"Tidak, kamu tidak boleh berpisah dari Galih! Kalau perlu kalian rujuk lagi, asal kalian tetap bersama!" seru Bu Romlah dengan nafas terengah-engah."Tidak, Bu. Aku tidak mau bersama Mas Galih. Aku tidak bisa menerima pengkhianatan ini," sahut Maya kekeh.Bu Romlah marah, dia tidak mau anaknya itu berpisah dari Galih. Selama ini dia selalu berbangga diri di depan tetangga dan temannya karena berhasil menjadi besan orang terpandang di kampung itu."Jangan ngeyel aja kamu, May. Nurut apa kata orangtua, Ibu tahu apa yang terbaik untukmu!" seru Bu Romlah semakin emosi."Iya, tuh Mbak Maya. Harusnya kamu bersyukur bisa jadi menantu keluarga Raharjo karena banyak yang ingin berada di posisimu," sahut Hesti mendukung ibunya.Sadar ada yang mendukung, Bu Romlah semakin berapi-api meminta Maya untuk kembali ke rumah mertuanya. Bahkan dia menyudutkan Maya hingga tak bisa berkutik lagi. Bu Romlah dan Hesti tak berhenti bicara dan menyalahkan Maya.Maya tak lagi bisa mendengarkan perkataan merek
Rangga datang kembali ke rumah Maya. Hesti telah menghubunginya dan meminta tolong kepadanya untuk segera datang."Bagaimana keadaan Maya sekarang?" tanya Rangga begitu duduk di kursi rumah Bu Romlah."Ada, Mas. Mbak Maya lagi di kamar. Mas Rangga mau minum apa, biar aku buatin?" tanya Hesti dengan tersenyum.Rangga heran kepada adik dari Maya itu. Di saat seperti ini dia tampak tak khawatir dengan keadaan kakaknya, malah gadis itu masih sempat menawarinya minum."Aku ke sini untuk melihat keadaan Maya, bukan untuk mampir minum. Bisa aku melihatnya sekarang juga?" tanya Rangga tanpa basa-basi.Hesti cemberut, tujuannya menyuruh Rangga datang untuk bisa lebih dekat dengannya dan mengenalnya lebih dalam. Tapi justru pria itu mengabaikannya dan terlihat khawatir dengan keadaan kakaknya.Padahal dia sudah berdandan secantik mungkin untuk menarik perhatian pria itu. Dia juga sudah mengenakan baju yang seksi yang menonjolkan lekuk tubuhnya.Hesti berperawakan lebih tinggi daripada Maya, bis
"Kan sudah aku bilang, Bu. Maya gak akan pulang, kami sudah memutuskan untuk berpisah!" jawab Galih spontan."Apa?!" Arya dan Diana berseru spontan.Bu Ullah mendadak pucat pasi dengan kejujuran Galih. Diana yang tak tahu apa-apa karena dia sedang bekerja saat kejadian pun syok seketika. Sedangkan Arya mencium gelagat aneh dari Bu Ullah yang berusaha menyembunyikan sesuatu darinya."Ada apa ini? Galih kenapa kamu bisa berpisah dengan Maya, apa kalian ada masalah?" tanya Arya.Bu Ullah terlihat panik, begitu pun Diana. Susah payah mereka berhasil membujuk Arya kembali kini masalah baru datang lagi."Iya, intinya kami sudah memutuskan untuk berpisah." sahut Galih lalu pria itu pun memilih pergi sebelum Arya sempat bertanya kembali.Galih juga merasakan perasaan sedih itu, dia menyesal, sungguh-sungguh menyesal kekhilafannya membuat istrinya pergi meninggalkannya.Kini Arya yang merasa khawatir dengan keadaan Maya. Pria itu terlihat kacau setelah mengetahui kabar yang mengejutkan itu. D
