“Maksudnya?” Radinka sampai memutar pinggang demi melihat ke belakang. Kaca helm juga dia buka lebar-lebar demi menunjukkan ekspresinya yang kebingungan.“Bukankah seharusnya Tuan mengajak nona Sheza untuk ikut pulang ke vila?”“Buat apa? Jangan ngaco kamu. Sudah, jangan banyak mikir. Kalau kamu tidak bersedia memeluk saya, saya tidak akan bertanggung jawab kalau kamu jatuh di tengah jalan.” Radinka mengancam kecil karena dia tau itu selalu mempan. Namun kali ini perkiraannya salah. Perempuan itu hanya berpegang pada sisi jaketnya saja. Sama sekali tidak berkenan untuk memeluk.Radin hanya bisa geleng-geleng kepala. Sepertinya Mila sungkan karena masih ada Sheza di belakang. Baiklah, dia akan mengalah sejenak. Pria itu lantas menjalankan motor sport-nya dengan kecepatan sedang. Dia harus puas hanya merasakan kehangatan tubuh Mila di punggungnya.Sepanjang perjalanan tidak ada yang berbicara. Kemilau sedang sibuk dengan pikirannya yang menebak-nebak bagaimana sikap Radin setelah ini. B
Radinka terhenyak mendengar sindiran itu. Memang itu 'kan yang diinginkan Sheza? Membuat Mila benci kepadanya."It was, Mila. But everything changes."Mila menggeleng. "Saya tidak akan mempersulit apapun jika kalian ingin harta warisan itu. Percayalah, saya sama sekali tidak menginginkannya." Kedua netra itu kembali mengeluarkan air mata kesedihan. Dia sungguh tidak tau apa lagi yang akan terjadi nanti. Sheza sudah pasti mengadu kepada Nadya dan Greta.Radinka mengusap wajah dan menyibak rambut basahnya ke belakang. Dia bingung harus berkata apa untuk menampik kalimat Kemilau. Perempuan itu sedang krisis kepercayaan kepadanya. Apapun yang dia dengar pasti tidak akan bersedia dia cerna baik-baik."Saya memang pernah membenci kamu. Tapi sekarang semuanya sudah berubah. Saya baru menyadari kalau takdir tidak pernah salah. Saya percaya kamu memang jodoh saya dan sebaliknya.""Secepat itu? Apa yang Tuan rencanakan? Dari pada Tuan berniat ingin memanfaatkan saya, lebih baik sudahi pernikaha
Tidak. Tidak! Ini tidak benar. Jangan lupakan bagaimana sakitnya saat kemarin Radin merenggut kehormatannya secara paksa. Bukankah waktu itu Mila sudah berjanji akan membenci laki-laki ini sampai dia mati? Kenapa sekarang hati dan tubuhnya justru ingin berkhianat? “Kamu cantik.” Tangan Radinka mengusap pipi Mila yang begitu dekat dengan wajahnya. Dia tidak berbohong. Perempuan ini memang cantik. Hanya saja, saat bertemu di panti asuhan kemarin, kebencian sedang meliputi hati laki-laki itu sehingga tidak menyadarinya. Mila menjauhkan wajahnya. Ingatan akan perbuatan keji Radin membuat gairahnya tiba-tiba turun drastis. "Saya … saya tidak bisa, Tuan,” akunya jujur, meski tonjolan di bawah s*l*ngk*ng*nya masih terasa sangat menggoda. “I want you, Mila. Why?” Radin tidak ingin menyerah. Kini dia mencium leher perempuan itu tanpa izin. Sial! Kemilau tidak bisa berkutik ataupun menolak. Matanya terpejam secara otomatis karena sensasi geli yang tercipta dari sentuhan bibir Radin di kuli
