Aku berjalan di hamparan pasir pantai yang berwarna putih. Udaranya sejuk sekali. Senyum tak pernah lepas dari bibirku. Aku melihat ke sekeliling. Sepi. Namun ... di ujung sana aku melihat seseorang berjalan ke arahku. Dia berperawakan tinggi atletis sayang wajahnya tak terlihat karena pantulan sinar matahari. Dia terus mendekat ke arahku. Hingga tubuh kami hanya berjarak sekitar 20 cm. Astaga tinggiku cuma sebahunya, padahal aku kategori tinggi untuk ukuran seorang wanita.
"Kamu siapa?" tanyaku.
Dia diam.
"Kamu siapa?" tanyaku lagi.
Dia masih diam.
"Kammmmmm ...."
Mataku membelalak, dia ... dia menutup bibirku dengan bibirnya. Kurasakan benda kenyal miliknya menari dengan lembut di atas bibirku bahkan sapuan lidahnya begitu hangat. Tampak kepemilikan disana, tubuhku bergetar. Aku ... aku merasa ... melayang. Entah berapa lama kedua bibir kami saling memagut bahkan sejak kapan aku membalas perlakuannya pun aku tak tahu hingga dia melepas pag
"Angkatan 2008 SMADA meminta ijin mengadakan reuni di sekolah kita. Kami sudah mengijinkan mereka menggunakan aula pada minggu 27 Desember 2020 ini. Nah, saya akan meminta bantuan pada Bu Zaza, Bu Yaya, Pak Alan, Bu Tasya, Pak Yudha dan Pak Soni. Kebetulan kalian berenam masih muda dan masih belum ada tanggungan. Jadi, nanti kalian ikut menyemarakkan ya," titah Pak Kepsek kepada kami berenam.Haish, padahal aku pengen pulang kampung, rindu sama Om dan Tante. Niatnya kalau aku di Purbalingga, minggunya bisa main ke Temanggung ke tempat si kembar. Huft. Menyebalkan, apalagi aku ingat tahun 2008 itu angkatannya siapa."Bu Zaza.""Iya Pak Alan.""Nanti malam saya mampir ke kostan ya?""Waduh jangan Pak! Kost saya kost cewek gak enak. Lagian nanti malam saya ada tahlilan di rumah salah satu jamaah mushola. Maaf ya Pak.""Ya sudah, lain kali mungkin."Aku hanya tersenyum canggung apalagi sejak tadi Bu Tasya menatapku dengan tatapan cemburu.
Aku tengah meladeni Royya dan Rael, duh mereka lucu sekali. Semoga besok aku punya anak kembar cowok sama cewek ya Allah. Amin."Udah pantes.""Iya.""Udah pantes.""Apanya?""Kamu.""Iya aku kenapa?"Dih apaan coba dia cuma mengangkat bahunya. Dasar Kulkas.Karena dia gak ngajak aku ngomong ya aku fokus sama duo krucil yang ngegemesin."Kemana?""Kemana apanya?" tanyaku bingung."Kamu.""Maksudnya?" Aku bingung ini orang nanya apa sih?"Habis dari sini.""Hah?" Aku makin bingung."Kamu dari sini mau kemana?"Owalah Gusti paringono pangapuro, jadi itu tho maksudnya. Kayaknya ni kulkas gak lulus ujian Bahasa Indonesia deh terutama pada bagian penyusunan kalimat berpola SPOK. Jangankan SPOK, SPO aja kayaknya gak bisa bikin dianya."Pulang ke kost," jawabku."Oh."Cuma oh doang, kirain mau ngajak kencan. Gubrakkk. Halumu ketinggian Za.
