[Mas, ini nomerku, Hesti. Disave ya barangkali suatu saat kamu membutuhkannya]Setelah tahu siapa yang mengirimkan pesan untuknya, dia lantas melemparkan ponselnya itu ke kasur.Merasa pesannya hanya dibaca dan gak dibalas, Hesti menelpon Rangga dengan ponsel milik Maya. Melihat nama Maya di sana, Rangga dengan cepat mengangakat panggilan itu karena dia mengira jika itu adalah Maya."Maya?!" ucap Rangga ragu."Ini bukan Maya! Kenapa gak dibales pesanku tadi, Mas?" tanya Hesti terlihat jengkel."Sorry aku ketiduran," sahut Rangga setelah itu tanpa berkata lagi dia lantas mematikan telepon itu kembali.Moodnya sudah benar-benar buruk dibuat oleh Hesti. Dia sama sekali tak berminat menanggapi gadis itu."Gaje banget tuh cewe!" gumam Rangga.****Maya memainkan ponselnya, hatinya gelisah karena sedari tadi Rangga tak mengirimkan pesan atau pun sekedar menghubunginya.Maya juga bingung bagaimana perasaan Rangga terhadapnya. Kenapa pria itu ingin menikahinya, apakah dia serius ataukah ada
"Sampai kapan pun kamu harus mengalah sama adik kamu, May! Lekas cuci baju Hesti setelah kamu makan!" ucap Bu Romlah dengan menatap tajam anaknya. Hesti tersenyum penuh kemenangan karena mendapatkan pembelaan dari sang ibu."Aku tidak mau, Bu. Dia bisa melakukannya sendiri," sahut Maya kekeh."Jadi kamu mau membantah Ibu? Ingat, May ... ibu tak suka perintah Ibu diabaikan!" Bu Romlah terlihat geram."Kenapa Ibu selalu membela dia? Kenapa Ibu memperlakukan kami berbeda? Selama ini aku selalu menurut kepada kalian dengan harapan suatu saat nanti kalian akan berubah, tapi ternyata dugaanku salah," sahut Maya seraya menatap ibunya dengan mata nanar."Maya, mulai berani melawan kamu ya?! Kamu itu harus berbakti kepada orangtua apalagi sekarang kamu di sini cuma numpang!" seru Bu Romlah emosi."Numpang? Apa seorang anak yang tinggal di rumah orangtuanya sendiri bisa dikatakan numpang? Berarti status kami sama, Bu. Aku dan Hesti sama-sama numpang di sini," ucap Maya sarkas.Bu Romlah nampa
Arya hendak menghampiri mereka dan bertanya namun Maya mencekal tangannya dan menghentikannya."Mas, jangan! Tolong antarkan aku segera pergi meninggalkan tempat ini." Maya memohon dengan mata sayu."Baiklah," sahut Arya seraya mengambil tas berat itu dari tangan Maya.Mereka berdua naik ke mobil. Setelah itu Arya menanyakan tujuan Maya mau pergi ke mana."Kita akan ke mana?" tanya Arya."Aku belum tahu, Mas. Tapi aku ingin mencari kost atau kontrakan," sahut Maya.Arya tahu Maya pasti sedang ada masalah dengan orangtunya. Dia sudah mengenal Bu Romlah dan Pak Amir sedari dulu, bagaimana mereka memperlakukan Maya pun Arya sudah tahu jadi dia tak heran jika ini terjadi.Arya melajukan mobilnya, dia berniat membawa Maya ke rumahnya. Arya tak tega jika melihat Mata tinggal sendiri di kontrakan."May, untuk sementara waktu kamu akan tinggal di rumahku," ucap Arya seraya menatap Maya yang ada di sampingnya."Tapi, Mas. Aku tak mau merepotkan kalian, lebih baik aku ngontrak saja. Aku ingin s