"I swear." Radinka menempelkan bibirnya sekilas lalu melepasnya lagi. Tangannya meraba serta mengelus lengan Mila yang melingkari lehernya, sambil netra mereka masih saling menatap dalam."Jadi ... dari mana kita harus memulai?" tanya Kemilau lagi, tanpa malu-malu. "Kamu kira apa yang kamu lakukan sekarang, Nyonya Radinka? Kamu sudah memulainya sejak tadi." Radin sengaja menggerakkan punggungnya agar Mila paham maksud ucapannya. Dan perempuan itu langsung tersenyum kecil. Bibir mereka kembali terpaut. Radin memutar punggungnya sehingga dadanya merasakan kelembutan dada Mila. Ini begitu memabukkan. Salah satu titik sensitif di tubuh keduanya kini saling menyatu dan memberikan sensasi ingin terbang. Lidah yang kini membelit dengan intens diimbangi dengan tangan yang meraba-raba punggung pasangannya.Desah pendek-pendek kini terdengar memenuhi ruangan kamar mandi. Ciuman itu tak kunjung berhenti padahal sudah tiga menit lebih. Bahkan kini Kemilau sudah kembali masuk ke dalam tub dan du
Radinka mengecup puncak kening Mila sambil mengutarakan tiga kata yang meluncur begitu saja tanpa dia rencanakan. Seluruh dunia seakan berbeda setelah dia dan Mila mencapai puncak kenikmatan dalam bercinta karena sama-sama ingin. Sekarang, di mata seorang Radinka, Kemilau adalah wanita utuh yang sudah memberinya kebahagiaan secara lahir maupun batin. Dan beruntungnya dia, Kemilau adalah istri sahnya, baik secara hukum maupun agama.Kemilau sendiri masih terengah, dia mendengar ucapan itu tanpa bisa memberi tanggapan. Pelepasan ini terlalu menyenangkan dan karena dia baru pertama kali merasakannya, dirinya hampir-hampir kehilangan kesadaran.“Stay with me, Mila. Now and forever.”Mila mengangguk dan memejamkan matanya. Dadanya yang bergerak naik turun, membuat Radinka mengerti kalau istrinya masih sedikit kelelahan. Sepertinya mereka harus beristirahat sejenak.“Kamu capek?”“Hm-m.”“Kita pindah ke kamar kamu?”Kemilau kembali membuka matanya. Perasaan si ‘itu’ belum lepas. Kok udah ng
Jika tadi Radin dan Kemilau pulang dari vila keluarga Amar sekitar jam sepuluh malam, lalu sudah sempat berdiam diri di kamar masing-masing sebelum kedatangan Sheza. Kemudian insiden Mila menceburkan diri ke dalam kolam renang yang membuat mereka berujung debat di dalam kamar mandi dan berlanjut bercinta selama tiga ronde. Bisa ditebak, kira-kira saat ini jam di kamar Kemilau menunjukkan pukul berapa? Yap, tentu saja pukul satu dini hari! Ronde ketiga yang tak kalah panas dari ronde sebelumnya menjadi penutup percintaan manis di antara sepasang sejoli yang sedang dibakar gairah asmara. Setelah mandi, keduanya berpindah ke kamar Kemilau karena bed cover di kasur Radin sudah basah total. Kali ini seriusan ingin tidur dan beristirahat. Tidak ada sesi lanjutan.“Benar-benar hari yang panjang.” Radinka bergumam di samping telinga Mila yang tidur sambil memeluknya.“Hm-m. Masih ingat dibangunin jam empat subuh buat joging. Padahal aslinya janjian jam enam dengan pak Adam.”Radinka tertawa
Radinka mendapati dirinya hanya sendiri di dalam kamar saat kedua matanya terbuka. Sisi sebelahnya kosong dan Kemilau pun tidak ada di dalam pelukannya. Memutar pandang ke sekeliling dan matanya tertumpu pada jam dinding yang kini menunjukkan pukul delapan pagi. What?!Kesadaran pria itu langsung melonjak ke angka tertinggi. Dia sudah tidak pernah tidur sampai bangun kesiangan. Ini pasti efek kelelahan bercinta dan juga efek memeluk sang istri yang memberinya rasa nyaman berkali-kali lipat. Radin turun dari kasur dan langsung keluar untuk mencari istrinya. “Hon? Udah bangun?” Ternyata Mila yang baru saja masuk dari pintu samping menyadari kehadirannya.“Kamu dari mana? Kenapa nggak bangunin saya?” Kedua tangan Radin terulur meminta wanita itu menghampiri. Mila pun meletakkan ember kecil yang dia pegang dan masuk ke dalam pelukan sang suami.“Aku baru kelar nyuci baju, trus jemur-jemur. Kamu tidurnya nyenyak banget, aku nggak tega bangunin.”Radinka menghirup aroma tubuh Mila yang ma
