Keke meyakinkan dirinya, bahwa yang dia lakukan ini telah benar. Dia baru jatuh cinta sekali, pada kevin yang dulu sangat manis.
Kevin laki-laki dengan fisik sempurna dan keluarga berada, dia juga perhatian dan penyayang, bahkan dari hal-hal kecil. Namun Keke tak menyangka, laki-laki yang dicintainya itu ternyata bukan jodohnya.
Keke tak butuh cinta lagi, rasa sakit itu masih membekas ibarat luka yang membusuk. Ayahnya ingin dia segera menikah, umurnya sudah cukup, kuliah selesai, apa lagi? Dia tak butuh lagi laki-laki yang akan membuatnya jatuh cinta. Ayahnya suka Bujang, Keke rasa alasan itu cukup. Bujang punya banyak uang, dia tak perlu bekerja setelah mereka menikah. Iya, kan?
Keke memantapkan hatinya, perhatiannya teralih ke pekarangan rumah, tepatnya pada mobil pick-up milik Bujang. Pria itu datang tepat waktu, tak sendiri, tapi dengan Luqman.
Kemeja kotak-kotak, kemeja yang sama d
Bunyi mesin pemotong pohon berbunyi keras, dua anggota yang bekerja sebagai pekerja lepas yang bekerja pada Bujang memindahkan kayu yang berjenis kayu Ulin itu ke samping gudang. Kebetulan, Minggu ini ada pesanan perabot dari sekolah, membuat kursi belajar. Mau tidak mau mereka bekerja lebih keras dari biasanya untuk mencapai target.Luqman menggerutu, pria yang kelihatan lebih tua dari umurnya itu tampak kesal. Dia mengusap keringatnya dengan handuk kecil yang tersampir di bahunya."Lain kali kau cari yang lain sajalah, Jang. Jangan kau pakai lagi si Bambo itu, lain disuruh lain pula yang dikerjakan. Bikin aku darah tinggi saja. Sudah seratus kali dibilang, nggak ngerti-ngerti juga."Bujang memandang sekilas pada Luqman, kemudian kembali menyalakan mesin amplas di tangannya."Sabar saja, aku kasihan sama dia, yatim piatu, nggak punya pekerjaan. Abang hanya perlu bersabar sama dia, walaupun dia nggak ngerti, tapi tenaganya kuat melebihi tenaga Abang."
"Sah." Suara serentak menggema memenuhi kantor KUA, seiring dengan lafaz doa yang dipanjatkan oleh pak penghulu dan diaminkan oleh hadirin yang menjadi saksi. Acara sakral itu hanya dihadiri beberapa orang saja, keluarga terdekat Keke, dan di pihak Bujang, yang hadir adalah Luqman dan istrinya.Keke memejamkan mata, tanggung jawab sudah beralih ke pundak Bujang, dia tak lagi bisa merengek pada ayahnya seperti biasa. Dan sebentar lagi dia akan ikut suaminya, berpisah dengan keluarganya. Keke mengahalau air mata dan rasa sesak di dadanya.Selepas shalat Jumat, dua insan itu sudah terikat oleh yang namanya akad. Banyak yang takjub, dan banyak juga yang mencibir, bagaimana si Bujang lapuk bisa mempersunting bunga desa yang cantik itu, banyak prasangka buruk berdatangan, mulai karena kena guna-guna sampai soal Pak Iwan yang terlilit utang sehingga menggadaikan anak gadisnya untuk membayarnya.Keke sangat cantik dengan kebaya putih dan make-up sederhananya. Sedangkan
"Bang," sapa Keke.Keadaan rumah sudah sepi, para tetangga yang membantu telah pulang ke rumah masing-masing."Ini bantal dan selimutnya," ujar Keke menyodorkan benda itu. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Bujang menerima benda itu tanpa melihat Keke. Sedangkan Bayu telah tidur lelap.Keke berniat meninggalkan pria itu, tapi sebagian hatinya merasa ada yang mengganjal. Akhirnya, dia memutuskan untuk duduk di samping Bujang, tepatnya di ranjang milik Bayu."Pernikahan kita telah terjadi, Bang." Keke menautkan jari-jarinya, senyum gundah itu tak bisa ia sembunyikan."Kamu menyesal, Ke?" Suara rendah Bujang menggema, dia menjaga agar Bayu tidak terbangun. Dia menatap lekat Keke yang tengah menunduk dalam. Sekali lagi, Bujang menemukan raut sedih yang begitu kentara.Mulut Keke terkatup rapat. Tapi detik berikutnya isakan lirih terdengar di telinga Bujang. Isakan pilu yang mengungkapkan betapa menyesalnya
