Share

Pria Misterius

Penulis: Yani Artan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

BUGH!

Mas Galih melemparku dengan bantal, matanya nyalang menatapku penuh kemarahan.

"Sekali lagi kamu membantah, aku suruh kamu tidur di luar!" seru Mas Galih dengan mata berkilat.

Sakit rasanya hatiku diperlakukan seperti ini oleh suamiku sendiri. Bukan karena dia melempar aku dengan bantal tapi karena sikapnya yang kasar dan tak menganggapku sebagai teman hidup.

"Kenapa, mau nangis lagi? Bosen lama-lama aku sama kamu, udah gak bisa nyenengin suami malah ngeyel terus kalau dibilangin." Mas Galih menggerutu.

Aku menunduk menghindari tatapannya, tak ingin dia semakin marah karena imbasnya pasti tak akan bagus buatku.

"Buruan pijitin, jangan sampai aku berubah pikiran!" seru Mas Galih padaku.

Dengan menahan sesak di dada aku memijit tubuh Mas Galih. Yang aku heran, seharian ini dia cuma rebahan sambil bermain game di ponsel, kenapa dia mengeluh sakit seluruh tubuhnya.

Karena lelah dan mengantuk, kadang pijitanku berhenti tanpa aku sadari.

"Maya! Kamu niat apa gak sih mijitnya" Mas Galih berteriak.

"I-iya, Mas." aku berkata seraya memijit kembali tubuh suamiku.

Setelah aku rasa selesai, aku berbaring di sisi Mas Galih. Belum juga semenit mata ini terpejam, aku rasakan ada sentuhan di bagian sens*tif tubuhku.

"Mas?!" aku terkejut.

"May, aku pingin banget," bisik Mas Galih di telingaku.

Mau tak mau aku pun melayani hasrat suamiku, meskipun tubuh ini lelah, batin ini tersiksa aku tak bisa menolaknya.

****

Sebelum subuh aku sudah harus bangun. Banyak pekerjaan yang masih menungguku.

Kucuci beras dan menanaknya. Setelah itu aku memanaskan kembali soto dan rendang yang sudah aku masak semalam.

Terdengar adzan subuh berkumandang. Aku tinggalkan pekerjaanku untuk sesaat dan mandi wajib setelah itu aku menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim.

Dalam tiap sujudku aku berdoa untuk masa depan yang lebih baik karena aku tak ingin hidup seperti ini terus.

Setelah itu aku menyapu dan membersihkam rumah. Pintu kamar ibu terbuka dan dia langsung bertanya kepadaku.

"May, kamu udah masak nasi?" tanyanya.

"Sudah, Bu. Soto dan rendangnya juga sudah aku panaskan," jawabku.

"Terus itu kenapa toples-toplesnya belum diisi kue?" tanyanya dengan menatapku sinis.

"Iya, Bu. Setelah ini aku kerjakan," sahutku.

"Masak harus disuruh beberapa kali baru paham. Gitu tuh, kalau cuma lulusan SMP apa-apa gak paham mesti dijelaskan berulangkali baru ngeh," cerocos mertuaku di pagi buta begini.

Apa hubungannya coba, kenapa dia mesti mengungkit pendidikanku yang memang sampai SMP saja.

Aku memang berasal dari keluarga tak punya. Bapak dan ibuku menolak keinginanku untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka malah menyuruhku untuk bekerja agar bisa membantu perekonomian keluarga.

Sebagai anak pertama aku memang harus banyak mengalah dari adikku. Bahkan saat aku sekolah dulu, aku seringkali harus membayar sekolah sendiri tanpa bantuan orangtua.

Aku membantu tetanggaku apa saja asal bisa mendapatkan uang yang tak seberapa. Mulai dari membantu Bang Rudi di kedai baksonya, membantu mencuci baju milik Tante Virna tetanggaku dan juga membantu Mak Apah di sawah.

Jika aku meminta Bapak uang untuk membayar sekolah maka dia akan menghardikku dan memintaku untuk berhenti sekolah.

