Sudah hampir empat bulan berlalu, kini masa iddah Ayu telah usai. Apa yang dijanjikan Pras dan Desi betul-betul dilaksanakan.
Saat ini, Ayu duduk dalam balutan kebaya berwarna putih tulang, dan kembaran dengan Desi.Di meja kecil, Pras, mengucapkan ijab kabul atas nama Ayu Indira"Sah ....""Sah!!" Para tamu, serentak bertepuk tangan.Ya Allah, Ayu sudah sah menjadi istri ke dua dari Prasetyo, batin Ayu pelan. Desi menggandeng tangan Ayu untuk mendekati suaminya, lalu menarik tangannya untuk bersalaman dengan Ayu.Ada sebuah cincin permata berlian yang tersemat di jari Ayu. Itu adalah pertama kalinya Ayu bisa memakai cincin begitu mahalnya. Dulu, Bram mantan suaminya, hanya memberikan sebuah cincin biasa seberat lima gram. Ibu, tampak tersenyum terus, bahagia ya, Bu. mendapat mantu yang kaya raya, Tapi anaknya hanyalah menjadi istri yang kedua. batin Ayu. Seutas senyuman terpaksa Ayu berikan untuk menutupi rasa yang tak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Malam ini, bukan saja malam bahagia tapi malam awal dari sebuah perjanjian.Melihat Desi, sahabat juga kakak madunya, nampak berbahagia. Dia tak pedulikan isu santer tentang dirinya. Ada sebagian orang mengatakan Desi adalah wanita yang tegar dan hebat. Mau berbagi suami dengan Ayu, yang notabene, hanyalah seorang janda nestapa tanpa punya penghasilan bahkan dari perceraian, yang kasusnya, Ayu yang tersakiti oleh pengkhianatan mantan suaminya.Memang, sebelum pernikahan ini, mereka, Desi dan Pras, sering mengajak Ayu pergi, untuk memberi kesempatan Ayu mengenal lebih dekat dengan Pras.Ayu hampir mirip dengan Desi, dari tinggi badan dan berat badannya. Namun, Ayu lebih terlihat padat dan isel. Golongan darah Ayu dan Desi pun sama, karena Ayu pernah mendonorkan darah untuk Ayu. Jadi, karena alasan itulah, Pras lebih condong memilih Ayu untuk dijadikan istri keduanyaAyu memandang Prasetyo yang kini sudah menjadi suaminya! dirinya sama sekali tak bisa menjabarkan kata-kata lagi. Bagi Ayu, tak ada alasan baginya, bisa jatuh cinta pada lelaki gagah itu. Namun, dalam hatinya yang paling dalam, justru Ayu membenci Pras! dia yang menjadi momok dari semua ini! bila saja dia tak minta Ayu untuk jadi istri ke duanya, pasti ini semua tidak akan terjadi! belum juga sembuh dari luka yang diciptakan oleh Bram, kini dirinya sudah bersuami. Hal ini karena Ayu tak bisa menolak karena memandang kebaikan Desi, yang sudah serba menolong saat Ayu dalam keterpurukan ekonomi, juga adanya, perasaan iba sesama wanita.Ayu menatap wajahnya di cermin, riasan super mahal, yang menyulap dirinya bisa cantik sempurna. Desi menghias, kamar untuk Ayu, penuh hiasan bunga bak kamar pengantin baru. Ah memang untuk pengantin baru. Ayu menelan salivanya serat. Bagaimana bila .... semua tentang segala ketidakmungkinan, melintas dalam pikirannyaAyu seorang janda, pasti Pras tahu lah, tak mungkin mendapatkan sesuatu yang bersegel.Bagaimana aku bisa melakukannya? pikir Ayu. Bila didekati Pras saja rasanya ada emosi dalam hati.Tiba-tiba pintu terbuka, masuklah Desi, dengan sebuah bungkusan."Selamat, Yu. eh, maaf kau menunggu lama ya?"Ayu menggeleng, dirinya terus perhatikan Desi saat menaruh bungkusan itu di ujung ranjang