"Aku peduli padamu karena—," belum sempat Rangga melanjutkan ucapannya Bu Romlah masuk ke dalam kamar di mana Maya dirawat."Maya, kamu udah baikan?" Kita pulang aja sekarang, Ibu akan mengantarkanmu kembali ke rumah mertuamu," ucap Bu Romlah enteng.Maya terhenyak, dia merasa kembali rapuh saat ibunya terus memaksa dan menyudutkannya."Tidak, Bu. Aku tak akan kembali ke rumah Mas Galih," sahut Maya dengan tatapan nanar."Jangan b*ngal kamu! Kamu itu harus nurut dengan apa kata orangtua, siapa yang sudah membesarkan kamu hingga seperti sekarang, hah?!" seru Bu Romlah dengan nada sedikit tinggi.Rangga mencoba menengahi mereka, tak ingin melihat Maya jatuh sakit lagi."Bu, tolong tenanglah. Dokter mengingatkan saya agar kita tak membuat Maya merasa tertekan. Dia bisa jatuh sakit lagi kalau terlalu banyak pikiran, Bu," ucap Rangga."Hei, kamu jangan terlalu banyak ikut campur, kamu bukan siapa-siapanya Maya." sahut Bu Romlah geram.Rangga menggeleng-gelengkan kepala melihat Bu Romlah ya
Dewi juga tergugu, dia sangat mengkhawatirkan anaknya. Hatinya bagai disayat sembilu memikirkan putra yang sangat dicintainya kini tak ada di pelukannya."Dewi, jangan cuma bisa menangis aja kamu! Lapor polisi sekarang juga, cepat!" teriak Bu Nur disela isak tangisnya.Akhirnya Dewi minta tolong Galih untuk melaporkan kehilangan Farel ke kantor polisi. Mereka pergi berdua saja, sedangkan Bu Ullah menenangkan Bu Nur agar tak terus-terusan menangis. Pak Sandi yang batu mengetahui soal.itu juga meminta bantuan teman-temannya untuk mencari keberadaan bocah itu.Sesampainya di kantor polisi, mereka memberikan keterangan tentang Farel dan memberikan fotonya untuk mempermudah pencarian.Polisi berjanji akan bergerak cepat untuk mencari dan memasukkan berita kehilangan Farel di media online yang ada di kota itu."Sudah, Wi. Jangan menangis terus ... kita sudah berusaha, sekarang kita berdoa agar Farel lekas ketemu," ucap Galih kepada Dewi yang terlihat kacau, hilang semangatnya.Dewi tak menj
Diana mencoba menahan emosi di dadanya, tangannya mengepal kuat mendengar penuturan Arya apalagi mereka berbicara tentang adiknya.Rangga masih mengamati mereka, dia merasa tak perlu bergabung dan beramah tamah dengan siapapun yang ada dalam pusara keluarga Raharjo kecuali Maya."Sakit sekali, Kak. Dengan mata kepalaku sendiri aku menyaksikan mereka berdua—," Maya tak meneruskan ucapanmu, dia merasa tak sanggup. Air mata kembali jatuh di pipinya saat dia mengingat peristiwa menyakitkan itu. Rasa sesak kembali memenuhi rongga dadanya.Arya merasa sakit melihat Maya seperti itu. Spontan dia memeluk Maya yang duduk diatas ranjang. Dia mengelus pucuk kepala perempuan itu.Ingin sekali Arya berbagi sakit dengan Maya seandainya dia bisa, kesedihan perempuan itu menghujam ke dalam relung hatinya yang terdalam.Diana menatap pemandangan di depannya dengan mata berkaca-kaca, dia ingin melangkah mendekati mereka namun kakinya berat melangkah.Air mata Diana meluncur begitu saja, cemburu yang s
"Tenanglah Maya, dia hanya masa lalu Rangga sedangkan kamu masa depannya," bisik Bu Romlah di telinga putrinya."Permisi," ucap Galih di depan pintu rumah Bu Romlah.Galih bersama Dewi tampak berdiri di depan pintu. Keadaan Dewi yang lemah membuat Galih merengkuh perempuan itu. Hati Maya mencelos melihat dua orang itu kini ada di hadapannya lagi."Galih, ngapain kamu ke sini bawa perempuan gak tahu diri ini?!" tanya Bu Romlah ketus.Bu Romlah menatap nyalang ke arah Dewi yang tampak lemah dan pucat, tidak seperti biasanya yang selalu berdandan cetar dengan warna bibir menyala."Masuklah, Mas. Kebetulan kamu ke sini jadi Pak David tak perlu repot-repot untuk mendatangimu ke rumah," ucap Maya tanpa menatap lelaki yang masih sah secara hukum sebagai suaminya.Pak David pun paham maksud Maya, ternyata lelaki yang baru datang itu adalah Galih, orang yang akan didatanginya juga untuk dimintai tanda tangan.Galih masuk dan duduk berdampingan dengan Dewi. Mereka seperti pasangan suami istri,
