Desi tak menyadari wajah Ayu langsung berubah. Saat bertatapan lagi dengan Desi, senyum Ayu langsung sumringah."Aku khawatir padamu Des, maafkan aku. Mas Pras semalam tidur di kam-" "Tak apa, Ayu. Aku mengerti kok, aku juga terlalu lama bertelepon dengan Mami. Oh ya, Minggu depan Mami mau pulang loh ke indo." seru Desi dengan girang."Oh ya? Seneng dong," jawab Ayu antusias. Terlihat wajah Prasetyo mulai berbeda, "Aku berangkat kerja jam 7 pagi, lebih awal. Karena ada laporan yang belum komplit aku selesaikan." tuturnya.Ayu menengok dan meminta persetujuan pada Desi untuk mengantarkan Pras untuk berangkat kerja. Desi mengangguk, karena dirinya pun belum selesai berpakaian rapi."Antar dulu Mas Pras, nanti kalau sudah selesai, ku tunggu kau di kamarku, Ayu." Pesan Desi pada Ayu."Oke, " Ayu gunakan kesempatan itu untuk sedikit berbincang pada suaminya."Aku pulang Mas, kalau maminya Desi sudah di rumah," pinta Ayu, saat suaminya akan masuk ke dalam mobil."Nanti kita pikirkan lagi,
"Mbok Nahhh, sini bentar dong!" Panggil Desi, sementara dirinya sudah berada di lantai dua. "Iya, Bu ... " Mbok Nah menjawab dan berjalan menaiki tangga."Mbok, kamar yang di sini sudah di bersihkan?""Sudah Bu.""Hem, nanti mami pulang, kan kamar mami di pakai Ayu tuh, nanti biar Mami yang di kamar atas saja.""Tapi, Bu. Ndoro besar pasti nggak mau di kamar atas.""Kata siapa? Ini juga dulu kamar Mami, waktu ada Papi kan?""Makanya itu Bu, itu kan dulu. Sekarang nggak ada ndoro Kakung.""Iya sih, terus gimana dong?""Mbak Ayu yang di kamar atas. Gimana Bu?""Aku tuh, nggak enak ngomongnya, Mbok Nah aja yang bilang ke Ayu gimana?""Jangan ah, Bu.""Hem, tapi. Kalau Ayu kamarnya di atas, pasti suamiku nggak turun-turun, ikutan ngerem juga di kamarnya."Mbok Nah tertawa ngakak."Lagian, Bu Desi kasih ijin juga sama Pak Pras buat nikah lagi.""Ah, sudahlah Mbok, kalau nggak diturutin, aku juga yang repot." Desi menuruni tangga sambil bergandengan dengan Mbok Nah, yang sudah puluhan tahu
Ayu kepalang basah sudah masuk ke dalam kamar mandi, akhirnya mandi besar sekalian.Pikirannya nggak bisa tenang, Maminya Desi akan pulang. Bingung dirinya harus bersikap bagaimana. Jujur dirinya ingin tak menemui ibu mertua suaminya itu. Tapi, posisi Ayu adalah istri kedua dari Prasetyo, dan yang membawa dirinya dalam situasi ini adalah Desi.Ah, ingin rasanya teriak yang paling keras. Batin Ayu. Guyuran air dingin ini sama sekali tak membuatnya merasa segar. Bergegas Ayu membereskan semua kamar, yang sedari tadi berantakan. Pergumulan yang tidak tuntas, itu tak menyisakan apapun di ranjangnya.Ayu segera keluar dari kamar, dan menuju dapur, mendekati Mbok Nah."Mbok, Mami Desi apa galak?""Kok, Mbak Ayu nanya gitu?""Saya, takut, khawatir juga keberadaan saya tak menyamankan bagi Mami." "Mami baik kok, cuma, persis kaya Mba Desi, apa-apa harus dituruti."Ayu terdiam, memperhatikan apa yang dilakukan Mbok Nah dan Yanti."Kalian, sedang apa?""Menyiapkan kesukaan Mami, kue cucur."Ay