pengantin.Desi mendekati Ayu, memeluk tubuh Ayu dari belakang. "Terima kasih, ya."Ayu menunduk, hanya diam, lalu mengembuskan napasnya."Aku tahu, ada rasa kecewa dalam batinku, Ayu. tapi, dengan cara seperti inilah, Agar suamiku mendapat keturunan." Ada setetes air mata dari sudut mata Desi.Ayu segera berdiri, kini kedua wanita itu saling berhadapan."Kau, tahu bukan? itulah perasaanku saat ini, tapi lagi-lagi aku tak bisa menolak! karena aku lebih sayang dirimu! bukan suamimu, aku tak pedulikan perasaan dia. yang aku pedulikan adalah perasaan kau saat ini, maafkan aku, Desi." ungkap Ayu lirih.Dua wanita itu saling mengusap air matanya masing-masing."Sebentar lagi, suamimu akan datang, aku di kamar atas, ya, Ada ibu kamu, mau menginap di rumahku katanya.""ibu?""Iya, sekarang ada di kamar tidur utama, jangan salahkan ibumu, ""Aku merepotkan mu, pasti ibu –""Tidak ... ibumu orang yang baik. Aku suka, Aku keluar dulu ya, jangan lupa pakai ganti baju pengantinmu."Desi memeluk Ayu dan mengecup pipi kiri kanan Ayu. Lalu meninggalkan Ayu dalan kamarnya.Ayu terdiam, menatap bungkusan di atas ranjang yang tadi Desi berikan, pelan Ayu membukanya. Ternyata sebuah baju tidur berwarna coklat muda, berbahan satin, tanpa lengan. Modelnya cukup simpel tapi .... Ayu tak menyukainya. Dengan menarik nafas panjang , tetap saja baju tidur itu dipakainya. karena tak ada baju ganti selain baju itu, Memang ada dua yang Desi berikan satu bermodel jumpsuit, terlalu seksi untuk Ayu pakai.Tiba-tiba, pintu di ketuk dari luar, masuklah Mas Pras!Ayu tak sanggup lagi berkata -kata, walaupun dalam batinnya sendiri."Kok, belum ganti baju?""Maaf, apa tak ada baju lagi, aku kelupaan bawa baju." kata Ayu terbata."Bukankah Desi sudah membelikan untukmu?"Ayu memperlihatkan baju tersebut, dan menatapnya tak suka."Kau tak suka, baiklah aku ambilkan yang lain," Mas Pras hendak berbalik badan, namun segera dicegah Ayu, khawatir Desi akan tersinggung."Aku pakai ini saja. maaf kau mau berganti di kamar mandi saja , maaf." Ayu segera melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, yang memang terletak dalam kamar besar tersebut.Prasetyo, yang saat ini pun sudah berganti dengan piyama tidurnya. apakah malam ini akan menjadi malam pertama pernikahan kedua mereka?Ayu keluar dari kamar mandi, berjalan pelan dengan baju tidurnya, model terusan, berbelah dada dan ada belahan pada bagian samping yang cukup panjang, hingga pahanya terlihat. Mengapa juga Ayu berjalan pelan? karena dirinya berusaha menutup pahanya agar tidak terlihat. Pras melirik wanita yang sekarang menjadi istri sahnya.Memang dirinya sejak pertama melihatnya sudah tertarik dengan Ayu. Parasnya hampir mirip dengan Desi. juga dari postur tubuh juga. Tapi, Ayu berdada lebih penuh. lelaki bernama Prasetyo itu menelan salivanya. Sudah berapa tahun hasratnya selalu tak terlampiaskan, bahkan untuk membayar kenikmatan pun dirinya tak punya nyali. Hanya diam-diam saja dirinya melampiaskan hasratnya dalam kamar mandi. Hal tersebut disimpannya rapat-rapat. Keranjingan dirinya melihat Vidio porno pun sudah tingkat dewa. Hanya itu satu-satunya kepuasannya. Orang lain tak akan menyangka seorang Prasetyo yang pendiam, ternyata .... sekarang suhu juga."Duduklah sini," ucapnya pelan.Ayu mende
