Kejutan yang ditinggalkan Kate ada di dalam kamar bayi. Kamar bayi itu adalah ruangan yang dulu mereka tata bersama saat Kate pertama kali hamil.Stuart menemaninya menata setiap sudut dengan tangannya sendiri. Namun, setelah bayinya tiada, Kate tak pernah berani masuk lagi. Hanya Stuart yang sesekali masih masuk diam-diam. Namun, lama-kelamaan dia pun tidak masuk lagi.Saat membuka pintu, tangan Stuart gemetar. Kunci sempat terjatuh dua kali. Akhirnya, pintu terbuka.Begitu masuk, matanya langsung tertuju pada sebuah amplop di atas meja. Stuart tersandung dan tak sengaja menjatuhkan kotak penyimpanan di atas meja. Tumpukan hasil pemeriksaan dan ratusan alat suntik berserakan di lantai.Semua itu adalah catatan perjuangan yang dikumpulkan Kate selama bertahun-tahun. Namun, itu belum semuanya. Tulisan di atas kotak itu ditulis oleh Stuart sendiri pada empat tahun lalu.[ Stuart, kamu harus ingat, semua rasa sakit yang Kate alami adalah demi dirimu. Kamu harus memperlakukannya dengan sang
Di sisi foto itu, terlihat sosok Kate berdiri sendirian, menyaksikan semuanya. Foto itu akhirnya menghancurkan sisa harapan di hati Stuart.Kate telah melihat dengan mata kepalanya sendiri, lalu Stuart masih bisa membuat alasan apa?Selama ini, dia mengira bisa merahasiakan semuanya dengan baik. Dia tidak pernah benar-benar mencintai Winter dan memilih Winter hanya karena wajahnya mirip Kate ....Kini, semua terasa jelas. Semua hal aneh yang selama ini diabaikan, kembali muncul satu per satu dalam pikirannya.Apakah Kate mengetahui hubungan dia dan Winter saat makan malam di rumah keluarganya? Atau justru lebih awal dari itu?Lalu, selama hari-hari itu, seberapa besar penderitaan yang harus Kate tanggung sendirian? Stuart selalu merasa dirinya sangat mencintai Kate. Dia bahkan bersumpah tak akan pernah membuatnya menangis. Sejak kapan semuanya mulai berubah?Matanya memerah, penglihatannya mulai kabur oleh air mata. Anak pertama mereka meninggal di usia tujuh bulan kandungan dan harus d
"Nggak mungkin, Kate nggak mungkin memperlakukanku seperti ini." Stuart bergumam pada diri sendiri.Kate punya hati yang begitu lembut, mana mungkin dia sampai sekejam itu terhadapnya? Dia bahkan tak berani membayangkan, sebenarnya dokumen apa yang diberikan Kate kemarin pagi untuk ditandatangani?Stuart yang masih menolak percaya akhirnya menelepon dokter kandungan utama Kate."Bapak nggak tahu? Istri Bapak kemarin pagi datang sendiri untuk menjalani prosedur aborsi."Mata Stuart memerah, suaranya serak. "Lalu, dia ... dia ada bilang sesuatu nggak?""Nggak banyak bicara. Sebelum prosedur, Bu Kate cuma tanya janinnya akan merasa sakit nggak?"Dokter sempat ragu sejenak, lalu meneruskan, "Sepertinya Bu Kate nggak tahu keguguran sebelumnya disebabkan oleh obat tradisional yang salah."Stuart terjatuh di kursinya, lidahnya terasa pahit.Di sampingnya, wajah ibunya tampak sangat suram. "Istri macam apa yang kamu nikahi? Itu anak keluarga kita! Berani-beraninya dia menggugurkannya! Stuart! K
