Share

Gadis Kecil 5

“Di dunia ini tidak pernah ada perempuan yang mau menjadi pelacur. Akan tetapi, tidak semua perempuan mendapatkan nasib baik hingga bisa memilih. Mungkin memang ada perempuan yang suka rela melacurkan dirinya sendiri demi uang, tapi jelas mereka bukan pelacur sebenarnya. Karena pelacur sejati menjual diri mereka untuk kehidupan, bukan sekadar uang.”

Tami masih bisa mengingat dengan jelas apa yang dikatakan oleh Yulia hari itu. Lebih tepatnya hari di mana ibu tirinya meninggalkan rumah sebelum kematiannya.

Saat itu Yulia berdandan sangat cantik dengan rambut keriting sepinggang yang dibiarkan terurai. Dia mengenakan gaun panjang berwarna biru dengan sentuhan emas yang mewah. Dia benar-benar mirip bidadari saking anggunnya. Hanya saja, Tami tidak mengangka kalau bidadarinya sungguh memilih tinggal di surga.

“Kenapa?” Seorang pria muda menepuk bahu Tami, lalu duduk di sebelahnya. “Jangan kebanyakan melamun, nanti kesambet lho.”

“Setannya yang takut mau nyambet gue!” jawab Tami. “Bisa nggak sih lo kalau muncul nggak ngagetin? Untung jantung gue kuat. Kalau sampai gue mati kan bisa-bisa nambah pasukan setan di tempat ini.”

“Nggak mungkin lo kena serangan jantung!”

“Kok begitu?”

“Lo kan miskin.”

“Anjing memang lo!” Tami mau tidak mau tertawa mendengar ucapan ngawur temannya. “Selama punya jantung siapapun bisa kena serangan jantung. Apalagi buat orang miskin kayak kita yang nutrisinya nggak tercukupi. Meskipun tentu saja kita nggak bakal kena serangan jantung karena mendadak miskin.”

“Jelas! Soalnya, kita sudah ditahap yang nggak bisa lebih miskin lagi.” Pria berambut panjang itu menatap ke langit. Wajahnya yang kusam seakan menunggu sesuatu. “Lo pernah nggak sih bertanya-tanya ke mana perginya orang mati?”

Tami menggeleng. “Kata orang-orang sih bakal pergi ke surga.”

“Orang kayak kita bakal sampai ke surga nggak ya? Atau bakal dilempar ke neraka?”

Lagi, Tami menggeleng. “Gimana kalau surga dan neraka ternyata cuma omong kosong? Gimana kalau surga dan neraka bahkan nggak punya tempat buat kita? Atau, gimana kalau Tuhan ternyata nggak pernah ada?”

“Kok mikir begitu?”

“Ya mau gimana lagi? Kalau Tuhan ada bukankah seharusnya dia kasihan lihat hambanya yang miskin dan kelaparan? Kan kata orang-orang, Tuhan maha adil? Kok Dia cuma ngasih kebahagiaan ke segelintir orang? Terlebih, banyak orang kaya yang jahat. Dan mereka tetap diizinkan bahagia.”

*_*

Orang kaya semena-mena adalah template paling jelas dan hampir selalu Ghania lihat seumur hidup. Dan sialnya, tidak akan ada yang keberatan dengan semua itu. Malah orang-orang di sekitarnya berubah menjadi monster mengerikan saat disuapi orang. Harga diri mereka telah hancur seharga lembaran rupiah. Namun, apa yang bisa Ghania perbuat? Dia hanyalah gadis miskin biasa, tidak punya kekuatan apalagi kekuasaan, suaranya bahkan tidak berharga sama sekali kecuali dalam pemilihan umum, itupun baru nanti ketika dia sudah berusia tujuh belas tahun dan legal secara politik. Selama masih anak-anak dia tidak akan lebih dari sebuah angka, nilai di atas dokumen negara untuk menggenapi data administrasi.

“Kamu kan tahu kalau dia anak kepala sekolah! Harusnya, kamu tidak perlu mempermasalahkan hal yang tidak perlu.”

“Terus, Ibu mau saya diam saja? Mereka memukul saya lho, Bu.”

“Itu kan hanya pukulan kecil. Biasa saja itu. Bercanda. Jangan terlalu kaku jadi orang!”

Bukan sekali dua kali guru bahkan kepala sekolahnya memperlakukan Ghania dan teman-teman miskinnya demikian. Perundungan yang mereka dapatkan hanyalah sebuah bumbu bagi dunia menyenangkan anak-anak orang kaya itu. Bahkan tidak jarang mereka justru mendapatkan ancaman alih-alih perlindungan.

Nandreans

Terima kasih sudah membaca sejauh ini

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status