Kini setelah menikah pun kehidupanku bukannya lebih baik, justru di sini aku lebih seperti pembantu dari pada menantu.

"Heh, ngelamun mulu ya kerjaan kamu!" mertuaku sudah berkacak pinggang di depanku.

Tak mau membantahnya, aku memilih pergi meninggalkannya dan kembali berkutat dengan kesibukanku.

Setelah semua selesai, aku meminta ijin kepada ibu mertua untuk sholat ied di masjid dekat rumah. Aku tak mau melewatkan momen spesial di hari yang suci ini.

Sebelum itu aku membangunkan Mas Galih agar mengikuti sholat ied di masjid.

"Mas, bangun! Apa kamu gak ikut sholat ied di masjid?" tanyaku saat dia mengerjap menatapku.

"Aku masih ngantuk, kamu berangkat sendiri saja," ucapnya lalu dia menarik kembali selimutnya.

Aku menghela nafas panjang, selalu saja begini. Suamiku itu sulit sekali jika aku memintanya sholat.

Percuma saja jika aku memaksa membangunkannya, yang ada dia akan marah dan mengomeliku panjang lebar.

"Bu, toples-toplesnya sudah diisi dengan kue, aku mau minta ijin untuk mengikuti sholat ied dulu," ucapku takut.

"Iya berangkat sana. tungguin Diana, katanya dia mau bareng," ucap mertuaku.

Aku cukup senang karena biasanya mertuaku tak pernah mengijinkan aku keluar rumah bahkan untuk sholat teraweh sekali pun. Alasannya karena dia takut aku berkumpul dan berghibah bareng teman-temanku, sungguh tak masuk akal menurutku.

Mbak Diana terlihat sudah siap dengan mukenah barunya, dia memang cantik apalagi penampilannya juga selalu mengikuti tren masa kini.

Dia menatap dan memindaiku dengan pandangan tak suka.

"Kamu mau pergi dengan mukenah kumel begitu?" tanyanya sinis.

"Iya, Mbak. Aku cuma punya satu mukenah,"sahutku.

"Malu-maluin keluarga Raharjo aja kamu ya, mimpi apa Galih punya istri udik begini,"

Aku hanya menunduk tak berani membantah kakak iparku. Mbak Diana masuk kembali ke dalam kamarnya dan dia keluar lagi dengan membawa mukenah yang lain.

"Nih, pake punyaku! Tapi setelah ini cuci lagi dan kembalikan!" seru Mbak Diana dengan tatapan tajam.

Aku lantas mengambil mukena itu dan segera memakainya.

"Maya, cepetan!" teriak Mbak Diana yang sudah menuggu di luar.

"Iya, Mbak," sahutku dengan berlari kecil ke arah Mbak Diana.

"Lelet banget kamu, ayo lekas berangkat nanti gak dapet shaf depan lagi," omel Diana.

Aku lihat rumah tetangga yang terletak di depan rumah mertua. Rumah berpagar tinggi itu, berdiri seorang pria menatap ke arah kami, seolah dia sedang mengamati gerak-gerik kami.

Dia tetangga kami di sini, tapi dia sangat misterius dan tidak pernah berinteraksi dengan para tetangga.

Aku sering juga menjumpainya di pagi buta saat membuang sampah di luar, pria misterius itu selalu menatapku dengan tajam, membuatku bergidik ketakutan, apalagi suasana masih sepi. Terbayang dia akan menculik dan memakanku seperti orang-orang psikopat yang sering aku jumpai di cerita creepypasta.

"Heh, ngapain kamu mengamati duda sombong itu?" gertak Mbak Diana mengagetkanku.

"Eh, enggak, Mbak. Aku cuma penasaran aja kenapa dia selalu melihatku seperti itu," ucapku lirih.

"Halah, jangan GR kamu! Gak mungkin lah pria itu suka sama kamu. Kamu itu terlalu kucel makanya dia heran kenapa Galih bisa punya istri kampung*an sepertimu," cerocosnya.