Ayu masih juga marah pada suaminya, tapi mau apa lagi? memang harus begini jadinya. Seperti biasa, Ayu tak mau berkumpul dalam kebersamaan mereka, dengan alasan cape karena seharian beraktifitas, Ayu tidur lebih awal.Dirinya tak pedulikan lagi, kalau malam ini Pras tidur di kamar Desi. toh, nyatanya memang itu sudah jatahnya.Namun, kegelisahan ada pada Prasetyo. sudah hampir pukul tiga pagi, matanya masih saja belum terpejam. Sedangkan Desi sudah terlelap nyenyak sekali. Melihat istrinya tertidur lelap, Pras pelan-pelan turun dari ranjangnya. Selama menikah dengan Desi, dan dia tak bisa memenuhi libidonya, Pras hanya menganggap sebagai adiknya saja. Bahkan Pras sama sekali tak ada rasa cinta pada Desi. Berbeda pada Ayu, justru padanya lah kini cinta dan kasih sayangnya berlabuh. Bagai sepasang anak muda bercinta, mereka tak bisa di pisahkan.Naluri ingin bercinta dengan Ayu sudah mencapai puncaknya. Lelaki itu, sudah menaiki tangga dengan hati-hati, dan masuk ke kamar Ayu.Mereka p
Ayu memandang kalender mejanya, ternyata dari menikah dirinya belum mendapatkan menstruasi, ini sudah masuk bulan ke dua setelah menikah. Apakah dirinya hamil? Apakah tidak terlalu dini untuk memeriksakan diri? Coba beli tes pack saja lah.Pagi itu, dengan hati berdebar Ayu mengunakan tes packnya. Ditunggu lama ternyata garisnya buram, tapi terlihat ada dua garis merah. Ayu menatap wajahnya di cermin kecil.Apakah ini berarti dia hamil? Wajahnya menegang, hamil? Pertanyaan itu berulang-ulang terus dalam kepalanya. "Hoek ...." Ayu kembali muntah, tanpa sadar, dia muntah karena pasta gigi yang rasanya bikin enek perutnya.Ayu membekap mulutnya kuat-kuat. Segera membersihkan bekas murah yang hanya berisi cairan saja.Semoga saja tidak ada yang tahu kalau dirinya mutah-mutah, dari pagi tadi.Namun, perkiraan Ayu salah, saat pintu kamar mandinya terbuka, sudah berdiri Desi dengan tatapan tajam, tanpa banyak berkata, tangannya menarik tangan Ayu dan mengajaknya, entah kemana.Mobil yang di
"Apa ibu, mau ikut sekalian, ada mami loh di rumah.""Jangan! " jawab Ayu cepat."Kenapa?""Kasihan rumah peninggalan bapakku ini, biar ibu menjaganya." Ayu langsung menatap mata ibu, semoga saja lewat tatapan ini, ibu paham maksudku, batin Ayu."Betul pendapat Ayu, ibu mampir kapan-kapan, ya. Jaga kehamilan ini, Ayu. Jangan makan sembarangan, ya." Nasehat ibu."Tenang saja, Bu , Ayu tanggung jawab aku. Semua aku pilihkan yang terbaik untuk bayi dalam kandungan Ayu."Ayu tersenyum mendengar ucapan Desi yang begitu manis."Kita nggak bisa lama-lama , yuk pulang dulu, mami menunggu di rumah."Ayu menghela napasnya panjang. Sebenarnya rindu pada ibunya belum lah terobati, tapi ...."Baiklah, maafkan aku Bu, cuma sebentar.""Tak apa, jaga kesehatan kalian semua ya." Ibu memeluk Ayu dan Desi secara bergantian.Malam ini, kembali, Ayu duduk satu meja makan dengan seluruh keluarga, Mami, Desi dan Mas Pras.Kali ini makanan yang terhidang cukup menggugah selera cumi asam manis, udang saus tir
Kini Ayu dan Desi sudah duduk di kursi antrean depan klinik Dokter Sherly. Doker SPog wanita yang tergolong mahal, bagi Ayu. Karena setiap pertemuan Desi harus keluarkan hampir dua juta untuk sekali periksa saja, belum juga obat yang harus ditebusnya."Desi, apa sebaiknya, bulan depan di Dokter yang biasa aja." "Tenang, aja. nurut sama aku, karena aku pilihkan yang terbaik untukmu, baik untuk bayi dan juga kamu juga kan? maafkan Mas Pras, hanya bisa ya dan iya saja. Sebenarnya kau tanggung jawabku sepenuhnya."Desi menggenggam tangan Ayu sambil tersenyum. Ayu selalu saja luluh dengan senyum sahabatnya ini, tak ingin rasanya melukainya. Walaupun dirinya saat ini pun merasa sangat terluka setelah mengetahui sifat asli dari seorang Prasetyo yang notabene betul-betul tipe lelaki matre berat.Pras hanya memanfaatkan keadaan saja, Desi begitu mengidolakan suaminya, setelah menikah dan menyadari kewanitaannya tak bisa memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri. Ada rasa malu dan menyesal m
