"Aku menceraikan kamu, Ayu Indira!" Suara Bram begitu tegas di depan Ayu, yang sudah menangis, menatap kecewa pada suaminya, yang dengan matanya jelas-jelas, menggandeng wanita itu dengan erat. Sedang dirinya yang sebagai istri sah nya hanya bisa berdiri mematung tak bisa berkata-kata lagi.
"Dengar itu, Ayu, suamimu sudah menceraikanmu, jadi pergilah kau dari rumah ini, paham!' seru wanita dalam genggaman mantan suaminya.Ayu melihat wanita itu dalam amarah, wanita yang seharusnya berada di dapur, yang tugasnya membereskan dan membersihkan rumah, malah kini dibela suaminya, karena perselingkuhan mereka."Aku lebih baik bercerai dengan suamiku, dari pada aku bersaing dengan wanita seperti kamu, Bik Harni," ucapan Ayu membuat wanita itu merengek manja pada Bram. Ayu semakin jijik melihat tingkah suaminya menenangkan wanita di sampingnya."ealah ... seperti itu toh, seleramu Mas, ah aku pikir jas dan mobil mewahmu, cerminan selera dan derajatmu, atau ... bik Harni, asisten rumah tangga kami menggunakan ilmu pelet untuk suamiku.""Sudahlah , jangan membuat dirinya menangis , Ayu. sikapnya lagi manja karena ada anak dalam perutnya, mohonlah mengerti." tutur Bram."Ha! hamil ..." pekik Ayu kaget."Iya, ada calon anakku dalam rahim Harni." sambung Bram, terlihat Harni menempel manja pada lengan kekar Bram.Ayu terlihat tersenyum masam, "Benaran anak kamu bukan , Mas? sudah kau cek kebenarannya? ah, aku tak peduli, benar atau salah, aku tetap akan pergi. karena .... kau sudah membagi ' burungmu' dan aku tak mau barang bekas. jadi aku memang sebaiknya pergi."***Dua bulan sudah Ayu menempati rumah kontrakan satu petak. Hanya ada ruang tamu, satu kama tidur dan kamar mandi. Tak ada dapur ataupun teras.Ayu mengembuskan napasnya, ah, cukup seperti ini saja dulu. Lagian Ayu sedang menyembunyikan diri dari pertanyaan keluarga, mengapa rumah tangganya seperti ini. Pikiran Ayu ruwet, bisnis Online beberapa Minggu tak ada pemasukan sama sekali. Tabungan pun kian menipis.Pekerjaan apa lagi yang harus aku lakukan? Pernikahan dengan Bram hanya berujung penyesalan. Hanya bertahan dua tahun saja. Terbayang tubuh Harni, pembantu yang diambilnya dari penyalur, ternyata membuatnya harus dicerai Bram.Bodohnya diri Ayu, tak menuntut banyak pada mantan suaminya itu. Bahkan perceraian itu tak memberikan keuntungan sama sekali. Hal itulah yang menjadikan keluarga besar Ayu menjadi marah atas sikap dan keputusan Ayu yang salah."Ahhh ....' Ayu menjambak rambutnya sendiri. "Kok jadi menyebalkan kaya gini sih!" umpatnya sewot.Dipandangnya wajah kusutnya dalam cermin. Apa aku tidak menarik lagi? batin Ayu.Ayu mulai meraba wajahnya, sebenarnya tak jelek juga, apa aku kurang montok. Tangannya otomatis menyentuh payudara sendiri. Besar kok, gumamnya sendiri, dan memperhatikan besarnya melebihi kepalanan tangannya."Ih, kok menjemukan sekali, mengingat nasibku."Tak lama, sebuah panggilan dari ponselnya. Tertera nama Desi sahabatnya."Ya Des, ada apa?"Sebuah perbincangan pun terjadi. Tak lama penggilan lewat ponsel pun berakhir.Ayu segera bangkit dari duduknya, mandi, dan berganti pakaian kali ini, Ayu memakai gaun terusan warna merah menyala. Kemudian menata rambutnya, memoles wajahnya dengan mikeup