Home / Rumah Tangga / Bukan Dokter Cinta / Bab 4. Unbelieveable

Share

Bab 4. Unbelieveable

Author: Sisca W.
last update Last Updated: 2022-05-24 21:05:56

Kencan hari pertama telah sukses dilalui David dan Sandra. Perasaan tak nyaman yang awalnya dirasakan oleh David pun sirna. Pekerjaan Sandra saat ini adalah seorang manajer keuangan di perusahaan barunya. Jadi wajar jika hunian dan penampilan Sandra kini tampak mewah dan glamor.

David pun secara intens membalas setiap pesan yang dikirim oleh Sandra. David dengan senang hati menanggapi setiap pesan dari Sandra selama itu tidak menganggu pekerjaan mereka masing-masing. Mereka pun merencanakan pertemuan kedua mereka di minggu depan.

Suatu pagi di ruang kantor yang dipimpin oleh David, terjadi sebuah kegaduhan kecil yang disebabkan oleh dua orang wanita. Seperti biasa, Bita mendapat berita mengejutkan dan ia pun segera memberitahukan kepada Sari, sobat bergosipnya. Sari mendengarkan dengan seksama cerita yang diungkapkan oleh Bita.

"Lo serius, Ta?" tanya Sari sambil menutup mulutnya.

"Gue sih serius kalau soal rumor itu, tapi yang benernya kayak gimana ya gue belum mastiin lagi." sahut Bita penuh keyakinan.

"Gila sih ini cewek. Cantik sih, tapi-"

"Iya cantik. Dia emang udah jadi primadona pas kita masih sekolah. Aku sih nggak pernah sekelas sama dia, tapi seluruh angkatan bahkan mungkin satu sekolah tau dia siapa." kata Bita menegaskan pendapat Sari.

"Kalau beneran mereka pacaran dan rumor itu bener, kasian Pak David sih." ucap Sari menanggapi foto yang tampil di layar ponsel Bita.

Ternyata mereka sedang membicarakan sebuah foto antara David dan Sandra saat mereka kencan beberapa hari yang lalu. Foto tersebut di upload oleh Sandra ke akun media sosialnya. Foto itu memang tak menjelaskan apapun perihal status hubungan mereka sedang berpacaran. Mereka hanya berfoto dengan posisi duduk berseberangan di sebuah meja restoran. Keduanya sama-sama menatap ke arah kamera. Sandra hanya membubuhkan sebuah caption 'Lunch with my old friend'.

Rumor yang beredar di anggota geng Bita sewaktu SMA adalah mereka mencurigai bahwa Sandra menjadi simpanan om-om alias Sandra punya Sugar Daddy. Bukan tanpa alasan, beberapa kali salah seorang teman Bita yang bekerja sebagai front office di sebuah hotel ternama memergoki Sandra keluar masuk hotel tersebut. Sandra bisa saja tak mengenali teman sekolahnya sendiri, tetapi dia sebagai primadona, siapa yang tak tahu sosok Sandra.

"Padahal ya, kamar yang didatengin Sandra itu udah di booking sama cowok loh. Katanya sih Om-Om. Hiiyyh." ucap Bita. Bulu kuduknya merinding sendiri saat membayangkan kejadian itu jika seandainya terjadi di depan matanya.

"Kerja, woy!" sebuah suara dari arah belakang Sari dan Bita mengejutkan mereka. Patrick berdiri sambil membawa setumpuk berkas. Sedari tadi ia sibuk mondar-mandir melalui mereka, tetapi mereka tak menggubrisnya. Malah makin asyik berbicara berdua. Patrick pun geram dan menegur mereka.

"Siapa tuh? Kok foto sama Pak David?" tanya Patrick malah penasaran karena tak sengaja melihat foto dari ponsel yang Bita pegang. Bita pun menjelaskan kembali siapa sosok wanita cantik yang ia tampilan di layar ponselnya. Patrick pun tampak tertarik dengan cerita yang Bita katakan. Sedangkan Sari tak bosan juga untuk mendengarnya kembali.

