Setelah aku berhasil tampil beda di sebuah acara ulang tahun band terkenal, Eka semakin menjadi-jadi julidnya. Mengatakan hal buruk, memprovokasi para hatters baru, dan berbagai macam cara lain untuk mencemarkan nama baikku.
Selalu terjadi perang antar netizen, baik di postinganku maupun Eka. Parahnya, orang tidak tahu diri itu juga enggan disalahkan. Aku klarifikasi, dia ikuti. Aku diam, justru ucapannya kian menjadi-jadi.
Hinaan, sindiran juga olok-olok kasar terpaksa membuatku berhenti upload konten YouTube. Bukan tidak berani menghadapi, yang memiliki solusi cerdas sedang menjadi penengah perang saudara di alamnya.
Iya, aku belum sekuat wonder woman tanpa Kaivan. Sekarang saja justru sakit terbebani pikiran.
Cling!
Wangi parfum citrus yang sudah tidak asing memaksa mata ini terbuka, mendapati seorang laki-laki tampan mendekat. Baju zirah dari besi yang dalam perang sangat berfungsi untuk melindungi tubuh dari keganasan senjata lawan, masih
"Naya, aku tidak lama di sini. Mungkin sepuluh sampai lima belas hari saja. Menemani proses penyelesaian kasus kamu pun, sepertinya tidak mungkin." Dengan sabar Kaivan coba menjelaskan."Jadi, kamu akan ke dunia jin lagi?""Harus! Sebab, kata damai yang disepakati baru tahap awal. Aku belum menemukan siapa dalang adu domba yang kemudian meruncing perang saudara.""Lantas, kenapa tadi bisa pulang?"Kaivan menghela napas, barangkali menyabarkan diri untuk memberi jawaban kekepoanku."Di sana aku tidak tenang, selalu kepikiran kamu. Dan, ternyata firasatku tidak meleset, kamu ada masalah bahkan sampai sakit." Kaivan berujar lirih sambil menyentuh pundakku."Sudah, jangan mencemaskan aku. Rapikan dirimu, aku tunggu di depan," tukasnya, kemudian meninggalkan dapur yang sekaligus berfungsi ruang makan.Tidak lupa dia meminta handphoneku, untuk mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan nanti sebagai bahan laporan.Sekarang tinggalah ak
Satu tahun lebih menunggu, akhirnya Kaivan kembali ke dunia manusia untukku. Melewati hari yang kadang romantis dan lebih sering jail. Membantu permasalahan permasalahan baru yang kuhadapi.Memiliki teman seperti dia, hidupku jauh dari putus asa. Apa pun masalahnya, sekali 'tring' solusinya. Meski setiap yang didengar pasti jadi bahan kepo, tidak masalah selama aku masih bisa menjelaskan.Kalau tidak bisa pun, kecerdasan Google belum kadaluwarsa.Ting tong!Ting tong!Astaga, baru sebentar melamun usai mengkalkulasi transferan dari YouTube, seseorang di balik pintu depan sana sudah mengganggu. Hiks, padahal belum mengkhayal jadi orang kaya."Iya, sebentar!" sahutku, beranjak malas dari tempat duduk.Meski sambil ngomel dalam hati, aku sampai juga di ruang tamu. Membuka pintu warna putih dengan grendel keperakan, aku terkejut setengah hidup mendapati seseorang berdiri di sana lengkap senyum yang dibuat semanis mungkin.Dia wanit
"Daripada malak anak tiri, mending jualan kan, Bu? Itu kalau laku semua hasilnya lebih 500 juta!" Aku menyela sebelum kembali tertawa."Dasar anak kurang ajar kamu, Naya!"Tring!Entah apa yang ingin dilakukan istri kedua Ayahku itu, Kaivan lebih dulu menjadikan tas branded di tangan ibu terbuka dalam posisi terbalik. Handphone, bedak, dan isi dompet yang semuanya lembaran merah berhamburan ke tanah."Loh, ibu ada ATM, ada uang. Kok tadi minjem, sih!" tukasku pura-pura terkejut.Ibu tiri yang sejak tadi terkena apes pun hanya bisa panik, memunguti barang-barangnya sebelum membantu suami tercinta jualan martabak. Pasti hatinya sangat dongkol.Iya lumayan, depan rumahku jadi bazar sampai siang. Tapi, aku tidak berminat menyaksikan tawar menawar harga martabak. Memilih santai di ruang tamu melanjutkan khayalan jadi orang kaya, kalau bisa.Namun, sebelum benar-benar masuk rumah dan menutup pintu ruang tamu dari dalam, aku membisikkan sesu
