Share

Bab 2

Penulis: Diva Asmara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-19 11:33:02
"Aku membawa mas kawin 340 juta, enam toko, dan 30-an perhiasan emas. Semuanya telah kamu gunakan untuk membayar utang. Nggak masalah kalau kamu nggak suka sama aku. Kembalikan semua barang-barangku, aku akan pergi sekarang juga."

Para kerabat terkejut mendengar hal itu. "Benaran sebanyak itu? Pantas saja kalian tiba-tiba jadi sukses, ternyata punya menantu kaya."

Wajah mertuaku langsung berubah pucat. "Utang apanya? Mas kawin apaan? Semua itu cuma bohongan, kalian jangan percaya sama ucapannya."

Aku membalasnya, "Nggak masalah kalau kamu nggak mau ngaku, kita bicarakan saja ke kantor polisi."

Mendengar ucapanku, ekspresi mertuaku langsung berubah. "Jalang, kalau sudah nikah, berarti kamu sudah jadi keluarga kami. Memangnya kenapa kalau kami pakai sedikit uangmu?"

Para kerabat mengangguk. "Ya, sudah jadi sekeluarga, nggak perlu dibeda-bedakan lagi masalah uang."

Pada saat ini, pintu ruang operasi terbuka dan suamiku didorong ke kamar perawatan. Mertuaku langsung bergegas bertanya, "Gimana kondisi anakku?"

Sama seperti nasibku di kehidupan sebelumnya, kedua kaki suamiku diamputasi dan menjadi cacat sekarang. Wajah mertuaku pucat pasi. Dia menoleh padaku dan hendak memukulku.

"Jalang sialan, semua ini gara-gara kamu. Kalau bukan karena kamu mau keluar rumah, mana mungkin anakku jadi begini? Dasar pembawa sial! Anakku benar-benar sial menikahimu!"

Saat mertuaku akhirnya pingsan setelah memaki-makiku, aku hanya menatap suamiku yang berbaring di ranjang rumah sakit dengan wajah pucat dan mertuaku yang pura-pura pingsan. Kemudian, aku melangkah keluar dari rumah sakit menuju toko milikku.

Biaya operasi mencapai 40-an juta dan biaya inap harian sebesar jutaan rupiah. Kini mereka bahkan masih berharap aku yang membayar semuanya? Tidak mungkin.

Dulu, ketika bisnis toko mulai menurun, aku ingin mencari peluang lain. Namun, suamiku menyuruhku untuk bekerja di luar. Sekarang aku masih bekerja di pabrik dan berjuang mati-matian lembur untuk gaji enam juta per bulan. Dari gaji itu, aku hanya menyisakan sejuta untuk kebutuhan makan, sementara sisanya semuanya diambil oleh suamiku.

Dengan membawa kontrak toko, aku tiba di sana dan melihat para pegawai tampak malas-malasan. Bahkan, ada beberapa karyawan yang tertidur. Aku langsung melunaskan gaji mereka dan memecat semuanya.

Pada saat itu, mertuaku menelepon dan memarahi dengan nada tajam, "Jalang sialan, ke mana kamu? Cepat kembali untuk bayar biaya rumah sakit!"

Aku membalas dengan nada dingin, "Nggak ada uang!"

Mertuaku tertawa sinis, lalu memerintahkan, "Kalau nggak punya uang, pinjam saja dulu gaji beberapa bulan sama bosmu."

Dulu, aku pernah mengalami hal yang serupa. Namun pada akhirnya, suamiku dan mertuaku berpura-pura tidak tahu. Mereka menyangkal bahwa mereka pernah menyuruhku meminjam uang. Aku pun harus merelakan dua juta dari gajiku untuk melunasi utang itu setiap bulan. Akibatnya, jumlah yang kuberikan untuk keluarga berkurang dua juta setiap bulannya.

Suamiku sempat memprotes, "Kamu cukup nyisain sejuta saja untuk keperluan rumah tangga, untuk apa ambil uang sebanyak itu?"