tipis, sedikit parhum disemprotkan. Desi mengajaknya, makan malam. Nggak biasanya,Teryata suami dia mendapat promosi jabatan."Lumayan lah, bisa untuk hiburan aku malam ini. " bisik Ayu pada dirinya sendiri.Tak lama, mobil Desi pun sudah datang menjemput, di dalam ternyata ada Linda dan pasangannya."Aku?""Duduk depan, deh." usul Linda menyarankan Ayu untuk duduk di depan saja. Bagi, Ayu tak masalah dekat dengan supir. toh, nyatanya dirinya hanya diajak saja, ya harus manut lah.Di tempat lain, Bram yang sudah menceraikan istri sahnya kini sedang berasyik masyuk dengan Harni, wanita bahenol yang katanya berasal dari desa. Penampilan jadi berbeda, kini rambutnya di semir pirang. Kamar yang dulu punya majikannya, kini ia tempati dengan suami sirinya.Iya, karena Bram belum mengijab ulang di KUA.Setelah selesai melepas hajat, Bram turun dari atas tubuh Harni.Kemudian terlentang dalam kelelahan. Harni ternyata cukup membuat Bram kewalahan juga, wanita semok itu bisa membuat lelaki macam Bram keblingsatan dalam permainan ranjang Harni.Katanya, masih lajang, tapi kok susah lihat dan pintar bikin pasangan kedat-kedut.Memang, Harni seperti mendapat mainan baru saja hingga sangat memanjakan Bram dalam sesuatu apapun, yang Bram tak dapatkan dari Ayu, karena isterinya sibuk di bisnis on line-nya. Bagaimana tidak? segala kebutuhan Ayu yang penuhi, sedangkan, gaji kantor dari Bram, untuk menyetor cicilan rumah, yang tiga bulan lagi sudah lunas.Harni mengusap dada Bram yang masih berkeringat, "Bagaimana , Mas. Kau puas malam ini?""Tentu saja, sayang. lihat .... senjataku belum mau menyerah," bisiknya pelan dan menatap wanita ke duanya dalam kesyahduan.Harni cuma tersenyum tipis, belum tahu sih, tadi sudah aku beri dua tetes obat 'greng' kalau nggak kaya gini, bagaimana aku bisa puas, batin Harni, dan tangannya kembali menggerayangi sesuatu yang Bram maksud.Memainkannya sedemikian rupa, dengan gerakan pelan dan penuh hayati.Bram semakin terlena, kenikmatan yang ditimbulkan membuat matanya menjadi merem-melek. Harni tersimpul simpul, dan kepalanya menunduk tepat di antara pangkal kaki Bram..***"Ayu, aku dengar kau sudah sendiri?"Linda tiba-tiba bertanya hal tersebut pada Ayu.Ayu tak tahu harus bilang apa, ada rasa nyeri di dalam hatinya."Ayu yang menceraikan suaminya," bela Desi , saat menjawab pertanyaan Linda.Sesampainya di tempat acara. Di sebuah hotel bintang tujuh. Ayu merasa kikuk melihat para big bos ada di sana. Wanita cantik dan berwajah elegan ini, terus saja mengekori Desi, sahabatnya. Lagian dirinya tak kenal sama sekali. Banyak mata yang memandang janda baru itu. Justru Ayu semakin jengah saja. Begitu juga, Pras, suami Desi. Baru saja dikenalkan secara dekat. Tapi mata Pras terus saja menatap Ayu tanpa berkedip."Aku nggak enak, Des. Apa suami kamu marah padaku? karena bawa aku yang udik ini?" bisik Ayu lirih di telinga Desi.Mendengar hal tersebut, Desi hanya tersenyum saja. Niatnya ingin mengenalkan Ayu pada salah satu kolega suaminya. Akan tetapi diurungkannya. Pasalnya, Suaminya pun ada hasrat pada Ayu."Sudah tenang saja, tetaplah di dekatku."Waktu pun berlalu, Ayu sudah semakin akrab dengan Pras dan beberapa teman rekan kerjanya. Saatnya pulang, ternyata Linda dan pasangannya sudah pulang duluan dengan rombongannya, Kini, Ayu pulang di antar Pras dan Desi.Ayu duduk di be