"Loh, Mila?"Radinka dan Kemilau kompak menoleh ke arah kanan mereka. Siapa juga yang mengenal Kemilau di Bali seperti ini??Itu Devara.Jika Radinka sudah tidak kaget karena memang sudah melihat Deva kemarin pagi, berbeda dengan Kemilau yang langsung berubah ekspresi wajahnya. Kedua matanya berbinar karena tidak menyangka sang sahabat bisa ada di sini."Devara?! Lo ... lo di sini juga??" Lihatlah, dia sampai meletakkan piringnya di trotoar dan bangkit, lalu berlari untuk memeluk laki-laki itu."Ya ampun, Dev!! Gue nggak mimpi 'kan lo ada di sini?!"Yang dipeluk merasa kesenangan. Devara balik membalas pelukan Mila dengan erat sambil menepuk-nepuk punggungnya."Enggaklah. Malahan gue kaget lo ada di sini. Ke Bali juga? Sejak kapan?" "Iya, dari tiga hari yang lalu. Lo?"Pelukan mereka sudah terurai. Mila memberikan senyum termanisnya pada sang sahabat yang terlalu dia rindukan. Sampai-sampai dia melupakan Radinka yang ada di belakang mereka."Ini hari kedua gue. Lagi sarapan sama suam
Selama dua tahun terakhir, Bali dan segala isinya adalah momok yang sangat menakutkan bagi seorang Radinka Kevan Saskara. Setelah Mila meninggalkannya di tempat itu dengan cara yang tragis, dia berjanji tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana lagi. Hidupnya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Radinka kembali ke setelan pabriknya. Dingin dan tak tersentuh. Selama dua tahun memegang pemerintahan di Saska, dia berhasil menaikkan omset tahunan lima kali lipat dari jaman kejayaan ayahnya. Kepergian Mila membuatnya tidak punya pilihan selain fokus pada Saska. Radinka harus mengakui, kata-kata Mila sangat benar tentang Saska adalah tanggung jawabnya. Setelah dipikir-pikir kembali, alangkah bodohnya dia saat berniat melepaskan Saska demi hal lain yang belum tentu layak untuk diperjuangkan. Seperti Mila salah satunya. Hingga sekarang, sama sekali tidak ada kabar dari perempuan itu. Radinka juga tidak berusaha untuk mencari tau keberadaannya. Hati yang sudah membatu, membuat
Tidak hanya Radinka yang merasakan hati bagai tersayat-sayat. Kemilau juga sama. Sepanjang penerbangan ke London dia tidak berhenti menangis. Mengorbankan hidupnya ke dalam tangan Amar yang bahkan tidak dia kenal dengan baik, adalah satu hal besar yang sesungguhnya tidak ingin dia lakukan. Tapi dia tidak berdaya ketika Amar dan Adam selalu menerornya lewat pesan. Mengancam akan benar-benar menjatuhkan Saska jika dia tidak bersedia ikut ke London.Mila bahkan tidak tau apa tujuan sepasang orang tua ini membawanya ke sana. Bukankah itu tindakan yang terlalu berani? Sepanjang perjalanan Kemilau tidak bersuara. Sedikitpun tidak berkenan menjawab pertanyaan Amar dan Pratiwi. Hingga akhirnya mereka tiba di tempat tujuan, Mila masih betah dengan segala kebungkamannya.“Tersenyumlah. Karena itu membuatmu jauh lebih cantik.” Pratiwi mencoba menghibur cucunya. Namun jelas itu tidak penting. Kemilau tidak membutuhkannya. Yang ada di pikirannya sekarang adalah Radinka. Entah bagaimana kabar pria