Saat mengungkit soal utang itu, suamiku pura-pura bodoh. "Memangnya ada?"

Mertuaku bahkan menuduhku berselingkuh dan memberikan uang pada pria lain. Sekarang mereka ingin aku berutang lagi? Aku hanya tertawa sinis dan langsung menutup telepon.

Aku merombak toko sepenuhnya, mempekerjakan staf baru, dan mengubah konsepnya dari toko pakaian menjadi tempat yang menjual camilan. Sebelum menikah, toko-toko milikku adalah kedai teh susu, sarapan pagi, dan camilan yang selalu ramai.

Namun setelah menikah, semua toko itu dijual atau diubah konsepnya dan bisnisnya terus menurun. Berkali-kali aku memberikan saran, tetapi suamiku selalu mengabaikannya. Ketika aku bersikeras, dia justru memarahiku, mengatakan bahwa bisnis adalah urusan pria.

Keesokan harinya, suamiku memintaku datang ke rumah sakit. Dengan tampang pucat dan lemah, dia menggenggam tanganku dengan erat dan menatapku dengan penuh kasih.

"Chelsea, keluarga kita sekarang benar-benar kekurangan uang, apalagi setelah kejadian ini. Bsa nggak kamu minjam uang dari pabrik?"

Mertuaku yang sedang memakan kuaci di samping, tertawa sinis sambil menimpali, "Jalang sialan itu langsung menghilang kemarin. Dasar nggak tahu terima kasih."

Siapa sebenarnya yang tidak tahu berterima kasih?

Suamiku memarahinya dengan suara pelan, "Ibu, jangan bilang Chelsea begitu."

Mertuaku tertawa sinis, lalu terdiam. Aku langsung menarik kembali tanganku dan menatap kedua orang itu dengan intens.

Mereka benar-benar kompak memainkan peran masing-masing. Kenapa dulu aku bisa berpikir bahwa suamiku benar-benar berada di pihakku? Ternyata semua itu hanya sandiwara. Yang satu berpura-pura baik, yang satu lagi bersikap kasar untuk mempermainkanku.

Aku menanggapi dengan dingin, "Sudah kutanya, nggak bisa pinjam. Bukannya kamu yang nyimpan semua uangku dulu?"

Suamiku mengerutkan alisnya, "Uang itu bahkan nggak cukup untuk keperluan sehari-hari."

Dia sepertinya lupa saat aku jatuh sakit dan tidak punya uang untuk berobat, aku harus meminta padanya hanya untuk mendapatkan sedikit uang. Saat itu, dia berkata, "Cuma demam, 'kan? Cukup oleskan minyak gosok dan minum obat flu saja. Uang susah dicari!"

Jadi, aku terpaksa meminjam dari teman-temanku.

Saat ini, dia berkata dengan nada memerintah, "Kalau nggak bisa pinjam dari pabrik, kamu pinjam saja dari orang tuamu atau temanmu. Bilang saja kita pasti akan bayar."

Aku tertawa mendengarnya. Tentu saja dia akan membayar ... dengan uangku. Dulu, uang yang kudapatkan setiap bulan akan langsung menjadi miliknya. Ketika dulu aku meminjam enam juta dari teman untuk kebutuhan mendesak, utang itu tidak bisa dibayar bahkan setelah setahun berlalu.

Saat aku menanyakannya pada suamiku, jawabannya selalu sama ... tidak ada uang. Padahal temanku sedang membangun rumah dan membutuhkan dana itu, tetapi dia tak peduli.

Aku terpaksa mengambil pekerjaan tambahan. Setiap kali pulang kerja, aku langsung terkapar kelelahan di tempat tidur. Ketika gaji dibagikan, suamiku ingin mengambilnya. Namun, aku berkata bahwa uang itu untuk melunasi utang pada teman.

Suamiku hanya bilang aku bisa menyimpannya dulu sampai jumlahnya cukup. Namun, akhirnya kami bertengkar selama berhari-hari, sampai akhirnya aku menyerah dan menyerahkan uang itu padanya. Tidak cukup sampai di sana, aku pun terkena sindiran pedas darinya.