Ayu duduk dalam gelisah. apakah dirinya harus bahagia atau bersedih.Kini, dirinya duduk di sebuah ruang tamu yang sangat megah. Rumah Desi bak istana sultan.Tak lama, seorang lelaki muda berparas tampan,dengan tubuh atletia.. Keluar dan berjalan beriringan dengan Desi. Wajah Desi yang tersenyum dari tadi membuat Ayu membalasnya dengan senyuman pula."Tuh , ada Ayu, Mas ....." "Oh, ya. wah, sudah lama Yu?" tanya Pras, tanpa canggung sama sekali."Baik," jawab Ayu kemudian, berdiri, dan menyambut uluran tangannya. Jabatan tangannya cukup kuat menganggap tangan Ayu.Prastyo, memandang Ayu dan tersenyum ramah."Sepertinya, kita harus main ke rumah ibunya Ayu, sayang." cakap Pras tiba-tiba."Oh, tentu saja. nanti aku atur waktunya, ya, begitu Ayu. nanti bilang pada Ibu. aku dan suami mau sowan ke rumah ibumu."Ayu hanya mengangguk dan menundukkan kepalanya. Sebuah polemik bagi Ayu, tapi. tak mungkin bisa mundur.***"Apa kau sudah gila, Yu?!" Ibu bertanya dengan nada tinggi."Maafkan Ay
Sudah hampir empat bulan berlalu, kini masa iddah Ayu telah usai. Apa yang dijanjikan Pras dan Desi betul-betul dilaksanakan.Saat ini, Ayu duduk dalam balutan kebaya berwarna putih tulang, dan kembaran dengan Desi. Di meja kecil, Pras, mengucapkan ijab kabul atas nama Ayu Indira"Sah ....""Sah!!" Para tamu, serentak bertepuk tangan.Ya Allah, Ayu sudah sah menjadi istri ke dua dari Prasetyo, batin Ayu pelan. Desi menggandeng tangan Ayu untuk mendekati suaminya, lalu menarik tangannya untuk bersalaman dengan Ayu.Ada sebuah cincin permata berlian yang tersemat di jari Ayu. Itu adalah pertama kalinya Ayu bisa memakai cincin begitu mahalnya. Dulu, Bram mantan suaminya, hanya memberikan sebuah cincin biasa seberat lima gram. Ibu, tampak tersenyum terus, bahagia ya, Bu. mendapat mantu yang kaya raya, Tapi anaknya hanyalah menjadi istri yang kedua. batin Ayu. Seutas senyuman terpaksa Ayu berikan untuk menutupi rasa yang tak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Malam ini, bukan saja malam ba
Ayu keluar dari kamar mandi, berjalan pelan dengan baju tidurnya, model terusan, berbelah dada dan ada belahan pada bagian samping yang cukup panjang, hingga pahanya terlihat. Mengapa juga Ayu berjalan pelan? karena dirinya berusaha menutup pahanya agar tidak terlihat. Pras melirik wanita yang sekarang menjadi istri sahnya.Memang dirinya sejak pertama melihatnya sudah tertarik dengan Ayu. Parasnya hampir mirip dengan Desi. juga dari postur tubuh juga. Tapi, Ayu berdada lebih penuh. lelaki bernama Prasetyo itu menelan salivanya. Sudah berapa tahun hasratnya selalu tak terlampiaskan, bahkan untuk membayar kenikmatan pun dirinya tak punya nyali. Hanya diam-diam saja dirinya melampiaskan hasratnya dalam kamar mandi. Hal tersebut disimpannya rapat-rapat. Keranjingan dirinya melihat Vidio porno pun sudah tingkat dewa. Hanya itu satu-satunya kepuasannya. Orang lain tak akan menyangka seorang Prasetyo yang pendiam, ternyata .... sekarang suhu juga."Duduklah sini," ucapnya pelan.Ayu mende