Pesona Bita sebagai ratu gosip memang tak terelakkan. Siapa pun yang mendengar cerita Bita, akan terlena dan terbuai. Bita begitu mendalami dan emosional dalam membawakan dongengnya, itulah sebabnya tak satupun kata yang tak ingin dilewatkan oleh para pendengarnya. Patrick, Sang Sekretaris teladan pada akhirnya bertekuk lutut menjadi pendengar setianya.

"Eheem." Suara dehaman terdengar dari balik komputer di meja kerja Bita. Ketiganya terperangah ketika tahu siapa yang berdiri di hadapan mereka.

"Pak David." ucap ketiganya berbarengan. Semua terlihat panik dan gelagapan. Patrick segera menegakkan tubuhnya. Ia sudah dalam posisi berdiri namun membungkuk karena ingin mendengarkan lebih jelas cerita Bita. Sedangkan Bita dan Sari segera beranjak dari kursinya. Tak lupa, Bita meletakkan ponselnya di atas meja dalam posisi terbalik, layar menghadap ke bawah.

"Kalian kembali bekerja dan untuk Bita masuk ke ruangan saya segera!" kata David tegas dan berwibawa.

Mampus!

Batin Bita panik dan takut. Sepertinya ia mau disidang karena membicarakan bosnya di belakangnya.

Sari pun menatap iba sahabatnya tersebut, "Ta, gimana dong?"

"Nggak tau deh. Semoga Pak David lagi baik." sahut Bita yang terus memanjatkan doa di dalam hati.

"Makanya kerja jangan kebanyakan nggosip!" ejek Patrick sambil berlalu pergi. Bita yang mendengar ucapan tersebut hanya bisa menghentakkan pelan kakinya karena sebal. Kalau bukan karena Patrick yang bertanya tadi, kejadian ini tidak akan ada.

Bita yang masih kesal melangkah masuk ke ruangan bosnya dengan langkah gontai. Ia mengetuk pintu pelan dan membukanya tanpa harus menunggu jawaban.

"Permisi, Pak!" sapa Bita perlahan. Bita melihat David sedang berdiri menghadap jendela yang terbuat dari kaca. Memandang keluar sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana. Jas hitamnya tak sedang bosnya kenakan, hanya tersampir di kursi kerjanya. Setelan rompi dan celana berwarna senada yaitu abu-abu, membuat Bita terkesima melihatnya. Menurut Bita bosnya ini sangat tampan dan gagah. Perangainya juga ramah dan baik. Tetapi ketika sedang dalam kondisi amarah, oohh jangan berharap wajah tampan nan ramah itu akan terlihat.

"Silakan duduk!" Benar saja. Nada datar menggema di seluruh ruangan. Tanpa menengok sedikitpun, Bita menduga bahwa wajah bosnya pasti seperti iblis. Bulu kuduk Bita mendadak merinding dan jantungnya seperti mau copot.

"Baik, Pak!" kata Bita menurut saja. Ia terdiam dan terpaku hanya menatap sebuah berkas bermap warna kuning di atas meja kerja.

"Revisi lagi laporanmu itu dan serahkan hasilnya hari ini juga." kata David tanpa beralih sedikit pun ke arah Bita.

"Baik, Pak." jawab Bita singkat sambil mengambil berkas bermap kuning itu.

Hening.

Bita kikuk. Tak sabar apa yang ingin diucapkan lagi oleh bosnya tersebut. Ia pun memainkan jari-jarinya dengan cepat. Gugup. Jantungnya berdegup kencang.

"Kenapa masih di sini?" Bita terkejut dan melihat David sudah berbalik ke arahnya. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Ternyata dugaannya salah besar. Wajah iblis itu tak keluar dari wajah Pak David.

"Itu saja, Pak?" tanya Bita melongo.

"Iya."

"Baik, Pak." Bita menutup bibirnya yang melongo lalu beranjak dari kursinya dan memutar tubuhnya hendak meninggalkan ruangan itu.

"Kalau kamu masih ada yang mau dibicarakan dengan saya, silakan saja. Daripada kamu membicarakan saya dari belakang."