Setelah jumlahnya terkumpul, dia menghitung uang yang sebelumnya kupinjamkan untuknya, lalu berkata padaku, "Aku nggak perlu diingatkan untuk membayar utang." Setelah itu, dia memberikan uang itu padaku, lalu menyuruhku untuk melunasinya pada teman.

Sekarang setelah para kerabatnya tidak ada yang mau meminjamkan uang, dia kembali berharap padaku. Aku menatapnya dengan dingin dan berkata, "Nggak ada uang!"

Suamiku terkejut, memandangku dengan tatapan penuh tuduhan, "Kamu sudah berubah."

Mertuaku berseru dengan marah, "Kamu nggak mau minjamin uang, jadi kamu rela melihat anakku mati?" Lalu, dia langsung duduk di depan pintu kamar rumah sakit sambil meratap, "Ya Tuhan, kenapa keluarga kami bisa punya menantu seperti ini?"

Ratapan kerasnya menarik perhatian para perawat. Salah satu perawat mendekat dan bertanya, "Ada apa ini?"

Mertuaku menangis, "Menantuku ini nggak mau bayar biaya rumah sakit!"

Tatapan para perawat segera tertuju padaku. Aku menghela napas, lalu menjelaskan, "Maaf, tapi setiap bulan aku cuma menyisakan sejuta untuk kebutuhan rumah tangga. Selebihnya semuanya kuserahkan pada suamiku. Jadi, aku benar-benar nggak punya uang lagi."

Mendengar itu, mertuaku segera menyembur dengan kata-kata kasar, "Gaji segitu nggak ada artinya! Kalau nggak ada uang, pinjam saja. Jangan pura-pura nggak bisa."

Bab terkait

  • Bukan Cinta, Ternyata Dusta!   Bab 3

    Mungkin suamiku memang memiliki bakat alami di bidang ini. Dia menggunakan uang untuk membeli traffic online, membuat video-video yang menggambarkan dirinya sebagai pria yang mandiri dan kuat. Meskipun kenyataannya dia hanya menjual kisah tragis di depan para penonton.Ketika para pengikutnya bertanya mengapa istrinya tak merawatnya, dia hanya menjawab dengan ambigu dan memberikan senyum yang dipaksakan, "Sejak kecelakaan, sudah lama aku nggak melihat istriku."Dalam video, dia merekam makan siangnya yang hanya berupa sepotong roti kukus dan segelas air. Para penonton tercengang.[ Kamu lagi sakit, kenapa cuma makan sedikit? Kenapa keluargamu bisa membiarkanmu seperti ini? ]Dia tersenyum dengan getir, seolah-olah menyimpan beban yang tak bisa dia ungkapkan. "Gaji istriku habis untuk membayar utang dan kami hampir nggak punya uang lagi, apalagi dengan situasi seperti ini.""Tapi sudahlah, nggak usah dibicarakan lagi," lanjutnya. Dia berpura-pura ceria, lalu tersenyum lebar sambil menat

  • Bukan Cinta, Ternyata Dusta!   Bab 4

    Mendengar ucapan suamiku, aku hampir tertawa saking kesalnya. Di kehidupan sebelumnya, dialah yang berselingkuh dalam pernikahan kami. Bahkan ketika aku meninggal, dia sudah memiliki anak berusia tiga tahun. Namun sekarang, dia malah menuduhku berselingkuh dengan pria lain.Sebelum sempat mengatakan apa pun, aku melihat kilatan kamera ponsel dari kerumunan. Rupanya, seseorang sudah mulai merekam semua kejadian ini. Suamiku tampak gemetaran karena marah. Wajahnya memucat dan urat di lengannya menonjol seolah-olah siap meluapkan kemarahannya.Aku langsung menyadari niatnya. Dia ingin menggunakan momen ini untuk kembali menjual kisah sedihnya. Namun, aku tidak akan memberinya kesempatan itu.Aku mengangkat buku catatan keuangan di tanganku dan tersenyum. "Ane. Aku lagi periksa buku laporan toko, tapi di mata kalian, aku malah sedang menggoda pria lain?"Mertuaku tertawa sinis. "Masih berani menyangkal? Aku tahu persis orang seperti apa kamu ini. Dulu kamu nggak pernah peduli soal toko ini