Prasetyo berangkat ke kantor setelah hampir tiga hari dirinya meliburkan diri setelah menikah. Berniat ingin berbulan madu dengan Ayu, tapi nampaknya Ayu lebih memilih berdiam, tak mau kemana-manaHingga, akhirnya, ibu dan Desi malah merencanakan berliburan ke Bali. Sebenarnya Desi sengaja melakukan hal tersebut, agar waktu kebersamaan dengan Ayu dan suaminya lebih banyak."Lagian, ibu Ayu belum pernah ke Bali, iya kan Bu?" Ibu Ayu mengangguk saja saat ditanya Desi di depan Suaminya.Ayu yang sedang berada di kamar sendirian , mendengar pembicaraan mereka.Ayu ingin bicara empat mata saja sama ibunya, tapi Desi selalu berada di dekatnya terus. hal ini membuat dirinya semakin sewot pada keadaan."Ya itu terserah, kamu , sayang. lakukan apa yang kamu senang," kata Prasetyo pada Desi.Sepertinya itu adalah kata-kata yang selalu Pras ucapkan pada Desi. Ayu hanya menghela napasnya saja. Beberapa hari ini, Desi memberikan peluang dua Minggu full adalah miliknya dan Pras, Namun, Ayu masih
Rencana Desi betul-betul dilakukan, Ayu kini ada bersama mereka yang mengantarkan ke bandara untuk mereka terbang berlibur ke Bali bersama ibu."Sepenuhnya, aku serahkan tugasku padamu, mau kau apakan suamiku terserah, toh, dia suamimu juga, Dhek."Desi berkata dengan panggilan baru untuk Ayu."Wah, bila kau panggil Ayu dengan Dhek, aku serasa bos minyak yang beristri lima." timpal Pras dengan tertawa."Kau mau madu lagi? tetap aku yang pilih, tapi jangan harap aku mau memberikan maduku lagi, ya. cukup Ayu saja. itupun sudah yang paling terbaik, iya kan Dhek?"Desi melirik nakal pada suaminya yang sedang menyetir.ibu hanya tersenyum, dan menimpali jawaban Desi, "Yang penting, kalian rukun, nggak ada perselisihan.""Nah, itu baru benar." Pras tertawa renyah, "Pastinya Bu, aku akan berbuat adil untuk dua pendampingku ini, Bu. percayalah." tambah Pras.Semua tertawa dalam bahagia. Tak lama, setelah cukup menunggu hampir satu jam, akhirnya pemberangkatan Desi dan ibu Ayu tiba. Saling p
Lagi-lagi, Ayu merasakan cintanya pada suaminya tumbuh dengan pesat. Karena Pras selalu pesona.. Semua tingkah laku dan bicaranya membuat Ayu terbang ke langit cinta."Kau ini, Mas. Rayuanmu, bikin klepek-klepek." ucap Ayu saat Pras membacakan puisi untuknya."Apa iya, sayang? apa kau mau yang lainnya?""Yang lainnya apanya?""Yang bikin klepek-kelpek.""Emang apaan, sih?" Ayu mengernyitkan dahinya bingung. Pras mendekat pelan, lalu menggendong istrinya masuk dalam kamar mandi hotel. Mencium bibir istrinya dengan membabi-buta, Ayu hanya tertawa saja, sengaja, Pras berdiri di bawah shower, dan langsung menyalakan shower tersebut. Tentu saja Ayu terpekik kaget merasakan air dingin dari shawer tersebut. Suaminya malah tertawa dan lanjut mengecup bibir istrinya cukup lama di bawah guyuran air.Tangan itu, sudah melepas semua pakaian Ayu. Terlihatlah dua gundukan kenyal terlihat bebas, Ayu merasa malu sendiri, bagaimanapun, baru kali ini dirinya berada dalam kamar mandi bersama suaminya. S