Stuart terhuyung dan langsung berlari memeluk wanita itu. "Jangan tinggalkan aku, kumohon ....""Kak Stuart, mana mungkin aku ninggalin kamu?" Suara Winter seolah-olah menyiramkan air es ke seluruh tubuhnya. "Bibi bilang kamu ngurung diri di kamar, aku benar-benar khawatir ... ah!"Sebelum kalimatnya selesai, Stuart sudah mencengkeram lehernya. Tatapannya yang buas seperti ingin melucuti kulit dan meremukkan tulangnya."Kamu masih berani datang ke sini! Kamu yang bilang ke Kate, makanya dia tahu, 'kan?"Ibu Stuart buru-buru masuk dan menarik tangan Stuart dengan panik. "Lepaskan! Dia sedang mengandung anakmu!"Stuart tidak melepaskan cengkeramannya. Ibu Stuart semakin panik. "Kalaupun Winter mati, apa Kate bakal balik?"Satu kalimat itu langsung menguras habis tenaga Stuart. Dia pun melepaskan cengkeramannya.Winter yang ketakutan pun terjatuh lemas ke lantai dan terengah-engah. "Kak Stuart, percayalah padaku. Aku benaran nggak bilang apa-apa...""Aku tahu hatimu cuma buat Kak Kate. Bi
Ibu Stuart dan ayah Stuart adalah pasangan panutan yang terkenal sejak muda karena kisah cinta mereka.Namun, dalam video yang muncul di layar, ayah Stuart yang selama ini selalu menuruti segala kehendak istrinya, tampak sedang merangkul seorang gadis muda.Gadis itu tampak berusia 20-an tahun, senyumannya sangat mirip dengan ibu Stuart waktu masih muda.Ibu Stuart langsung menerobos masuk ke ruang tamu dan menampar suaminya sekuat tenaga. Wajahnya pucat pasi, air mata mengalir deras."Kenapa kamu kayak gini sama aku? Jawab!" bentak ibu Stuart."Aku 'kan cuma belajar dari kamu! Kamu sendiri yang kasih Winter ke anak kita! Aku lebih baik darimu, setidaknya aku nggak sampai punya anak yang nanti bakal manggil kamu ibu." Ayah Stuart mendorong istrinya dengan kesal, lalu langsung pergi.Ibu Stuart berdiri dengan tubuh gemetaran, menangis tak terkendali. "Aku sama dia sudah 43 tahun! Kami pasangan sah! Apa salahku? Ke mana perginya hati nuraninya?""Lalu, Kate? Apa salah dia?" Mata Stuart di
Winter yang mengirimkan foto kehamilan itu. Dia juga yang mengajak Kate ke vila. Dia yang menyusun semuanya, termasuk membuat Stuart keluar tengah malam untuk bersenang-senang dengannya. Kate tahu semuanya.Bahkan kejadian di rumah keluarga Kate hari itu, semua disaksikan oleh Kate dengan mata kepalanya sendiri.Hari-hari yang lalu, semua detail kecil yang dulu Stuart abaikan, kini muncul jelas satu per satu dalam benaknya.Satu menit sebelum Kate memblokir nomor ibu Stuart, ibu Stuart masih sempat mengejek Kate karena tak kunjung bisa punya anak.Sementara itu, Stuart malah berpikir Kate tak akan peduli pada pesan itu dan memilih diam agar tidak memperkeruh keadaan. Setelah itu, dia justru menyalahkan Kate karena berani memblokir ibunya.Stuart mencengkeram dadanya, rasa sakitnya seperti ditusuk dari dalam, sampai-sampai dia sulit bernapas. Satu demi satu, semuanya kembali terputar dalam kepalanya.Kalau itu terjadi padanya, dia pasti sudah gila sejak lama. Dia bahkan tak berani membay
Tubuh Stuart tiba-tiba goyah, dia refleks melepaskan cengkeramannya. Darah segar mengalir dari kepalanya, membasahi setengah wajahnya hingga merah menyala.Winter ketakutan sampai kakinya melemas. Dia merangkak berusaha kabur, tetapi tubuhnya ditarik kembali.Karena tidak bisa melarikan diri, Winter pun nekat. "Dua anak Kate mati gara-gara kamu, apa masih belum cukup? Sekarang kamu mau bunuh anak ketigamu juga?"Stuart mematung, tubuhnya seolah-olah dipaku di tempat.Winter pun berhenti berjuang, menegakkan kepala sambil tersenyum padanya. "Kenapa, Stuart? Kamu baru tahu menghargai setelah dia ninggalin kamu? Sayang banget, sudah terlambat."Darah di kepala Stuart masih mengalir, kontras dengan wajahnya yang pucat pasi. Pemandangan ini terlihat menyeramkan. Pada akhirnya, dengan tatapan hampa, dia berjalan terhuyung-huyung ke luar.Begitu Stuart keluar, Winter segera mengunci pintu dari dalam. Layar ponselnya menyala. Foto dirinya diusir oleh Ibu Stuart dan berita tentang hilangnya Kate