Prasetyo berangkat ke kantor setelah hampir tiga hari dirinya meliburkan diri setelah menikah. Berniat ingin berbulan madu dengan Ayu, tapi nampaknya Ayu lebih memilih berdiam, tak mau kemana-manaHingga, akhirnya, ibu dan Desi malah merencanakan berliburan ke Bali. Sebenarnya Desi sengaja melakukan hal tersebut, agar waktu kebersamaan dengan Ayu dan suaminya lebih banyak."Lagian, ibu Ayu belum pernah ke Bali, iya kan Bu?" Ibu Ayu mengangguk saja saat ditanya Desi di depan Suaminya.Ayu yang sedang berada di kamar sendirian , mendengar pembicaraan mereka.Ayu ingin bicara empat mata saja sama ibunya, tapi Desi selalu berada di dekatnya terus. hal ini membuat dirinya semakin sewot pada keadaan."Ya itu terserah, kamu , sayang. lakukan apa yang kamu senang," kata Prasetyo pada Desi.Sepertinya itu adalah kata-kata yang selalu Pras ucapkan pada Desi. Ayu hanya menghela napasnya saja. Beberapa hari ini, Desi memberikan peluang dua Minggu full adalah miliknya dan Pras, Namun, Ayu masih
Rencana Desi betul-betul dilakukan, Ayu kini ada bersama mereka yang mengantarkan ke bandara untuk mereka terbang berlibur ke Bali bersama ibu."Sepenuhnya, aku serahkan tugasku padamu, mau kau apakan suamiku terserah, toh, dia suamimu juga, Dhek."Desi berkata dengan panggilan baru untuk Ayu."Wah, bila kau panggil Ayu dengan Dhek, aku serasa bos minyak yang beristri lima." timpal Pras dengan tertawa."Kau mau madu lagi? tetap aku yang pilih, tapi jangan harap aku mau memberikan maduku lagi, ya. cukup Ayu saja. itupun sudah yang paling terbaik, iya kan Dhek?"Desi melirik nakal pada suaminya yang sedang menyetir.ibu hanya tersenyum, dan menimpali jawaban Desi, "Yang penting, kalian rukun, nggak ada perselisihan.""Nah, itu baru benar." Pras tertawa renyah, "Pastinya Bu, aku akan berbuat adil untuk dua pendampingku ini, Bu. percayalah." tambah Pras.Semua tertawa dalam bahagia. Tak lama, setelah cukup menunggu hampir satu jam, akhirnya pemberangkatan Desi dan ibu Ayu tiba. Saling p
Lagi-lagi, Ayu merasakan cintanya pada suaminya tumbuh dengan pesat. Karena Pras selalu pesona.. Semua tingkah laku dan bicaranya membuat Ayu terbang ke langit cinta."Kau ini, Mas. Rayuanmu, bikin klepek-klepek." ucap Ayu saat Pras membacakan puisi untuknya."Apa iya, sayang? apa kau mau yang lainnya?""Yang lainnya apanya?""Yang bikin klepek-kelpek.""Emang apaan, sih?" Ayu mengernyitkan dahinya bingung. Pras mendekat pelan, lalu menggendong istrinya masuk dalam kamar mandi hotel. Mencium bibir istrinya dengan membabi-buta, Ayu hanya tertawa saja, sengaja, Pras berdiri di bawah shower, dan langsung menyalakan shower tersebut. Tentu saja Ayu terpekik kaget merasakan air dingin dari shawer tersebut. Suaminya malah tertawa dan lanjut mengecup bibir istrinya cukup lama di bawah guyuran air.Tangan itu, sudah melepas semua pakaian Ayu. Terlihatlah dua gundukan kenyal terlihat bebas, Ayu merasa malu sendiri, bagaimanapun, baru kali ini dirinya berada dalam kamar mandi bersama suaminya. S