Sejak kejadian itu, Ayu membatasi diri, kata-kata mami selalu memojokkannya. Entah dirinya bodoh telah terpedaya ataukah merasa tak mampu untuk mengambil keputusan.Desi tak pernah lupa untuk memanjakannya, posisinya sama pula dengan Ayu. Dilematis yang dibuatnya sendiri. Kini, dirinya harus bertanggung jawab penuh pada Ayu. Apa lagi yang diharapkannya sudah ada di depan mata, keinginan mempunyai bayi, menimangnya, bahkan aroma dari bedak bayi lebih menguasai egonya."Pokoknya, Mas, bayi dalam kandungan Ayu harus jadi milikku."Pras memandang Desi istrinya, tak mengindahkan perasaannya lagi, yang sebenarnya cintanya lebih berat ke Ayu. Terbayang wajah lembut Ayu dan desahannya di ranjang, suami mana yang tak kangen dengan hal tersebut.Rasa rindu memeluk Ayu begitu menggebu."Sayang, aku lama tak mengajak jalan Ayu, bolehkah aku mengajaknya makan malam di luar?""Mas! Mau bikin masalah dengan Mami! Nggak, nggak ada makan malam di luar."Pras terdiam dan menunduk , wajahnya memelas, "
"Ayu! Tunggu!" teriak Desi mengejar sosok yang yang tampak memperhatikan kerumunan di jalan utama.Ayu langsung berhenti melangkah dan mencari sumber suara yang memanggilnya. Dilihatnya Desi setengah tergesa mendekatinya.Plak! Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipi Ayu. Wanita itu kaget atas perlakuan kurang ajar dari Desi."Kembalikan Tegar padaku!" cecarnya dengan emosi. "Dia sudah menjadi anakku, ingat aku punya surat adopsinya!"Ayu memandang sengit pada Desi, ia masih memegang pipinya yang terasa perih akibat tamparan dari Desi.'Kau! Apa kau tak malu, bodoh kok ngga sembuh-sembuh! Semua surat yang Mamimu buat itu palsu, tersebut surat adopsi Tegar! Dan semua itu tak ada gunanya lagi! Paham! Tegar tetap anakku, kau tak berhak atas semua tentang Tegar!" Ayu lebih garang, ia tak pedulikan beberapa orang sudah mulai mengerubunginya.Adu mulut dengan Desi menjadi tontonan gratis. Desi semakin kalap mendengar penuturan Ayu. Ia merasa dijatuhkan harga dirinya. Apa lagi sudah terbo
Mami sudah mulai ketar ketir, karena pemberangkatannya sepertinya akan bermasalah. Ia sudah siapkan beberapa surat penting dan beberapa kartu yang akan diperlukan nanti, tapi tiba-tiba ... "Ibu Suharti betul ? ikutlah bersama kami," Sebuah suara wanita berpakaian preman segera merangkul pundak Mami dengan cepat memborgol tangan Mami. Mami sudah tidak bisa berkutik lagi, Mami ditangkap petugas imigrasi. Sementara itu, beberapa petugas sudah mengerumuni sebuah mobil yang sudah ringsek. Beberapa warga yang kaget dengan suara letusan mirip senapan itu pun mencari sumber letusan. karena mereka pikir ada sebuah insiden di area pembuangan sampah terakhir ini. Tubuh Pras ditemukan sudah kaku, ada benturan keras di dada dan kepalanya, tak ada tanda kekerasan , sepertinya petugas menganggap pengemudi sedang mabuk dan keluar jalur masuk dalam kubangan jurang pembuangan. Evakuasi mobil cukup sulit karena banyaknya sampah dan penonton yang heboh pada peristiwa tersebut. *** Desi me