Ken merinding. "Aku ... aku melakukan ini demi kakakku. Dia sudah menjalani program bayi tabung selama empat tahun, kondisi tubuhnya juga makin buruk.""Ibumu terus menekannya, aku takut dia nggak akan sanggup menanggung semuanya. Kalau dia mengadopsi anak Winter, itu bisa menutup mulut keluargamu. Dia juga bisa terbebas dari semua tekanan itu."Stuart menampar wajahnya dengan satu tamparan kuat, lalu menendangnya hingga terjungkal. Dia tidak menahan diri sedikit pun. Pukulan demi pukulan mendarat telak dan baru berhenti setelah waktu yang cukup lama."Itu demi dia atau demi dirimu sendiri?""Tentu saja demi ...."Stuart tertawa sinis. "Aku bantu kamu bangun bisnis dan kamu keenakan. Kamu bantu aku nutupin semuanya dari kakakmu karena kamu ingin ambil hatiku, biar dapat dukungan lebih dariku. Ken, tanya hatimu sendiri, kakakmu rela kamu bantu dia dengan cara seperti ini?"Wajah Ken langsung pucat pasi karena niatnya terbongkar. Kate tidak mungkin akan setuju. Kalau tidak, kenapa dia ha
Tidak mungkin seperti yang dia pikirkan, 'kan? Namun, kenyataannya memang begitu.Kate bahkan sulit membayangkan bagaimana mungkin Adam, pria pendiam dan lembut seperti itu, bisa membuat begitu banyak rencana hanya untuk menggodanya agar dia berselingkuh.Dia membalik halaman, tidak tahu harus tertawa atau menangis, sampai pandangannya tertuju pada satu kalimat.[ Lebih baik jangan, dia pasti akan sedih. ]Jantung Kate berhenti berdetak untuk sedetik."Sejujurnya, waktu aku pertama kali lihat semua ini, aku bahkan lebih kaget dari kamu," ujar Flora sambil mengangkat bahu. "Orang bisa kelihatan baik, tapi siapa tahu dalamnya kayak gimana. Keluargaku sampai curiga dia punya kelainan ...."Kate tertawa."Tapi aku juga tahu, dia sudah jatuh cinta, bahkan selama 12 tahun. Kami sebenarnya sudah coba segala cara, tapi tekadnya terlalu kuat.""Maaf ya, Kate. Waktu pagi itu aku telepon dia, aku benar-benar nggak tahu kamu ada sama dia.""Aku juga minta maaf karena adikku kayak gitu. Kalau bisa,
Satu kalimat ringan itu justru membuat mata Stuart memerah."Kita sudah bersama begitu lama, masa kamu nggak bisa maafin aku sekali saja?""Bisa kok, aku maafin kamu."Stuart tertegun, tak menyangka dia akan berkata begitu. Matanya langsung berbinar."Asal kamu juga bisa terima kalau aku nanti juga cari pria lain. Waktu aku sama kamu, aku akan kirim pesan ke dia, terus like postingannya.""Aku akan temani dia semalaman pas kamu tidur. Bahkan, mungkin aku akan hamil anak dia, terus minta kamu bantu besarkan."Setiap kata yang keluar dari mulut Kate membuat wajah Stuart semakin pucat. Baru mendengarnya saja, Stuart sudah nyaris hancur."Kamu bisa terima?"Stuart langsung menggeleng."Kate, aku nggak sanggup ....""Makanya, kamu juga nggak layak minta dimaafkan. Kalau kamu mau aku mencintaimu, kamu juga harus balas dengan kesetiaan yang sama. Kalau nggak, kamu nggak pantas."Kate menatapnya dingin saat Stuart mulai menangis tersedu-sedu."Stuart, kamu gagal jadi suami, gagal jadi ayah. Sat