Deg!

Bita berhenti melangkah dan memutar tubuhnya menghadap David, "Maaf, Pak." ucap Bita sambil membungkukkan badannya.

"Silakan duduk, jika ingin bicara. Tidak baik membicarakan orang yang tak tahu kebenaran pastinya seperti apa. Apalagi itu mengenai privasi orang." kata David menasihati sambil menyeruput kopinya lalu duduk di kursi kerjanya.

"Silakan duduk!" perintah David menunjuk kursi di seberangnya dengan dagu. Bita hanya bisa menurut bak anak kecil yang dimarahi ayahnya. David menarik kursinya agar lebih dekat ke meja. Tubuhnya maju dan kedua tangannya ia lipat di atas meja. Kali ini wajahnya nampak serius, seakan siap mendengarkan cerita yang akan dikisahkan oleh Bita.

"Maaf, Pak, bukannya saya lancang. Tapi-" Bita dilema, haruskah ia menceritakan sesuatu seperti ini ke bosnya? Tetapi dia pun tak tega kalau Si Bos masuk dalam jeratan wanita itu. Bosnya terlalu sempurna, tidak cocok dengan wanita itu. Ah sudahlah, terlanjur tertangkap basah. Semoga saja dia nggak bete.

Bita pun menjelaskan dengan detail apa yang telah ia dengar sebelumnya. Tanpa mengurangi maupun melebih-lebihkanya. Termasuk tempat kejadian perkara, kapan saja itu terjadi, dan terutama rasa simpatinya kepada David.

"Terima kasih, Bita. Atas perhatian dan simpatimu. Saya apresiasi itu. Tetapi itu adalah ranah pribadi saya dan teman saya tersebut." David berkata dengan lembut dan ramah. Tidak ada sama sekali mimik wajah kemarahan, malah ia selalu tersenyum sepanjang Bita berbicara.

"Alangkah lebih baik, hal itu disimpan saja untuk jadi pembelajaran dalam diri kamu. Saya melihat, akhir-akhir ini kinerja kamu menurun. Menurut saya, kamu termasuk karyawan yang berbakat dan memiliki banyak potensi. Saya sangat menyayangkan kalau sampai sikap kamu ini berpengaruh pada kinerja kamu. Tolong, jaga sikapmu jika sudah di kantor." kata David memberi nasihat.

"Sudah ya, Bita. Fokus saja dengan pekerjaanmu. Silakan kamu revisi laporan tersebut. Saya tunggu maksimal besok pagi saja." lanjut David mencoba menenangkan Bita yang sudah tampak menyesal dengan perbuatannya.

"Baik Pak-terima kasih-maaf sekali lagi, Pak!" ucap Bita terbata lalu undur diri dari ruangan kerja David.

Tak dapat dipercaya! Cerita apa itu barusan ku dengar itu!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 5. Gadis Kecil Mengubah Hidupku

    David mendengar pintu ruangan kantornya di ketuk. Ia pun mempersilakan masuk orang yang mengetuk pintu tersebut. Ternyata Gilang, David pun bernapas lega. Selama setengah jam David harus menunggu kehadiran sahabatnya itu dengan perasaan gelisah."Iyap, Bos. Ada perintah apa nih?" tanya Gilang langsung duduk di kursi."Kemana aja sih, lo? Lama amat!" gerutu David kesal."Maapin ya, ada panggilan alam tadi." jawab Gilang cengengesan."Hah! Alesan aja, lo!""Kenapa sih, Bos? Uring-uringan? Heran deh kayak bini gue aja kalo lagi PMS." Kini giliran Gilang yang menggerutu."Bingung gue mau cerita dari mana?" kata David sambil memutar manik matanya."Cerita ya cerita aja sih, Bos.""Jadi gini-"David menceritakan kejadian tadi pagi yang disebabkan oleh Bita. Gilang pun mendengarkannya dengan seksama sambil mengangguk-anggukkan kepalanya terus menerus sepanjang cerita. Tetapi kelakuan Gilang malah membuat David kesal."Kepala lo kenapa sih? Lo kira gue lagi nge-rap apa? Manggut-manggut mulu."

