“Ya, kau memang keterlaluan, Son. Selama ini aku membiarkanmu bebas karena kupikir kau putraku satu – satunya, tapi kau menyalahgunakan kebebasan yang kuberi dengan merusak kehidupan adikmu. Kau tidak pantas hidup.”
Mataku membola tak percaya melihat dad datang membawa senapan angin masuk ke dalam kamar Axe. Dad tampak mengambil ancang – ancang, mulai mengarahkan senapan pada posisi menembak dan menempelkan gagang senapan di pipinya.No! Aku tahu betul siapa yang menjadi sasaran dad. Tidak akan kubiarkan dad menembak Axe! Aku dengan cepat berdiri di hadapan dad, melebarkan kedua tanganku menjadi tameng bagi pria malang, yang saat ini hanya diam. Terlihat tidak takut dan tak peduli terhadap apa yang akan dad lakukannya padanya.“Sebelum melakukan itu, lebih baik tembak aku dulu, Dad.”“Menyingkirlah, Bridgette!” titah dad sembari menurunkan senapan dari bahunya dan menatapku tajam.“Kau tiBaru saja langkah kakiku menginjak marmer dapur dan aku harus menahan napas dalam – dalam. Tubuhku bergeming memperhatikan sosok wanita paruh baya yang sedang duduk melamun di atas meja makan. Tatapan mom begitu kosong, gurat kesedihan jelas terpancar di mata indah milik mom. Aku sungguh berdosa telah memberikan kesedihan mendalam pada hati wanita yang telah mengandung dan melahirkanku. Sekarang bagaimana caranya aku memperbaiki hubungan yang retak ini? Mom pasti tidak akan memaafkanku.“Mom.” Ragu – ragu aku melangkah mendekatinya, tapi sepertinya mom tak ingin diganggu hingga dia memalingkan wajah tak sudi menatapku.Aku menunduk memainkan ujung bajuku asal, tidak tahu harus seperti apa kukatakan pada mom untuk berhenti marah padaku. Lebih baik aku tidak mengganggu mom. Benar. Mom butuh waktu sendiri, merilekskan kepalanya dari berbagai macam kejadian menyedihkan hari ini. Lagipula Axe sedang menungguku, aku tidak mungkin membiarkannya sendiri di
Aku mengembuskan napas kasar menatap pantulan diriku di depan cermin, make up netral yang terpoles di wajahku tidak banyak masih memperlihatkan betapa menyedihkannya aku saat ini. Beberapa hari ini mataku terus terjaga memikirkan keadaanya, bagaimana kabarnya sekarang? Apa sudah lebih baik atau justru kemungkinan lebih buruknya ... dia tidak menepati janjinya padaku?Aku menggeleng berusaha menyingkirkan nama Axe yang tak pernah enyah dari pikiranku, kepergiannya bagai benang kusut yang harus kuurai satu – satu agar aku bisa sedikit lebih waras.Axe benar – benar menguasai seluruh hidupku. Maksudku, selain memiliki ragaku, dia juga memiliki hatiku. Oh, sekarang aku sadar kalau aku mencintainya, mencintainya dari lubuk terdalam di jiwaku. Dia pantas dicintai, itu benar. Siapa yang tidak akan mencintai pria seperti dirinya? Katakan!Kebersamaan kami selama ini telah meninggalkan banyak hal untukku, termasuk menciptakan luka mengangga saat kami harus berpis
Axe ...Namanya tidak sampai kusebut keluar dari mulutku, hanya tergiang di kepala.Betapa mengejutkan melihat Axe ada di hadapanku saat ini, tapi aku sangat bersyukur mengetahui dirinya baik – baik saja, meski lebam di wajah Axe masih membayang begitu nyata di sana—sudah agak pudar tentunya.Axe melepaskan topi di kepalanya dan melempar benda itu asal. Perlahan kaki Axe melangkah mendekatiku, derapnya tidak cukup keras. Namun, berhasil meningkatkan kewaspadaan. Aku merasa Axe datang bukan untuk bicara secara baik – baik padaku, melainkan gairah ingin menghukum terpancar begitu sempurna dari sorot matanya.“Those lips are mine! Don’t you dare to let that asshole touch them. Just once, and then not or never again!”Kalimat dari Axe begitu menuntut, dengan aura dingin tak tersentuh keluar dari intonasi suaranya. Dia salah paham! Aku tidak membiarkan Arthur menyentuhku, tapi memang tubuhku beku mendapat serangan tiba – tiba. Aku tidak siap, bahkan sama sekali tak b