Laki-laki berbaju serba hitam yang mirip Kaivan itu justru berkacak pinggang, ekspresi wajahnya menggambarkan benar-benar berada di puncak kemarahan."Terus gimana? Gue harus lemah lembut, gemulai di depan elo! Dipikir cowok apaan!" hardiknya lagi.Aku mengalah, memilih duduk untuk menenangkan pikiran yang berkecamuk. Sepertinya ada yang tidak beres.Tiba-tiba terlintas sebuah ide untuk membuktikan dia Kaivan asli atau bukan."Gini aja. Nggak perlu marah-marah biar Naya percaya. Sekarang, kalau kamu benar-benar Kaivan, coba buktikan. Bikin seblak special!" perintahku."Oke, siapa takut!" jawabnya angkuh.Kaivan lantas melolos tongkat mayoret yang terselip di balik punggungnya, sambil ngomel-ngomel apa dia tidak cukup sakti kalau sekadar menciptakan satu mangkok seblak.Aku tentu saja protes."Loh, loh. Kok pakai tongkat kayak mau nari balet, sih! Biasanya juga sekali tunjuk?""Itu cara kuno! Gue jin milenial, tahu!"
Kaivan kembali ke ruang tengah, pun aku. Dia membebaskan Ibu dari hukuman menjadi patung, dan meminta aku mengatakan hukuman kedua.Sesuai yang kami sepakati tadi, hukuman bagi Ibu adalah memasak. Mudah bukan? Tapi ibu tidak bisa masak, maka bisa bayangkan sendiri."Van, kamu tadi ke mana sih? Sampai aku disamperin jin sapu nggak muncul-muncul!" Aku memulai pembicaraan setelah memastikan ibu benar-benar ada di dapur.."Maaf, Nay. Tadi aku juga menyelesaikan masalah," jawabnya serius."Masalah apa?""Rupanya dukun suruhan Ibu tirimu mengirim dua jin ke sini. Satu untuk mengelabuhi kamu, satunya menyerangku."Kaivan lantas mengajakku masuk lampu, memperlihatkan sebuah layar proyektor yang berisi kejadian setelah martabak Ibu laris terjual.Ibu memaksa Ayah untuk mendatangi rumah seorang dukun modern---masyarakat biasa menyebut orang pintar. Di sana Ibu curhat, lantas mendapat solusi dengan dikirimnya jin sapu yang diubah menjadi Kaivan
Kaivan buru-buru memotong ucapanku. "Berprasangka baiklah pada tempatnya, Naya. Belum tentu hal yang kamu kira baik itu pasti baik. Kadang manusia sangat rapi menyembunyikan sesuatu dari sesamanya."Iya juga sih, prasangka memang lebih sering kalah dari kenyataan. Baik atau buruk sekalipun. Tapi, siapa pemilik boneka arwah itu di kompleks perumahan ini? Dan ... darimana Kaivan tahu kosa kata spirit doll?Gila, bisa-bisanya pikiranku mempertanyakan pertanyaan terakhir itu!"Lalu, siapa pemiliknya?" Memutuskan bertanya sajalah, daripada dipendam jadi sakit hati. Eh."Tetangga sebelah kanan rumah ini, dia memiliki spirit doll yang setiap malam akan sengaja menangis, untuk mencari perhatian berlebih dari ibunya. Layaknya bayi manusia." Kaivan menjelaskan panjang lebar sambil pembimbingku kembali ke kamar.Sumping sudah kulepas dari telinga, karena lengkingan tangis bayi itu sudah menghilang."Tidurlah, Naya. Aku akan menyelesaikan semua untukmu,