  • Bukan Cinta, Ternyata Dusta!   Bab 5

    Saat tiba di kafe, aku melihat suamiku duduk bersama seorang wanita anggun. Wanita itu menggendong seorang anak yang sangat mirip dengannya. Suamiku mengenakan pakaian bermerek, duduk dengan angkuh, lalu memperkenalkan wanita itu, "Ini temanku."Aku hanya tersenyum sinis, lalu berdiri dan menyiramkan kopi dingin ke arahnya. Dia menatapku dengan penuh kemarahan, lalu menggertakkan gigi dan berkata, "Kamu sudah gila ya? Apa-apaan ini?"Aku tertawa sinis, "Anak ini mirip sekali denganmu. Kamu pikir aku buta dan nggak tahu wanita ini adalah selingkuhanmu?"Anak itu tampak ketakutan, sementara wanita itu memeluknya erat dan menatapku dengan penuh kemarahan. "Pantas saja David mau cerai sama kamu. Bahkan pengemis saja mungkin nggak mau sama wanita sepertimu."Ternyata, tujuannya menemuiku hari ini adalah untuk mengajukan perceraian. Hatiku mencelos, "Dia mau cerai denganku karena kamu, 'kan?"Wanita itu tersenyum bangga, "Tapi, menurutmu kenapa David nggak mau punya anak denganmu?" Dia menga

  • Bukan Cinta, Ternyata Dusta!   Bab 6

    Tak lama kemudian, bahkan ibu David yang masih dirawat di rumah sakit juga ikut diselidiki. Di internet, banyak orang yang mendesakku untuk segera mengembalikan uang, tetapi aku mengunggah surat cerai dan memberikan klarifikasi.Aku menyatakan bahwa David berselingkuh dan memiliki anak dengan wanita lain selama pernikahan kami dan kami sudah bercerai. Aku juga menegaskan bahwa kini dia bukan lagi suamiku dan aku tidak menikmati sepeser pun dari uangnya.Bersamaan dengan itu, aku mengumpulkan bukti dari para pelaku perundungan online yang menyerangku dan langsung melaporkannya ke polisi. Pihak berwenang pun merilis beberapa klarifikasi.Disebutkan bahwa kecelakaan yang membuat David kehilangan kedua kakinya adalah akibat kecerobohannya sendiri karena mencoba menerobos lampu merah.Aku juga tidak pernah berselingkuh atau menggunakan uangnya untuk menafkahi pria lain, bahkan uangku dipakai oleh mantan suamiku untuk melunasi utangnya. Alasan aku tidak ke rumah sakit untuk menjenguknya adal

  • Bukan Cinta, Ternyata Dusta!   Bab 1

    "Brak!" Aku berdiri di tempat sambil menyaksikan tubuh suamiku terpental ke udara setelah ditabrak mobil. Jeritannya yang penuh kesakitan menggema di sekitar dan roda mobil yang tampak tak terkendali menggilas tubuhnya tanpa ampun."Krakk!" Suara tulang yang remuk bercampur dengan jeritan memilukan itu membuat orang-orang di sekitar terkejut dan bergidik.Aku berdiri di antara kerumunan, seolah-olah melihat kembali kehidupanku yang lalu. Dulu, aku yang mendorong suamiku ke tempat aman dan justru tubuhku yang terpental setelah ditabrak mobil. Roda kendaraan itu menggilas kedua kakiku dengan suara yang begitu menyeramkan, hingga orang-orang di sekitar ingin segera memanggil ambulans.Namun, suamiku menghentikan mereka dan justru membawaku ke klinik kecil dengan motornya. Di sana, aku hampir saja meninggal. Namun, akhirnya aku selamat meski harus kehilangan kedua kakiku dan menjadi cacat seumur hidup.Mertuaku menganggapku pembawa sial. Dia terus mengeluhkan kejadianku tertabrak dan mende