Sebelum berangkat, Mbak Diana mengambil foto selfi dirinya dan menguploadnya di sosial media miliknya.

Mbak Diana tampak susah berjalan karena dia memakai higheels di jalanan yang tidak rata. Hampir saja dia jatuh kepleset jika aku tidak berhasil menangkapnya.

"Duh, kamu tuh ya. Peka dikit kenapa?" Mbak Diana kembali marah.

"Kenapa, Mbak?" tanyaku tak paham.

"Pinjemi sandal kamu itu! Udah tahu aku hampir jatuh," teriak Mbak Diana.

"Eh, iya Mbak. Ini pakai aja sandalku," ucapku seraya menyerahkan sandalku kepada Mbak Diana.

Maya kemudian menerima sandal yang diberikan oleh Diana dan hendak memakainya.

"Eh ... eh ... eh mau ngapain kamu? Itu sandal mahal ya, jangan dipakai!" Mbak Diana melotot kepadaku.

"Lah, terus aku pakai apa, Mbak?" tanyaku tak mengerti pola pikirnya.

"Kamu telanj*ng kaki aja! Kan orang udik udah biasa tuh!" ucapnya dengan memicingkan matanya kepadaku.

Akhirnya aku pun pasrah berjalan ke masjid dengan telanjag kaki, aku pikir nanti kan bisa ambil wudhu lagi di sana.

Baru beberapa langkah kami melanjutkan perjalanan, seseorang memanggil kami.

"Mbak, tunggu sebentar! Ini pake sandal saya," ucapnya seraya meletakkan sandal di depan kakiku.

Aku melongo tak percaya, begitu pun Mbak Diana. Pria itu rela berjalan telanj*ang kaki demi aku.

****

Notes :

Yang penasaran dengan sosok pria misterius, bisa spill ceritaku yang berjudul "Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan" ya, kak .... terima kasih🤗

Bab terkait

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Dihina dan Diabaikan

    "Mbak, tunggu sebentar! Ini pake sandal saya," ucapnya seraya meletakkan sandal di depan kakiku.Aku melongo tak percaya, begitu pun Mbak Diana. Pria itu rela berjalan telanj*ang kaki demi aku.Pria misterius, aku menyebutnya selama ini. Kata Mbak Diana dia duda sombong, sikapnya juga selalu dingin kepada siapa saja. Tapi ternyata dia bisa baik juga ya ...."Te-terima kasih, Mas," ucapku terbata.Bukannya menjawab pria itu langsung berlalu meninggalkan kami. Sepintas kulihat raut wajahnya, tak ada ekspresi tak ada senyum di sana, dingin! Tak apalah yang penting dia sudah menolongku kali ini."Ngelamun lagi?" Mbak Diana menghardikku."Eh, enggak, Mbak." sahutku lantas mengikuti Mbak Diana yang ngeloyor meninggalkanku.Kulihat sudah banyak yang datang di masjid meskipun aku berangkat pagi sekali."May, fotoin aku sebentar di depan masjid! Yang bagus ya," ucap Mbak Diana seraya menyodorkan ponselnya kepadaku.Aku ambil foto dirinya yang tersenyum manis di depan kamera. Setelah itu kukemb

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Pasrah

    Aku melirik Mas Galih, dia pun tahu soal ini. Tapi dia hanya diam saja tak berusaha membelaku.Aku lihat dia malah asyik bermain bersama Farel, anak dari Dewi sepupu jauhnya. Kenapa aku melihat mereka seperti keluarga kecil yang bahagia?Dewi seorang janda, suaminya baru saja meninggal karena kecelakaan. Dia dan Mas Galih masih saudara jauh, mungkin dari nenek terdahulu."Coba lihat, Farel senang banget sama Galih ya, seperti anak dan ayah," ucap Mbak Diana seraya melirikku."Iya, wajar saja Mas Galih menyukai Farel, dia sangat menginginkan anak. Mbak Maya aja yang gak peka," sindir Dikna kepadaku.Aku diam tak menaggapi perkataan mereka, percuma saja karena di sini suaraku seakan tak didengar."Tapi mungkin Maya emang belum siap punya anak, sih. Coba aja lihat belum punya anak saja dia udah kumel begitu. Gak ada menarik-menariknya ya, 'kan. Beda sama Dikna atau pun Dewi, meskipun mereka udah beranak tapi penampilannya masih cetar." sambung Mbak Diana."Bukannya belum siap, Mbak. Dia