"Apaan sih!" balasku spontan, meski dengan suara berbisik.Sialnya, perempuan muda dan pacarnya mendengar. Seketika mereka menatapku penuh selidik."Eh, enggak, Kak. Itu ... anu, bonekanya lucu," elakku salah tingkah.Mungkin karena terlalu bersedih menangisi kematian dua boneka mahal yang terlanjur dianggap anak, hingga mereka memilih bergantian curhat daripada kepo salah ucapku tadi. Antara bingung mencari kain kafan, siapa yang memandikan, sampai letak tanah pemakaman."Ternyata tetangga Naya jadi gila. Hahaha!" Hanya Kaivan yang bebas mengeluarkan unek-unek, tanpa takut menyinggung tuan rumah.Sebisa mungkin aku berusaha menghibur kesedihan pasangan belum siap menikah ini, sambil mencari solusi yang hemat tenaga dan biaya tentu saja. Lalu, pilihan pun jatuh pada 'dibuang' dengan bahasa halus.Iya, aku bilang boneka itu dikembalikan atau berikan saja pada yang lebih membutuhkan. Syukur kan kalau yang mendapat boneka itu tahu, kemudian lan
[Sean, kamu di mana?]Ke luar dari lokasi Persada Tivi, aku sengaja tidak langsung pulang. Melainkan DM Sean untuk memastikan janji tadi siang.[Depan resto]Balasnya singkat. Uft, ternyata dia juga sedang harap-harap cemas menunggu.[Loh, samaan. Kamu pakai baju apa?][Hoodie abu-abu]Aku langsung memasukkan handphone ke saku jeans, meneliti ke segala penjuru untuk mencari orang dengan warna pakaian seperti yang disebut Sean.Ketemu, aku langsung melambai pada laki-laki yang duduk di jok motor. Secara kebetulan ia menatap ke arahku."Sean, sini!"Laki-laki pemilik hoodie abu-abu itu tersenyum cerah menangkap isyarat, segera mengangguk lantas meninggalkan motor yang terparkir lumayan jauh dariku.Seperti akting pertemuan di drama drama Korea, Sean berlari ke arahku dan langsung aku sambut genggaman tangan. Tidak mungkin berpelukan, bukan muhrim. Apalagi ini tempat umum, bukan lokasi strategis untuk pacaran apalagi
Dengan berat hati, akhirnya aku mengangguk. Antara cinta dan nyawa, tentu prajurit akan memilih nyawa.Nyawa bisa digunakan untuk menghimpun kebaikan terus menerus. Sementara cinta, akan banyak menuntut pengorbanan yang entah apa artinya. Lagi pula Naya belum tentu mau denganku.Kebahagiaan? Mungkin iya jika aku masih manusia. Tapi akan menjadi lain jika memaksa menyatukan kodrat yang tidak semestinya. Jin dan manusia terikat pernikahan. Penderitaan satu sama lain yang ada.Sekarang, kesadaranku akan hal itu dipulihkan kembali."Saya bersedia melepas Naya dan menjalani kodrat serta kewajiban saya, Kiai," ucapku lemah.Jujur saja, ulu hatiku nyeri sekarang. Serasa ditekan lancip ujung tombak panas. Aku bahkan mengerjap, hampir saja jatuh butiran butiran air mata.Lemah, ya? Coba kamu yang jadi aku."Kuatkan hatimu, Ngger. Paksa untuk ikhlas. Sang pencipta sudah menjanjikan kebaikan yang jauh lebih baik bagi orang-orang yang ikhlas," nasehat Tabib Narapadya lagi.Aku hampir-hampir tidak
Pertarungan dengan tabib Tuge Lan Ba Ta memang berhasil kumenangkan. Semula baik-baik saja, tapi semakin hari tubuhku melemah merasakan persendian yang sakitnya kadang menimbulkan gigil panas dingin.Iya, efek jangka panjang rupanya bukan saja terjadi pada penyakit manusia. Aku pun mengalami.Naya, jangan ditanya khawatirnya sekarang. Meski kata cinta belum bisa terucap, tapi perhatian yang dia berikan lebih dari cukup untuk menentramkan hati.Jika tidak berada rumah, maka rentetan pesan WhatsApp akan menuntut jawaban. Menanyakan makan, sakit, atau minta dibelikan apa sepulang kerja. Ah, andai tidak sakit, aku juga tidak mau menjadi laki-laki lembek begini.Tuk! Tuk! Tuk!Aku terkesiap dari lamunan, susah payah bangun dari tempat tidur demi menyambut siapa pengetuk lampu barusan.Tuk! Tuk! Tuk!Bukan Naya, tidak ada panggilan seperti biasa. Energinya pun berbeda. Lebih lembut sekaligus menentramkan, tanda pemiliknya benar-benar memiliki nurani bersih sepanjang usianya.Aku buru-buru