"Lihat Ayu, aku belikan banyak oleh-oleh untukmu." Desi menunjukan semua oleh-oleh yang sudah dia beli dari berliburnya.Sungguh royal sekali wanita ini, pikir Ayu, ah biarin kan uangnya sendiri. pikirnya santai.Sambil tersenyum Ayu mendekati Desi yang sedang melipat beberapa baju khas dari Bali."Kita samaan," serubya senang, seraya melilitkan kain khas Bali pada pinggangnya yang ramping. "lihat cantik kan?" tanyanya sambil berlenggok.Tentu saja kau cantik Desi, pikir Ayu. Siapa yang tak akan jatuh cinta padamu, wajah yang kebule-bulean, bertubuh sintal, dengan kulit yang putih bersih. tapi sayang .... tak bisa main di ranjang, batin Ayu. ups!"Mengapa kau diam saja, Ayu. Ayo kau pilih yang mana?""Hem, yang mana ya? semuanya bagus Des, seleramu memang nggak pernah jelek." puji Ayu."Iya, dong," timpalnya sambil tersenyum."Aku nggak dapat jatah oleh-oleh nih?" tiba-tiba, Pras masuk dan sudah selesai dengan bawaan yang terakhir."Adalah, pasti ada dong. masa untukmu nggak aku belik
"Ayu! Tunggu!" teriak Desi mengejar sosok yang yang tampak memperhatikan kerumunan di jalan utama.Ayu langsung berhenti melangkah dan mencari sumber suara yang memanggilnya. Dilihatnya Desi setengah tergesa mendekatinya.Plak! Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipi Ayu. Wanita itu kaget atas perlakuan kurang ajar dari Desi."Kembalikan Tegar padaku!" cecarnya dengan emosi. "Dia sudah menjadi anakku, ingat aku punya surat adopsinya!"Ayu memandang sengit pada Desi, ia masih memegang pipinya yang terasa perih akibat tamparan dari Desi.'Kau! Apa kau tak malu, bodoh kok ngga sembuh-sembuh! Semua surat yang Mamimu buat itu palsu, tersebut surat adopsi Tegar! Dan semua itu tak ada gunanya lagi! Paham! Tegar tetap anakku, kau tak berhak atas semua tentang Tegar!" Ayu lebih garang, ia tak pedulikan beberapa orang sudah mulai mengerubunginya.Adu mulut dengan Desi menjadi tontonan gratis. Desi semakin kalap mendengar penuturan Ayu. Ia merasa dijatuhkan harga dirinya. Apa lagi sudah terbo
Mami sudah mulai ketar ketir, karena pemberangkatannya sepertinya akan bermasalah. Ia sudah siapkan beberapa surat penting dan beberapa kartu yang akan diperlukan nanti, tapi tiba-tiba ... "Ibu Suharti betul ? ikutlah bersama kami," Sebuah suara wanita berpakaian preman segera merangkul pundak Mami dengan cepat memborgol tangan Mami. Mami sudah tidak bisa berkutik lagi, Mami ditangkap petugas imigrasi. Sementara itu, beberapa petugas sudah mengerumuni sebuah mobil yang sudah ringsek. Beberapa warga yang kaget dengan suara letusan mirip senapan itu pun mencari sumber letusan. karena mereka pikir ada sebuah insiden di area pembuangan sampah terakhir ini. Tubuh Pras ditemukan sudah kaku, ada benturan keras di dada dan kepalanya, tak ada tanda kekerasan , sepertinya petugas menganggap pengemudi sedang mabuk dan keluar jalur masuk dalam kubangan jurang pembuangan. Evakuasi mobil cukup sulit karena banyaknya sampah dan penonton yang heboh pada peristiwa tersebut. *** Desi me
Mami pergi bersama Pras, kali ini benar-benar akan melakukan sesuatu yang semua orang tak menyangkalnya. Mami minta di antar ke beberapa perusahaan, Pras mengantar hingga usai. Kemudian mereka menuju sebuah kawasan elite, menuju sebuah rumah yang sudah mereka beri tanda.Sementara itu Budiman terus menguntit kemanapun mereka pergi, sasaran utama lelaki itu adalah koper yang ada di tangan Pras."Pras! Tunggu di sini, mami mau ambil sesuatu ingat! Jangan telat jemput mami lagi ke sini. Pergilah, jangan sampai mobil Desi diketahui seseorang."Pras mengangguk dan langsung meluncur lagi. Mami segera keluar mobil dan menggenakan masker dan sebuah rambut pasangan yang ia sediakan dalam tasnya. Lalu berjalan mengendap mendekati sebuah mobil mewah yang terparkir depan rumah bertingkat. Tak disangka Mami melakukan hal tersebut, yaitu memutus slang rem dari bawah mobil dan mengiris beberapa kabel otomatis! Pras kali ini pergi ke sebuah tempat yang cukup sepi ia akan menyimpan uang dalam koperny