Keke bangun sebelum subuh, bahkan dia tak sadar bahwa dia tak lagi tidur sendiri. Dia masih mengumpulkan nyawa ketika dia meregangkan badannya, tiba-tiba saja tangannya menyentuh bulu. Bulu?Keke terkejut bukan main, Keke langsung terlonjak kaget bangun dari rebahannya, bagaimana bisa tangannya mendarat di dada liat itu? Ini memalukan, tapi Keke kan tidak sengaja. Untung saja si pemilik tak terganggu dan masih meneruskan tidurnya.Wajah Keke memerah. Sejak kapan kaos singlet yang dipakai Bujang terlempar ke atas lantai. Dia juga menendang selimut tipis yang diberikan semalam.Mungkin pria itu kepanasan, padahal kipas angin sudah dinyalakan maksimal.Wajar saja, Riau adalah daerah yang diberi istilah di atas minyak di bawah minyak. Minyak di bawah, minyak bumi, minyak di atas, kebun sawit yang luasnya tak putus-putus. Udaranya panas, tak ada pegunungan.Keke mendengar suara azan sayup-sayup dari mushala, sedangkan bunyi kompor yang dinyalakan itu, pasti ibunya telah bangun lebih dulu.
Keke memandang Bujang tak percaya, dia ingin Bujang membantah, atau mengatakan bahwa masih ada kamar mandi yang lebih layak. Keke tak bisa membayangkan, bisa saja binatang dari dalam hutan, masuk ketika dia mandi."Abang serius? Ini?" ulang Keke lagi."Iya, memang tak sebagus kamar mandi kamu.""Bukan masalah bagus atau tidak, tapi, ini letaknya terpisah dari rumah." Keke cemberut, keinginan untuk buang air kecil sirna sudah.Bujang diam saja. Ini yang dikhawatirkannya, bahkan baru dua hari, Keke mulai menampakkan sikap tidak bisa menerima."Keke mau tidur."Keke membalikkan badan, melangkah ke tangga menuju rumah panggung, lalu masuk ke dalam kamar."Bahkan, plastik springbed pun tidak dibuka," gerutunya. Keke memijit keningnya, lalu sekali tarik, dia merobek plastik pembungkus springbed itu."Apa tidak ada alasnya?" keluhnya pada Bujang."Aku belum sempat belanja banyak." Pria itu membuka sebuah kotak yang berada di dalam peti kecil. "Ini, belilah apa yang menurutmu penting, apa saj
"Perlu bukti, Ke?"Keke terkesiap, antara terkejut dan panik, buru-buru dia mendorong dada Bujang, sehingga Bujang melepaskannya. Dia tak siap dengan gerakan mendadak Bujang, tak pernah terpikirkan akan mendapatkan kejutan mendadak seperti ini. Sungguh, Keke kaget.Keke sempat melihat senyum geli di bibir Bujang. Pria itu kembali tenang, setelah berhasil membuat jantung Keke berpacu kencang."Lain kali, jangan sembarang menuduh." Bujang kembali dengan wajah biasa. "Keke tak menuduh Abang, kan cuma bertanya. Tapi kok Abang malah gitu." Keke tak mau kalah."Dan aku akan membuktikan tuduhanmu salah. Masa aku punya kelainan, itu penghinaan namanya." Bujang kembali menghisap rokoknya santai. Keke yakin, saat ini bajunya bau asap, tapi lama kelamaan dia terbiasa melihat Bujang merokok."Masih mengherankan, Abang belum jatuh cinta sekali pun. Apa ada orang yang begitu? Kedengaran mustahil.""Ada, aku. Aku tinggal sendiri, terpencil pula, aku tak suka berteman dengan wanita, juga tak berniat