"Hah ... Bunda Zaza?"Aku meringis. Haish. Aku lupa itu ada lorong dari rumah Tante Rania menuju kost-an. Mana semua anak kost pada pulang lagi kecuali gurunya yaitu aku. Duh ngenesnya."Tante Nasha," sapaku ramah."Wah ... kamu udah akrab sama kedua cucuku ya Za. Berarti udah kenalan sama Royya dan Rael dong?""Iya Tante, tadi ketemu di acara reuni," jawabku kikuk."Oh ... kamu baru pulang Sayang?""Iya Tante. Tadi habis beres-beres dulu.""Eh ... kamu kok bisa samaan warna bajunya sama Reihan. Tadi Tante agak kaget loh pas Royyan pasang foto kalian berempat. Duh kalian emang cocok banget. Udah pokoknya Tante udah cocok kamu jadi mantu Tante. Pokoknya kamu jangan sama siapa-siapa ya. Tenang anak Tante baik kok cuma ya dingin. Makanya kamu jadi api kalau perlu jadi magma biar bola esnya Reihan mencair."Aku melongo mendengar ucapan Tante Nasha. Maksudnya nanti aku harus jadi penggoda gitu? Ya ampun. Eh, tunggu! Tante tadi bilan
"Zaza!""Nanik."Aku dan Nanik cipika cipiki. Nanik adalah pembina PMR di SMAN 1 Purwokerto. Usia kami sepantaran makanya bisa akrab."Gimana kabarnya Za?" sapanya ramah."Alhamdulillah baik. Kamu gimana kabarnya?""Baik. Eh Jeng gimana sama Pak Alan? Lanjut gak nih?""Lanjut apaan? Lanjut jadi rekan kerja?"Plak. Nanik memukul bahuku keras sekali."Njenengan ini ya, sukanya gitu. Mau nyari model yang gimana sih?""Blasteran kalau ada," jawabku sambil nyengir."Kamu suka cowok blasteran?" tanya Mas Fahrul, calon suami Nanik."Eh Mas Fahrul. Hehehe. Njenengan berdua berangkat bareng?" Aku berusaha mengalihkan tema obrolan."Gak usah ngeles Zaza, tadi aku jelas-jelas denger kamu nyari cowok blasteran.""Apaan sih Mas? Udah ah. Ayuk masuk nanti ketinggalan banyak info," ucapku lalu bergegas menuju tangga dan bruk ...."Astaghfirullah, maaf." Aku menatap siapa yang kutabrak. Ya Allah, matak
"Bu Zaza, Fina. Besok kan pelaksanaan lomba olimpiade tingkat kabupatennya. Nah, berhubung tempatnya berbeda-beda jadi kemungkinan berangkatnya juga gak bareng-bareng. Khusus Bu Zaza dan Fina gimana? Soalnya Bu Zaza gak punya mobil ataupun motor. Apa saya minta Pak Alan untuk mengantar kalian?""JANGAN!" teriakku dan Fina berbarengan."Loh kok gitu, bukannya harusnya seneng diantar.""Tidak usah Pak, saya tidak mau merepotkan Pak Alan, biar kita naik grab saja. Toh sama-sama di Purwokerto, kendaraan gampang dicari, ya kan Fin?" kataku sambil mengkode Fina."Betul Pak, lagian saya gak mau di teror sama fansnya Pak Alan. Hiiii ... mending saya diteror Abang Gojeg atau Grab aja Pak. Tinggal saya minta antar ke mana-mana terus kasih uang beres. Tapi kalau urusan sama haters, saya nyerah Pak.""Hahaha. Gitu yah. Beneran ini gak mau di antar Pak Alan? Siapa tahu diantara kalian ada yang jadi ....""Makasih Pak." Kompak kami.Pak Kepsek namp
"Bundaaaaa."Aku yang baru keluar dari kamar kost-an langsung menoleh ke arah Royya dan Rael."Royya, Rael. Kalian kesini. Sama siapa?" tanyaku.Di belakang mereka melangkah dua wanita cantik. Dilihat dari usianya sepantaran denganku. Yang satu cantik tapi feminin sekali. Kesannya kalem. Sedang satunya lagi pasti saudara si Kulkas soalnya mirip banget. Juteknya, angkuhnya, dan dinginnya. Tapi begitu menyalamiku dia mengulas senyumnya. Wow cantik, pantas Mr. Eksotik klepek-klepek sama adiknya Kulkas walau jutek. Cantik sekali soalnya, gak kalah cantik sama Maminya Royya."Bunda Zaza ya?""Iya," sahutku."Kenalin Ayana Maminya Royya, kalau ini Rafiqa Mommynya Rael. Adiknya Mr. Kulkas. Hihihi.""Halo Mbak Zaza. Aku panggil Mbak ya. Kan calon kakak iparku," sahut Rafiqa."Eh ... calon kakak iparku juga dong Fiq.""Ya iyalah, orang Mas Reihan lahirnya duluan.""Iya yah. Lah nanti anak-anak kita yang lahir duluan
Setelah lamaran dadakan, rembug dua keluarga segera dilakukan. Tante Sarah langsung memanggil Mbah Mijan sesepuh di desaku. Dia pintar masalah perhitungan Jawa salah satunya perhitungan weton atau jodoh. Aku berdoa dalam hati semoga perhitungannya gak baik ya Allah. Aku belum rela nikah sama Kulkas apalagi kalau ingat ulahnya 13 tahun yang lalu sama aku. Dan itu membuatku sedih. Perlu waktu yang lama untuk menghilangkan memori menyakitkan yang terjadi pada saat itu."Gimana Mas?" tanya Simbah Kakung."Bagus. Itungannya Ratu," sahut Mbah Mijan.Gubrak. Dinding hatiku roboh. Ternyata doaku gak diijabah sama Allah."Baiknya kapan pelaksanaan pernikahannya?" tanya Simbah Kakung lagi."Banyak hari yang cocok.""Ada yang terdekat Mbah?"Mataku melotot ke Mr. Kulkas. Apa maksud dia? Ngebet amat nikah sama aku?"Ada di tanggal 5 bulan depan.""Berarti tiga minggu lagi ya?" tanya Tante Sarah."Iya," jawab Mbah Mijan.