"Lihat Ayu, aku belikan banyak oleh-oleh untukmu." Desi menunjukan semua oleh-oleh yang sudah dia beli dari berliburnya.Sungguh royal sekali wanita ini, pikir Ayu, ah biarin kan uangnya sendiri. pikirnya santai.Sambil tersenyum Ayu mendekati Desi yang sedang melipat beberapa baju khas dari Bali."Kita samaan," serubya senang, seraya melilitkan kain khas Bali pada pinggangnya yang ramping. "lihat cantik kan?" tanyanya sambil berlenggok.Tentu saja kau cantik Desi, pikir Ayu. Siapa yang tak akan jatuh cinta padamu, wajah yang kebule-bulean, bertubuh sintal, dengan kulit yang putih bersih. tapi sayang .... tak bisa main di ranjang, batin Ayu. ups!"Mengapa kau diam saja, Ayu. Ayo kau pilih yang mana?""Hem, yang mana ya? semuanya bagus Des, seleramu memang nggak pernah jelek." puji Ayu."Iya, dong," timpalnya sambil tersenyum."Aku nggak dapat jatah oleh-oleh nih?" tiba-tiba, Pras masuk dan sudah selesai dengan bawaan yang terakhir."Adalah, pasti ada dong. masa untukmu nggak aku belik
Masalah bunga pun kelar, Mbok Nah bisa menjaga rahasia. Bunga kesayangan Desi, yang hilang tak terungkap kalau Ayu yang memetiknya."Aku tuh nggak suka kalau tanamanku ada yang menganggu!" ancaman keras dari Desi, entah ditujukan pada siapa. Moga saja Desi tak tahu hal yang sebenarnya.Nampak sebuah mobil masuk area parkiran, pagar besi yang memang otomatis, dan mobil Pras masuk pelan ke halaman yang luas. Ayu hanya bisa berdiri, di sisi salah satu jendela depan, karena Desi sudah berdiri diambang pintu utama, untuk menyambut kedatangan suaminya.Kali ini, Desi sama sekali tak memperhatikannya, mungkin Desi masih kesal dengan Ayu."Sayang ...." panggil Desi pada suaminya dengan manja dan menyambutnya dengan pelukan hangat.Ayu memandang mereka dalam tatapan hampa."Mana Ayu?""Tuh, Ayu. " Tunjuk Desi pada Ayu yang tersenyum di sisi ruang tamu."Syukur deh, semua baik-baik saja. masak apa hari ini, aku kok lapar banget ya."Ayu hendak menjawab pertanyaan Pras, tapi urung dilakukan, ka
Desi tak menyadari wajah Ayu langsung berubah. Saat bertatapan lagi dengan Desi, senyum Ayu langsung sumringah."Aku khawatir padamu Des, maafkan aku. Mas Pras semalam tidur di kam-" "Tak apa, Ayu. Aku mengerti kok, aku juga terlalu lama bertelepon dengan Mami. Oh ya, Minggu depan Mami mau pulang loh ke indo." seru Desi dengan girang."Oh ya? Seneng dong," jawab Ayu antusias. Terlihat wajah Prasetyo mulai berbeda, "Aku berangkat kerja jam 7 pagi, lebih awal. Karena ada laporan yang belum komplit aku selesaikan." tuturnya.Ayu menengok dan meminta persetujuan pada Desi untuk mengantarkan Pras untuk berangkat kerja. Desi mengangguk, karena dirinya pun belum selesai berpakaian rapi."Antar dulu Mas Pras, nanti kalau sudah selesai, ku tunggu kau di kamarku, Ayu." Pesan Desi pada Ayu."Oke, " Ayu gunakan kesempatan itu untuk sedikit berbincang pada suaminya."Aku pulang Mas, kalau maminya Desi sudah di rumah," pinta Ayu, saat suaminya akan masuk ke dalam mobil."Nanti kita pikirkan lagi,