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Sahabat Masa Kecil

    POV 3Jam 4 sore semua keluarga Raharjo sudah siap menyambut kedatangan calon Diana dan keluarganya.Dikna yang tadi sempat pulang ke rumah mertuanya, kembali lagi untuk ikut menemui mereka.Semua sudah berpakaian rapi dan wangi, juga dengan dandanan yang cetar.Diana yang biasanya tak memakai kerudung, kali ini dia mengenakannya. Dia terlihat cantik dengan kerudung yang dipakainya itu."Maya, nanti kalau mereka sudah datang, kamu jangan ikut nimbrung di sini ya. Aku gak mau ngerasa malu karena keluarga Raharjo memiliki menantu sepertimu," ucap Diana seraya melirik Maya yang duduk di samping Galih.Maya menunduk, tangannya merem*as rok yang dipakainya. Ucapan Diana membuat hatinya mencelos, bahkan keberadaannya pun membuat mereka malu.Tak banyak bicara, Maya lantas hendak meninggalkan tempat itu. Sejatinya dari awal dia cuma ikut menunjukkan rasa bahagianya karena kakak iparnya sebentar lagi akan melepas masa lajangnya."Maya, kamu mau ke mana? Ada orang ngomong bukannya dijawab mala

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Kebohongan Demi Kebohongan

    Lantas ibu dari Galih itu berjalan dan menghampiri Maya."Maya ini sebenarnya menantu saya, Bu.Perempuan paruh baya itu merangkul Maya yang cuma menunduk takut. Maya takut jika setelah Arya dan keluarganya pulang, maka dia akan menerima kemarahan keluarga Raharjo.Diana mendongakkan kepalanya setelah itu dia mengurut keningnya, dia malu ... sangat malu saat ibunya mengakui Maya sebagai menantunya secara melihat penampilan Maya yang sangat jauh dari kata modis, apalagi kusut.Bagi Diana soal gengsi dan penampilan adalah nomer satu. Maka dari itu dia gemar mempercantik diri dan berdandan sesuai tren terbaru, barang-barang yang dibelinya pun barang branded atau bermerk."Jadi ... Maya adalah menantu keluarga Raharjo?" tanya Pak Angga dengan mimik tak percaya.Diana lantas menyahuti perkataan calon mertuanya itu."Iya, Pak. Maya menantu di keluarga ini. Mungkin bapak sekeluarga merasa tak percaya, tapi begitulah kenyataanya. Sudah seringkali kami meminta kepada Maya untuk menjaga penampil

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Motivasi dari Pria Misterius

    "Maya, mau ke mana kamu?" tanya Diana begitu Arya dan keluarganya undur diri.Mereka semua mengantarkan keluarga Arya hingga ke teras depan."Mau beberes, Mbak." sahut Maya.Diana lantas menghampiri Maya dengan wajah yang memerah."Lain kali kamu jangan s*k akrab sama calon suamiku ya, aku gak suka!" Diana berkata ketus."Kami bersahabat sejak kecil, Mbak. Bu Indah dan Pak Angga dulu juga baik sekali sama aku," sahut Maya."Itu dulu! Sekarang jangan coba-coba mendekati calon suamiku, awas kamu ya," omel Diana seraya mend*rong tubuh Maya ke belakang.Nyaris saja Maya jatuh ke belakang jika saja tangannya tak menyahut pagar yang ada di sampingnya.Galih dan Pak Sandi sudah masuk ke dalam rumah. Tinggal Bu Ullah dan kedua putrinya yang masih menatap ny*lang ke arah Maya."Tuh, dengerin kalau ada orang ngomong, m!skin aja belagu!" seru Dikna.Mereka bertiga kemudian jalan beriringan masuk ke dalam rumah. Tinggal Maya sendiri yang masih mematung di depan pagar.Saat Maya hendak menutup pin