Aku menatap horor sosok di depanku astaga ngapain itu Kulkas disini?"Dek Za, sudah selesai?"Aku melongo dengan panggilannya. Dan apa yang dia lakukan disini? Saat aku masih bengong, dia malah tersenyum lalu mengangguk pada Pak Alan."Pak," sapa Mr. Kulkas."Iya, calonnya Bu Zaza ya?""Iya."Mereka bersalaman, entah mengapa aku merasakan hawa dingin dan aura perseteruan di sekitar mereka."Jemput ya Dok.""Iya, mari Pak. Kami duluan.""Oh iya, silakan. Saya juga harus kembali ke dalam."Kulihat Pak Alan memilih kembali masuk ke dalam. Sedangkan aku masih bingung. Ini ngapain Kulkas kemari ya."Ayok Dek Za," ucapnya dingin."Ayok kemana?""Pelaminan.""Gak usah bercanda," sengakku.Dia langsung menarik tanganku, mau tak mau aku mengikuti langkah Kulkas yang membawaku ke arah sepedanya."Sepeda?" tanyaku heran."Iya, ayok naik.""Hah, naik dimana?"
"Dek, maafin Mas ya. Mas khilaf. Janji ini yang terakhir khilafnya." Aku hanya bisa menghembuskan nafas. Dulu sekali Mas Rei juga bilangnya khilaf tapi ini malah khilaf lagi. "Dek, jangan marah ya. Senyum dong." "Buat apa marah Mas? Toh udah kejadian bukan?" sahutku sinis. "Iya juga sih. Tapi Mas seneng kok bisa khilaf terus." "Ck." Aku mencebik dan mencubit perutnya. Dasar. Mas Reihan hanya tertawa, sesekali mencium tanganku dan keningku. Bahkan aku yakin kalau gak ada orang, pasti dia sudah mengajakku adu bibir. Haish. Punya suami kok gini amat, untung aku cinta. Mungkin karena aku diam saja Mas Reihan kembali membujukku dengan kata-kata manis. "Iya, iya nanti Mas lebih hati-hati tapi khilafnya gak bakalan ilang, Sayang." Dia mengucap dengan seringai jahil. Dih, dasar! Aku memilih mengerucutkan bibir. Bodo amat kelihatan jelek. Salah sendiri tuh Kulkas jadiin aku istri. Jadi harus terima dong lahir batin kecantikan sama kejelekanku kalau lagi ngambek. "Udah jangan marah ya B
"Kalian gak bawa baby sitter?" tanya Joshua."Gak.""Gak kerepotan?""Enggaklah," jawab Mas Reihan cuek."Kalian kok bisa cuma punya ART sekaligus pengasuh bayi tanpa pakai jasa baby sitter sih?""Ya bisalah," ucap Mas Reihan."Kok Zaza bisa ya ngajar sekaligus bisa kasih ASI. Eksklusif lagi.""Istriku gitu loh.""Iya-iya yang istrinya paling cantik, paling pinter, paling ter-semua pokoknya.""Harus. Kan istri sendiri bukan istri orang lain.""Ck. Dasar Dokter Kulkas." Joshua mengumpati suamiku. Lalu dia bergegas mengikuti gadis cilik yang berlari hendak bermain dengan air.Aku hanya bisa menahan tawa melihat bagaimana interaksi suamiku dengan para sahabat sekaligus rekan kerjanya."Mimik muka suamimu loh Za, gak berubah. Bisa datar gitu. Kok kamu mau sih nikah sama dia.""Eh Bu Mila." Aku menyalami Bu Mila, salah satu istri dari rekan Mas Reihan. Dokter Siswo, spesialis jant