    Last Updated : 2022-05-24
  • Bukan Dokter Cinta   Bab 6. Jodoh di Tangan Orang Tua

    Denting suara peralatan makan menggema di ruang makan kediaman Johan Pramono. Si Bos Besar mengambil sepotong daging yang diolah menjadi rendang, itu favoritnya. Mila sibuk antara mendampingi putrinya untuk makan dan menyuap dirinya sendiri. Ibu Kristina mengambil beberapa lauk secara bergiliran untuk anak-anaknya dam menantunya. David melempar pandangan bergantian menatap Nicho, Mila dan Cheryl. Membayangkan sesuatu.Tanpa obrolan yang berarti hanya suara Bu Tina seperti 'lauknya ambil lagi, Nak', 'Nasinya mau nambah lagi?' dan 'Cheryl mau ini?' - yang terdengar selama kegiatan makan malam berlangsung. Pak Johan memang tidak terlalu suka dan melarang mereka berbicara jika sedang makan. Akan ada waktunya sendiri untuk mengobrol intim bersama keluarga yaitu acara minum teh atau kopi di ruang keluarga.Cheryl meminta untuk digendong David sesuai makan malam. Dua minggu tak bertemu, gadis kecil itu masih rindu dengan pamannya karena sabtu lalu Cheryl pergi menyusul ib

    Last Updated : 2022-05-25
  • Bukan Dokter Cinta   Bab 7 : Cassandra

    David telah memesan ruangan private di sebuah restoran Jakarta. Restoran ini sudah menjadi salah satu langganan tetap bagi keluarga David. Selain karena pemiliknya adalah salah satu kolega Pak Johan, tempat ini juga nyaman dan masakannya pun enak.David sedang menunggu seseorang sambil memainkan jarinya dengan mengetuk-ngetuk secara berirama di atas sebuah amplop coklat berukuran sedang. Ia melirik jam tangannya, sudah pukul 12.20 tetapi wanita itu tak kunjung datang. Yap, benar! Dia sedang menunggu Sandra.David memang sengaja tak menjemputnya, ia masih mengawasi dan mengantisipasi jika rumor itu benar. Ia ingin segera pergi meninggalkan Sandra jika itu benar. Bukannya apa-apa, jelas itu memang hak privasi Sandra, namun ia tak mau membuang waktunya percuma karena terus meladeni Sandra. Waktunya semakin sempit, dari yang empat bulan menjadi seminggu saja.Bunyi ponsel menyadarkan lamunan David. Ternyata itu adalah notifikasi pesan singkat dari Gilang. Gila

    Last Updated : 2022-05-26
  • Bukan Dokter Cinta   Bab 8 : Kecewa

    Pintu terbuka dan perlahan Sandra masuk ke dalam ruangan private ini lagi dan membuyarkan lamunan David. Bersamaan dengan itu Gilang berteriak-teriak memanggil namanya dari seberang telepon. Seketika David mematikan teleponnya dan meletakkan di atas meja."Siapa?" tanya Sandra penasaran."Klien." jawab David singkat dan datar."Udah selesai makannya?" Sandra melirik hidangan penutup yang telah bersih."Udah.""Mau ke mana lagi kita?" tanya Sandra berharap diajak pergi nonton film di bioskop setelah makan siang ini."Ehm," David berdeham, "San, maaf, sepertinya pertemuan kita sampai sini aja-""Oh, kamu ada keperluan mendadak ya?" potong Sandra."Ehm," David berdeham lagi, memastikan agar kalimatnya terdengar jelas oleh Sandra, "Ya, begitulah." lanjut David berbohong."Baiklah kalau begitu, kita bisa ketemu besok minggu atau sabtu depan lagi. Jadwalku kos-""San," potong David bergantian, sebelum harapan itu semakin membuncah di pikiran Sa