“Aku pengen jalan-jalan.” Mila sesumbar membuat permohonan saat Radika sedang memakai baju tidurnya. Wanita itu memeluknya dari belakang dan mencium tengkuknya dengan agresif.“Jalan-jalan ke mana, Baby?”“I don’t know. Mungkin Bandung, atau Bali lagi?”Radinka memutar tubuhnya dengan senyum yang sudah terlukis di wajah. “Kamu … mau honey moon sesi kedua?”Mila balas tersenyum lebar dan mengangguk dengan semangat. “Aku sumpek dengan semua yang terjadi belakangan. Pengen menghirup udara segar.”“Bali? Kapan?”“Bebas. Kamu bisa ijinin aku ke kampus ‘kan Sayangg?” Mila memohon manja.“Baiklah. Saya juga akan mengatur jadwal cuti lagi di kantor. Bagaimana kalau kita berangkat besok lusa?”Lagi-lagi anggukan di kepala Mila membuat Radinka begitu yakin kalau Mila sudah memilihnya. Lusa berarti sudah melewati batas perjanjian dengan Amar. Kalau Mila sendiri yang meminta untuk jalan jauh, itu artinya Radin sudah bisa tenang.Dan Bali akan menjadi tempat yang akan Radinka benci seumur hidupnya
Nadya dan Greta sudah menanti kepulangan Radinka dan Kemilau. Meski dulu sempat tidak menyukai Mila, sekarang kedua orang itu justru tidak berharap Mila lebih memilih keluarga Amar. Sungguh nyata Allah adalah maha pembolak-balik hati. Saat Radin dan Mila muncul di ambang pintu, senyum di wajah Nadya langsung terkembang. Entah bagaimana bisa melihat sosok Kemilau ada di rumah ini terasa lebih baik dari pada tidak.Nadya menepuk kursi di sebelahnya, seperti memberi kode kepada Mila agar perempuan muda itu duduk di antara dia dan Greta. Dan Radinka membiarkan istrinya menuruti sang mama."Kami sungguh-sungguh meminta maaf." Nadya membuka pembicaraan. Memang inilah yang harus mereka bahas sekarang. Sebelum mereka kembali melanjutkan hidup dengan normal."Iya, Ma. Aku mengerti."Nadya mengambil kedua tangan Kemilau dan dia genggam begitu erat. "Maafkan semua perbuatan kami di awal-awal pernikahan kalian. Kami sungguh malu dan sangat menyesal."Lagi-lagi Kemilau harus menangis. Terpaksa. I
Setelah percintaan panas itu selesai, Mila menepati janji untuk menceritakan semuanya kepada Radinka. Mulai dari foto yang dia lihat di ruang kerja Adam, hingga obrolan Adam dan Sastri yang dia dengar kemarin siang. Kemudian tentang obrolan dia dengan Ibu Sulis saat di kampus, yang membuat dia sedikit curiga kepada Deva. Mila tidak mengurangi atau menambahi apapun. "Kenapa kamu lebih percaya kepada mas Adam dan mba Sastri? Bukan kepada saya? Kenapa kamu memilih untuk menyembunyikan ini, Sayang? Seandainya dulu kamu jujur saat saya bertanya tentang kedua orang tua kamu, mungkin urusannya tidak harus sampai sejauh ini." Kini Radinka sedang berada dalam pelukan Mila. Dia benar-benar ingin dimanja. Dia ingin Mila membelai rambutnya, wajahnya, semuanya. "Aku minta maaf. Aku masih egois dengan pemikiranku sendiri. Aku mengira ini bukanlah perkara besar. Maafkan aku." Mila tidak punya pilihan kata lain. Dengan lembut dia menyugar rambut Radinka dan melabuhkan kecupan panjang di setiap inc
*Sebelumnya maaf kalau ada typoMobil Radinka bergerak dengan cepat meninggalkan pelataran rumah Adam. Hasrat ingin melampiaskan rindu terhadap Kemilau begitu menggebu-gebu di dalam dirinya. Tangan yang tak berhenti tertaut melambangkan betapa dia sangat takut perempuan itu meninggalkan dia. Radinka sudah berjanji akan melakukan segala cara agar Kemilau memilih untuk bertahan di sisinya. Tidak perlu mempertimbangkan Amar dan keluarganya yang penghianat itu.“Sayang, aku kangen.” Mila tak sungkan-sungkan mengutarakan isi hatinya sambil meremas jemari Radin yang besar.“Kamu pikir saya enggak, hm? Kamu berhutang penjelasan tentang semuanya. Kenapa saya harus mengetahui ini dari orang lain, bukan dari kamu sendiri.”Mila menggigit bibir. “Aku akan menceritakan semuanya nanti. Dari awal.”“Better like that, Baby. Karena saya merasa bodoh ketika mengantar kamu ke kampus, lalu kamu pergi lagi tanpa sepengetahuan saya. Saya mencari kamu ke mana-mana tapi tidak ada yang tau kamu di mana. Saya
