Kaivan kembali memejamkan mata, saat mobil melaju stabil di jalan depan kecamatan menuju arah desa Kakek. Meski lalu lintas tetap ramai, tapi sedikit bisa bernapas lega mengingat ini bukan Jakarta.Namun, sekali lagi indra penciumanku terusik. Bau darah bercampur daging terbakar itu kembali menguar di antara pengharum mobil. Tidak hanya berhasil mengganti lapar dengan mual, tapi membuat bulu kuduk meremang hebat.Shit! Terpaksa mobil berhenti lagi."Van, bangun!"Kuguncang perlahan tubuh jin tampan yang mungkin sudah terlelap itu, memaksanya membuka mata meski dengan resiko kena damprat setelah ini. Tidur sebentar selain membuat kepala pening, juga kesal luar biasa."Apa, Naya? Udah sampai, ya?"Dia menegakkan tubuh, mengucek mata beberapa detik. Tepat saat itulah aku membisikkan sesuatu, tentang kemungkinan hantu kapas yang kembali diam-diam.Kaivan berdecak, sejenak merasakan keadaan sebelum bergumam."Ia membawa energi jahat lebih besar!""Terus bagaimana? Kamu bisa mengatasi?"Kai
Aku mengangguk. Entah kenapa, setengah pikiran menjadi kebingungan. Kaivan ingin tanya apa? Aku ada salah atau bagaimana?"Naya, kamu ingat ke sini tadi naik apa?" Kaivan mulai bertanya lembut.Kedua alisku saling bertaut. "Naik ... taxi, mobil ... kayaknya mobil deh. Kan perjalanan jauh!""Tadi pas naik mobil lihat sesuatu, nggak? Misalnya diikuti apa gitu?"Aku menggeleng. "Memang apa yang mengikuti aku, Van?"Jin tampan di hadapanku ini tersenyum, mirip psikiater yang begitu gembira karena pasiennya berangsur sembuh."Berarti aku berhasil menghapus sebagian peristiwa dari ingatanmuu, Naya!"Aku menatap Kaivan lekat, bermaksud minta penjelasan apa yang tadi kualami. Sumpah, rasanya seperti bangun dari mimpi buruk lebih dari satu. Sulit sekali diingat. Dan, laki-laki alam lain itu justru menyuruhku segera makan, lalu tidur.°°°°Satu minggu tidak terasa aku tinggal di rumah Kakek. Membantu Bulek, mencari kegiatan sebagaimana orang-orang yang tinggal di desa. Di sela itu aku juga teta
Seperti kesepakatan Bulek dan Ki Wulung, bahwa tiga malam setelah pertemuan pertama pagi itu, aku sudah harus berada di rumah dukun sakti itu. Jum'at Kliwon sekaranglah waktunya. Aku diantar dan ditinggal bersama dua orang tua asing sekaligus menyeramkan. "Kenapa belum ganti pakaian juga, Nyai?"Aki Wulung seketika menghardik---lebih tepatnya ditujukan kepadaku---saat aku takut-takut mengikuti langkah Nyai Wulung yang membuka pintu menuju belakang rumah.Bulan purnama bersinar penuh, menyapu tanah dan pucuk-pucuk pepohonan yang menjadi hitam oleh suasana malam. Aki Wulung berada di tengah pelataran, menghadap sebuah bejana berbahan tanah liat berisi air kembang. Sedang tangan kanannya memegang botol kecap yang terisi penuh.Apa aku akan dimandikan pakai kecap, ya? Atau ... itu botol darah yang dimaksud Kaivan?"Anaknya tidak mau, Kang. Membantah terus!"Suara serak kering Nyai Wulung yang mengadu kesal membuatku tersentak, kembali dari lamunan dan merasakan nuansa horor. Entah, aku m
"Ba-bagaimana kami harus mengatakan kepada Kakeknya Naya, kalau jin yang mengikuti ternyata Tuan?""Itu urusanmu, Ki. Pokoknya aku tidak mau kalian menyebarluaskan siapa aku!""Ba-baik, Tuan. Kami mengerti!"Kaivan menoleh padaku. "Siap pulang, Naya?""Bagaimana dengan Kakek?"Kaivan tersenyum dan mengacak rambutku. "Sudah kuantar sampai rumah. Tadi saat ketiduran kena sirep hampir diganggu peliharaan Aki Wulung."Aku mengangguk-angguk mengerti. Peliharaan itu maksudnya mahkluk halus yang dipelihara sama dukun."Kami pulang dulu, Aki dan Nyai. Ingat, kalian jangan coba-coba mengusirku!"Aki Wulung dan istrinya mengangguk, memberi sembah hormat sekali lagi sambil memandangi Kaivan yang membawaku melesat lewat jalur langit.Tidak ada pembicaraan selama kami terbang. Selain trauma selip UFO, bulan purnama sebenarnya memiliki banyak bahaya di samping keindahannya. Banyak hal-hal tidak terduga yang kemungkinan menjadi rintangan kami, dan aku tidak mau menganggu fokus Kaivan memilih jalan.