    Last Updated : 2022-05-27
  • Bukan Dokter Cinta   Bab 9 Awal Kehancuran

    Suara sirine ambulan mati ketika kendaran itu berhenti tepat di depan sebuah pintu lebar. Unit Gawat Darurat. Papan tulisan besar berwarna merah menyala menggantung di atas pintu itu. Dua orang pria berpakaian seragam berwarna biru muda turun dari pintu belakang kendaraan itu lalu menarik brankar yang di atasnya tergeletak seorang pasien yang bersimbah darah. Pria berseragam itu mendorong brankar memasuki ruang UGD.Suasana menjadi tampak tegang tatkala beberapa orang berseragam mulai mendekati pasien tersebut untuk memberi pertolongan. Di sana terlihat seorang perempuan berambut pendek sebahu yang terikat asal saja juga ikut mendekati pasien tersebut. Ia mulai mengecek satu per satu mulai dari ujung kepala hingga ke kaki lalu berkata kepada orang-orang di sekitarnya untuk melakukan apa yang ia perintahkan."Dok, pasien sudah siap untuk dioperasi sekarang." Seorang perawat bernama Gista memberitahu Wenda. Sudah sekitar satu jam berlalu sejak pasien kecelakaan i

    Last Updated : 2022-05-28
  • Bukan Dokter Cinta   Bab 10 Impian yang Tertunda

    Wenda duduk termenung di sudut café yang terletak di dalam kantor ayahnya itu. Minuman kopi yang tergeletak di sana pun telah habis ia minum. Dahaga melandanya karena harus berpikir bagaimana mencari solusi atas masalah yang sedang dihadapi oleh ayahnya. Uang lima ratus juta telah habis tidak bersisa. Melaporkan kasus ini kepada polisi juga pasti memerlukan banyak biaya dan tenaga. Sedangkan tabungan yang dihasilkan Wenda dari jerih payahnya bekerja juga belum begitu banyak. Mungkin hanya bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari dan sedikit untuk biaya sekolah adik-adiknya, sisanya entah apakah bisa untuk melanjutkan kehidupan mereka lagi.Ayahnya telah kembali bekerja sesaat setelah majikan meneleponnya. Profesinya sebagai supir pribadi bagi pengusaha bernama Johan Pramono sudah berjalan sekitar 23 tahun lamanya. Keterpurukan dan kemiskinan yang dialami Wenda sekeluarga dahulu tak lagi dirasakan ketika ayahnya mengabdi sebagai supir yang setia. Berkat ketelatenan dan kesaba

    Last Updated : 2022-05-29
  • Bukan Dokter Cinta   Bab 11 Undangan Keluarga

    Suatu pagi di hari Jumat yang cerah. Keluarga Pak Agus terlibat dalam perbincangan penting menurut Bu Tiwi. Pembicaraan itu membahas sebuah undangan makan malam dari majikan Pak Agus di hari sabtu malam esok. Undangan tersebut baru keluar semalam, seusai Pak Agus menyelesaikan tugasnya.“Wenda, Ibu harus pakai baju apa nih?” Bu Tiwi bertanya dengan gelisah.“Pakai aja yang biasa Ibu pakai kalau berangkat kondangan.” jawab Wenda sambil menyuapi sesendok nasi beserta lauknya.“Iya, Bu. Pakai saja kebaya yang dipakai buat nikahannya Hardi.” Pak Agus pun menyetujui pendapat Wenda.“Ayah, memang Ibu dan Ayah mau ke mana? “ tanya Dimas kebingungan melihat kakak dan orang tuanya meributkan masalah pakaian ibunya.Pak Agus baru saja ingat, ternyata beliau belum memberitahukan kepada ketiga anaknya yang lain. Ia baru memberitahukan kepada istrinya, sedangkan Wenda pasti sudah tahu perihal undangan itu dari ibunya. Undangan ini sangat spesial bagi Bu Tiwi, karena sela