Bahkan besok paginya, Keke belum bisa mengembalikan Mood-nya. Masih ada yang mengganjal di hatinya, tapi dia tak mampu meluapkan. Semalam dia susah tidur, sementara Bujang tidur lelap seperti kerbau.Bujang meminta Keke mengantar kopi dan kue ke gudang. Keke sempat membuat goreng pisang setelah subuh, cukup untuk pengganjal perut.Luqman baru saja sampai, dia sempat menyapa Keke sebelum mengambil pahat. Keke menyahut tapi tak seramah biasanya, hal itu menimbulkan pertanyaan bagi Luqman."Jang, istrimu kenapa? Wajahnya cemberut seperti baju kusut." Luqman memandang punggung Keke yang telah menghilang di balik pintu rumah panggung."Tidak tau, dari kemaren begitu," sahut Bujang santai. Sesekali dia mengambil gelas kopinya dan menyesapnya sedikit. Tangannya terus bekerja."Kau harus banyak belajar, Jang. Keke itu ibaratkan anak remaja yang kau harus pandai-pandai dengannya. Menghadapi perempuan itu memang sulit."Bujang memandang Luqman sekilas, kemudian fokus lagi pada kuas cat di tang
"Eh, Keke," kata wanita itu dengan wajah berbinar. "Kak Endang, mau beli apa?" tanya Keke, dia tak sudi berbasa-basi."Aku nggak belanja, kok. Mana ibumu?" "Ada di dalam." "Sendiri saja, Ke? Bujang mana?"Keke merasa kesal bukan main, Endang selalu saja menanyakan suaminya."Mau jumpa sama Bang Bujang?""Tidak.""Kok nanya Bang Bujang terus, Kak?" "Iya, kan, kamu sama dia penganten baru, kemana-mana berdua. Wajarlah aku tanya." Endang tak mau kalah. "Aku mau jumpa ibumu." Endang berlalu tanpa menghiraukan Keke.Keke sebal, rasanya dia belum puas mengatai wanita itu. Kenapa Bujang bisa tertarik pada wanita itu di masa lalu, rasa-rasanya Endang bukan tipenya Bujang, lalu seperti apa itu tipe Bujang. Keke kesal dengan dirinya sendiri yang ingin tau.Endang ternyata tak lama, dia kemudian pamit pada ibu Keke, sempat menegur Bujang dan ditanggapi kalem oleh laki-laki itu."Kita langsung ke pasar saja, Ke.""Keke nggak bawa uang.""Ini ada." Bujang mengeluarkan dompetnya, menarik bebera
Setelah melakukan berbagaipertimbangan, Amir kemudian menyerahkan dirinya kepada kepolisian dan mengaku semua kesalahannya. Pada hari itu juga, Alam diringkus oleh polisi dan mereka sama-sama masuk ke dalam sel tahanan.Di hari yang sama, pada hari itu juga Anne menghembuskan nafasnya terakhir di rumah sakit, setelah kecelakaan yang menyebabkannya kritis selama 2 hari. Sedangkan Hendrik masih dalam keadaan kritis. Peristiwa kecelakaan itu menjadi santapan para pencari berita, karena Anne adalah seorang yang dipandang di negri ini sebagai pebisnis muda yang sukses dan lahir dari keluarga kaya raya.Tak ada kejahatan yang tidak mendapatkan balasan. Mungkin Bujang tidak memiliki kemampuan untuk membalas karena dia kalah kekuatan dan kekuasaan. sehingga melakukan hukuman yang sangat besar kepadanya pada pagi itu televisi dipenuhi oleh berita tentang kematian wanita konglomerat yang memang namanya sudah dikenal sebagai wanita pebisnis yang sangat beruntung dalam mengelola semua bisnisnya
Keke menangis sesenggukan melihat keadaan Bujang yang sudah selesai melakukan operasi patah tulang. Anne bertingkah sebagai Dewi penyelamat, berhasil membuat semua orang percaya dengan bualannya, yang mengatakan bahwa dia adalah penyelamat Bujang, hanya Keke yang berusaha menahan geram pada wanita itu, tapi dia lebih memilih untuk bungkam saja, karena yang terpenting sekarang adalah kesembuhan Bujang terlebih dulu."Maafkan Keke, karena telah berprasangka buruk kepada Abang. Ternyata apa yang Abang lakukan adalah mencari pekerjaan. Keke minta maaf, Keke sangat berdosa sudah berprasangka yang bukan-bukan pada Abang."Keke menangis penuh sesal, dia merasa seperti istri yang sangat durhaka, dengan musibah yang telah terjadi pada suaminya itu, seharusnya dia bersabar pada suaminya sedang berjuang mencari nafkah.Bujang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan, ada beberapa orang di sana termasuk Lukman, Ayah Keke beserta ibunya. Mereka sangat prihatin dengan apa yang terjadi pada pria itu.
