiba-tiba suara seseorang memanggil kami, tepatnya memanggil Alister. Lebih dulu Agreva yang menoleh pada orang itu."Selaginya istrimu di sini biarkan kami meminta keterangannya." Aku tahu polisi ini, Wisnu orang yang membuat Alister pernah di tahan. Jovanka yang menceritakan. Tangan Alister menggenggam erat tanganku. "Kuharap kalian lebih menurut untuk diajak kerja sama.""Silahkan Pak, aku bersedia. Apa ini soal Lily atau penculikanku?" kataku dengan nada menantangnya."H...." Polisi
POV MilaHal yang terbersit di benakku adalah kejadian aku di culik. Aku bahkan masih ingat dengan orang yang duduk di sebelahku berbisik seperti setan mengancamku. Aku menatap suamiku dengan ekspresi panik. "Mas, siapa pelakunya? Siapa yang ingin mencelakai aku?"pertanyaan itu kuulangi lagi.Alister bergeming.Aku menatap ketiga polisi itu bergantian dengan perasaan takut. Mereka hanya membalas tatapanku tapi tidak menjawab pertanyaanku."Jadi memang ada yang berniat membunuh aku? Tolong ceritakan apa yang terjadi."Yang Sam katakan, "Mobil yang di bawa Mang Udin tiba-tiba rem-nya tidak berfungsi. Mobil itu berhenti di persimpangan. Menurut keterangan ada mobil di belakang mereka dan menabrak bemper sebelah kiri mobil Mang Udin. Mobilnya menabrak pohon besar." Dalam beberapa detik aku terdiam mendengar itu.Kata-kata polisi itu membuatku frustasi. Aku menatap buku catatan yang dibuka Sam. Aku rasa itu ada
POV Mila.Meira menelponku saat aku sedang sendirian, kebetulan sekali aku sangat jenuh sekali di rumah. Sudah jam segini Alister belum juga pulang, mungkin dia banyak pekerjaan jadi terlambat pulang. Obrolan kami seputar kehidupan sehari-hari dan juga tentang penculikanku, dia tahu kasus itu karena masuk berita. Harusnya polisi malu beritanya sudah tersiar tapi pelakunya belum tertangkap."Alister ingin aku pergi entah kemana dia ingin menyembunyikan aku. Mungkin keluar negeri. Idenya bagus banget kebetulan aku belum pernah ke sana." Jawabku pada pertanyaan Meira, nada bicaraku sok tenang padahal aku sangat marah sewaktu Alister bicara itu."Oya? Memangnya dia akan tahan kalau kamu pergi? Kayak gak tahu aja suami kamu gimana, Mila." Tanggapan Meira sama dengan yang kupikirkan. Tapi, detik kemudian dia berubah pendapat. "Tapi, kalau aku boleh saran... aku rasa Alister mengambil keputusan itu untuk kebaikan kamu. Dia itu ga
Setelah Alister selesai dengan pekerjaannya dia menyuruh Agreva dan Jovanka masuk ke ruangannya. Tentu saja hal itu berhubungan dengan penyelidikan mereka. Ekspresi Alister yang serius membuat Agreva dan Jovanka tegang, salahkan kenapa mereka menjadi kepercayaan Alister hingga semua-semuanya melalui mereka."Pak, polisi beberapa hari ini datang ke kantor menanyai para staf." Jovanka melaporkan, dia menceritakan detail dan padat saat polisi-polisi itu mendatangi kantor dengan seragam polisi mereka. Dahi Alister mengerut sempurna. "Saya bilang selagi Bapak tidak masuk seluruh staf dilarang memberikan keterangan.""Sialan! Memangnya mereka siapa berani mencurigai aku. Karena Oma meninggal dan aku beberapa hari tidak bergerak di rumah lantas mereka suka hati bertindak." Kata Alister penuh emosi.Agreva juga melaporkan kelima pria yang yang mereka sewa untuk membantu penyelidikan ini. Sayangnya Alister tidak berjumpa deng