    Last Updated : 2022-05-30
  • Bukan Dokter Cinta   Bab 12 Kediaman Tuan Besar

    “Selamat malam semuanya! Selamat datang untuk para undangan!” Suara Gilang menggelegar di halaman belakang kediaman Johan Pramono karena pengeras suara yang disediakan. Ia hadir sebagai tamu undangan dan juga sebagai pembawa acara. Ia berdiri di podium kecil yang tingginya mungkin sekitar setengah meter.“Karena seluruh tamu undangan sudah hadir, sebelum kita memulai acara pada malam hari ini, alangkah baiknya kita memanjatkan doa memohon kelancaran acara ini hingga selesai nantinya. Berdoa mulai.” Seluruh tamu undangan bersama-sama memanjatkan doa lalu mengakhiri bersama yang dipandu oleh Gilang, “Berdoa selesai.”Acara makan malam ini terkesan sangat mewah bagi Wenda karena halaman belakang rumah Pak Johan disulap sedemikian rupa menjadi sangat indah. Lampu-lampu gantung berwarna kuning menghiasi seluruh taman. Kursi dan meja bundar tertata rapi sebanyak sebelas set, sesuai dengan jumlah kepala keluarga yang hadir di sini. Di kejauhan, tampak meja panjang yang diatasny

    Last Updated : 2022-05-31

Latest chapter

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 75 Pertarungan

    Cukup lama Kirana menanti wanita di depannya ini sadar dari pingsannya. Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam. Kirana menatap Wenda lekat-lekat dengan gelisah. Wajahnya cantik meskipun tubuhnya terlampau mungil jika dibanding dengan tubuhnya yang sedikit lebih tinggi dan berisi. Wenda duduk disebuah kursi. Kepalanya tertunduk lemas, tubuhnya terikat pada sandaran kursi, begitu juga kedua tangan terikat di belakang dan kakinya."Heh bangun!" Kirana sudah tak sabar. Ia menepuk-nepuk pipi Wenda dengan kasar. Tak lama, Wenda mengerang lemah. Ia membuka matanya yang masih kabur. Kirana yang tahu bahwa Wenda sudah sadar, mulai memegang dagu Wenda dengan kasar dan mendongakkan kepalanya. Wajah mereka begitu dekat.Kirana menatap tajam ke wajah Wenda. Wenda yang masih lemah hanya bisa meringis kesakitan karena Kirana mencengkram dagunya sangat kencang."Jangan kasar-kasar, Kirana."Wenda yang pandangannya masih kabur, melihat sosok perempuan yang tidak ia kenal berada

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 74 Hilang

    Poli kandungan siang ini tak begitu ramai. Wenda segaja memilih hari ini karena kebetulan ia berdinas pagi. Ia ingin segera mengecek kandungannya karena sudah telalu lama ia terlambat haid."Selamat ya, Wenda, atas kehamilanmu. Perkembangan janinmu bagus." Dokter Pandu menyelamati Wenda selagi alat USG tertempel di perutnya."Terima kasih, Dok." ucap Wenda sedikit tegang. Ia melihat layar monitor yang tergantung di dinding. Sebuah kantong kehamilan beserta janin di dalamnya tergambar jelas di sana. Haruskah ia merasa bahagia atas kehidupan yang tak diduga ini? Memang sudah sewajarnya, kehidupan ini mungkin akan hadir setelah apa yang ia dan David lakukan selayaknya suami istri pada umumnya."Kita kontrol lagi bulan depan ya, Wen."Dokter Pandu melepaskan alat USG dan perawat membersihkan gel yang masih tersisa di perut Wenda."Saya beri vitamin-vitamin, diminum satu kali sehari saja." lanjut Dokter Pandu sambil berjalan ke mejanya dan mengetikkan sesuatu di kompu