Kate menggigit pelan bibirnya. Pintu lift terbuka. Adam berjalan keluar beberapa langkah, lalu menoleh meliriknya. "Kenapa?"Kate menyimpan ponselnya dan menyusul. Kamar mereka berhadapan langsung. Kate membuka pintu, tetapi tidak langsung masuk."Adam.""Mau masuk sebentar?"Kate berbalik. "Maksudku, gimana kalau kita coba dulu?"Adam sempat bengong. Di saat Kate mulai tenang dan hendak menarik ucapannya, Adam segera mendahuluinya."Aku mau."Adam melangkah cepat, menutup pintu, dan menahan tubuh Kate di dinding. Adam yang selalu dikenal tenang dan terkendali, malah memperlihatkan tatapan yang membara."Mau lanjut, Kate?" Suaranya serak dan dalam, membuat telinga Kate memerah.Kate gugup, tetapi dia tidak ragu. "Mau ...."Adam terkekeh-kekeh, lalu memegang wajahnya dan menciumnya. Ciuman itu awalnya lembut, tetapi berubah menjadi dalam dan penuh gairah. Segalanya pun lepas kendali.Keesokan pagi, Kate terbangun karena dering ponsel Adam. Adam yang masih setengah sadar pun mengangkatnya
"Aku nggak mau karena ... aku jijik padamu."Stuart terbangun seketika, lalu panik berlari ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya berulang kali. Dia hampir saja mengelupas kulitnya sendiri. Matanya dipenuhi urat merah, mulutnya terus bergumam."Sayang, aku sudah bersih sekarang. Aku nggak kotor lagi, aku nggak menjijikkan lagi .... Makanan yang aku makan juga sudah kumuntahkan, kamu jangan jijik sama aku ya? Aku akan suruh mereka pergi, nggak akan ada yang datang lagi."Setelah hampir setengah jam, Stuart akhirnya keluar. Melihat kondisinya, ibu Stuart hendak masuk, tetapi langsung dihalangi olehnya."Jangan masuk. Kate nggak suka kamu. Aku harus jaga semua barang-barangnya di sini. Aku nggak bisa buat dia marah lagi."Ibu Stuart hanya bisa duduk di depan pintu, hatinya penuh keputusasaan."Kalau aku nggak bisa menghentikanmu, biar aku temani kamu di sini. Aku nggak sanggup melihat situasimu. Stuart, aku lebih baik mati daripada melihatmu begini. Sebenarnya, harus kayak gimana biar kamu
"Kamu sepertinya lupa, aku sudah pernah kasih kamu banyak kesempatan. Tapi, kamu sendiri yang nggak becus, sekali pun nggak bisa kamu manfaatkan dengan baik."Suara Stuart bergetar. "Sayang, aku benar-benar sadar aku salah ....""Terus kenapa?" Kate terkekeh-kekeh. "Kamu bisa hidupkan dua anak kita kembali? Atau kamu bisa buat kejadian kamu tidur dengan Winter seolah-olah nggak pernah terjadi?""Sejak aku pergi, aku nggak pernah berniat balik lagi. Stuart, aku jijik sama kamu."Kate menoleh ke arah ibu Stuart. "Waktu lima menit sudah habis. Maaf, aku harus pergi.""Jangan ... jangan, Sayang. Kita sudah bersama begitu lama, kamu nggak bisa ...."Kate melangkah keluar pintu. Suara tangisan memohon itu tertinggal sepenuhnya di belakangnya.Ibu Stuart menghela napas berat. "Stuart, dia sudah pergi."Ucapan itu seperti vonis mati bagi Stuart. Tatapannya langsung kosong. Saat berikutnya, dia sontak berlari ke arah pintu. Jarum infus tercabut, darah memercik, tetapi dia seperti tak merasakan s
Suara di ujung telepon sangat sunyi.Stuart semakin terdengar hati-hati dan rendah diri. "Aku tahu aku salah. Aku seharusnya nggak menipumu. Aku dan Winter sudah nggak ada hubungan apa-apa dan anak itu juga sudah tiada.""Sayang, aku mohon, tolong maafkan aku kali ini. Aku benar-benar nggak bisa hidup tanpa kamu. Selama kamu mau balik, aku akan melakukan apa saja."Tak ada respons dari seberang."Sayang, jangan ...." Suara Stuart mulai bergetar. Namun, sebelum kalimatnya selesai, panggilan sudah terputus.Dengan panik, Stuart buru-buru mencoba menelepon ulang. Namun, ternyata nomornya sudah diblokir. Keputusasaan yang begitu mendalam menyelimuti dirinya, membuatnya sulit bernapas.Tepat saat itu, panggilan dari ibunya masuk."Ibu, bisa tolong bantu cari dia? Aku benar-benar kangen banget sama dia. Dia sudah nggak mau angkat teleponku."Ibu Stuart merasa getir. Selama ini, anaknya begitu berwibawa. Kalau bukan karena putus asa, dia tidak mungkin memohon seperti ini padanya."Gimana kala