Bab terbaru

  • Bukan Cinta, Ternyata Dusta!   Bab 6

    Tak lama kemudian, bahkan ibu David yang masih dirawat di rumah sakit juga ikut diselidiki. Di internet, banyak orang yang mendesakku untuk segera mengembalikan uang, tetapi aku mengunggah surat cerai dan memberikan klarifikasi.Aku menyatakan bahwa David berselingkuh dan memiliki anak dengan wanita lain selama pernikahan kami dan kami sudah bercerai. Aku juga menegaskan bahwa kini dia bukan lagi suamiku dan aku tidak menikmati sepeser pun dari uangnya.Bersamaan dengan itu, aku mengumpulkan bukti dari para pelaku perundungan online yang menyerangku dan langsung melaporkannya ke polisi. Pihak berwenang pun merilis beberapa klarifikasi.Disebutkan bahwa kecelakaan yang membuat David kehilangan kedua kakinya adalah akibat kecerobohannya sendiri karena mencoba menerobos lampu merah.Aku juga tidak pernah berselingkuh atau menggunakan uangnya untuk menafkahi pria lain, bahkan uangku dipakai oleh mantan suamiku untuk melunasi utangnya. Alasan aku tidak ke rumah sakit untuk menjenguknya adal

  • Bukan Cinta, Ternyata Dusta!   Bab 5

    Saat tiba di kafe, aku melihat suamiku duduk bersama seorang wanita anggun. Wanita itu menggendong seorang anak yang sangat mirip dengannya. Suamiku mengenakan pakaian bermerek, duduk dengan angkuh, lalu memperkenalkan wanita itu, "Ini temanku."Aku hanya tersenyum sinis, lalu berdiri dan menyiramkan kopi dingin ke arahnya. Dia menatapku dengan penuh kemarahan, lalu menggertakkan gigi dan berkata, "Kamu sudah gila ya? Apa-apaan ini?"Aku tertawa sinis, "Anak ini mirip sekali denganmu. Kamu pikir aku buta dan nggak tahu wanita ini adalah selingkuhanmu?"Anak itu tampak ketakutan, sementara wanita itu memeluknya erat dan menatapku dengan penuh kemarahan. "Pantas saja David mau cerai sama kamu. Bahkan pengemis saja mungkin nggak mau sama wanita sepertimu."Ternyata, tujuannya menemuiku hari ini adalah untuk mengajukan perceraian. Hatiku mencelos, "Dia mau cerai denganku karena kamu, 'kan?"Wanita itu tersenyum bangga, "Tapi, menurutmu kenapa David nggak mau punya anak denganmu?" Dia menga

  • Bukan Cinta, Ternyata Dusta!   Bab 4

    Mendengar ucapan suamiku, aku hampir tertawa saking kesalnya. Di kehidupan sebelumnya, dialah yang berselingkuh dalam pernikahan kami. Bahkan ketika aku meninggal, dia sudah memiliki anak berusia tiga tahun. Namun sekarang, dia malah menuduhku berselingkuh dengan pria lain.Sebelum sempat mengatakan apa pun, aku melihat kilatan kamera ponsel dari kerumunan. Rupanya, seseorang sudah mulai merekam semua kejadian ini. Suamiku tampak gemetaran karena marah. Wajahnya memucat dan urat di lengannya menonjol seolah-olah siap meluapkan kemarahannya.Aku langsung menyadari niatnya. Dia ingin menggunakan momen ini untuk kembali menjual kisah sedihnya. Namun, aku tidak akan memberinya kesempatan itu.Aku mengangkat buku catatan keuangan di tanganku dan tersenyum. "Ane. Aku lagi periksa buku laporan toko, tapi di mata kalian, aku malah sedang menggoda pria lain?"Mertuaku tertawa sinis. "Masih berani menyangkal? Aku tahu persis orang seperti apa kamu ini. Dulu kamu nggak pernah peduli soal toko ini

