"Qabiltu Nikakhaha wa Tazwijaha, Delta Putri Ketvira Imanuella linafsii bimahrin madzkurin, Haalan!"Salis memutuskan untuk tidak datang ke ijab qabulku dengan Putri di KUA. Sebenarnya ini hanya ijab qabul ulang untuk formalitas dokumentasi, hubunganku dengan Putri sudah sah secara agama semenjak nikah siri. Demi melindungi Putri dengan hubungan pernikahan yang terbuka aku dan Ia harus memiliki surat nikah."Langsung pulang ke rumah?" Tanyaku padanya setelah selesai akad. Rizki dan temannya Putri yang menjadi saksi sudah lebih dulu pergi karena harus masuk kerja."Iya, Mas. Ganti baju dulu, habis itu langsung berangkat kerja," jawabnya.Aku mengantarkan Putri ke rumah dan kembali mengantarnya lagi ke kantornya. Di jam yang hampir memasuki makan siang, aku bergegas ke kantor untuk memeriksa pekerjaan yang sudah kutitipkan pada staf-stafku."Bro, Bro, lihat story Instagramnya Putri nih," ucap seseorang yang sedang bergerombol di sebuah lorong. Aku tidak menyangka sebegitu tenarnya Putri
Saat aku tiba di halaman rumah, kulihat Aghni sedang bermain mobil-mobilan. Tentu saja itu barang mainannya Ikhda karena anak itu tertawa riang di belakang adik sepupunya yang sedang mendorong mobil sebesar bantal. "Assalamu'alaikum, Aghni. Assalamu'alaikum Ikhda," sapaku sambil mengecup dahi mereka satu persatu."Wa'alaikumussalam, Pak Dhe," pekik Ikhda. Balita itu sudah jauh lebih besar dari terakhir kali aku melihatnya. Ia juga sudah bisa menjawab salam dengan sempurna. Aghni dengan wajah berbinar-binar meraih kantung keresek yang kubawa."Aghni, jawab apa sama Ayah?" Aku merangkul satu-satunya anak perempuanku."Ikum salam," jawabnya singkat. "Nah, anak pintar. Aunty Fatma di mana sekarang?" Tanyaku padanya untuk melatih ingatan."Di dalam," sahut Ikhda."Hmm, baiklah. Pak Dhe mau nengok Bundamu dulu. Ini Pak Dhe bawakan kue lapis, tapi cuma satu. Nanti kamu bagi dua sama adikmu, ya," pesanku pada Ikhda. Ia mengangguk sembari memandangi keresek yang kubawa. Aku sengaja memberik
"Aku mencintai seseorang, tapi seseorang itu tak bisa kumiliki. Melihatnya semakin menjauh, membuatku semakin merana." --Fani--"Kau bagaikan Aisyah, cerdas dan mempesona meski usiamu masih belia. Kau bagaikan Cleopatra, cantik dan berkuasa hingga banyak lelaki takluk padamu." --Alvian--"Banyak kebaikan yang bisa dilakukan di dunia ini, tapi satu-satunya kebaikan yang sangat susah kulakukan adalah mengepakkan sayap Iman." --Rizki--*** Awalnya kukira Ia menungguku, tapi ternyata Ia kembali lagi pada cinta pertamanya. Ia adalah seseorang yang selalu ada di dalam hatiku, Ia adalah lelaki yang selalu kulihat meski saat aku memejamkan mata. Lelaki itu bernama Nahru Rizki Budiman. Dalam waktu yang sama aku juga dekat dengan Mas Alvian, mahasiswa pascasarjana yang satu kampus denganku, tapi hatiku tetap lebih dekat dengan Mas Rizki.Hatiku hancur sehancur-hancurnya saat melihat Instastory perusahaan milik Abahnya Mas Rizki. Jujur saja, aku memang hidup dengan biaya dari perusahaan itu ta
Dua tahun kemudian….Aku kembali menjalani kehidupan di pesantren setelah kejadian kecelakaan itu. Kujalani semuanya dengan sabar meski rasanya seperti hidup di penjara. Sebelumnya, yang menjadi momok kebebasanku adalah Ayah dan Ibu. Tapi kini setelah berpisah dengan mereka, hidupku malah semakin terkekang.Saat aku melintasi papan poster di gedung Unit Kegiatan Mahasiswa, aku terbelalak tidak percaya. Wajah perempuan itu dipajang besar-besar di dalam poster. Tanganku meraba poster itu memastikan apa yang kulihat tidak salah. Ini wajah peremapuan itu, perempuan yang membuat hidupku jungkir balik. Mbak Fatma?Ia akan menjadi bintang tamu seminar di kota sebelah. Tanganku bergetar, ada rasa yang membuatku sakit hati melihat foto wajahnya. Aku tahu empat tahun lalu Mbak fatma memang belum terkenal sama sekali, tapi hari ini aku melihat sendiri Ia digandrungi banyak orang. 'Jadilah bintang, maka kamu akan dipandang', quote dari poster itu.Rasa iri menyelimutiku, kakiku mendadak lemah be