Kasus ini semakin melebar, Singgih menjadi penasaran apa sebenarnya dibalik semua ini. Dengan cepat dirinya menelusuri keluarga Desi yang selama ini ia kenal sebatas kenal saja. Dari nama Ayahnya, ibunya hingga bisnis yang katanya berbasis utama ada di Swiss. Sempat kesulitan juga Singgih menemukan keterangan tentang mereka. "Rita, panggilkan Tommy ke sini, aku ada perlu dengannya." Singgih menyuruh Rita asistennya memanggil anak buahnya yang jago dalam mencari hal seperti ini.Tak lama terdengar pintu diketuk dari luar."Masuk!" Seru Singgih. Mereka pun kini terlibat dalam sebuah pembicaraan serius.***Tampak Santi terlihat melamun di atas balkon, dan didekati Ayu. Wanita itu menyentuh pundak Santi."Kenapa, San? Apa yang kau pikirkan?"Sedikit terkejut dan Santi berdiri dan langsung memeluk Ayu."Ada apa? " Ayu balas memeluk adik angkatnya ini."Aku tak tahu harus bagaimana kak, mau cerita tapi aku takut."Ayu tertegun dan langsung menyuruhnya duduk."Ada apa sebenarnya , Santi? A
Bab 72. Budiman menyalakan sebatang rokoknya di depan sebuah kios kecil di pinggir trotoar. Matanya terus saja mengawasi sebuah mobil mewah yang sudah melintas semenit yang lalu. Mengingat nomor plat tersebut dan langsung pergi dengan sepeda motornya.Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Kini saatnya ia harus laporan pada majikannya. Motor melaju ke arah jalan Halmahera, jalanan cukup ramai, tapi rumah megah di pinggir jalan raya itu mudah dicapainya dalam waktu dalam setengah jam saja."Bos, ada berita bagus nih, dan apa rencana sudah fiksi?" tanya Budiman di sebuah ponselnya.Tak lama dirinya turun dari sepeda motor dan membuka pagar yang masih terkunci dari dalam, dengan lihainya jarinya sudah bisa mencongkel grendel dari pagar besi itu. Memasukkan motornya dan menutup pintu pagar kembali.Lelaki itu sesaat mematikan rokok yang sudah tinggal beberapa centi saja, membuang sembarang pada taman yang sedikit tak terawat."Selamat pagi bos!" Suaranya lantang menyapa penghuni r
Malam ini Ayu sedang duduk di beranda teras menatap malam yang penuh bintang, walaupun badannya penat seharian bertamasya tapi dirinya tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya melambung entah kemana."Sayang, kenapa?" tanya Singgih seraya memeluk istrinya dari belakang. Tercium bau segar sabun mandi dari tubuh suaminya. Ayu tersenyum dan mengelus bagian belakang suaminya yang sudah mencium tengkuk leher wanita ayu itu."Apa yang kau pikirkan?" Pertanyaan ulang Singgih lontarkan lagi.Ayu menggelengkan kepalanya, "tidak ada apa-apa, aku cukup bahagia, aku sedang menikmati tenang dan nyamannya malam ini. Udara malam ini dingin tapi menyejukkan," jawab Ayu. Singgih pun duduk menjejeri istrinya."Kau betah bukan? Tinggal di kawasan ini?"Ayu mengangguk pelan dan menyandarkan kepalanya di lengan suaminya."Ini impianku selama ini, ingin punya rumah di kawasan elite ini, dengan keluarga yang aku sayangi."Ayu masih terus tersenyum saat Singgih terus bercerita tentang rencana-rencana masa dep