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Terbongkar

    Ucapan Hesti semakin membuat Bu Ullah semakin melambung tinggi."Kamu bisa aja, Hes. Kamu itu beda sama kakak kamu. Kalau Maya itu l*let sedangkan kamu lebih pinter," ucap Bu Hesti."Iya sih, Bu. Bapak dan Ibu juga bilang begitu. Makanya mereka lebih sayang ke aku daripada dia," ucap Hesti seraya melirik kakaknya.Maya tak menggubris ucapan adiknya, dia sudah biasa mendengar ucapannya yang pedas itu. Setiap dia mencoba melawan, kedua orangtuanya pasti akan membela Hesti."Aduh, rasanya tubuhku capek semua, Hes. Biasanya kan kalau kamu ke sini selalu nyempetin mijet Ibu," tutur Bu Ullah."Iya, nanti pasti aku pijitin, Bu. Saya kan juga pintar pijat urat jadi membuat otot ibu yamg kaku bisa kembali normal." Hesti membual.Bu Ullah lalu melirik tak suka kepada Maya yang mengamatinya."Andai kamu yang jadi menantu saya, Hes," sindir Bu Ullah.Tanpa diduga Maya yang biasanya hanya diam tak melawan, kini dia mulai bersuara."Dengan senang hati saya akan memberikan posisi saya, Bu," sahut Ma

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Minta Maaf?

    "Biar aku bantu, May," ucapnya setelah itu tanpa merasa risih, Arya berjongkok dan menyusut genangan air itu dengan kain yang ada.Diana panik, dia tak menyangka jika Arya akan melihat sikap aslinya terhadap Maya."Mas ... Mas Arya kamu tak perlu melakukan itu," ucap Diana dengan wajah cemas."Lalu apa kamu yang akan melakukannya?" tanya Arya dengan pandangan menghujam."Kak Arya, biar aku yang melakukannya. Berhenti, Kak lihat bajumu jadi basah semua," seru Maya yang merasa tak enak hati.Arya tak mempedulikan ucapan kedua wanita yang ada dihapannya, dia cuma fokus membersihkan lantai itu.Diana menatap Arya seraya menggigit-gigit ujung kukunya, kebiasaannya jika sedang panik.Setelah air berhasil ditampung lagi, Arya lantas melanjutkan pekerjaan Maya yang belum selesai, yaitu mengepel seluruh lantai."Sudah selesai, apa sekarang aku harus menyetrika bajumu juga?" tanya Arya pada perempuan yang dicintainya itu.Diana memalingkan muka, dia merasa berada dihadapkan pada situasi sulit.

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Syarat Dari Maya

    "Baiklah, Maya. Aku minta maaf ...." ucap Diana tanpa menatap Maya.Arya menghela nafas panjang, dia tahu Diana tak tulus mengatakannya tapi dia tak mau memaksa lagi."Sebenarnya tujuanku ke sini ingin mengajakmu ke butik ternama di kota ini. Ingin mencari baju pengantin yang cocok untuk kita berdua," ucap Arya.Diana dan ibunya yang semula memasang wajah ditekuk langsung sumringah begitu mendengar penuturan Arya."Iya, Nak Arya. Apalagi waktu kalian tidak banyak. Semua harus direncanakam mulai dari sekarang," ucap Bu Ullah."Tapi saat ini aku berubah pikiran, beri aku waktu untuk memikirkan ulang rencana kita," jawab Arya tegas."Apa kamu bilang?! Jangan main-main dengan ucapanmu, Arya. Ini soal harga diri keluarga Raharjo, tidak semudah itu kamu membatalkan rencana pernikahan yang sudah dibicarakan secara matang," Bu Ullah tampak begitu geram."Mas, apa yang kamu pikirkan, Mas. Cuma masalah kecil begini kamu sampai mempertaruhkan pernikahan kita?!" Diana sangat kecewa."Entahlah, ak

