Langit malam memang selalu menenangkan. Untuk pikiran yang keruh, untuk ia yang lebih nyaman dengan kesepian. Syaila sengaja pulang malam dengan alasan banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan.Cahaya bintang yang menyala membuat wanita itu tersenyum dari balik jendala mobil yang ia buka setengah."Gue benci kalau matahari terbit lebih awal dari dugaan gue. Gue juga enggak suka kalau dia pergi lebih cepat saat kerjaan gue belum kelar. Tapi liat langit setenang ini, rasanya udah buat gue ngerasa cukup ngerti. Yang indah, enggak harus sesuai sama yang gue harepin."Gumamannya mengudara. Selaras dengan syahdunya angin malam yang menyapa lembut permukaan kulit putih Syaila.Baru bibirnya kering mengatakan hal itu, tiba-tiba mobilnya berhenti membuat tubuhnya sedikit menubruk stir."Aduh!" erangnya. "Kenapa nih?" Wanita itu segera turun. Memastikan ada apa dengan mobilnya. Beberapa kali ia menstater untuk memastikan. "Mogok? Yah ... Emang paling bener dari tadi gue tuh misuh-misuh. Perse
Selama mereka berdua makan tidak ada yang berinisiatif membuka pembicaraan. Syaila yang masih sedikit tercengang mendapatkan perlakuan-perlakuan manis dari Batara, sementara Batara terlalu bingung untuk bagaimana cara memulai pembicaraan."Wah! ada Mba Syaila sama Pak Batara." Entah muncul dari mana. Makhluk yang sebisa mungkin Syaila hindari berdiri di harapannya-lagi.Batara melihat dengan jelas, bagaimana perubahan raut wajah Syaila. Tapi ia juga tidak bisa mengusir mereka hanya karena ingin menjaga kenyamanan Syaila. Walau bagaikan pun mereka adalah rekan bisnisnya."Wah, kalian dekat juga, yah?" ucap Maya. Tangannya sengaja menggandeng Azka romantis.Tatapan muak Syaila ia perlihatkan. Namun kemudian Batara yang menyahut, "Iya, kami sudah dekat lama."Maya terkekeh. "Tuh, Mas. Mba Syaila udah punya gandengan. Jadi kamu enggak usah khawatir Mba Syaila bakalan sendirian dan ganggu kita."Kepala Syaila sudah mendidih. Bahkan saat tadi siang bertemu dengan Maya, saat pertama kalinya
Syaila tidak bisa tidur semalaman. Ini semua gara-gara Batara. Tidak, bukan karena hatinya yang sudah tersentuh sehingga isi kepalanya penuh dengan pria itu. Namun, setelah dipikir cukup panjang. Apakah pria itu benar-benar bisa dipercaya? Ia sudah cukup banyak bercerita kepada pria yang lebih muda darinya itu.Sial! Seharusnya ia memang jangan terlalu cepat percaya, apalagi pada pria yang baru ia kenali setahun terakhir ini."Nak?!" Syaila terhenyak saat suara Yunita meninggi, muncul dari arah dapur."Kenapa, Ma? Kok teriak-teriak?" Keningnya berkerut. Ia bahkan belum pernah melihat ibunya itu marah sampai meninggikan suaranya. Kesalahan apa yang membuat wanita itu terlihat sangat kesal padanya."Kamu ini kenapa? Itu Geino dari tadi manggil-manggil. Nyariin kaos kakinya."Rupanya soal Geino. Ia tidak mendengar suara panggilan Geino dari atas. Saking asiknya ia melamun."Iya, maaf. Aku masih ngantuk." Syaila berdiri untuk menyusul sang putra. Kebiasaan Geino memang suka lupa menaruh k