Diana lantas mendorong tubuh Maya kembali hingga perempuan itu kembali terjatuh dan menabrak nakas yang tak jauh dari tubuhnya. Kepalanya menabrak pinggiran meja hingga menyebabkan luka yang berdarah di kepalanya.ARGH!!Bu Indah yang baru datang, lantas berlari ke kamar tamu begitu mendengar teriakan Maya."Maya!?" Bu Indah berteriak histeris mendapati Maya terkulai dengan kepala bersimbah darah. Sedangkan di hadapannya kini Diana memandang Maya dengan tatapan nyalang."Bu Indah, a-aku—" Diana terbata, matanya terbelalak menatap kedatangan Bu Indah secara tiba-tiba.Bu Indah berlari menghampiri Maya yang meringis kesakitan, lantas dia memapah Maya untuk duduk di sisi ranjang. Dengan cepat wanita itu berlari dan mengambil kotak obat yang tak jauh dari kamar tamu.Dengan cekatan Bu Indah mengobati luka Maya dan memasang perban agar lukanya tak beresiko infeksi.Diana hanya diam membisu dan menyaksikan calon mertuanya begitu peduli pada Maya. Setelah selesai merawat luka Maya, Bu Indah
Arya bersikeras tidak mengijinkan Maya pergi. Perdebatan mereka berhenti ketika sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah Arya.Rangga keluar dari mobil setelah memarkirkannya dan berjalan menghampiri Maya dan Arya yang kini menatapnya."Mas, akhirnya kamu datang juga, aku sudah menunggumu dari tadi," ucap Maya dengan wajah berbinar.Bertemu dengan Rangga seolah membuatnya lupa akan masalah yang baru saja dialaminya. Rasa nyaman melihat pria itu membuat senyum terbit di wajah ayu Maya."Maaf jika harus menunggu lama," sahut Rangga seraya melirik Arya yang kini menatapnya tajam."Kenapa kamu mengundang dia ke sini, May? Apa kamu akan pergi bersamanya?" tanya Arya dengan tatapan menghujam.Maya akan pergi dari rumah itu setelah kepergian Diana. Lalu Rangga menelponnya dan memintanya untuk menunggu hingga dia datang. Akhirnya Maya setuju dan menunggu kedatangan Rangga."Iya, Mas. Aku akan pergi bersama Mas Rangga untuk mencari kontrakan. Maaf jika aku tak bilang sebelumnya," jelas Maya.
"Ini sudah hampir tengah malam, May. Tak ada satu pun kontrakan yang kosong," ucap Rangga setelah beberapa kali bertanya soal kontrakan pada pemiliknya.Maya memilin baju yang dipakainya, dia terlihat gelisah karena tak juga mendapatkan tempat untuknya."Baiklah, aku akan membawamu ke rumah ibuku saja," ucap Rangga memutuskan."Tidak, Mas! Apa maksudnya kamu akan membawaku ke rumahmu yang ada di depan rumah mertuaku?" tanya Maya dengan membelalakkan matanya."Bukanlah, cari masalah itu namanya," sahut Rangga dengan tertawa kecil."Lalu rumah ibumu yang mana?" tanya Maya ragu."Ada, jadi sebelum pindah ke rumah yang sekarang, kami tinggal tak jauh dari rumah itu. Rumahnya sih sederhana tapi cukup layak untuk ditempati." Rangga menjelaskan kepada Maya.Maya pun tak dapat menolak lagi karena malam sudah semakin larut. Sudah hampir 2 jam mereka berkeliling mencari kontrakan namun tak ada hasil, semuanya penuh.Tiba di rumah tua yang sederhana, namun sudah beberapa kali direnovasi. Halama
*Di kediaman keluarga Raharjo ....*"Ini gak bisa dibiarkan, jadi karena Maya mertuamu marah padamu?" tanya Bu Ullah pada Diana."Iya, Bu. Seandainya pernikahanku dengan Mas Arya gagal maka aku akan memberikan pelajaran berharga untuk Maya!" ujar Diana dengan mata berkikat."Pernikahan kalian tak boleh gagal, Na. Ibu akan lakukan apapun asal pernikahan kalian tetep dilaksanakan," sahut Bu Ullah dengan wajah merah padam."Lalu apa yang akan Ibu lakukan?" tanya Diana antusias."Kita harus bisa menemui Maya tanpa sepengetahuan Arya dan orangtuanya. Kita paksa Maya untuk membujuk Arya agar tak membatalkan pernikahan kalian, bila perlu kita ancam Maya." sahut Bu Ullah."Ancam bagaimana, Bu? Yang ada dia akan mengancam kita balik! Apa Ibu lupa jika dia mempunyai video panas Galih dan Dewi?" omel Diana.Bu Ullah menepuk kepalanya yang terasa pusing, wanita itu bingung dengan cara apalagi untuk bisa membujuk keluarga Arya."Entahlah, Na. Ibu pusing memikirkan masalahmu," seru Bu Ullah.Diana