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 73 Masih Rahasia

    Widya menghela napas panjangnya, sedangkan Wina terus menggenggam kedua tangan Wenda dengan mimik wajah sendu. Wenda telah menceritakan kisah 'cinta' antara dirinya dengan David."Gue tau, gue salah menaruh harapan ke laki-laki ini. Yang gue kira bakal balas perasaan cinta gue. Gue tau, gue cuma dimanfaatin karena situasi yang keluarga gue alami." Wenda menarik napasnya sejenak, "Tapi perasaan gue nggak bisa bohong, kalau gue suka.. cinta.. sama dia sejak pertama kali gue ketemu lagi setelah dewasa.""Kalau boleh gue saranin. Menurut gue, lo jangan lepasin David gitu aja sih. Lo mau anak lo ini nggak punya bapak? Lo harus perjuangin apa yang jadi hak lo dan si jabang bayi ini, Wen." ucap Wina dengan tatapan mata dari yang muram dan sendu berubah menjadi berkilat-kilat penuh amarah."Kalau menurut gue, gue sih setuju sama sebagian saran Wina, Wen. Lo emang harus perjuangin hak lo dan anak lo ini. David emang harus tanggung jawab sepenuhnya atas anak lo ini. Tapi, lo juga

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 72 A New Life Has Grown

    David menutup pintu mobil dan memasang sabuk pengaman. Dilihatnya Wenda juga sudah siap dengan sabuk pengaman di tubuhnya. Wenda duduk terdiam dan menatap lurus ke depan. Pandangannya kosong."Are you okey, Wen?" tanya David khawatir. Bukan tanpa sebab, itu karena Wenda hanya menyantap sarapannya dengan porsi yang sedikit sekali. Berbeda dari hari biasanya."Aku nggak papa." jawab Wenda datar.Santi dan Monic menyusul masuk ke mobil kemudian. Mereka sangat berisik khas anak-anak yang sedang bersenda gurau. Hari ini David berinisiatif mengantar Wenda, Santi dan Monic karena ia bingung harus mengisi waktunya dengan kegiatan apa."Kalian sudah siap?" tanya David menoleh ke belakang."Siap, Mas." ucap Santi dan Monic bersamaan. Mereka juga telah memasang sabuk pengamannya."Ayo kita berangkat!" seru David dan disambut dengan riang oleh Santi serta Monic.David memutar lagu anak-anak di dalam mobil. Santi dan Monic pun bernyanyi dengan riang hingga sampai di s

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 71 Sekamar Lagi

    Wenda masih duduk di tepi ranjang ayahnya. Ia begitu bingung dan canggung bagaimana harus menghadapi pria yang sedang mengambil koper dari bagasi mobil. Mengapa pria itu tiba-tiba datang ke rumahnya hampir tengah malam? Padahal sudah berulang kali ia menolak untuk bertemu bahkan pernah suatu kali ia mengusir pria itu saat datang ke rumahnya pagi hari. Waktu itu ayahnya tidak ada di rumah dan Wenda hanya sendirian karena usai dinas malam. Jadi, tidak ada yang bisa menghalagi Wenda untuk mengusir pria ini.Jadi, percuma rasanya jika Wenda mengusirnya di kedatangannya malam ini, ayahnya pasti akan curiga karena tak tahu apa-apa mengenai permasalahan mereka yang sebenarnya. Sungguh pintar pria ini memanfaatkan situasi. Dia datang di tengah malam saat orang yang bisa mempersilakan dia masuk ke dalam ada di rumah. Wenda berdecak kesal.Suara berisik terdengar di luar, membuat Wenda penasaran. Ia mengintip dari ambang pintu dan dilihatnya David sedang menarik sebuah koper sangat be

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 70 Pergi Kamu!

    Gilang baru saja memasukkan mobil yang ia kendarai ke dalam garasi di kediaman Pramono. Dilihatnya mobil milik Pak Johan tidak ada di sana."Bokap lo pergi, Vid?""Hm?" David yang sedari tadi membaca proposal dalam perjalanan pulang dari berbagai rekanan perusahaannya di tabletnya, mulai mendongakkan kepalanya. Memandang sekeliling garasi. Hanya tertinggal mobil miliknya, ibunya, dan 2 mobil cadangan lainnya."Nah, tuh bokap lo pulang." tunjuk Gilang ke arah pagar rumah yang tertutup rapat. Garasi itu terbuka otomatis dan mobil Pak Johan mulai memasuki area kediamannya. David pun keluar dari mobil dan membereskan barang-barang miliknya di jok penumpang belakang."Papa sama Mama abis dari mana? Tumben nggak ngabarin David kalau pergi." tanya David setelah kedua orang tuanya keluar dari mobil."Kamu sendiri kenapa baru pulang?" tanya Pak Johan tak menjawab pertanyaan David. Ia heran mengapa anaknya itu pulang larut, padahal tadi siang baru saja mendapatkan sanksi s

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 69 Ibu, Aku Harus Bagaimana?