"Biasanya kalau pagi makan bubur ya?" Batara nyeletuk. Tinggal mereka berdua di dalam mobil, selepas Batara mengantarkan Geino ke sekolah. Sekarang mobil hitam itu melaju menuju kantor Syaila.Wanita di sampingnya menggeleng. "Enggak. Apa aja, kenapa emang?" Syaila balik bertanya."Enggak apa-apa si. Biar kalau main ke rumah kamu lagi enggak bingung harus bawa apa."Ada banyak jalan menuju Roma. Ada banyak cara untuk taklukin janda. Anaknya sudah akrab, calon mertua sudah terlihat menerima. Jadi sekarang Batara harus lebih sering mengambil perhatian Syaila."Ouh. Kayaknya pak Batara besok enggak usah jemput lagi. Saya enggak enak, besok mobil saya selesai dibengkel, orang bengkelnya udah hubungin saya tadi," jelas Syaila.Ah, seharusnya Batara tidak memberi langsung nomor orang bengkelnya, biar saja mobil Syaila menginap seminggu atau bahkan sebulan. Agar ia bisa memiliki alasan untuk bertemu Syaila setiap hari."Syukur kalau gitu. Tapi omong-omong, jangan panggil saya bapak. Panggil
"Kan udah gue bilang, Sya. Lo jangan berurusan lagi sama mereka. Jadi gini kan? Dia itu udah rencanain ini dari awal."Syaila menghela napas. Melirik sekilas televisi yang menyala, yang menayangkang pemberitaan yang sangat panas minggu ini."Liat noh muka lo ada di mana-mana," imbuh Nadira.Hari minggu seperti ini seharusnya Syaila pakai untuk jalan-jalan atau sekedar lari pagi. Tapi entah inisiatif dari mana, Nadira berkunjung, bahkan matahari belum terbit untuk sekedar mengomelinya perihal kejadian tadi malam.Jika ditanya, Syaila memang takut orang-orang akan mempercayai berita bohong itu. Tapi setelah mendengar perkataan Batara semalam, hatinya sedikit tenang. Katanya, "Tidak perlu khawatir tentang pandangan orang lain terhadap kamu. Mereka sudah jelas membenci kamu, maka ucapan mereka juga berisi kebencian. Orang-orang memang suka sekali menyalahi kodrat mereka sebagai manusia, menghakimi orang lain. Memangkas habis kepercayaan diri. Mereka tahu itu akan menyakiti kamu, tapi ped
Syaila berinisiatif untuk jalan-jalan ke angkringan di pinggir jalan tidak jauh dari rumahnya. Di rumah tidak ada siapa-siapa. Mamanya dan Geino belum juga pulang, dan Nadira juga pamit yang katanya mau menemui seseorang. Jadi daripada ia tidak tahu harus melakukan apa-apa, menikmati segelas teh hangat bersama gorengan sepertinya ide yang bagus.Menjelang siang tidak terlalu banyak orang yang berkunjung, Syaila sedikit lega. Ia tidak perlu menaikan maskernya jika orang-orang mulai menyadari kehadirannya. Atau cemoohan itu akan ia dengar lagi."Enggak usah takut. Saya jagain, atau perlu saya pukul mereka yang berani nyakitin kamu."Syaila menoleh saat tahu-tahu, pria berkaos hitam juga topi yang menempel di kepalanya sudah duduk berhadapan dengannya."Pak Batara ngapain di sini?" Syaila semakin kebingungan ketika laki-laki itu sudah menyeruput kopi susunya. Sejak kapan pria itu ada di sini?"Saya tahu kamu celingukan dari tadi, saat kamu tadi ragu-ragu masuk seperti orang buruan polis
Syaila sudah tahu konsekuensi nya setelah kejadian sabtu malam itu. Senin pagi Nadira memberitahu nya bahwa banyak kliennya yang ingin membatalkan kerja sama. Email yang masuk membeludak. Bahkan wanita itu bolak balik keluar kantor untuk mengadakan meeting dadakan bersama perusahaan lain. Beberapa perusahaan percaya dengan penjelasan Syaila mengenai skandal yang beredar pekan ini. Tapi ia juga tidak bisa memungkiri jika berita itu sudah terdengar oleh banyak pihak.Tentu saja perusahaan yang akan menjalin kerja sama dengan Syaila akan berpikir dua kali karena berita itu. Ia pun tidak bisa menyalahkan mereka jikalau mereka menolak. Setelah seharian penuh mengurusi semuanya, akhirnya Syaila bisa duduk untuk sekedar menetralkan deru napasnya. Karena setelah ini ia harus memeriksa data bulanan yang sudah dikirim dari divisi keuangan.Rasanya lelah sekali. Apalagi Syaila harus berbesar hati menerima kenyataan bahwa tidak sedikit perusahaan besar yang membatalkan kerja sama bersamanya. "