Cling!Sosok itu menembus pintu, kemudian berdiri tegak di hadapanku. Pakaian, jenggot, dan rambut putihnya mencerminkan sosoknya yang dituakan pada satu wilayah tertentu.Jin kan bisa berubah menjadi apa saja sesuai keinginannya, termasuk orang renta. Meski kami tetap saja menolak tua dan mati."Silakan duduk, Tuan. Ada kepentingan apa dengan saya?"Aku langsung mempersilakan dan bertanya tanpa basa-basi setelah kami sama-sama membungkuk sebentar untuk memberi salam hormat. Dia jin, mau disuguhi apa selain kemenyan? Sedangkan di sini langka mencari yang seperti itu. Adanya teh, kopi, kue, dan buah-buahan dalam kulkas.Kakek tua itu melihat Naya sekilas, kemudian bicara dengan raut sungkan. "Maaf, apa Anakmas bisa menjauhkan gadis itu lebih dulu?Energi manusia dan jin berbeda. Saya takut nanti kenapa kenapa."Aku mengangguk cepat, buru-buru mengangkat tubuh gadisku untuk dipindahkan ke kamar tidurnya. Tidak tega men-tring pamer kepandaian, soalnya cinta.Lagi pula, tidak baik juga al
Hujan akhirnya mereda, banjir pun surut perlahan. Satu per satu warga kompleks kembali dari pengungsian, membersihkan rumah sekaligus menyelamatkan apa yang masih bisa digunakan.Naya kembali tersenyum cerah, tidak ada uring-uringan dadakan karena kemauan ke luar rumah kupenuhi. Tapi, lihat saja dua atau tiga hari lagi, kalau jawaban cinta masih belum kuterima, kompleks ini akan menjadi saingan danau Toba.Iya, hujan dan banjir hanya kubuat berhenti sementara. Hanya demi menghilangkan persepsi 'laki-laki tidak peka'Namun, jauh di dalam hati aku tetap menagih janji."Van, kamu mau nggak nemenin aku?"Naya tiba-tiba saja muncul mengagetkan. Ah bukan, aku saja yang salah akhir-akhir ini sering melamun."Iya, boleh!!" jawabku penuh semangat. "Memangnya mau ke mana?""Lihat kerja bakti!"Aku tercengang, kepala jadi pening mendadak karena dipaksa berpikir mendadak juga.Kerja bakti itu apa? Jenis pekerjaan baru yang digaji minyak goreng untuk meringankan beban warga negara Indonesia?Kan k
Hujan deras selama empat malam tiga hari, belum ada tanda-tanda berhenti. Langit sesekali menampakkan biru cerah lengkap dengan mataharinya. Tapi, hanya hitungan menit.Mendung kembali menebal, dan tumpah ruah menjadi gemericik yang sekali waktu diselingi angin atau petir.Semua orang menatap tidak menentu dari balik kaca jendela rumah masing-masing. Gelisah memikirkan nasib baju kotor, merutuk tidak bisa leluasa ke luar rumah, tapi menyimpan perasaan was-was begitu besar.Aku tahu semuanya, aku bisa merasakan campuran energi mereka. Tetapi, niatku sudah bulat untuk tidak menghentikan semuanya.Selama Naya masih berkeras hati mengulur jawaban pernyataan cintaku, seluruh warga kompleks perumahan terkena musibah pun aku tidak peduli. Yang salah itu Naya, yang bisa menghentikan amarahku tentu hanya dia."Van, sampai kapan kamu akan membuat hujan terus menerus?"Naya mengusik kegiatanku melukis, sambil meletakkan satu gelas kopi yang masih mengepulkan asap di meja. Dia lantas menarik kurs