"Van, tapi kenapa Ki Wulung terdengar bersungguh-sungguh dengan ceritanya?" tanyaku semakin ingin tahu."Itu tadi, supaya Kakekmu percaya dan tidak melimpahkan seluruh kesalahan padanya." Kaivan kemudian mengambil sumping dari tanganku. "Naya, orang hidup abadi itu sebenarnya tidak ada. Kalaupun bisa, bertahan hanya lima ratus tahun.Seandainya Wulung itu bagian dari orang kerajaan kami yang berhasil selamat lalu reinkarnasi, memangnya sampai berapa ribu tubuh ruh sanggup berpindah dan tumbuh? Apa iya memori ingatannya kuat selama berabad-abad?"Aku mengerti sekarang, benar juga semua yang Kaivan bilang. Reinkarnasi setidaknya hanya beberapa kali, dan ruh itu mewujud sebagaimana raga baru yang ia tempati. Sifat, sikap, mau pun pola pikirnya.Kaivan lantas mengajakku ke dapur, sarapan duluan sebelum yang lain. Sebab, jin tampan itu harus masuk lampu untuk minum obat dan istirahat lagi sampai pulih.°°°°Sore cerah, aku sudah pamitan pada Kakek dan Bulek untuk jalan-jalan melihat suasan
Aku terbatuk-batuk, mengambil oksigen sebanyak mungkin di ruangan yang tertutup ini. Sementara dua pemuda yang sejak tadi mengamati pengobatan, panik melihat apa yang terjadi pada Mister Rehe."Mister Guru kenapa?"Oh, muridnya. Pantas sama-sama bloon!Kaivan mendekat, menyentuh leher yang terasa sangat sakit luar dalam, kemudian meniup ubun-ubun. Seketika aku pulih seperti sedia kala. Hampir saja berteriak kegirangan.Namun ..."Sstt, tetap akting batuk-batuk, Naya. Aku mau panggil polisi!"Cling!Kaivan lenyap dari pandangan, menyisakan aku yang harus akting sesak napas di antara teriakan panik dua murid Mister Rehe yang berusaha melepas lilitan kain di leher gurunya.Tidak ada yang menolong ku, bahkan menoleh peduli pun ... no!Oh, jadi ini yang Kaivan sebut misi. Aku sungguh tidak habis pikir dengan kecerdikan sugar daddy alam lain itu.Mungkin keributan di ruangan ini sampai terdengar ke ruang tamu, beberapa saat aku melihat pintu dicongkel dari luar, kemudian terbuka paksa disus
Kaivan menjeda ucapan beberapa detik. "Tunggu sebentar, Naya. Semoga tivi-nya ada episode bagian masa lalu Mister Rehe!"Tanpa menunggu jawabanku, jin tampan itu langsung melakukan tring berkali-kali pada televisinya. Layaknya mencari tayangan paling bagus, berpindah dari satu channel ke channel lain.Bedanya ini melihat salah satu bagian masa lalu seseorang, bukan mencari episode film yang diinginkan.Sambil menunggu Kaivan mencari, aku berinisiatif membuatkannya obat. Menuang beberapa tetes ramuan dari Belanda ke air dalam gelas. Aku takut kejadian buruk seperti kemarin terulang lagi, karena Kaivan menghabiskan banyak energi hari ini."Ketemu, Naya!"Tepat saat Kaivan berseru dengan binar senang berhasil menemukan apa yang dicarinya, aku selesai mencampur ramuan dan air. Kusodorkan gelas keemasan itu padanya."Minum dulu, Van. Nanti sakit lagi."Kaivan menerima gelas dari tanganku sambil mengucap terima kasih, kemudian meneguk isinya hingga tandas. Dan, kami pun kembali pada tayanga