*Maaf kalau ada typoSemua orang tercengang. Nadya, Greta, Julian dan Kemilau sama sekali tidak kepikiran ke sana. Mendengar Radinka mengutarakan hal tersebut membuat mereka bertukar pandang satu sama lain. Berbeda dengan keluarga Amar yang membeku di tempat.Akhirnya … motif mereka mendekati Kemilau terbongkar sudah.“Benarkah?” Radinka mengulangi pertanyaannya dengan nada skeptis. “Apakah Sheza juga yang memberi tahu kalian bahwa Mila mendapat bagian yang begitu besar?”“Opa, benar begitu Opa?” Kemilau merasa kalau dia berhak untuk mendengar jawaban dari sang opa.“Kalau iya … bukankah niat kalian lebih busuk dari pada ayah saya? Kalian bahkan tidak perduli tentang kebakaran itu dan tentang orang tua Kemilau yang meninggal karenanya. Tapi kalian hanya peduli warisan itu? Begitu??”…“Kalian juga sengaja membuat syarat untuk kembali menguliahkan Mila. Supaya apa? Supaya saat waktunya kalian mengambil dia dari sisi saya, dia sudah siap untuk kalian jadikan robot pekerja, begitu?”“DIA
Feeling Nayda ternyata benar. Setelah mengetahui bahwa Kemilau adalah keponakan Adam, wanita itu langsung merasa bahwa ada yang tidak beres dengan keluarga Amar. Apalagi berdasarkan info dari Julian, Radinka tidak berhasil menemukan Mila di kampus. Nadia langsung tau di mana mereka bisa menemukan Mila. Dia mengajak Julian dan Greta segera pergi menyambangi rumah Adam.Bisa dibilang mereka tiba di waktu yang tepat. Persis saat Amar dan Pratiwi tiba, tapi kedua orang itu tidak menyadari kedatangan mereka. Nadya, Julian dan Greta tidak langsung masuk, memilih untuk berdiam sebentar di luar untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan. Dan sudah tentu ini adalah tentang peristiwa kebakaran itu.“Lantas apa yang kalian mau? Apa kalian pikir suami saya juga menginginkan kebakaran itu?” Nadya masuk menyahut ucapan bengis Amar dari ambang pintu. Hanya melihat Radinka dicecar secara verbal saja sudah membuat hatinya teriris-iris. Memang, harus diakui, menganiaya Mila seperti dulu adalah perbuat
Radinka melarikan mobilnya secepat kilat menuju rumah kediaman Adam. Sebelum orang-orang itu meracuni pikiran istrinya dengan yang tidak-tidak, lebih baik dia segera sampai. Hampir saja dia menerobos lampu merah dan menbuat kekacauan di jalan raya. Namun untung saja kontrol diri laki-laki itu masih bekerja dan dirinya tidak sampai berurusan dengan pihak yang berwajib.Akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Radinka turun dengan terburu-buru. Bahkan sampai pintu mobilnya terdengar berdebam keras dari dalam rumah. Adam, Sastri dan Kemilau berdiri karena kaget.“Mila!” Teriakan itu membuat tubuh Kemilau seketika dibanjiri bermacam rasa. Campur aduk. Senang tapi sedih. Rindu tapi bingung. Sosok yang sedari tadi mereka bicarakan akhirnya muncul di depan mata dengan napas yang tersengal hebat.Dua pasang mata itu saling menatap. Sama-sama ada kerinduan yang tersirat di sana. Namun, sebagaimana yang mereka sudah ketahui bersama, ada sebuah batu besar yang kini menghalangi sehingga raga mereka