"Van, tapi kodrat kamu tetap jin! Bagaimanapun juga asal mulanya!"Eh, berani membantah dia. Untung sayang, kalau tidak, sudah aku tring jadi Spongebob sekarang."Masa bodoh!" sengitku. "Yang aku tahu hanya kita menikah, atau kompleks perumahan ini hancur kena musibah!"Naya terdiam, tidak sanggup lagi membantah mungkin saja. Dan, aku yakin dia pasti berusaha keras bisa mencintaiku setelah ini.Wanita memang adakalanya sedikit dibentak, supaya berpikir ulang untuk macam-macam. "Jangan, Naya! Jangan sampai jatuh cinta sama dia!"Tiba-tiba kami dikejutkan oleh sebuah teriakan. Sosok berkaos hitam gambar tengkorak itu berapi-api melakukan upaya pencegahan.Dia mendekat, hingga berdiri beberapa tindak di hadapan Naya."Jangan, Naya. Kamu jangan sampai jatuh cinta sama Kaivan. Dia itu jin jahat, bisa-bisa kamu tertular berbuat kejahatan!"Shit! Dikira aku penyebar virus omikron apa?Namun, aku memilih diam. Tidak menanggapi arwah transparan yang sedang berusaha mempengaruhi Naya. Sebab ap
Pov Kaivan"Van, lagi ngapain sih sibuk bener?"Aku tersenyum, menggeser duduk untuk memberi ruang Naya melihat sendiri apa yang aku tulis dalam nota. Sebuah daftar persiapan yang barangkali tidak begitu penting bagi manusia."Ini, lagi nulis daftar barang," jawabku. Menyodorkan nota supaya Naya meneliti dan menambahkan apa yang kurang.Membaca dalam diam, kedua alisnya bertaut. "Ini buat apaan? Kok ada balon sama pohon Natal?"'"Ulang Tahun! Emang salah ya kalau pakai balon?"Naya tergelak, kedipan matanya nyaris membuat hatiku rontok seperti tanaman cabe di musim hujan. Tapi, kok sepertinya menertawakan aku."Kalau yang ulang tahun anak kecil sih bener. Ada balon, hiasan warna-warni dan permen. Tapi ..." Naya kembali menatapku lekat. "Siapa emang yang ulang tahun?""Aku. Gara-gara sering liat video acara ulang tahun di YouTube, jadinya ingin ulang tahun juga!"Tuh kan, malah curhat.Naya senyum-senyum. Belum sempat aku menerawang isi pikirannya, sudah didahului bertanya."Ulang tahu
Pov NayaBenar apa yang Kaivan bilang sebelum sarapan tadi, kalau ibu tiriku akan menyebar berita bohong melalui siaran langsung.Saat aku membuka Instagram, komentar serta DM berdatangan. Mereka semua menanyakan kebenaran ucapan ibu, ada juga yang langsung menghujat dengan bahasa kasar ala manusia.Aku belum membuka video siaran langsung ibu, memilih mengetuk lampu tidur dulu supaya ada teman menyaksikan. Sendiri takut makan hati.Tuk! Tuk! Tuk!"Van, ke luar bentar bisa? Penting nih!"Sliiing!Pendar otomatis berwarna emas menyilaukan dari lampu tidur itu, membuat senyum mengembang seketika. Kaivan langsung merespon, rupanya tidak sibuk juga.Cahaya emas itu meredup perlahan, dan mati total begitu laki-laki berpakaian prajurit muncul di hadapanku. Dia tersenyum lembut, kemudian merangkul duduk."Ada apa?" tanyanya dengan ekspresi biasa saja.Aku menyodorkan handphone padanya. "Benar apa yang kamu bilang tadi, ibu membuat ulah!"Kaivan lantas mengambil benda pipih itu, membuka video
Manusia memang memiliki banyak keunggulan, kelebihannya tidak jarang membuat kami bangsa jin dengki kepada mereka. Namun, kala sisi egois manusia muncul, cara-cara yang digunakan acapkali menimbulkan geram.Mengesampingkan rasa malu, padahal mengaku paling gengsi sama ini itu.Sean, salah satu contoh yang akan kubeberkan. Pacar Naya semasa SMA yang sempat disangkal 'berbohong demi kebaikan' agar aku tidak marah, sekarang berulah. Pengacara muda itu melebihi selebgram Delon, bahkan.Dia melakukan siaran langsung, pamer barang-barang lamaran untuk Naya. Dan, sialnya gadisku itu melihat videonya lebih dulu.Aku memerhatikan dengan sengaja tidak menampakkan diri, maupun memakai parfum citrus. Menahan panas dalam hati bukan sesuatu yang mudah, apalagi menahan diri supaya tidak menyakiti Naya.Begitu agak tenang barulah aku muncul tiba-tiba.Cling!"Nonton apa, Naya?" tanyaku, langsung duduk di sebelahnya.Calon jodohku tergagap, salah tingkah menyembunyikan video dalam handphonenya."Eh, e