Rangga akan membuka pintu rumahnya saat terdengar suara yang memanggil namanya. Suara yang begitu dia kenal dan juga dirindukannya selama ini."Mas Rangga," suara itu terdengar merdu di telinga Rangga, serasa mimpi dia bisa mendengarnya lagi.Langkah kaki terdengar mendekat ke arahnya, Rangga membalikkan tubuhnya. Kini dia berhadapan dengannya, seseorang yang selama ini masih tersemat di hatinya."Kinan?" Rangga mengamati Kinan yang terlihat lebih cantik dan terawat.Jantungnya berdegup lebih kencang, wajah cantik itu melumpuhkan pikirannya untuk sesaat. Radit berhasil merawat istrinya itu dengan teramat baik. Terbukti dengan keadaan Kinan saat ini.Meskipun Kinan dalam keadaan hamil besar, tapi tak mengurangi kecantikan yang ada pada dirinya."Aku pikir suara mobil Mas Radit yang baru datang, ternyata itu kamu, Mas," ucap Kinan dengan senyum di wajahnya.Rangga mengalihkan tatapan matanya, ternyata dia tak mampu berhadapan dengan mata bening nan lentik itu, jika saja Kinan bisa mend
Acara di ballroom hotel berlangsung dengan meriah. Banyak kerabat, tetangga, relasi dan rekan bisnis Rangga yang datang memenuhi undangan itu.Maya sempat merasa minder berada diantara mereka semua. Dia baru menyadari jika sang suami adalah orang yang diperhitungkan dalam bisnis interiornya. Rata-rata mereka yang datang dari kalangan atas, terlihat dari penampilan mereka yang berbeda.Rangga tak membiarkan istrinya merasa sendiri, dia tak pernah melepas tangan Maya, bahkan dia selalu melibatkan Maya di saat berbaur bersama teman-temannya.Saat tengah asyik mengobrol, Maya melihat seseorang yang dikenalnya. Beberapa kali dia meyakinkan pandangannya bahwa apa yang dilihatnya itu benar adalah Kinan.Kinan dan Radit memang sengaja datang ke pesta pernikahan itu. Mereka ingin memberikan kado spesial untuk Maya dan Rangga."Maya, selamat ya. Akhirnya kalian bisa bersama." Kinan memberikan selamat seraya memeluk Maya."Terima kasih, Mbak sudah menyempatkan datang ke sini jauh-jauh," sahut Ma
"Yaa ... aku terlambat!" sahut Hesti dengan rona wajah kecewa dan pasrah."Busyet ... ini bocah baru bangun langsung liat acara nikahan! Mandi sono, gih! Masih ileran gitu," Bi Ijah negur Hesti yang masih memakai baju tidur s*ksi."Syirik aja jadi orang, terserah dong aku mau ngapain," jawab Hesti ketus, perempuan itu lalu kembali ke kamarnya."Astaghfirullah ...." Bi Ijah beristighfar sambil mengelus dada setelah kepergian Hesti.Setelah acara akad nikah selesai, Penghulu menutupnya dengan acara doa bersama dan setelahnya mereka semua pun merayakannya dengan menikmati hidangan yang sudah disediakan.Sementara Maya dan Rangga mendapat banyak ucapan selamat dari orang-orang di sekitarnya. Mereka juga sudah mengabadikan momen spesial itu dengan berfoto ria bersama. Beberapa saat lamanya mereka berinteraksi dengan semua tamu yang hadir, hingga Rangga berniat untuk mengajak Maya istirahat sebentar di kamar karena nanti malam acara akan dilanjutkan di ballroom sebuah hotel bintang 5."Saya