Aku tidak perlu menunggu waktu untuk kembali ke Jakarta, juga alasan supaya Kakek mengizinkan tanpa keberatan. Daripada menguras uang untuk dukun tipu-tipu atau bertengkar enggan diobati, lebih baik pulang.Pagi ini juga aku berangkat, menolak halus disuruh menunggu sarapan lebih dulu. Bukan takut perjalanan sampai malam lagi, tapi aku lebih khawatir Kaivan diganggu makhluk-makhluk usil."Kamu nggak mau mobilnya terbang aja, Naya?" tanya Kaivan tiba-tiba.Padahal perjalanan baru satu jam, jin tampan itu sudah mengeluh 'terlalu lama'"Pagi-pagi kok terbang. Bisa trending topik, Van!" jawabku ringan."Iya habis kalau jalan manual kan lama!""Daripada jalan kaki, coba?"Kaivan mendengkus kesal, tetapi buru-buru mengalihkan pembicaraan. Dia kan tidak bisa tidur pagi."Emang perjalanan Ponorogo-Jakarta berapa jam, sih?""Dua belas!"Kembali jin tampan serba bisa itu menggerutu. Menurutnya, kalau terbang bisa lebih cepat. Sampai rumah langsung melakukan aktivitas tanpa membuang-buang waktu
Dengan berat hati, akhirnya aku mengangguk. Antara cinta dan nyawa, tentu prajurit akan memilih nyawa.Nyawa bisa digunakan untuk menghimpun kebaikan terus menerus. Sementara cinta, akan banyak menuntut pengorbanan yang entah apa artinya. Lagi pula Naya belum tentu mau denganku.Kebahagiaan? Mungkin iya jika aku masih manusia. Tapi akan menjadi lain jika memaksa menyatukan kodrat yang tidak semestinya. Jin dan manusia terikat pernikahan. Penderitaan satu sama lain yang ada.Sekarang, kesadaranku akan hal itu dipulihkan kembali."Saya bersedia melepas Naya dan menjalani kodrat serta kewajiban saya, Kiai," ucapku lemah.Jujur saja, ulu hatiku nyeri sekarang. Serasa ditekan lancip ujung tombak panas. Aku bahkan mengerjap, hampir saja jatuh butiran butiran air mata.Lemah, ya? Coba kamu yang jadi aku."Kuatkan hatimu, Ngger. Paksa untuk ikhlas. Sang pencipta sudah menjanjikan kebaikan yang jauh lebih baik bagi orang-orang yang ikhlas," nasehat Tabib Narapadya lagi.Aku hampir-hampir tidak
Pertarungan dengan tabib Tuge Lan Ba Ta memang berhasil kumenangkan. Semula baik-baik saja, tapi semakin hari tubuhku melemah merasakan persendian yang sakitnya kadang menimbulkan gigil panas dingin.Iya, efek jangka panjang rupanya bukan saja terjadi pada penyakit manusia. Aku pun mengalami.Naya, jangan ditanya khawatirnya sekarang. Meski kata cinta belum bisa terucap, tapi perhatian yang dia berikan lebih dari cukup untuk menentramkan hati.Jika tidak berada rumah, maka rentetan pesan WhatsApp akan menuntut jawaban. Menanyakan makan, sakit, atau minta dibelikan apa sepulang kerja. Ah, andai tidak sakit, aku juga tidak mau menjadi laki-laki lembek begini.Tuk! Tuk! Tuk!Aku terkesiap dari lamunan, susah payah bangun dari tempat tidur demi menyambut siapa pengetuk lampu barusan.Tuk! Tuk! Tuk!Bukan Naya, tidak ada panggilan seperti biasa. Energinya pun berbeda. Lebih lembut sekaligus menentramkan, tanda pemiliknya benar-benar memiliki nurani bersih sepanjang usianya.Aku buru-buru
Cling!Sosok itu menembus pintu, kemudian berdiri tegak di hadapanku. Pakaian, jenggot, dan rambut putihnya mencerminkan sosoknya yang dituakan pada satu wilayah tertentu.Jin kan bisa berubah menjadi apa saja sesuai keinginannya, termasuk orang renta. Meski kami tetap saja menolak tua dan mati."Silakan duduk, Tuan. Ada kepentingan apa dengan saya?"Aku langsung mempersilakan dan bertanya tanpa basa-basi setelah kami sama-sama membungkuk sebentar untuk memberi salam hormat. Dia jin, mau