Setelahnya, Diana meringkuk di sudut ranjang, dengan tangisan buaya seolah dia menyesalkan kejadian itu padahal dengan sengaja dia memasukkan obat per*ngsang ke dalam minuman Arya.Arya memandang sedih ke arah Diana yang menangis pilu karena perbuatannya. Pria itu lalu menghampiri Diana dan meminta maaf kepadanya."Maafkan aku, Na. Aku tak bisa mengendalikan diri," ucap Arya terlihat sangat menyesal."Lalu bagaimana nasibku ke depannya, Mas? Sementara kamu mau meninggalkanku. Tak akan ada laki-laki yang mau menerima perempuan kotor sepertiku," sahut Diana dengan air mata berderai.Arya semakin merasa bersalah, bagaimana pun juga dia harus bertanggungjawab atas apa yang sudah terjadi."Aku akan bertanggung jawab, Na. Aku janji pernikahan kita tak akan gagal lagi," jawab Arya pasrah.Diana menyembunyikan senyum dalam tangisnya. Dalan hati dia tertawa karena rencana liciknya telah berhasil menjebak Arya."Ucapanmu itu bisa aku pegang kan, Mas? Lalu bagaimana dengan ibumu jika dia tak set
Acara di ballroom hotel berlangsung dengan meriah. Banyak kerabat, tetangga, relasi dan rekan bisnis Rangga yang datang memenuhi undangan itu.Maya sempat merasa minder berada diantara mereka semua. Dia baru menyadari jika sang suami adalah orang yang diperhitungkan dalam bisnis interiornya. Rata-rata mereka yang datang dari kalangan atas, terlihat dari penampilan mereka yang berbeda.Rangga tak membiarkan istrinya merasa sendiri, dia tak pernah melepas tangan Maya, bahkan dia selalu melibatkan Maya di saat berbaur bersama teman-temannya.Saat tengah asyik mengobrol, Maya melihat seseorang yang dikenalnya. Beberapa kali dia meyakinkan pandangannya bahwa apa yang dilihatnya itu benar adalah Kinan.Kinan dan Radit memang sengaja datang ke pesta pernikahan itu. Mereka ingin memberikan kado spesial untuk Maya dan Rangga."Maya, selamat ya. Akhirnya kalian bisa bersama." Kinan memberikan selamat seraya memeluk Maya."Terima kasih, Mbak sudah menyempatkan datang ke sini jauh-jauh," sahut Ma
"Yaa ... aku terlambat!" sahut Hesti dengan rona wajah kecewa dan pasrah."Busyet ... ini bocah baru bangun langsung liat acara nikahan! Mandi sono, gih! Masih ileran gitu," Bi Ijah negur Hesti yang masih memakai baju tidur s*ksi."Syirik aja jadi orang, terserah dong aku mau ngapain," jawab Hesti ketus, perempuan itu lalu kembali ke kamarnya."Astaghfirullah ...." Bi Ijah beristighfar sambil mengelus dada setelah kepergian Hesti.Setelah acara akad nikah selesai, Penghulu menutupnya dengan acara doa bersama dan setelahnya mereka semua pun merayakannya dengan menikmati hidangan yang sudah disediakan.Sementara Maya dan Rangga mendapat banyak ucapan selamat dari orang-orang di sekitarnya. Mereka juga sudah mengabadikan momen spesial itu dengan berfoto ria bersama. Beberapa saat lamanya mereka berinteraksi dengan semua tamu yang hadir, hingga Rangga berniat untuk mengajak Maya istirahat sebentar di kamar karena nanti malam acara akan dilanjutkan di ballroom sebuah hotel bintang 5."Saya