"Mbok Nahhh, sini bentar dong!" Panggil Desi, sementara dirinya sudah berada di lantai dua. "Iya, Bu ... " Mbok Nah menjawab dan berjalan menaiki tangga."Mbok, kamar yang di sini sudah di bersihkan?""Sudah Bu.""Hem, nanti mami pulang, kan kamar mami di pakai Ayu tuh, nanti biar Mami yang di kamar atas saja.""Tapi, Bu. Ndoro besar pasti nggak mau di kamar atas.""Kata siapa? Ini juga dulu kamar Mami, waktu ada Papi kan?""Makanya itu Bu, itu kan dulu. Sekarang nggak ada ndoro Kakung.""Iya sih, terus gimana dong?""Mbak Ayu yang di kamar atas. Gimana Bu?""Aku tuh, nggak enak ngomongnya, Mbok Nah aja yang bilang ke Ayu gimana?""Jangan ah, Bu.""Hem, tapi. Kalau Ayu kamarnya di atas, pasti suamiku nggak turun-turun, ikutan ngerem juga di kamarnya."Mbok Nah tertawa ngakak."Lagian, Bu Desi kasih ijin juga sama Pak Pras buat nikah lagi.""Ah, sudahlah Mbok, kalau nggak diturutin, aku juga yang repot." Desi menuruni tangga sambil bergandengan dengan Mbok Nah, yang sudah puluhan tahu
"Ayu! Tunggu!" teriak Desi mengejar sosok yang yang tampak memperhatikan kerumunan di jalan utama.Ayu langsung berhenti melangkah dan mencari sumber suara yang memanggilnya. Dilihatnya Desi setengah tergesa mendekatinya.Plak! Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipi Ayu. Wanita itu kaget atas perlakuan kurang ajar dari Desi."Kembalikan Tegar padaku!" cecarnya dengan emosi. "Dia sudah menjadi anakku, ingat aku punya surat adopsinya!"Ayu memandang sengit pada Desi, ia masih memegang pipinya yang terasa perih akibat tamparan dari Desi.'Kau! Apa kau tak malu, bodoh kok ngga sembuh-sembuh! Semua surat yang Mamimu buat itu palsu, tersebut surat adopsi Tegar! Dan semua itu tak ada gunanya lagi! Paham! Tegar tetap anakku, kau tak berhak atas semua tentang Tegar!" Ayu lebih garang, ia tak pedulikan beberapa orang sudah mulai mengerubunginya.Adu mulut dengan Desi menjadi tontonan gratis. Desi semakin kalap mendengar penuturan Ayu. Ia merasa dijatuhkan harga dirinya. Apa lagi sudah terbo
Mami sudah mulai ketar ketir, karena pemberangkatannya sepertinya akan bermasalah. Ia sudah siapkan beberapa surat penting dan beberapa kartu yang akan diperlukan nanti, tapi tiba-tiba ... "Ibu Suharti betul ? ikutlah bersama kami," Sebuah suara wanita berpakaian preman segera merangkul pundak Mami dengan cepat memborgol tangan Mami. Mami sudah tidak bisa berkutik lagi, Mami ditangkap petugas imigrasi. Sementara itu, beberapa petugas sudah mengerumuni sebuah mobil yang sudah ringsek. Beberapa warga yang kaget dengan suara letusan mirip senapan itu pun mencari sumber letusan. karena mereka pikir ada sebuah insiden di area pembuangan sampah terakhir ini. Tubuh Pras ditemukan sudah kaku, ada benturan keras di dada dan kepalanya, tak ada tanda kekerasan , sepertinya petugas menganggap pengemudi sedang mabuk dan keluar jalur masuk dalam kubangan jurang pembuangan. Evakuasi mobil cukup sulit karena banyaknya sampah dan penonton yang heboh pada peristiwa tersebut. *** Desi me
Mami pergi bersama Pras, kali ini benar-benar akan melakukan sesuatu yang semua orang tak menyangkalnya. Mami minta di antar ke beberapa perusahaan, Pras mengantar hingga usai. Kemudian mereka menuju sebuah kawasan elite, menuju sebuah rumah yang sudah mereka beri tanda.Sementara itu Budiman terus menguntit kemanapun mereka pergi, sasaran utama lelaki itu adalah koper yang ada di tangan Pras."Pras! Tunggu di sini, mami mau ambil sesuatu ingat! Jangan telat jemput mami lagi ke sini. Pergilah, jangan sampai mobil Desi diketahui seseorang."Pras mengangguk dan langsung meluncur lagi. Mami segera keluar mobil dan menggenakan masker dan sebuah rambut pasangan yang ia sediakan dalam tasnya. Lalu berjalan mengendap mendekati sebuah mobil mewah yang terparkir depan rumah bertingkat. Tak disangka Mami melakukan hal tersebut, yaitu memutus slang rem dari bawah mobil dan mengiris beberapa kabel otomatis! Pras kali ini pergi ke sebuah tempat yang cukup sepi ia akan menyimpan uang dalam koperny