disuguhi apa selain kemenyan? Sedangkan di sini langka mencari yang seperti itu. Adanya teh, kopi, kue, dan buah-buahan dalam kulkas.Kakek tua itu melihat Naya sekilas, kemudian bicara dengan raut sungkan. "Maaf, apa Anakmas bisa menjauhkan gadis itu lebih dulu?Energi manusia dan jin berbeda. Saya takut nanti kenapa kenapa."Aku mengangguk cepat, buru-buru mengangkat tubuh gadisku untuk dipindahkan ke kamar tidurnya. Tidak tega men-tring pamer kepandaian, soalnya cinta.Lagi pula, tidak baik juga al
Hujan akhirnya mereda, banjir pun surut perlahan. Satu per satu warga kompleks kembali dari pengungsian, membersihkan rumah sekaligus menyelamatkan apa yang masih bisa digunakan.Naya kembali tersenyum cerah, tidak ada uring-uringan dadakan karena kemauan ke luar rumah kupenuhi. Tapi, lihat saja dua atau tiga hari lagi, kalau jawaban cinta masih belum kuterima, kompleks ini akan menjadi saingan danau Toba.Iya, hujan dan banjir hanya kubuat berhenti sementara. Hanya demi menghilangkan persepsi 'laki-laki tidak peka'Namun, jauh di dalam hati aku tetap menagih janji."Van, kamu mau nggak nemenin aku?"Naya tiba-tiba saja muncul mengagetkan. Ah bukan, aku saja yang salah akhir-akhir ini sering melamun."Iya, boleh!!" jawabku penuh semangat. "Memangnya mau ke mana?""Lihat kerja bakti!"Aku tercengang, kepala jadi pening mendadak karena dipaksa berpikir mendadak juga.Kerja bakti itu apa? Jenis pekerjaan baru yang digaji minyak goreng untuk meringankan beban warga negara Indonesia?Kan k
Hujan deras selama empat malam tiga hari, belum ada tanda-tanda berhenti. Langit sesekali menampakkan biru cerah lengkap dengan mataharinya. Tapi, hanya hitungan menit.Mendung kembali menebal, dan tumpah ruah menjadi gemericik yang sekali waktu diselingi angin atau petir.Semua orang menatap tidak menentu dari balik kaca jendela rumah masing-masing. Gelisah memikirkan nasib baju kotor, merutuk tidak bisa leluasa ke luar rumah, tapi menyimpan perasaan was-was begitu besar.Aku tahu semuanya, aku bisa merasakan campuran energi mereka. Tetapi, niatku sudah bulat untuk tidak menghentikan semuanya.Selama Naya masih berkeras hati mengulur jawaban pernyataan cintaku, seluruh warga kompleks perumahan terkena musibah pun aku tidak peduli. Yang salah itu Naya, yang bisa menghentikan amarahku tentu hanya dia."Van, sampai kapan kamu akan membuat hujan terus menerus?"Naya mengusik kegiatanku melukis, sambil meletakkan satu gelas kopi yang masih mengepulkan asap di meja. Dia lantas menarik kurs
"Van, tapi kodrat kamu tetap jin! Bagaimanapun juga asal mulanya!"Eh, berani membantah dia. Untung sayang, kalau tidak, sudah aku tring jadi Spongebob sekarang."Masa bodoh!" sengitku. "Yang aku tahu hanya kita menikah, atau kompleks perumahan ini hancur kena musibah!"Naya terdiam, tidak sanggup lagi membantah mungkin saja. Dan, aku yakin dia pasti berusaha keras bisa mencintaiku setelah ini.Wanita memang adakalanya sedikit dibentak, supaya berpikir ulang untuk macam-macam. "Jangan, Naya! Jangan sampai jatuh cinta sama dia!"Tiba-tiba kami dikejutkan oleh sebuah teriakan. Sosok berkaos hitam gambar tengkorak itu berapi-api melakukan upaya pencegahan.Dia mendekat, hingga berdiri beberapa tindak di hadapan Naya."Jangan, Naya. Kamu jangan sampai jatuh cinta sama Kaivan. Dia itu jin jahat, bisa-bisa kamu tertular berbuat kejahatan!"Shit! Dikira aku penyebar virus omikron apa?Namun, aku memilih diam. Tidak menanggapi arwah transparan yang sedang berusaha mempengaruhi Naya. Sebab ap