Sepuluh hari aku dan Baby Twins di rumah sakit. Kini kami kembali ke Sokaraja dan disana aku dan Twins disambut oleh seluruh keluarga. Bahkan, Tante Raisa sekeluarga pun datang.Malamnya acara akikah kedua anakku diselenggarakan dengan meriah. Sebetulnya acara akikah standar, hanya saja malam ini semua keluargaku dan Mas Reihan datang jadi sangat ramai.Seperti biasa Royya dan Rael akan bertengkar. Kali ini mereka bertengkar memperebutkan siapa yang jadi saudara ketiga. Astaga.Acara akikah sudah selesai dari tadi tapi kami masih sibuk bercengkrama. Aku yang merasa lelah meminta ijin untuk ke kamar lebih dulu, tentu saja dengan diantar oleh Mas Reihan."Mas temeni yang lain aja. Rana gak papa sama Twins.""Oke. Tidur yang nyenyak ya Dek.""Iya."Mas Reihan mencium pipi Twins dan terakhir mencium keningku mesra."Tidur ya, Mas keluar dulu.""Oke."Aku merebahkan diri di samping si kembar. Kami memutuskan meme
"Mereka luar biasa Mas.""Iya. Sangat luar biasa."Aku dan Mas Reihan tengah menatap baby twins. Keduanya benar-benar luar biasa. Mereka adalah hadiah terindah bagi kami setelah tiga tahun penantian. Aku bersyukur, Allah memberi kami kepercayaan dua buah hati sekaligus. Mana kembar sepasang lagi.Cup.Aku menoleh ke arah Mas Reihan. Lalu mencubit perutnya."Mas!" bentakku sambil memelototinya. Dasar! Suka sekali cari kesempatan."Apa? Hem ...." Dia hanya tersenyum dan menatapku jahil. Bahkan tangannya sudah memainkan kerudungku dari tadi dan diputar-putarnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Refleks Mas Reihan menghentikan aksi anehnya dan berdiri menyambut tamu yang datang."Zazaaaaa.""Yayaaaa."Yaya menuju ke ranjangku. Dia langsung memelukku dan aku balik memeluknya, heboh pokoknya. Aku menyambut uluran tangan semua rekan kerjaku yang datang."Wah ganteng dan cantik ya Za
POV RanaAku terbangun di sebuah hamparan pasir yang indah. Kutatap sekelilingku. Pantai?Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Sepi. Kemana semua orang?Mana Mas Reihan? Dan ... kenapa perutku kempes? Dimana bayiku? Aku panik. Aku mencoba berlari mencari orang-orang tapi tak ada satupun yang kutemui. Hingga kulihat sebuah perahu di sana. Aku berlari menuju perahu yang masih berada di bibir pantai sepertinya mereka akan berlayar."Permisi ... permisi. Bolehkah sa-" Aku tertegun. Mataku berkaca-kaca. Aku segera berlari menyongsong kedua orang yang sangat kurindu."Ayah, Bunda, Rana kangen." Kedua orang tuaku memelukku. Lama kami berpelukan."Kalian mau kemana?""Berlayar," ucap Ayah."Boleh Rana ikut?""Boleh," kini Bunda yang menyahut.Aku menggenggam tangan Ayah dan Bunda di kanan kiriku. Aku bahagia sekali. Kami berjalan bergandengan tangan dan akan naik ke perahu. Ayah yang pertama naik, kemudian Ayah mengulurkan t
Sudah tiga hari, Rana masih tak sadarkan diri. Menurut ahli obgyn, perut Rana mengalami benturan yang cukup keras. Namun tak membahayakan rahimnya. Aku masih ingat, bagaimana Rana berkutat dengan Karina yang ingin memukul perutnya saat itu. Berulangkali dia menghalangi tinju Karina. Ya Allah. Semoga Engkau membalas perlakuan Karina sesuai dengan tindakannya, amin.Pembersihan rahim juga sudah dilaksakan. Nindy bilang, tak ada masalah. Ketidaksadaran Rana diakibatkan kelelahan dan pasokan oksigen ke otak yang hampir saja berkurang.Selama tiga hari ini kondisi baby twins mulai stabil. Mereka sudah dipindahkan ke ruang anak. Bersyukur Aya dan Fiqa memiliki ASI yang melimpah. Riyyan dan Ela juga sudah berusia satu tahun dan sudah makan. Jadi, ibu mereka bisa mendonorkan ASI-nya untuk kedua anakku."Kondisi mereka sudah stabil." Mamah menghampiriku dan mengelus kedua pipi cucu kembarnya. Mamah habis melaksanakan sholat tahajud di masjid."Iy