"Lah, gimana sih Mbak. Semua harus minta ijin dan nurut sama kamu. Iya, aku dan Aldo memutuskan untuk tinggal di sini, rumah ini besar, fasilitasnya lengkap, jadi aku juga pingin tinggal nyaman di sini," tutur Hesti ringan."Jangan ngaco kamu, Hes! Ini rumah Mas Rangga, kamu gak bisa seenaknya tinggal di sini tanpa ijin darinya," sahut Maya geram.Hesti melotot, sementara Aldo malah asyik bermain ponsel di ranjang, tak peduli dengan kemarahan Maya."Mas Rangga pasti ngijinin aku tinggal di sini! Jangan khawatir besok aku akan bilang sendiri sama orangnya," sahut Hesti menatap Maya tajam.Hesti lalu mendorong tubuh Maya untuk mundur sedikit, lalu dia menarik tangan kakaknya untuk menjauh dari kamarnya, tak ingin Aldo mendengar ucapannya."Apaan sih, Hes?!" tandas Maya seraya melepaskan cekalan tangan Hesti."Mbak, asal kamu tahu aja ya. Kamu itu cuma beruntung karena kamu lah orang pertama yang bertemu dengan Mas Rangga, seandainya dia ketemu aku duluan, yakin deh dia bakalan jatuh cin
Sebelum maghrib Bu Lina, Andika, dan Lia sudah datang ke tempat Maya. Mereka ikut pengajian yang diselenggarakan di rumah itu, mengingat itu juga adalah rumah Bu Lina dan para tetangga sudah mengenalnya. Mereka datang diantarkan oleh orang suruhan Rangga, setelah itu orang itu pun pergi dan akan datang lagi nanti saat acara selesai.Setelah maghrib, Bu Indah dan Arya juga datang atas permintaan Maya. Kedatangan Arya ke situ untuk membantu Maya menyiapkan segala keperluan dari pihak keluarga perempuan karena Maya tak mempunyai saudara laki-laki.Saat bertemu dengan Lia, Arya terlihat begitu bersemangat. Dia mulai sering mencuri pandang dan kadangkala mereka kedapatan mengobrol berdua.Hal itu tentu saja tak lepas dari pengamatan Bu Indah dan Bu Lina, selaku ibu dari Lia.Rangga tak ikut serta karena Bu Lina tak mengijinkannya datang sebelum akad nikah besok pagi. Maya keluar dengan balutan gamis putih yang lembut dan elegan, pemberian dari Rangga. Dengan riassan modern dan natural, di
Sore itu, rumah sudah dibersihkan oleh Bi Ijah dan Bu Romlah juga dibantu oleh para tetangga. Pengajian akan digelar nanti setelah maghrib."Mbak, tinggal menunggu kiriman kuenya. Harusnya sudah dikirim dari tadi, sih tapi ini sampai jam segini kok belum datang ya," tutur Bi Ijah khawatir."Tenang, Bi. Masih ada waktu sekitar 2,5 jam. Sebentar lagi pasti akan datang," sahut Maya optimis."Itu, tuh kalau kebanyakan dosa, acaranya gak bakalan lancar!" seru Hesti tanpa merasa bersalah."Tutup mulutmu, Hes!" tandas Bu Romlah geram dan Hesti pun melengos.Tak lama sebuah mobil warna putih berhenti di depan rumah. Seorang wanita turun dari mobil itu, sedangkan pria yang bersamanya membuka jok belakang untuk mengambil kue pesanan Maya.Melihat wanita itu, Maya tercekat. Dia sangat mengenal siapa yang kini sedang dilihatnya. Tak salah lagi itu Diana tapi dengan penampilan yang tak seperti biasanya.Diana terlihat lusuh, wajahnya pun bebas dari make up seperti yang biasa dia pakai. Wajah perem
"Hes, kalau kamu lapar, makan nasi yang Ibu bungkus dari rumah tadi. Lagipula kamu tadi juga udah makan, kok sekarang minta makan lagi," celoteh Bu Romlah."Beda, Bu. Aku ngidam pingin makan makanan yang dimasak sama Mbak Maya sendiri," sahut Hesti seenaknya.Maya yang sudah paham akan sifat adiknya, akhirnya bersuara. Dia tak mau terus menerus dimanfaatkan oleh Hesti karena semakin dia menerima dan mengalah maka adiknya itu akan semakin menjadi, sifatnya hampir sama dengan Pak Amir, bapaknya."Kalau kamu lapar, ambil sendiri makanan yang ada di meja makan. Jangan suka main perintah seenak kamu, di sini jangan bertingkah seperti di rumahmu sendiri," ucap Maya penuh penekanan."Mbak kok kamu gitu, sih. Aku ini lagi hamil, loh! Jangan ketus sama orang hamil, bisa kualat kamu nanti!" sahut Hesti, tak terima."Jaga sikapmu, Hesti! Kalau sikapmu masih saja seenaknya, mending kamu pulang saja!" Bu Romlah merasa geram."Ibu ini kenapa, sih jadi belain Mbak Maya terus? Apa karena Mbak Maya ba