"Lah, gimana sih Mbak. Semua harus minta ijin dan nurut sama kamu. Iya, aku dan Aldo memutuskan untuk tinggal di sini, rumah ini besar, fasilitasnya lengkap, jadi aku juga pingin tinggal nyaman di sini," tutur Hesti ringan."Jangan ngaco kamu, Hes! Ini rumah Mas Rangga, kamu gak bisa seenaknya tinggal di sini tanpa ijin darinya," sahut Maya geram.Hesti melotot, sementara Aldo malah asyik bermain ponsel di ranjang, tak peduli dengan kemarahan Maya."Mas Rangga pasti ngijinin aku tinggal di sini! Jangan khawatir besok aku akan bilang sendiri sama orangnya," sahut Hesti menatap Maya tajam.Hesti lalu mendorong tubuh Maya untuk mundur sedikit, lalu dia menarik tangan kakaknya untuk menjauh dari kamarnya, tak ingin Aldo mendengar ucapannya."Apaan sih, Hes?!" tandas Maya seraya melepaskan cekalan tangan Hesti."Mbak, asal kamu tahu aja ya. Kamu itu cuma beruntung karena kamu lah orang pertama yang bertemu dengan Mas Rangga, seandainya dia ketemu aku duluan, yakin deh dia bakalan jatuh cin
Sebelum maghrib Bu Lina, Andika, dan Lia sudah datang ke tempat Maya. Mereka ikut pengajian yang diselenggarakan di rumah itu, mengingat itu juga adalah rumah Bu Lina dan para tetangga sudah mengenalnya. Mereka datang diantarkan oleh orang suruhan Rangga, setelah itu orang itu pun pergi dan akan datang lagi nanti saat acara selesai.Setelah maghrib, Bu Indah dan Arya juga datang atas permintaan Maya. Kedatangan Arya ke situ untuk membantu Maya menyiapkan segala keperluan dari pihak keluarga perempuan karena Maya tak mempunyai saudara laki-laki.Saat bertemu dengan Lia, Arya terlihat begitu bersemangat. Dia mulai sering mencuri pandang dan kadangkala mereka kedapatan mengobrol berdua.Hal itu tentu saja tak lepas dari pengamatan Bu Indah dan Bu Lina, selaku ibu dari Lia.Rangga tak ikut serta karena Bu Lina tak mengijinkannya datang sebelum akad nikah besok pagi. Maya keluar dengan balutan gamis putih yang lembut dan elegan, pemberian dari Rangga. Dengan riassan modern dan natural, di
Sore itu, rumah sudah dibersihkan oleh Bi Ijah dan Bu Romlah juga dibantu oleh para tetangga. Pengajian akan digelar nanti setelah maghrib."Mbak, tinggal menunggu kiriman kuenya. Harusnya sudah dikirim dari tadi, sih tapi ini sampai jam segini kok belum datang ya," tutur Bi Ijah khawatir."Tenang, Bi. Masih ada waktu sekitar 2,5 jam. Sebentar lagi pasti akan datang," sahut Maya optimis."Itu, tuh kalau kebanyakan dosa, acaranya gak bakalan lancar!" seru Hesti tanpa merasa bersalah."Tutup mulutmu, Hes!" tandas Bu Romlah geram dan Hesti pun melengos.Tak lama sebuah mobil warna putih berhenti di depan rumah. Seorang wanita turun dari mobil itu, sedangkan pria yang bersamanya membuka jok belakang untuk mengambil kue pesanan Maya.Melihat wanita itu, Maya tercekat. Dia sangat mengenal siapa yang kini sedang dilihatnya. Tak salah lagi itu Diana tapi dengan penampilan yang tak seperti biasanya.Diana terlihat lusuh, wajahnya pun bebas dari make up seperti yang biasa dia pakai. Wajah perem
"Hes, kalau kamu lapar, makan nasi yang Ibu bungkus dari rumah tadi. Lagipula kamu tadi juga udah makan, kok sekarang minta makan lagi," celoteh Bu Romlah."Beda, Bu. Aku ngidam pingin makan makanan yang dimasak sama Mbak Maya sendiri," sahut Hesti seenaknya.Maya yang sudah paham akan sifat adiknya, akhirnya bersuara. Dia tak mau terus menerus dimanfaatkan oleh Hesti karena semakin dia menerima dan mengalah maka adiknya itu akan semakin menjadi, sifatnya hampir sama dengan Pak Amir, bapaknya."Kalau kamu lapar, ambil sendiri makanan yang ada di meja makan. Jangan suka main perintah seenak kamu, di sini jangan bertingkah seperti di rumahmu sendiri," ucap Maya penuh penekanan."Mbak kok kamu gitu, sih. Aku ini lagi hamil, loh! Jangan ketus sama orang hamil, bisa kualat kamu nanti!" sahut Hesti, tak terima."Jaga sikapmu, Hesti! Kalau sikapmu masih saja seenaknya, mending kamu pulang saja!" Bu Romlah merasa geram."Ibu ini kenapa, sih jadi belain Mbak Maya terus? Apa karena Mbak Maya ba