Namun, yang Stuart lihat hanyalah punggung orang-orang yang sedang menarik koper. Dia menurunkan pandangannya. Dengan membawa foto Kate di ponsel, dia mulai bertanya ke setiap orang yang dia temui.Di bandara asing itu, dia tak peduli lagi dengan citra atau harga diri. Dia terus memanggil, "Kate! Kate!"Dia hampir menyusuri seluruh area bandara, sampai akhirnya mendapat jawaban dari seseorang."Dia duduk di sini setengah jam yang lalu, sekarang pesawatnya sudah terbang. Tadi pas kamu masuk, dia sempat lihat ke arahmu. Kalian saling kenal ya? Tapi, kenapa dia nggak nyahut waktu kamu teriak-teriak barusan?"Stuart berdiri mematung. Dia terlambat setengah jam. Padahal dia sudah begitu dekat untuk bisa bertemu dengan Kate. Hanya tinggal sedikit lagi, kenapa harus terlewat?Seluruh tubuh Stuart basah oleh keringat, tetapi hatinya seperti jatuh ke dasar jurang yang dingin.Kate menyaksikannya berlari seperti orang bodoh mencari ke sana sini, tetapi tetap tidak mau melangkah sedikit pun untuk
Pesawat mendarat.Dalam perjalanan menuju restoran itu, perasaan Stuart diliputi kegembiraan yang semakin lama semakin memuncak. Namun, ketika dia benar-benar berdiri di depan restoran, dia justru merasa takut.Sudah tiga bulan sejak Kate pergi. Dia yakin Kate pasti sudah melihat semua permintaan maaf dan janji-janjinya di internet. Mungkin amarahnya sudah sedikit mereda.Sebelumnya, semua informasi yang dia dapat hanyalah kabar burung. Baru kali ini dia mendapatkan foto dan lokasi yang benar-benar jelas. Dia yakin Kate pasti sudah memaafkannya, makanya memberinya kesempatan seperti ini.Ya, pasti begitu. Mereka sudah saling mencintai selama bertahun-tahun. Kate memiliki hati yang lembut, tidak akan tega meninggalkannya.Stuart memaksakan diri untuk tidak mengingat sikap dingin dan tegas Kate sebelumnya. Dia berkali-kali menenangkan dirinya sendiri.Kemudian, dia membawa masuk sekotak pangsit udang kukus kesukaan Kate, yang dibawanya jauh-jauh dari negara asalnya. Dia menunjukkan foto K
Sejak kecil, Kate punya mimpi untuk keliling dunia. Namun, sejak kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan, mimpi itu harus terkubur selama 19 tahun. Setelah dia pergi, mimpi itu bisa dia wujudkan kembali.Di bulan pertama kepergiannya, Kate pergi ke kota yang dulu paling dia impikan untuk memulihkan kesehatannya. Di sana, dia bertemu dengan kakak kelasnya semasa kuliah, Adam.Karena Kate masih asing dengan tempat itu dan kesehatannya juga kurang baik, Adam pun banyak membantunya selama sebulan penuh.Kate sangat peka terhadap perasaan orang lain. Saat dia menyadari tatapan Adam padanya sudah melebihi sekadar teman, dia memutuskan pergi ke kota berikutnya.Lima tahun pernikahan tidak sepenuhnya sia-sia. Setidaknya, kini Kate tak perlu lagi khawatir soal uang.Adapun permintaan maaf yang terus Stuart unggah di media sosial, meskipun Kate tidak pernah mencari tahu, selalu ada orang-orang yang membahasnya di perjalanan.Saat sedang makan, dua gadis di meja sebelah kembali membicarakan