    Wenda berjalan memasuki sebuah restoran yang mewah. Ia merasa rendah diri memasuki restoran itu dengan pakaian casual yang saat ini ia kenakan. Blouse biru muda dengan aksen rumbai di bagian dada dan celana kain berwarna krem. Ia sama sekali tak tahu jika restoran ini termasuk dalam golongan restoran yang sangat mewah.Sebenarnya, Wenda memiliki gaun indah hasil pemberian dari calon mantan mertuanya. Namun, tak ia bawa saat kepergian di hari keributan itu karena ia merasa itu bukan miliknya."Selamat malam. Sudah pesan tempat, Bu?" tanya seorang pelayan yang menghampirinya."Mmm.. sudah." Wenda berpikir sejenak, "Atas nama Kristina.""Baik, mari silakan di sebelah sini, Bu."Wenda mengikuti pelayan itu ke sebuah ruangan yang lumayan jauh masuk ke dalam restoran itu. Pelayan membuka pintu dan Wenda melihat Bu Tina sudah berada di sana. Ia bangkit dari duduknya dan tersenyum sumringah saat menatap Wenda. Di sebelah Bu Tina, ada Pak Johan yang juga ikut berdiri dan

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 68 Skors

    "Nicholas ada di ruangannya?" tanya David kepada Tasya-sekretaris Nicho-begitu sampai di depan ruangan Nicho."Ada, Pak David. Tapi sedang ada-Pak David.. tunggu, Pak.."David langsung melangkah masuk ke ruangan itu tanpa mempedulikan Tasya yang berusaha menghalanginya. David melihat ada dua orang pria tak dikenalnya sedang duduk berhadapan dengan Nicho di meja kerjanya. Penampilan mereka rapi, berstelan jas hitam, namun raut wajahnya nampak seperti preman."Mas David.." gumam Nicho."Maaf, Pak Nicho. Tapi Pak David-" Kalimat Tasya terhenti saat Nicho mengangkat tangan kanannya dan mengangguk. Tasya pun langsung paham dengan isyarat Nicho. Ia keluar ruangan dalam diam."Bisa kita ngobrol sebentar?" tanya David sambil menatap lekat ke arah dua orang pria itu, "Ini penting."Nicho mengalihkan pandangannya ke dua pria di depannya dan tersenyum, "Kita lanjutkan besok lagi. Terima kasih atas bantuannya.""Sama-sama, Mas. Kami undur diri dulu." Mereka pun salin

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 67 Bu Tina

    "Mama nggak habis pikir sama jalan pikiranmu, Vid. Mama kira kamu sama Wenda memang ada hubungan yang sengaja kalian sembunyikan karena itu kamu selalu menolak perjodohan yang Mama dan Papa sarankan."Bu Tina langsung mengadakan sidang di ruang kerja Pak Johan begitu David tiba di rumah usai mengantar Wenda pulang ke rumah ayahnya. David tak menyangka jika ibundanya masih dalam kondisi 'on' meski waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam lewat.Yang benar saja! Mana bisa Bu Tina tidur nyenyak setelah melihat menantu perempuan satu-satunya meminta dipulangkan ke rumah orang tuanya setelah keributan heboh sore tadi. Bisa jadi malah tidak akan pernah kembali ke rumah ini. Bu Tina tidak bisa tinggal diam begitu saja."Aku minta maaf, Ma.." David hanya bisa tertunduk lesu. Ia duduk di sofa dengan wajah yang muram."Bukan untuk Mama permintaan maafmu itu, tapi ke Wenda! Bisa-bisanya kamu nipu Mama sekaligus Tuhanmu dengan surat kontrak pernikahan itu! Pernikahan itu sakral, V

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status