Karena kesibukannya kemarin, sampai pulang larut malam. Syaila lupa untuk bilang kepada Nadira agar mengosongkan jadwal hari ini. Tadi pagi Geino datang ke kamarnya untuk menginfokan lagi bahwa hari ini adalah hari dimana anak itu akan mengikuti lomba. Syaila sudah berjanji untuk datang, namun tidak lama setelah anak itu keluar kamar, email dari Nadira masuk. Berisi jadwal untuk hari ini.Masalah kemarin belum terselesaikan semuanya, maka ada beberapa urusan yang harus Syaila tuntaskan.Wanita itu turun dari kamarnya. Di meja makan sudah ada Geino dan Yunita yang sepertinya sedang menunggu kehadirannya untuk sarapan bersama."Mama mau berangkat bareng nenek?"Syaila tidak tega jika harus memberi tahu bahwa dirinya tidak bisa hadir ke perlombaan putranya. Anak itu sudah sangat antusias dari jauh-jauh hari karena akan ditonton mama dan neneknya. Tapi bagaimana lagi?"No, maafin mama. Tapi hari ini mama masih banyak kerjaan. Mama masih banyak masalah yang harus mama selesaikan di kantor.
"Akhirnya sahabat jomblo gue dari lahir nikah juga hahaha."Nadira melengos sembari berdecak sebal. Ucapan itu sudah puluhan kali Syaila lontarkan bahkan ketika ia bercerita dirinya menerima lamaran Ferdi. Wanita yang kini tengah hamil tua itu tidak berhenti meledek Nadira. "Lu diem deh kalo gak mau anak lo nanti mirip gue," ujar Nadira yang langsung direspon gelak tawa Ferdi. "Jangan dong sayang, biar anak kita aja nanti yang mirip mamanya."Benar, memang hanya Ferdi yang dapat menaklukkan ke bar-bar-an mulut Nadira, hanya dengan ucapan sederhana barusan perempuan itu sudah tersipu malu. "Najis banget mukanya merah. Dahlah gue mau makan dulu. Selamat ya, gue doain Ferdi diberi kesabaran punya istri kaya lo." Syaila memeluk sahabatnya itu meski sedikit kesusahan karena perutnya yang besar. "Makasih ya, Sya. Lu jaga kesehatan juga. Jagain keponakan gue awas aja kalo kenapa-napa gue geplak pala lo." Nadira memberi peringatan. Keduanya kemudian terkekeh, Ferdi dan Batara yang menya
Suara tangis bayi cantik berpipi gembul berhasil membuat panik sang ibu. Bayi berusia lima bulan itu nampaknya kepanasan terus berada di dalam mobil selama perjalanan yang lumayan jauh. Maka, sang ibu dengan sigap mengambil botol susu di dalam kantong stok asi. Mobil berhenti bersamaan dengan tangis bayi perempuan itu yang juga mereda. Terlelap di gendongan sang ibu dengan nyaman. "Kamu mau ikut masuk?" Terlihat pria jangkung yang sedari tadi mengemudikan mobil melongok ke jok belakang, untuk menjawab pertanyaan sang istri, "Kamu duluan aja, aku cari parkir dulu. Di sini panas kasian Kanaya," tuturnya yang diangguki istrinya. Wanita itu kemudian keluar dari mobil, menatap bagunan yang mungkin lebih cocok disebut neraka dunia bagi sebagian orang. Ia menatap putri kecil di dalam gendongannya sebelum ia melangkah masuk ke dalam bangunan itu. Tatapan sendu seperti seorang ibu yang akan meninggalkan putrinya untuk waktu yang sangat lama. Lantas ia masuk tanpa ragu lagi. Seolah, putri k