Bab terbaru

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Anugerah Untuk Maya dan Rangga

    Acara di ballroom hotel berlangsung dengan meriah. Banyak kerabat, tetangga, relasi dan rekan bisnis Rangga yang datang memenuhi undangan itu.Maya sempat merasa minder berada diantara mereka semua. Dia baru menyadari jika sang suami adalah orang yang diperhitungkan dalam bisnis interiornya. Rata-rata mereka yang datang dari kalangan atas, terlihat dari penampilan mereka yang berbeda.Rangga tak membiarkan istrinya merasa sendiri, dia tak pernah melepas tangan Maya, bahkan dia selalu melibatkan Maya di saat berbaur bersama teman-temannya.Saat tengah asyik mengobrol, Maya melihat seseorang yang dikenalnya. Beberapa kali dia meyakinkan pandangannya bahwa apa yang dilihatnya itu benar adalah Kinan.Kinan dan Radit memang sengaja datang ke pesta pernikahan itu. Mereka ingin memberikan kado spesial untuk Maya dan Rangga."Maya, selamat ya. Akhirnya kalian bisa bersama." Kinan memberikan selamat seraya memeluk Maya."Terima kasih, Mbak sudah menyempatkan datang ke sini jauh-jauh," sahut Ma

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Perginya Sang Biang Onar

    "Yaa ... aku terlambat!" sahut Hesti dengan rona wajah kecewa dan pasrah."Busyet ... ini bocah baru bangun langsung liat acara nikahan! Mandi sono, gih! Masih ileran gitu," Bi Ijah negur Hesti yang masih memakai baju tidur s*ksi."Syirik aja jadi orang, terserah dong aku mau ngapain," jawab Hesti ketus, perempuan itu lalu kembali ke kamarnya."Astaghfirullah ...." Bi Ijah beristighfar sambil mengelus dada setelah kepergian Hesti.Setelah acara akad nikah selesai, Penghulu menutupnya dengan acara doa bersama dan setelahnya mereka semua pun merayakannya dengan menikmati hidangan yang sudah disediakan.Sementara Maya dan Rangga mendapat banyak ucapan selamat dari orang-orang di sekitarnya. Mereka juga sudah mengabadikan momen spesial itu dengan berfoto ria bersama. Beberapa saat lamanya mereka berinteraksi dengan semua tamu yang hadir, hingga Rangga berniat untuk mengajak Maya istirahat sebentar di kamar karena nanti malam acara akan dilanjutkan di ballroom sebuah hotel bintang 5."Saya

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Akhirnya Sah!

    "Lah, gimana sih Mbak. Semua harus minta ijin dan nurut sama kamu. Iya, aku dan Aldo memutuskan untuk tinggal di sini, rumah ini besar, fasilitasnya lengkap, jadi aku juga pingin tinggal nyaman di sini," tutur Hesti ringan."Jangan ngaco kamu, Hes! Ini rumah Mas Rangga, kamu gak bisa seenaknya tinggal di sini tanpa ijin darinya," sahut Maya geram.Hesti melotot, sementara Aldo malah asyik bermain ponsel di ranjang, tak peduli dengan kemarahan Maya."Mas Rangga pasti ngijinin aku tinggal di sini! Jangan khawatir besok aku akan bilang sendiri sama orangnya," sahut Hesti menatap Maya tajam.Hesti lalu mendorong tubuh Maya untuk mundur sedikit, lalu dia menarik tangan kakaknya untuk menjauh dari kamarnya, tak ingin Aldo mendengar ucapannya."Apaan sih, Hes?!" tandas Maya seraya melepaskan cekalan tangan Hesti."Mbak, asal kamu tahu aja ya. Kamu itu cuma beruntung karena kamu lah orang pertama yang bertemu dengan Mas Rangga, seandainya dia ketemu aku duluan, yakin deh dia bakalan jatuh cin