Kasus ini semakin melebar, Singgih menjadi penasaran apa sebenarnya dibalik semua ini. Dengan cepat dirinya menelusuri keluarga Desi yang selama ini ia kenal sebatas kenal saja. Dari nama Ayahnya, ibunya hingga bisnis yang katanya berbasis utama ada di Swiss. Sempat kesulitan juga Singgih menemukan keterangan tentang mereka. "Rita, panggilkan Tommy ke sini, aku ada perlu dengannya." Singgih menyuruh Rita asistennya memanggil anak buahnya yang jago dalam mencari hal seperti ini.Tak lama terdengar pintu diketuk dari luar."Masuk!" Seru Singgih. Mereka pun kini terlibat dalam sebuah pembicaraan serius.***Tampak Santi terlihat melamun di atas balkon, dan didekati Ayu. Wanita itu menyentuh pundak Santi."Kenapa, San? Apa yang kau pikirkan?"Sedikit terkejut dan Santi berdiri dan langsung memeluk Ayu."Ada apa? " Ayu balas memeluk adik angkatnya ini."Aku tak tahu harus bagaimana kak, mau cerita tapi aku takut."Ayu tertegun dan langsung menyuruhnya duduk."Ada apa sebenarnya , Santi? A
Bab 72. Budiman menyalakan sebatang rokoknya di depan sebuah kios kecil di pinggir trotoar. Matanya terus saja mengawasi sebuah mobil mewah yang sudah melintas semenit yang lalu. Mengingat nomor plat tersebut dan langsung pergi dengan sepeda motornya.Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Kini saatnya ia harus laporan pada majikannya. Motor melaju ke arah jalan Halmahera, jalanan cukup ramai, tapi rumah megah di pinggir jalan raya itu mudah dicapainya dalam waktu dalam setengah jam saja."Bos, ada berita bagus nih, dan apa rencana sudah fiksi?" tanya Budiman di sebuah ponselnya.Tak lama dirinya turun dari sepeda motor dan membuka pagar yang masih terkunci dari dalam, dengan lihainya jarinya sudah bisa mencongkel grendel dari pagar besi itu. Memasukkan motornya dan menutup pintu pagar kembali.Lelaki itu sesaat mematikan rokok yang sudah tinggal beberapa centi saja, membuang sembarang pada taman yang sedikit tak terawat."Selamat pagi bos!" Suaranya lantang menyapa penghuni r
Malam ini Ayu sedang duduk di beranda teras menatap malam yang penuh bintang, walaupun badannya penat seharian bertamasya tapi dirinya tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya melambung entah kemana."Sayang, kenapa?" tanya Singgih seraya memeluk istrinya dari belakang. Tercium bau segar sabun mandi dari tubuh suaminya. Ayu tersenyum dan mengelus bagian belakang suaminya yang sudah mencium tengkuk leher wanita ayu itu."Apa yang kau pikirkan?" Pertanyaan ulang Singgih lontarkan lagi.Ayu menggelengkan kepalanya, "tidak ada apa-apa, aku cukup bahagia, aku sedang menikmati tenang dan nyamannya malam ini. Udara malam ini dingin tapi menyejukkan," jawab Ayu. Singgih pun duduk menjejeri istrinya."Kau betah bukan? Tinggal di kawasan ini?"Ayu mengangguk pelan dan menyandarkan kepalanya di lengan suaminya."Ini impianku selama ini, ingin punya rumah di kawasan elite ini, dengan keluarga yang aku sayangi."Ayu masih terus tersenyum saat Singgih terus bercerita tentang rencana-rencana masa dep