Mami pergi bersama Pras, kali ini benar-benar akan melakukan sesuatu yang semua orang tak menyangkalnya. Mami minta di antar ke beberapa perusahaan, Pras mengantar hingga usai. Kemudian mereka menuju sebuah kawasan elite, menuju sebuah rumah yang sudah mereka beri tanda.Sementara itu Budiman terus menguntit kemanapun mereka pergi, sasaran utama lelaki itu adalah koper yang ada di tangan Pras."Pras! Tunggu di sini, mami mau ambil sesuatu ingat! Jangan telat jemput mami lagi ke sini. Pergilah, jangan sampai mobil Desi diketahui seseorang."Pras mengangguk dan langsung meluncur lagi. Mami segera keluar mobil dan menggenakan masker dan sebuah rambut pasangan yang ia sediakan dalam tasnya. Lalu berjalan mengendap mendekati sebuah mobil mewah yang terparkir depan rumah bertingkat. Tak disangka Mami melakukan hal tersebut, yaitu memutus slang rem dari bawah mobil dan mengiris beberapa kabel otomatis! Pras kali ini pergi ke sebuah tempat yang cukup sepi ia akan menyimpan uang dalam koperny
Kasus ini semakin melebar, Singgih menjadi penasaran apa sebenarnya dibalik semua ini. Dengan cepat dirinya menelusuri keluarga Desi yang selama ini ia kenal sebatas kenal saja. Dari nama Ayahnya, ibunya hingga bisnis yang katanya berbasis utama ada di Swiss. Sempat kesulitan juga Singgih menemukan keterangan tentang mereka. "Rita, panggilkan Tommy ke sini, aku ada perlu dengannya." Singgih menyuruh Rita asistennya memanggil anak buahnya yang jago dalam mencari hal seperti ini.Tak lama terdengar pintu diketuk dari luar."Masuk!" Seru Singgih. Mereka pun kini terlibat dalam sebuah pembicaraan serius.***Tampak Santi terlihat melamun di atas balkon, dan didekati Ayu. Wanita itu menyentuh pundak Santi."Kenapa, San? Apa yang kau pikirkan?"Sedikit terkejut dan Santi berdiri dan langsung memeluk Ayu."Ada apa? " Ayu balas memeluk adik angkatnya ini."Aku tak tahu harus bagaimana kak, mau cerita tapi aku takut."Ayu tertegun dan langsung menyuruhnya duduk."Ada apa sebenarnya , Santi? A
Bab 72. Budiman menyalakan sebatang rokoknya di depan sebuah kios kecil di pinggir trotoar. Matanya terus saja mengawasi sebuah mobil mewah yang sudah melintas semenit yang lalu. Mengingat nomor plat tersebut dan langsung pergi dengan sepeda motornya.Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Kini saatnya ia harus laporan pada majikannya. Motor melaju ke arah jalan Halmahera, jalanan cukup ramai, tapi rumah megah di pinggir jalan raya itu mudah dicapainya dalam waktu dalam setengah jam saja."Bos, ada berita bagus nih, dan apa rencana sudah fiksi?" tanya Budiman di sebuah ponselnya.Tak lama dirinya turun dari sepeda motor dan membuka pagar yang masih terkunci dari dalam, dengan lihainya jarinya sudah bisa mencongkel grendel dari pagar besi itu. Memasukkan motornya dan menutup pintu pagar kembali.Lelaki itu sesaat mematikan rokok yang sudah tinggal beberapa centi saja, membuang sembarang pada taman yang sedikit tak terawat."Selamat pagi bos!" Suaranya lantang menyapa penghuni r
Malam ini Ayu sedang duduk di beranda teras menatap malam yang penuh bintang, walaupun badannya penat seharian bertamasya tapi dirinya tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya melambung entah kemana."Sayang, kenapa?" tanya Singgih seraya memeluk istrinya dari belakang. Tercium bau segar sabun mandi dari tubuh suaminya. Ayu tersenyum dan mengelus bagian belakang suaminya yang sudah mencium tengkuk leher wanita ayu itu."Apa yang kau pikirkan?" Pertanyaan ulang Singgih lontarkan lagi.Ayu menggelengkan kepalanya, "tidak ada apa-apa, aku cukup bahagia, aku sedang menikmati tenang dan nyamannya malam ini. Udara malam ini dingin tapi menyejukkan," jawab Ayu. Singgih pun duduk menjejeri istrinya."Kau betah bukan? Tinggal di kawasan ini?"Ayu mengangguk pelan dan menyandarkan kepalanya di lengan suaminya."Ini impianku selama ini, ingin punya rumah di kawasan elite ini, dengan keluarga yang aku sayangi."Ayu masih terus tersenyum saat Singgih terus bercerita tentang rencana-rencana masa dep