Setelah siang itu Batara bercerita tentang keinginannya yang aneh-aneh, satu jam setelahnya Batara mengajak Syaila makan pecel lele di pinggir jalan. Namun sialnya sore itu hujan deras dan mereka berdua berakhir basah kuyup saat mencari makanan itu, niatnya mereka ingin menghabiskan waktu bersama. Syaila berakhir sakit dan itu yang membuat Batara sekarang sangat merasa bersalah. "Maaf ya gara-gara kamu nemenin aku cari pecel lele kamu jadi sakit kaya gini." Batara benar-benar merasa bersalah. Sampai tidak mau menatap istrinya. "Aku cuma masuk angin sayang. Minum obat juga bakal sembuh." Syaila mengusak rambut Batara. "Kamu muntah-muntah tadi. Kita ke rumah sakit aja ya sekarang? Aku takut kamu kenapa-napa." "Aku gak apa-apa," sanggah Syaila. Ia akui perutnya sekarang memang terasa dikocok. Ia juga tidak nafsu makan sama sekali. Lidahnya terasa pahit dan makanan apapun yang berusaha ia masukkan ke dalam mulutnya selalu mendapat kan penolakan. Ia berkahir muntahan-muntah. Tubuhnya t
Tiga bulan sudah berlalu Syaila dan Batara mengarungi bahtera rumah tangga. Seperti kata orang-orang pernikahan tidak ada yang mulus tanpa dibumbui pertengkaran. Syaila sering mengomel seperti istri-istri pada umumnya mana kala Batara lupa menaruh handuk di atas ranjang. Atau perdebatan yang mungkin nampak sepele jika dipikirkan. Tapi beruntung nya Batara adalah orang yang sabar dan lapang mengakui kesalahanannya. Selama tiga bulan hidup dalam atap yang sama Syaila menemukan banyak kejutan dari Batara. Batara yang ternyata begitu manja melebihi anak-anak. Dia bahkan tidak malu menangis jika dirinya tidak sengaja membentak Syaila. Meski begitu, Batara adalah sosok ayah sambung yang baik untuk Geino dan menantu yang berbakti untuk mamanya. Syaila tidak henti-hentinya bersyukur telah dipertemukan dengan pria seperti Batara. "Sayang Geino katanya dikasih tugas buat hewan dari tanah liat. Besok dikumpulnya."Syaila menoleh ke sumber suara, serum wajah yang hendak ia oleskan di wajahnya
"Tumben kamu jam segini udah bisa diajak jalan? Kerjaan kamu udah selesai?""Udah, aku mau quality time sama suami aku yang ganteng ini."Satu bulan sudah berlalu. Mereka hidup bahagia sebagai sepasang suami istri. Siang disibukkan dengan pekerjaan, dan jika sudah di rumah keduanya sebisa mungkin tidak membawa atau mengerjakan pekerjaan kantor di rumah. Itu sudah menjadi kesepakatan mereka. Sore ini Batara mendapat kabar jika istrinya bisa pulang lebih cepat dan mengajaknya untuk jalan-jalan. Hitung-hitung mengenang masa pendekatan mereka dulu. Batara sih setiap hari memang sibuk, tapi ia lebih santai dari Syaila. Pria itu bisa dengan mudah mengatur jadwalnya berbeda dengan Syaila. Keduanya sudah sampai di sebuah mall ternama di ibu kota. Bergandengan tangan, melihat-lihat store pakaian branded, memilah restoran yang keduanya inginkan. "Mau beli baju?" tawar Batara. Syaila menggeleng. "Baju aku masih banyak yang belum dipake." Baik, Syaila memang berbeda dari kebanyakan perempuan
Waktu berjalan lebih cepat jika kita berada di antara orang-orang yang kita sayangi. Begitu pun sebaliknya. Tapi Syaila tidak pernah menyangka akan secepat ini. Entah ada kata apalagi yang bisa ia ucapkan selain bahagia. Ratusan orang yang datang ke acara resepsi pernikahan nampak ikut bahagia. Pun dengan mamanya dan Geino yang tersenyum mana kala ia dan Batara akhirnya sah menjadi sepasang suami istri.Dekorasi megah yang ternyata sudah Batara siapkan begitu memesona ditambah undangan tamu yang tidak ada henti-hentinya."Udah aku bilang jangan banyak-banyak ngundang tamu. Ini tangan aku udah mau putus rasanya," bisik Syaila di tengah sibuknya menyambut para tamu yang datang. "Aku cuma undang temen-temen kantor. Itu kolega keluarga-keluargaku. Mana bisa aku batalin." Batara meringis.Keduanya menghela napas panjang. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain terus tersenyum dan menyambut tamu dengan senyum hangat. Meski rasanya pasangan pengantin baru itu sudah ingin cepat-cepat mere