Pov Kaivan"Van, lagi ngapain sih sibuk bener?"Aku tersenyum, menggeser duduk untuk memberi ruang Naya melihat sendiri apa yang aku tulis dalam nota. Sebuah daftar persiapan yang barangkali tidak begitu penting bagi manusia."Ini, lagi nulis daftar barang," jawabku. Menyodorkan nota supaya Naya meneliti dan menambahkan apa yang kurang.Membaca dalam diam, kedua alisnya bertaut. "Ini buat apaan? Kok ada balon sama pohon Natal?"'"Ulang Tahun! Emang salah ya kalau pakai balon?"Naya tergelak, kedipan matanya nyaris membuat hatiku rontok seperti tanaman cabe di musim hujan. Tapi, kok sepertinya menertawakan aku."Kalau yang ulang tahun anak kecil sih bener. Ada balon, hiasan warna-warni dan permen. Tapi ..." Naya kembali menatapku lekat. "Siapa emang yang ulang tahun?""Aku. Gara-gara sering liat video acara ulang tahun di YouTube, jadinya ingin ulang tahun juga!"Tuh kan, malah curhat.Naya senyum-senyum. Belum sempat aku menerawang isi pikirannya, sudah didahului bertanya."Ulang tahu
Pov NayaBenar apa yang Kaivan bilang sebelum sarapan tadi, kalau ibu tiriku akan menyebar berita bohong melalui siaran langsung.Saat aku membuka Instagram, komentar serta DM berdatangan. Mereka semua menanyakan kebenaran ucapan ibu, ada juga yang langsung menghujat dengan bahasa kasar ala manusia.Aku belum membuka video siaran langsung ibu, memilih mengetuk lampu tidur dulu supaya ada teman menyaksikan. Sendiri takut makan hati.Tuk! Tuk! Tuk!"Van, ke luar bentar bisa? Penting nih!"Sliiing!Pendar otomatis berwarna emas menyilaukan dari lampu tidur itu, membuat senyum mengembang seketika. Kaivan langsung merespon, rupanya tidak sibuk juga.Cahaya emas itu meredup perlahan, dan mati total begitu laki-laki berpakaian prajurit muncul di hadapanku. Dia tersenyum lembut, kemudian merangkul duduk."Ada apa?" tanyanya dengan ekspresi biasa saja.Aku menyodorkan handphone padanya. "Benar apa yang kamu bilang tadi, ibu membuat ulah!"Kaivan lantas mengambil benda pipih itu, membuka video
Manusia memang memiliki banyak keunggulan, kelebihannya tidak jarang membuat kami bangsa jin dengki kepada mereka. Namun, kala sisi egois manusia muncul, cara-cara yang digunakan acapkali menimbulkan geram.Mengesampingkan rasa malu, padahal mengaku paling gengsi sama ini itu.Sean, salah satu contoh yang akan kubeberkan. Pacar Naya semasa SMA yang sempat disangkal 'berbohong demi kebaikan' agar aku tidak marah, sekarang berulah. Pengacara muda itu melebihi selebgram Delon, bahkan.Dia melakukan siaran langsung, pamer barang-barang lamaran untuk Naya. Dan, sialnya gadisku itu melihat videonya lebih dulu.Aku memerhatikan dengan sengaja tidak menampakkan diri, maupun memakai parfum citrus. Menahan panas dalam hati bukan sesuatu yang mudah, apalagi menahan diri supaya tidak menyakiti Naya.Begitu agak tenang barulah aku muncul tiba-tiba.Cling!"Nonton apa, Naya?" tanyaku, langsung duduk di sebelahnya.Calon jodohku tergagap, salah tingkah menyembunyikan video dalam handphonenya."Eh, e