"Makanlah! abang-abang sudah 3 hari tidak makan, air saja takkan bisa membuat kita hidup, pikirkan istri dan anak-anak, sampai kapan Abang akan begini?" kata wanita berumur 40-an itu pada suaminya yang termangu di depan jendela. Pria yang dipanggil Abang itu adalah Amir menggeleng dengan wajah yang lesu. Dia sakit-sakitan dan tak memilki nafsu makan sama sekali, bahkan tiga hari ke belakang, dia sama sekali tak menyentuh nasi.Sejak aksi kejahatan itu, Amir sama sekali tidak bisa makan enak, hatinya diliputi rasa bersalah yang amat besar. Perasaan bersalah itu menggerogotinya siang dan malam dan membuat dia merasa ketakutan. Terbayang wajah Bujang yang sedih melihat semua harta bendanya sudah lenyap dilahap api."Aku tidak mau makan. Simpan saja!" katanya pada istrinya, matanya cekung dan pandangannya kosong. Sang istri yang kebingungan hanya bisa mengelus dada dengan tingkah suaminya itu.Sang istri, yang wajahnya begitu sedih kemudian mengusap air matanya. Suaminya terlihat begitu
Orang yang telah membuat Bujang celaka itu sudah pergi, sedangkan Bujang masih terkapar di tengah jalan dengan kondisi yang mengenaskan, pria itu terlihat sekarat. Pingsan, lalu sadar kembali, entah berapa lama dia kehilangan kesadarannya.Bujang tak meneteskan air mata, matanya menatap ke atas langit yang kelam. Di sana ... dia seolah-olah melihat ayah dan ibunya tengah melihat dirinya yang sangat malang. Bujang merasakan amat kesakitan di seluruh tubuhnya, apalagi bagian kakinya, dia yakin, tulang yang sudah patah. Siapa yang telah tega membuatnya seperti ini, dia bukanlah orang yang jahat, dia hanya pria penyendiri yang tak suka diusik dan tak pernah mengusik. Lalu, dengan kejamnya mereka melakukan ini padanya. Jika umurnya panjang, dia takkan memaafkan mereka. Bujang akan membalas dengan cara setimpal.Bujang terbayang wajah Keke dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Andaikan malam ini dia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, bagaimana nasib mereka semuanya? Siapa yang akan menafkah
Motor Honda melesat dengan kecepatan sedang, dia tidak menyadari, sejak tadi ada 4 orang dengan mobil pikap mengikutinya. 4 pria utusan Anne itu menyamar seolah-olah membawa barang di dalam mobil pick up, sehingga Bujang sama sekali tidak curiga.Di tempat lain, Keke tengah merasa sedih. Nabil terpaksa dirawat malam ini, sedangkan dua anaknya, Delia dan Delio hanya rawat jalan. Si kembar sudah dibawa oleh Ibu dan Ayah keke pulang ke rumah. Bayu sempat menemani Keke di rumah sakit, tapi anak itu besok harus bangun pagi-pagi untuk sekolah, Keke menyuruh Bayu pulang saja.Berulang kali gagal menelepon Bujang dan tidak diangkat. Kali ini tidak tersambung, sepertinya ponselnya mati atau sengaja dimatikan. Hal itu membuat Keke makin kesal.Nabil sudah tidur sejam yang lalu. Rasanya ingin marah, dia merasa Bujang sudah berbeda, Bujang yang sekarang lebih asik dengan dunianya sendiri. Dia sering termangu, bahkan sudah jarang berbicara dengan Keke."Kenapa Abang Bujang seperti ini?" kata Kek