Pras makan dengan tenang, tapi sekali suap bisa dua kepalan tangan masuk sekaligus ke dalam mulutnya. Tak perlu hitungan jam, dalam sepuluh menit, Lelaki itu sudah menghabiskan empat telor balado, lima perkedel kentang, lima potong ayam kremes dan satu bakul nasi, belum ditambah dua roti isi milik Desi yang belum sempat dimakannya.Mami cuma nyengir saja, melihat Desi menatap Pras dengan heran."Kau makan banyak sekali, jatahku pun kau makan!" tutur Desi sambil geleng-geleng kepala."Ya begitulah," jawab Mami."Mih, apa benar Pras sama sekali tak mengenalku?" Desi masih terus memandang mantan suaminya itu."Coba saja tanya padanya."Desi menyentuh pundak Pras pelan."Masih ingat denganku?" tanya Desi perlahan.Pras terdiam dan menatap Mami, "anaknya Nyonya kan?""Nyonya? Mih, dia panggil mami dengan sebutan Nyonya!" Desi kaget dan menutup mulutnya."Mih, ini benar-benar mencuci otak Pras seratus persen!" "Bila tak ada tindakan ini , ia akan kumat dan mengamuk, bahkan sering ia menya
Perjalanan dengan pesawat dari Swiss menuju Indonesia tak banyak kendala, bahkan paspor atas nama Prasetya pun tak bermasalah. "Kau jangan banyak cakap, diam saja, dan lakukan semua perintahku. Setelah sampai rumah, baru aku beri obat dari Dokter, aku tak ingin kau kesakitan lagi, paham? Jadi jangan banyak berulah. Kita tak lama, bila urusan selesai kita pulang lagi ke Swiss, di sini tak aman buatmu," kata Mami panjang lebar pada lelaki berkacamata minus di sampingnya. Tubuh kekarnya bak seorang bodyguard. Wajah melankolisnya tak pernah hilang, yang berbeda dari Pras, ia cenderung diam dan hanya mengangguk setiap perintah Mami. Matanya terus menatap ke depan. Roti isi yang disediakan oleh maskapai penerbangan sudah habis ludes di makan, begitu juga jatah punya Mami.Pras yang dulu sering kesakitan di bagian kepalanya, yang bila datang rasa sakit itu ia bisa berteriak dan menyakiti dirinya sendiri. Kini terlihat lebih tenang. Beberapa terapi susah ia jalani. Mami begitu menjaga Pras,
Ayu terdiam dan kaget melihat hancurnya pesta pernikahannya bersama Singgih. Lelaki itu masih terus memeluk pundaknya erat."Ini ada yang nggak suka dengan kita," desis Singgih geram. Ayu tahu siapa dalang semua ini, dan ia belum menceritakan pada Singgih."Aku harus membawa Santi pergi dari rumah itu." "Desi? Apa dia yang ...."Ayu menatap suaminya, "tapi ia tak tahu kita sudah resmi menikah, yang diinginkannya adalah menggagalkan semua ini."Suara Ayu sedikit bergetar, tahu sifat sahabatnya itu, apapun akan dia lakukan asal keinginannya tercapai, walaupun itu melukai orang lain."Masuklah, biar WO, yang membereskan semua ini. Mati kita rencanakan sesuatu yang lain."Ayu memandang singgih dengan tajam. Singgih tak pedulikan tatapan Ayu, dirinya segera mengalihkan pundak Ayu untuk segera mengikuti dirinya masuk ke kamar hotel.Dalam sebuah rumah yang mewah, Desi tertawa terbahak-bahak atas kemenangannya. Santi melihat Desi dengan marah."Aku tidak terima dengan tindakan ini, Bu. Wal