Setelah memutar otak untuk mencari tahu apapun tentang Mbak Fatma dan Mas Rizki, aku membuat Instagram fake account. Postingan Instagram pribadi Mas Rizki kebanyakan diisi dengan foto-foto anaknya dan istrinya tentu saja. Ia telah memiliki anak lagi dari Mbak Fatma beberapa bulan lalu.Ada Mbak Fatma di following-nya, termasuk akun kepenulisannya. Hal inilah yang membuatku ciut, tapi aku tidak akan menyerah. Lihat saja nanti. Sebenarnya aku lebih tahu apapun tentang Mas Rizki, aku tahu selera makannya, lagu favoritnya, alasan dijodohkan dengan Mbak Fatma pun aku tahu. Kata Abah dan Umminya, Mbak Fatma itu orangnya baik, sholeha, pintar, sabar, hadehhh pokoknya apapun yang baik-baik tentang Mbak Fatma, Ummi bicarakan kepada Mas Rizki. Padahal menurutku Mbak Fatma biasa saja, nggak cantik-cantik amat, malah jauh di bawahku. Ah, sudahlah bisa stress aku kalau mikirin orang itu terus.Aku melanjutkan menyusun rencana program kerja untuk magang nanti. Tiba-tiba ada deretan chat dari Mas A
Hari ini aku dan teman-teman yang akan magang di luar kota mengurus perizinan di pesantren. Aku dan Sahla juga sedang dalam proses mencari kontrakan secara online. Seminggu lagi, aku akan magang dan itu berlangsung dua bulan. Sungguh waktu yang cukup lama untuk menghirup udara segar. Setelah semua proses administratif beres, aku mengurus hal lain yang berkaitan dengan akomodasi untuk magang nanti. "Sahla, Lu udah lihat profil pegawai-pegawai di sana belum?" tanyaku. "Udah, keren-keren. Hampir semua pegawainya masih muda," jawabnya. "Atasan kita Bu Delta, kan? Aku lihat rekam jejaknya hampir menyamai orang yang dua kali lipat umurnya," papar Sahla. "Bu Delta itu yang mana, ya?" Aku membuka website perusahaan tempatku magang nanti.Wuihhh, cantik banget. Orang kayak gini kenapa jadi manajer, sih? Kenapa nggak jadi model saja? Gila, cantik banget. Bikin insecure."By the way beliau lagi hamil lima bulan," Sahla tahu kalau aku sedang mengamati profil Bu Delta. Namanya juga cantik, Delt
Kehidupan baruku sangat menyenangkan di kontrakan tempatku magang. Hari pertamaku juga sangat mengesankan. Aku, Sahla, dan Hilal magang di satu manajemen. Manajerku adalah perempuan perfeksionis yang sangat supel. Ia akrab dengan staf-staf manapun di perusahaan ini.Pembimbing lapanganku bernama Bu Retno, aku ditugaskan di front office sebagai resepsionist. Bu Retno mengajariku bagaimana cara mengangkat dan berbicara di telepon, menyapa tamu serta menangkap apa maksud kedatangannya, dan masih banyak hal lain.Jika di pesantren kegiatanku setiap hari monoton kuliah, mengaji, dan mengerjakan tugas maka di sini masih ada sisa waktu untuk sekedar jalan-jalan sore atau malam. Jadi aku sangat bertekad mendatangi acara launching bukunya Mbak Fatma dua minggu lagi. Rencananya aku akan naik travel dari pusat kota setelah naik ojek online. Jadi, aku tidak perlu koar-koar mengajak Sahla yang IPK oriented.Sesuai rencanaku, aku pergi ke tempat di mana launching buku itu dilaksanakan, tiket masuk
Mas Alvian tahu alamat rumah dan data diriku yang lainnya karena aku pernah mengikuti program Paket C di lembaganya. Aku benar-benar geram, ini penyalahgunaan data. Diam-diam Ia menggunakan data diriku untuk kepentingannya.Aku tidak habis pikir ada orang yang melakukan hal seperti ini padaku, jiwaku seakan hilang. Aku merasa sebagian hidupku dirampas namun aku tidak tahu secara pasti apa itu. "Falen, kok akhir-akhir ini sering jadi pendiam?" Bu Retno membicarakanku. "Mm, eng, enggak Bu," jawabku. "Mungkin Lu mau tukeran tempat, Fan? Gue yang di front office, Lu yang di ruang manajer," ujar Sahla. Hampir tiap pagi hari sebelum jam kerja mulai, Sahla mampir ke front office karena Ia sudah terlanjur nyaman ngobrol dengan Bu Retno.Aku melihat Bu Retno menyetujui usul Sahla, "Nanti saya bilang Bu Siska."Bu Siska sekretarisnya Bu Delta. Saat Sahla sudah naik ke ruang manajer, Bu Retno berbisik padaku. "Padahal Ibu milih kamu buat ditempatkan di meja resepsionist karena wajahmu memang