Maya segera mengalihkan perhatian wanita itu. Dia meminta Bu Indah untuk memanggil keduanya, sedangkan Maya menyiapkan minuman untuk mereka semua.Saat makan bersama, sesekali mereka mengobrol untuk memanfaatkan waktu yang ada."Lia, jadi setiap harinya kamu sibuk apa?" tanya Bu Lia memancing."Saya sekolah desain mode dan tekstil, Bu. Mas Rangga ingin saya terjun ke dunia fashion karena itu passion saya, jadi dalam waktu dekat, Insya Allah saya akan membuka usaha konveksi kecil-kecilan," jelas Lia apa adanya."Wah, hebat banget masih muda tapi sudah punya jiwa wirausahawan," sahut Bu Indah kagum.Arya pun nampak kagum dengan cara gadis itu menjelaskan, tak ada kesombongan, gadis itu malah terkesan merendah di hadapan setiap orang.Sesekali Arya terlihat memperhatikan Lia saat di meja makan. Maya dan Bu Indah yang tahu akan hal itu pun saling melempar senyum. Setelah acara makan bersama selesai, Bu Indah memanggil Maya sebentar untuk menunggunya. Bu Indah masuk ke kamar dan mengambil
Ternyata asisten yang dimaksud Siska adalah Dikna, mantan adik ipar Maya yang juga merupakan putri bungsu keluarga Raharjo.Dikna bekerja di salon itu semenjak ayahnya ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Selama ini dia selalu mendapat sokongan dana dari sang ayah jadi tidak pernah merasa kekurangan, tapi semenjak ayahnya di penjara otomatis keuangannya pun berantakan karena hanya mengandalkan gaji suaminya yang tak seberapa.Dikna lantas menghambur memeluk Maya dengan tangisan pecah."Mbak Maya, maafkan aku, Mbak." ucap Dikna tergugu.Maya tercekat, dia masih belum bisa menguasai keadaan. Maya juga tak menyangka jika adik ipar yang selalu sinis kepadanya selama ini tiba-tiba memeluknya."Dikna, ada apa ini?" tanya Maya bingungDikna melepaskan pelukannya, dia menghapus air mata yang membasahi pipinya."Mbak, maafkan aku jika selama ini aku selalu bersikap gak baik sama kamu," ucap Dikna dengan mata mengembun.Maya menghela nafas panjang, dia sudah berusaha melupakan apa yang p
"Lalu untuk apa kamu ke sini? Apa kamu masih butuh dengan ibumu ini? Ibu yang selama ini selalu membuatmu menderita, Ibu yang tak dapat melindungi anaknya? Buat apa kamu ke sini, May? Harusnya kamu menikah saja, tak perlu kamu memberitahu Ibu jahatmu ini!" seru Bu Romlah dengan air mata yang mulai tumpah."Ibu?" Maya tak menyangka reaksi ibunya akan seperti itu.Bu Romlah menangis tersedu, hatinya sangat sakit melihat Maya ada di depannya. Bayangan masa lalu di mana dia selalu menyia-nyiakan putri kecilnya kembali melintas. Saat dia sering mendaratkan pukulan di tubuh ringkih Maya kecil. Saat dia abai mendengar rengekan Maya kecil karena kelaparan dan masih banyak bayangan penderitaan lain yang dialami Maya karena dirinya bermunculan.Maya mendekati ibunya, rasa tak tega melihat wanita yang telah melahirkannya itu menangis membuatnya hatinya ikut teiriris."Ibu kenapa?" tanya Maya seraya menyentuh tangan ibunya."Ibu terlalu buruk, Maya. Ibu tak pantas mendapatkan putri sebaik kamu.