"Terima kasih, Wak."Pria yang dipanggil Uwak itu menggangguk. Bujang pun mulai bekerja hari ini.Pria yang dipanggil Uwak itu melihat Bujang dengan tatapan sedih. Bujang adalah pria yang baik, terkenal sangat dermawan dan tidak pernah pandang bulu dalam menolong orang. Bujang bukan pria yang kesusahan, dia sudah terlahir sebagai anak tunggal yang kaya raya, cuma orang tuanya mengajarkan hidup sederhana. Pria itu malah menjadi anak buahnya sekarang, pria yang dulu yang mengajarkannya cara membuka usaha perabot, sekarang malah menjadi anak buahnya.Bersamaan dengan itu, Keke yang baru pulang mengajar dan belum merasakan istirahat merasa kebingungan. Delia Delio demam, sedangkan Nabil memang sudah demam sejak 2 hari yang lalu. "Ayo, kita bawa ke rumah sakit saja," kata ibunya yang juga khawatir dengan kondisi cucunya itu. "Kita tanya Bang Bujang dulu, Bu," jawab Keke, wanita itu kemudian mengeluarkan handphonenya dan menelepon Bujang beberapa kali, tapi Bujang sama sekali tidak menjaw
"Apa Ayah punya uang yang disimpan? Warung kita sudah lengang, barang mesti ditambah, bahkan tadi saat orang menanyakan sabun, satu pun sabun sudah tak ada," kata Ibu Keke meluapkan rasa gundahnya."Ayah tak punya uang simpanan, apa tak ada emas yang bisa dijual?"Ibu Keke menggeleng. "Dulu dia punya emas yang cukup banyak, dan itu sudah dijual untuk menguliahkan Keke. Ladang mereka pun tak lagi menghasilkan.Pak Iwan adalah suami yang sangat bijak, dia mengusap bahu istrinya dengan tujuan untuk menenangkan."Tidak apa-apa, Bu, semoga untuk kedepannya kita diberikan rezeki yang tidak kita sangka-sangka," katanya dengan begitu tenang. Ibu Keke mengangguk apa yang dikatakan oleh suaminya itu benar. Anak dan menantu mereka baru saja tertimpa musibah. Tak lagi memiliki pekerjaan dan tempat tinggal. Yang perlu mereka lakukan adalah bersabar dan mendoakan mereka.Tanpa Ayah dan Ibu Keke sadari ternyata Kiki sudah berada di balik tirai mendengarkan percakapan mereka. tak sengaja, saat Keke
"Papa masih ingat ketika aku menceritakan sebuah tanah yang sudah tawar dengan harga yang tinggi tapi pria itu tidak mau menjualnya? dan malah bersikukuh akan pertahankan tempat itu padahal posisinya sangat menghambat hotel yang akan aku bangun.""Oh, ya, Papa ingat tentang pria sombong yang kamu katakan tidak peduli dengan uang itu, kan?""Papa betul. Sebenarnya aku sudah berbaik hati mendekatinya dan memberikan beberapa penawaran yang mungkin untuk ukuran tanah itu, tidak mungkin hargai segitu, aku memberikan harga 10 miliar agar dia bisa menjual tanahnya, supaya bangunan Hotel tidak terhambat, karena posisi tanahnya yang menghalangi pandangan dan menjorok ke depan.""Lalu, bagaimana? Apakah pria itu berubah pikiran setelah ditawarkan harga yang begitu mahal?"Anne menggeleng dan tersenyum masam, rasanya membicarakan Bujang adalah pembicaraan yang sangat menyebalkan, mengingat bagaimana jengkelnya pria itu menyambutnya setiap dia datang ke sana."Apakah menurut Papa, aku jahat? Aku
Bujang pulang dengan wajah yang lesu, kemarin dia sudah mendapatkan pembeli, pembeli mengatakan akan membeli mobil itu jika kondisinya sehat. Bujang sudah berharap mobil itu terjual, tetapi ketika dia membawa mobil kesayangannya kepada pria itu, ternyata pria itu menawar dengan harga yang sangat murah, 60 juta. Bujang sangat tak rela menjual mobil semurah itu, padahal harganya bisa sampai 95 juta, mendapatkan pembeli profesional.Keke yang baru sampai di rumah penasaran dengan wajah kuyu Bujang."Ada apa, Bang? Kenapa mobilnya kembali dibawa pulang?"Bujang tidak langsung menyahut, pria itu duduk di atas bangku papan, menyandarkan kepalanya, gurat wajah yang begitu lelah dan begitu putus asa begitu kentara."Harga yang disepakati, tidak sama dengan harga jadi, dia cuma mampu membeli 60 juta padahal kemarin dia mau membeli sekitar 90, mungkin karena dia tahu kita terdesak uang, maka dia bertingkah."Keke menghela napas panjang, dia tahu dunia tidak mudah, seseorang akan mendekat ket