Maya segera mengalihkan perhatian wanita itu. Dia meminta Bu Indah untuk memanggil keduanya, sedangkan Maya menyiapkan minuman untuk mereka semua.Saat makan bersama, sesekali mereka mengobrol untuk memanfaatkan waktu yang ada."Lia, jadi setiap harinya kamu sibuk apa?" tanya Bu Lia memancing."Saya sekolah desain mode dan tekstil, Bu. Mas Rangga ingin saya terjun ke dunia fashion karena itu passion saya, jadi dalam waktu dekat, Insya Allah saya akan membuka usaha konveksi kecil-kecilan," jelas Lia apa adanya."Wah, hebat banget masih muda tapi sudah punya jiwa wirausahawan," sahut Bu Indah kagum.Arya pun nampak kagum dengan cara gadis itu menjelaskan, tak ada kesombongan, gadis itu malah terkesan merendah di hadapan setiap orang.Sesekali Arya terlihat memperhatikan Lia saat di meja makan. Maya dan Bu Indah yang tahu akan hal itu pun saling melempar senyum. Setelah acara makan bersama selesai, Bu Indah memanggil Maya sebentar untuk menunggunya. Bu Indah masuk ke kamar dan mengambil
Ternyata asisten yang dimaksud Siska adalah Dikna, mantan adik ipar Maya yang juga merupakan putri bungsu keluarga Raharjo.Dikna bekerja di salon itu semenjak ayahnya ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Selama ini dia selalu mendapat sokongan dana dari sang ayah jadi tidak pernah merasa kekurangan, tapi semenjak ayahnya di penjara otomatis keuangannya pun berantakan karena hanya mengandalkan gaji suaminya yang tak seberapa.Dikna lantas menghambur memeluk Maya dengan tangisan pecah."Mbak Maya, maafkan aku, Mbak." ucap Dikna tergugu.Maya tercekat, dia masih belum bisa menguasai keadaan. Maya juga tak menyangka jika adik ipar yang selalu sinis kepadanya selama ini tiba-tiba memeluknya."Dikna, ada apa ini?" tanya Maya bingungDikna melepaskan pelukannya, dia menghapus air mata yang membasahi pipinya."Mbak, maafkan aku jika selama ini aku selalu bersikap gak baik sama kamu," ucap Dikna dengan mata mengembun.Maya menghela nafas panjang, dia sudah berusaha melupakan apa yang p
"Lalu untuk apa kamu ke sini? Apa kamu masih butuh dengan ibumu ini? Ibu yang selama ini selalu membuatmu menderita, Ibu yang tak dapat melindungi anaknya? Buat apa kamu ke sini, May? Harusnya kamu menikah saja, tak perlu kamu memberitahu Ibu jahatmu ini!" seru Bu Romlah dengan air mata yang mulai tumpah."Ibu?" Maya tak menyangka reaksi ibunya akan seperti itu.Bu Romlah menangis tersedu, hatinya sangat sakit melihat Maya ada di depannya. Bayangan masa lalu di mana dia selalu menyia-nyiakan putri kecilnya kembali melintas. Saat dia sering mendaratkan pukulan di tubuh ringkih Maya kecil. Saat dia abai mendengar rengekan Maya kecil karena kelaparan dan masih banyak bayangan penderitaan lain yang dialami Maya karena dirinya bermunculan.Maya mendekati ibunya, rasa tak tega melihat wanita yang telah melahirkannya itu menangis membuatnya hatinya ikut teiriris."Ibu kenapa?" tanya Maya seraya menyentuh tangan ibunya."Ibu terlalu buruk, Maya. Ibu tak pantas mendapatkan putri sebaik kamu.