Pras makan dengan tenang, tapi sekali suap bisa dua kepalan tangan masuk sekaligus ke dalam mulutnya. Tak perlu hitungan jam, dalam sepuluh menit, Lelaki itu sudah menghabiskan empat telor balado, lima perkedel kentang, lima potong ayam kremes dan satu bakul nasi, belum ditambah dua roti isi milik Desi yang belum sempat dimakannya.Mami cuma nyengir saja, melihat Desi menatap Pras dengan heran."Kau makan banyak sekali, jatahku pun kau makan!" tutur Desi sambil geleng-geleng kepala."Ya begitulah," jawab Mami."Mih, apa benar Pras sama sekali tak mengenalku?" Desi masih terus memandang mantan suaminya itu."Coba saja tanya padanya."Desi menyentuh pundak Pras pelan."Masih ingat denganku?" tanya Desi perlahan.Pras terdiam dan menatap Mami, "anaknya Nyonya kan?""Nyonya? Mih, dia panggil mami dengan sebutan Nyonya!" Desi kaget dan menutup mulutnya."Mih, ini benar-benar mencuci otak Pras seratus persen!" "Bila tak ada tindakan ini , ia akan kumat dan mengamuk, bahkan sering ia menya
Perjalanan dengan pesawat dari Swiss menuju Indonesia tak banyak kendala, bahkan paspor atas nama Prasetya pun tak bermasalah. "Kau jangan banyak cakap, diam saja, dan lakukan semua perintahku. Setelah sampai rumah, baru aku beri obat dari Dokter, aku tak ingin kau kesakitan lagi, paham? Jadi jangan banyak berulah. Kita tak lama, bila urusan selesai kita pulang lagi ke Swiss, di sini tak aman buatmu," kata Mami panjang lebar pada lelaki berkacamata minus di sampingnya. Tubuh kekarnya bak seorang bodyguard. Wajah melankolisnya tak pernah hilang, yang berbeda dari Pras, ia cenderung diam dan hanya mengangguk setiap perintah Mami. Matanya terus menatap ke depan. Roti isi yang disediakan oleh maskapai penerbangan sudah habis ludes di makan, begitu juga jatah punya Mami.Pras yang dulu sering kesakitan di bagian kepalanya, yang bila datang rasa sakit itu ia bisa berteriak dan menyakiti dirinya sendiri. Kini terlihat lebih tenang. Beberapa terapi susah ia jalani. Mami begitu menjaga Pras,
Ayu terdiam dan kaget melihat hancurnya pesta pernikahannya bersama Singgih. Lelaki itu masih terus memeluk pundaknya erat."Ini ada yang nggak suka dengan kita," desis Singgih geram. Ayu tahu siapa dalang semua ini, dan ia belum menceritakan pada Singgih."Aku harus membawa Santi pergi dari rumah itu." "Desi? Apa dia yang ...."Ayu menatap suaminya, "tapi ia tak tahu kita sudah resmi menikah, yang diinginkannya adalah menggagalkan semua ini."Suara Ayu sedikit bergetar, tahu sifat sahabatnya itu, apapun akan dia lakukan asal keinginannya tercapai, walaupun itu melukai orang lain."Masuklah, biar WO, yang membereskan semua ini. Mati kita rencanakan sesuatu yang lain."Ayu memandang singgih dengan tajam. Singgih tak pedulikan tatapan Ayu, dirinya segera mengalihkan pundak Ayu untuk segera mengikuti dirinya masuk ke kamar hotel.Dalam sebuah rumah yang mewah, Desi tertawa terbahak-bahak atas kemenangannya. Santi melihat Desi dengan marah."Aku tidak terima dengan tindakan ini, Bu. Wal