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Bertambah Satu Si Biang Onar

    Sebelum maghrib Bu Lina, Andika, dan Lia sudah datang ke tempat Maya. Mereka ikut pengajian yang diselenggarakan di rumah itu, mengingat itu juga adalah rumah Bu Lina dan para tetangga sudah mengenalnya. Mereka datang diantarkan oleh orang suruhan Rangga, setelah itu orang itu pun pergi dan akan datang lagi nanti saat acara selesai.Setelah maghrib, Bu Indah dan Arya juga datang atas permintaan Maya. Kedatangan Arya ke situ untuk membantu Maya menyiapkan segala keperluan dari pihak keluarga perempuan karena Maya tak mempunyai saudara laki-laki.Saat bertemu dengan Lia, Arya terlihat begitu bersemangat. Dia mulai sering mencuri pandang dan kadangkala mereka kedapatan mengobrol berdua.Hal itu tentu saja tak lepas dari pengamatan Bu Indah dan Bu Lina, selaku ibu dari Lia.Rangga tak ikut serta karena Bu Lina tak mengijinkannya datang sebelum akad nikah besok pagi. Maya keluar dengan balutan gamis putih yang lembut dan elegan, pemberian dari Rangga. Dengan riassan modern dan natural, di

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Memaafkan Diana

    Sore itu, rumah sudah dibersihkan oleh Bi Ijah dan Bu Romlah juga dibantu oleh para tetangga. Pengajian akan digelar nanti setelah maghrib."Mbak, tinggal menunggu kiriman kuenya. Harusnya sudah dikirim dari tadi, sih tapi ini sampai jam segini kok belum datang ya," tutur Bi Ijah khawatir."Tenang, Bi. Masih ada waktu sekitar 2,5 jam. Sebentar lagi pasti akan datang," sahut Maya optimis."Itu, tuh kalau kebanyakan dosa, acaranya gak bakalan lancar!" seru Hesti tanpa merasa bersalah."Tutup mulutmu, Hes!" tandas Bu Romlah geram dan Hesti pun melengos.Tak lama sebuah mobil warna putih berhenti di depan rumah. Seorang wanita turun dari mobil itu, sedangkan pria yang bersamanya membuka jok belakang untuk mengambil kue pesanan Maya.Melihat wanita itu, Maya tercekat. Dia sangat mengenal siapa yang kini sedang dilihatnya. Tak salah lagi itu Diana tapi dengan penampilan yang tak seperti biasanya.Diana terlihat lusuh, wajahnya pun bebas dari make up seperti yang biasa dia pakai. Wajah perem

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Adik yang Menyebalkan

    "Hes, kalau kamu lapar, makan nasi yang Ibu bungkus dari rumah tadi. Lagipula kamu tadi juga udah makan, kok sekarang minta makan lagi," celoteh Bu Romlah."Beda, Bu. Aku ngidam pingin makan makanan yang dimasak sama Mbak Maya sendiri," sahut Hesti seenaknya.Maya yang sudah paham akan sifat adiknya, akhirnya bersuara. Dia tak mau terus menerus dimanfaatkan oleh Hesti karena semakin dia menerima dan mengalah maka adiknya itu akan semakin menjadi, sifatnya hampir sama dengan Pak Amir, bapaknya."Kalau kamu lapar, ambil sendiri makanan yang ada di meja makan. Jangan suka main perintah seenak kamu, di sini jangan bertingkah seperti di rumahmu sendiri," ucap Maya penuh penekanan."Mbak kok kamu gitu, sih. Aku ini lagi hamil, loh! Jangan ketus sama orang hamil, bisa kualat kamu nanti!" sahut Hesti, tak terima."Jaga sikapmu, Hesti! Kalau sikapmu masih saja seenaknya, mending kamu pulang saja!" Bu Romlah merasa geram."Ibu ini kenapa, sih jadi belain Mbak Maya terus? Apa karena Mbak Maya ba