Pras makan dengan tenang, tapi sekali suap bisa dua kepalan tangan masuk sekaligus ke dalam mulutnya. Tak perlu hitungan jam, dalam sepuluh menit, Lelaki itu sudah menghabiskan empat telor balado, lima perkedel kentang, lima potong ayam kremes dan satu bakul nasi, belum ditambah dua roti isi milik Desi yang belum sempat dimakannya.Mami cuma nyengir saja, melihat Desi menatap Pras dengan heran."Kau makan banyak sekali, jatahku pun kau makan!" tutur Desi sambil geleng-geleng kepala."Ya begitulah," jawab Mami."Mih, apa benar Pras sama sekali tak mengenalku?" Desi masih terus memandang mantan suaminya itu."Coba saja tanya padanya."Desi menyentuh pundak Pras pelan."Masih ingat denganku?" tanya Desi perlahan.Pras terdiam dan menatap Mami, "anaknya Nyonya kan?""Nyonya? Mih, dia panggil mami dengan sebutan Nyonya!" Desi kaget dan menutup mulutnya."Mih, ini benar-benar mencuci otak Pras seratus persen!" "Bila tak ada tindakan ini , ia akan kumat dan mengamuk, bahkan sering ia menya
Perjalanan dengan pesawat dari Swiss menuju Indonesia tak banyak kendala, bahkan paspor atas nama Prasetya pun tak bermasalah. "Kau jangan banyak cakap, diam saja, dan lakukan semua perintahku. Setelah sampai rumah, baru aku beri obat dari Dokter, aku tak ingin kau kesakitan lagi, paham? Jadi jangan banyak berulah. Kita tak lama, bila urusan selesai kita pulang lagi ke Swiss, di sini tak aman buatmu," kata Mami panjang lebar pada lelaki berkacamata minus di sampingnya. Tubuh kekarnya bak seorang bodyguard. Wajah melankolisnya tak pernah hilang, yang berbeda dari Pras, ia cenderung diam dan hanya mengangguk setiap perintah Mami. Matanya terus menatap ke depan. Roti isi yang disediakan oleh maskapai penerbangan sudah habis ludes di makan, begitu juga jatah punya Mami.Pras yang dulu sering kesakitan di bagian kepalanya, yang bila datang rasa sakit itu ia bisa berteriak dan menyakiti dirinya sendiri. Kini terlihat lebih tenang. Beberapa terapi susah ia jalani. Mami begitu menjaga Pras,
Ayu terdiam dan kaget melihat hancurnya pesta pernikahannya bersama Singgih. Lelaki itu masih terus memeluk pundaknya erat."Ini ada yang nggak suka dengan kita," desis Singgih geram. Ayu tahu siapa dalang semua ini, dan ia belum menceritakan pada Singgih."Aku harus membawa Santi pergi dari rumah itu." "Desi? Apa dia yang ...."Ayu menatap suaminya, "tapi ia tak tahu kita sudah resmi menikah, yang diinginkannya adalah menggagalkan semua ini."Suara Ayu sedikit bergetar, tahu sifat sahabatnya itu, apapun akan dia lakukan asal keinginannya tercapai, walaupun itu melukai orang lain."Masuklah, biar WO, yang membereskan semua ini. Mati kita rencanakan sesuatu yang lain."Ayu memandang singgih dengan tajam. Singgih tak pedulikan tatapan Ayu, dirinya segera mengalihkan pundak Ayu untuk segera mengikuti dirinya masuk ke kamar hotel.Dalam sebuah rumah yang mewah, Desi tertawa terbahak-bahak atas kemenangannya. Santi melihat Desi dengan marah."Aku tidak terima dengan tindakan ini, Bu. Wal