  • Bukan Cinta, Ternyata Dusta!   Bab 3

    Mungkin suamiku memang memiliki bakat alami di bidang ini. Dia menggunakan uang untuk membeli traffic online, membuat video-video yang menggambarkan dirinya sebagai pria yang mandiri dan kuat. Meskipun kenyataannya dia hanya menjual kisah tragis di depan para penonton.Ketika para pengikutnya bertanya mengapa istrinya tak merawatnya, dia hanya menjawab dengan ambigu dan memberikan senyum yang dipaksakan, "Sejak kecelakaan, sudah lama aku nggak melihat istriku."Dalam video, dia merekam makan siangnya yang hanya berupa sepotong roti kukus dan segelas air. Para penonton tercengang.[ Kamu lagi sakit, kenapa cuma makan sedikit? Kenapa keluargamu bisa membiarkanmu seperti ini? ]Dia tersenyum dengan getir, seolah-olah menyimpan beban yang tak bisa dia ungkapkan. "Gaji istriku habis untuk membayar utang dan kami hampir nggak punya uang lagi, apalagi dengan situasi seperti ini.""Tapi sudahlah, nggak usah dibicarakan lagi," lanjutnya. Dia berpura-pura ceria, lalu tersenyum lebar sambil menat

  • Bukan Cinta, Ternyata Dusta!   Bab 2

    "Aku membawa mas kawin 340 juta, enam toko, dan 30-an perhiasan emas. Semuanya telah kamu gunakan untuk membayar utang. Nggak masalah kalau kamu nggak suka sama aku. Kembalikan semua barang-barangku, aku akan pergi sekarang juga."Para kerabat terkejut mendengar hal itu. "Benaran sebanyak itu? Pantas saja kalian tiba-tiba jadi sukses, ternyata punya menantu kaya."Wajah mertuaku langsung berubah pucat. "Utang apanya? Mas kawin apaan? Semua itu cuma bohongan, kalian jangan percaya sama ucapannya."Aku membalasnya, "Nggak masalah kalau kamu nggak mau ngaku, kita bicarakan saja ke kantor polisi."Mendengar ucapanku, ekspresi mertuaku langsung berubah. "Jalang, kalau sudah nikah, berarti kamu sudah jadi keluarga kami. Memangnya kenapa kalau kami pakai sedikit uangmu?"Para kerabat mengangguk. "Ya, sudah jadi sekeluarga, nggak perlu dibeda-bedakan lagi masalah uang."Pada saat ini, pintu ruang operasi terbuka dan suamiku didorong ke kamar perawatan. Mertuaku langsung bergegas bertanya, "Gim

  • Bukan Cinta, Ternyata Dusta!   Bab 1

    "Brak!" Aku berdiri di tempat sambil menyaksikan tubuh suamiku terpental ke udara setelah ditabrak mobil. Jeritannya yang penuh kesakitan menggema di sekitar dan roda mobil yang tampak tak terkendali menggilas tubuhnya tanpa ampun."Krakk!" Suara tulang yang remuk bercampur dengan jeritan memilukan itu membuat orang-orang di sekitar terkejut dan bergidik.Aku berdiri di antara kerumunan, seolah-olah melihat kembali kehidupanku yang lalu. Dulu, aku yang mendorong suamiku ke tempat aman dan justru tubuhku yang terpental setelah ditabrak mobil. Roda kendaraan itu menggilas kedua kakiku dengan suara yang begitu menyeramkan, hingga orang-orang di sekitar ingin segera memanggil ambulans.Namun, suamiku menghentikan mereka dan justru membawaku ke klinik kecil dengan motornya. Di sana, aku hampir saja meninggal. Namun, akhirnya aku selamat meski harus kehilangan kedua kakiku dan menjadi cacat seumur hidup.Mertuaku menganggapku pembawa sial. Dia terus mengeluhkan kejadianku tertabrak dan mende

DMCA.com Protection Status