Ibu kota malam ini terasa lebih tenang. Cahaya lampu yang terpantul sinar rembulan membiaskan cahaya warna-warni memanjakan mata. Entah, sudah berapa lama Syaila tidak datang ke tempat ini. Semasa kuliah semester awal ia sering datang kemari. Hanya menyaksikan gemelapnya ibu kota atau hanya sekedar menikmati segelas kopi panas.Dulu ia manusia paling naif perihal hubungan timbal-balik antar manusia. Percaya bahwa kebaikan akan dibalas kebaikan, pun sebaliknya. Tapi Tuhan sepertinya ingin menunjukan hal lain kepadanya, bahwa jangan berharap selain pada-NYA. Tidak butuh bertemu ribuan orang untuk ia membuktikannya. Orang yang ia amat percaya akhirnya mengkhianati kepercayaannya dengan hal yang bahkan tidak pernah ia duga-duga. Pengorbanan yang selama ini ia lakukan terasa sia-sia hanya karena kekurangan yang mungkin dia harapkan ada pada Syaila.Namun beruntung sejak ia akhirnya memutuskan untuk mengambil cuti kuliah karena hamil hingga ia berpisah dengan Azka ia tidak lagi kemari, jik
Seperti halnya hujan, kita tidak bisa mencegah air yang turun itu untuk tidak membuat kita kedinginan. Kita tidak bisa bernegosiasi agar hujan jangan dulu turun sebelum payung kita siap. Begitu pula yang terjadi dengan Syaila dan Batara. Hampir pukul satu malam keduanya sibuk mengasihani dirinya sendiri. Memandang isi gedung yang seharusnya menjadi saksi bisu kisah cinta mereka bersatu. Kini, dekorasi yang sudah dirangkai sedemikian rupa harus terpaksa dilucuti sebab pasangan lain akan menggunakan gedung ini. Seharusnya pagi tadi adalah acara pernikahan keduanya, dan malam ini seharusnya mereka sudah menjadi pasangan suami istri. Tapi sekali lagi, manusia hanya bisa berencana. "Kamu udah ngantuk belum? Udah malem, kita pulang aja ya?" Tidak bisa dibohongi, jelas Batara juga merasa sedih atas gagalnya pernikahan mereka. Tapi mau dikata apa? Semuanya telah terjadi. Syaila menghela napas panjang. "Rasanya kalau aku bilang ini tidak adil, aku akan dicap sebagai manusia yang gak bersyuku
Persidangan pertama dibuka dengan hakim yang menanyakan alasan mengapa Azka tiba-tiba menggugat hak asuh anak padahal sebelumnya mereka sudah sepakat bahwa hak asuh anak diberikan kepada Syaila. Pengacara Azka menjelaskan alasannya. Seperti yang Azka sebelumnya bilang, perihal Syaila yang memiliki kekasih yang trampemental. Ia juga bilang bahwa ia memiliki buktinya. Sebab itu Azka khawatir jika anaknya yang diasuh Syaila akan mendapatkan dampaknya juga. Tidak hanya pihak Azka yang dimintai penjelasan. Syaila juga diberi kesempatan untuk menyanggah. Sama seperti Azka, Syaila menyerahkan semuanya kepada kuasa hukumnya. Kuasa hukum Syaila menceritakan semuanya. Dan perihal apa yang dikatakan Azka hanya sebuah kesalahpahaman. Juga Syaila yang sudah tidak menjalin hubungan lagi dengan Batara. Sidang berjalan lancar. Azka nampak tidak memiliki argumen lagi setelah kuasa hukum Syaila membeberkan semuanya. Dan tanpa sepengetahuan semua orang yang ada dipersidangan, pria yang memakai topi