"Dek ... Dek," panggilku.Rana tersenyum kearahku. Aku menggenggam tangannya dan sesekali menciumnya."Kamu bisa. Kamu bilang kamu ingin mereka selamat kan?"Dia mengangguk, dengan susah payah Rana menahan rasa sakitnya. Aku tahu pembukaan sudah sempurna hanya saja Rana mungkin sudah tak punya tenaga untuk mengejan. Sementara perjalanan kami masih lama."Eghhh ... huft ... egghhh ....""Dorong sayang, ingat Allah, ingat anak kita. Kamu mau mereka selamat kan? Ingat, surga kita ada pada mereka Sayang?"Rana menatapku dengan mata berkaca, entah kenapa aku seperti melihat pancaran semangat dalam matanya.Meski susah payah Rana berusaha mengejan dan aku mencoba membantunya. Rana terus mengejan hingga tangisan pertama keluar."Eaaaaa ...."Aku segera mengeluarkan bayiku, melepas bajuku dan kuselimuti bayi lelakiku."Mbak, pegang!""Oke."Setelah menyerahkan kepada rekan Elang, aku segera menyemangati Rana
POV ReihanAku membaca chat dari Rana yang meminta ijin menjenguk Diva yang sedang sakit. Aku pun mengijinkannya.Hampir satu jam kemudian HP-ku berdering terus. Aku mengeceknya. Pak Yadi."Kenapa Pak?""Mas Rei, Mbak Zaza gak ada. Tadi saya disuruh beli apel sama Mbak Zaza. Eh pas balik mereka udah gak ada.""Oke. Kamu tetap tunggu disitu. Cari terus."Aku segera mematikan sambungan dan menghubungi Elang."El, tolong lacak Rana. Dia menghilang.""Oke."Aku segera mengambil kunci mobilku dan berpesan pada Suster Dira untuk meminta bantuan Dokter Joko menangani pasien-pasienku. Aku berlari menuju ke mobil. Entah kenapa firasatku tak enak."Iya El, bagaimana?""Mereka ke arah Baturaden. Aku sharelock lokasinya. Aku dan kawan-kawan menuju kesana."Aku segera memacu mobilku dengan kecepatan maksimal yang aku bisa. Kurang lebih tiga puluh menit aku sampai di sebuah vila. Aku parkir di tempat j
Karina kembali mengelus perutku dengan penuh pemujaan sedangkan aku benar-benar ketakutan. Karina menatapku dengan seringai jahat.Bugh."Aw ...." Aku meringis karena Karina memukul perutku.Aku merintih menahan rasa sakit."Kak Karin jangan!""Hahahaha."Karina menatapku dengan tatapan penuh kebencian. Aku masih berusaha menahan rasa sakit."Kamu tahu, ibuku benar-benar wanita menjijikkan. Entah berapa pria yang pernah tidur sama dia. Sungguh menyebalkan." Karina menoleh ke arah Dinda. Kemudian dia mengelus pipi Dinda membuat Dinda ketakutan bahkan berusaha memalingkan wajahnya."Aku dan Dinda berasal dari rahim yang sama namun ayah berbeda. Dan yang menyebalkan, kami tak tahu siapa mereka.""Bukannya kakak, anak mendiang Dokter Wijaya?" cicit Dinda."Hahaha. Bukan! Sayangnya bukan! Kalau bukan karena otak cerdikku dan keinginan Ibu kita untuk lepas dari kemiskinan, tak mungkin aku bisa sampai disini."