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Hari Yang Semakin Dekat

    Maya segera mengalihkan perhatian wanita itu. Dia meminta Bu Indah untuk memanggil keduanya, sedangkan Maya menyiapkan minuman untuk mereka semua.Saat makan bersama, sesekali mereka mengobrol untuk memanfaatkan waktu yang ada."Lia, jadi setiap harinya kamu sibuk apa?" tanya Bu Lia memancing."Saya sekolah desain mode dan tekstil, Bu. Mas Rangga ingin saya terjun ke dunia fashion karena itu passion saya, jadi dalam waktu dekat, Insya Allah saya akan membuka usaha konveksi kecil-kecilan," jelas Lia apa adanya."Wah, hebat banget masih muda tapi sudah punya jiwa wirausahawan," sahut Bu Indah kagum.Arya pun nampak kagum dengan cara gadis itu menjelaskan, tak ada kesombongan, gadis itu malah terkesan merendah di hadapan setiap orang.Sesekali Arya terlihat memperhatikan Lia saat di meja makan. Maya dan Bu Indah yang tahu akan hal itu pun saling melempar senyum. Setelah acara makan bersama selesai, Bu Indah memanggil Maya sebentar untuk menunggunya. Bu Indah masuk ke kamar dan mengambil

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Arya Mulai Membuka Hati

    Ternyata asisten yang dimaksud Siska adalah Dikna, mantan adik ipar Maya yang juga merupakan putri bungsu keluarga Raharjo.Dikna bekerja di salon itu semenjak ayahnya ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Selama ini dia selalu mendapat sokongan dana dari sang ayah jadi tidak pernah merasa kekurangan, tapi semenjak ayahnya di penjara otomatis keuangannya pun berantakan karena hanya mengandalkan gaji suaminya yang tak seberapa.Dikna lantas menghambur memeluk Maya dengan tangisan pecah."Mbak Maya, maafkan aku, Mbak." ucap Dikna tergugu.Maya tercekat, dia masih belum bisa menguasai keadaan. Maya juga tak menyangka jika adik ipar yang selalu sinis kepadanya selama ini tiba-tiba memeluknya."Dikna, ada apa ini?" tanya Maya bingungDikna melepaskan pelukannya, dia menghapus air mata yang membasahi pipinya."Mbak, maafkan aku jika selama ini aku selalu bersikap gak baik sama kamu," ucap Dikna dengan mata mengembun.Maya menghela nafas panjang, dia sudah berusaha melupakan apa yang p

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Bertemu Dikna

    "Lalu untuk apa kamu ke sini? Apa kamu masih butuh dengan ibumu ini? Ibu yang selama ini selalu membuatmu menderita, Ibu yang tak dapat melindungi anaknya? Buat apa kamu ke sini, May? Harusnya kamu menikah saja, tak perlu kamu memberitahu Ibu jahatmu ini!" seru Bu Romlah dengan air mata yang mulai tumpah."Ibu?" Maya tak menyangka reaksi ibunya akan seperti itu.Bu Romlah menangis tersedu, hatinya sangat sakit melihat Maya ada di depannya. Bayangan masa lalu di mana dia selalu menyia-nyiakan putri kecilnya kembali melintas. Saat dia sering mendaratkan pukulan di tubuh ringkih Maya kecil. Saat dia abai mendengar rengekan Maya kecil karena kelaparan dan masih banyak bayangan penderitaan lain yang dialami Maya karena dirinya bermunculan.Maya mendekati ibunya, rasa tak tega melihat wanita yang telah melahirkannya itu menangis membuatnya hatinya ikut teiriris."Ibu kenapa?" tanya Maya seraya menyentuh tangan ibunya."Ibu terlalu buruk, Maya. Ibu tak pantas mendapatkan putri sebaik kamu.

DMCA.com Protection Status