Aku duduk di atas ranjang mempermainkan jari – jari berlapis sarung tangan tembus pandang yang menutup hingga separuh lenganku.Napasku berembus kasar mengingat hari ini adalah hari yang tidak pernah kuinginkan sepanjang hidup. Menikah dengan pria yang tidak kucintai, tak pernah tertulis di daftar keinginanku. Tapi takdir selalu punya cara membolak balikkan sesuatu yang sudah kutata menjadi tidak ada dan sesuatu yang tak pernah kubayangkan menjadi nyata.Arthur ... sebentar lagi pria itu akan menjadi suamiku, mungkin beberapa menit lagi dad akan datang menjemput putri kesayangannya.Dan Axe, aku tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Dia menghilang tanpa kabar setelah aku menolak pergi dengannya. Jangan tanya apa aku sudah menghubunginya atau tidak, sudah—aku sudah melakukan panggilan berkali – kali belakangan ini. Tapi Axe, kesibukannya mengalahkan presiden, perdana mentri atau apa pun itu. Aku juga mengirimi Axe pesan dan hasilnya tetap sama, di
Ya ...Suara serak dan dalam yang sudah kunantikan itu menciptakan debar paling keras di dadaku. Aku membuka mata masih tak menyangka Axe akhirnya memberi jawaban setelah sekian lama menunggu.Aku sudah sangat merindukannya.“Axe.”“Where are you?”“Apa kau baik – baik saja?”“Aku khawatir padamu. Apa kau sudah meminum obatmu dengan benar?”“Jangan suka menghilang seperti ini. Kau tidak tahu betapa aku mencemaskanmu.”Pertanyaan beruntun seketika tak bisa ditahan dari mulutku. Padahal tadi aku sangat ingin mendengar suara Axe, tapi sekarang justru aku yang tak memberinya kesempatan untuk bicara. Oh, aku terlalu semangat.“Axe,” panggilku setelah tak mendengar jawaban darinya. Sambungan kami tidak mungkin terputus karena sayup – sayup aku masih bisa mendengar suara beberapa orang sedang ribut. Sebenarnya Axe ada di mana?Ya. I’m here.Ntah hanya perasaanku atau memang Axe bersikap agak dingin. Aku bisa merasakan perbedaan spesifik da
“Let’s run, Baby girl. Come!” Seketika Axe menarik tanganku untuk lari bersamanya, tapi aku hanya diam tak merespon. Masih berusaha waras menerima kenyataan kakakku kini menjadi suamiku.Oh, benarkah?Tapi apakah pernikahan kami sah, sementara Axe menyebut nama Arthur saat mengucapkan janji suci di atas altar?Aku tidak tahu dan tidak mengerti mengapa hidupku selalu saja dipermainkan seperti ini. Satu masalah belum selesai, masalah lain sudah datang. Banyak teka – teki yang belum bisa kupecahkan. Namun, misteri lain tak mau kalah—berlomba masuk menghancurkan pertahananku.Aku menarik napas dalam – dalam berusaha melawan kebekuan yang terus menyerang tubuhku. Setelahnya mataku bergerak liar mencari keberadaan mom dan dad, serta beberapa orang penting, salah satunya Mr. Hero. Mungkin tadi aku terlalu sibuk dengan pikiranku hingga tak ingat keberadaan mereka.Saat ini rupanya mom, dad dan Mr. Hero berdiri paling depan menatap Arthur dua dengan tanda tanya pen
Bruk!Aku dan Axe tersentak kaget mendengar bunyi benturan agak keras dari belakang. Tubuh kami terdorong ke depan akibat gaya yang disebabkan oleh tabrakan tersebut. Jelas itu adalah tabrakan yang sengaja dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Oh, biar kutebak, mereka pasti orang suruhan Arthur. Tapi bagaimana bisa mereka secepat ini mengejar kami.“F*ck!”“Lebih cepat lagi, Ed!” titah Axe sembari mengubah posisiku kembali duduk di sampingnya.Axe berbalik memutar tubuh ke belakang melakukan sesuatu di sana. Aku memang tidak melihat apa yang Axe lakukan, tapi dari bunyinya, sepertinya Axe sedang membongkar asal beberapa barang.“Menunduk.” Itu perintah Axe untukku. Selanjutnya yang Axe lakukan yaitu mengeluarkan separuh tubuhnya lewat jendela dengan tangan memegang pistol yang diarahkan pada musuh.Dor!Bunyi tembakan Axe menembus memenuhi gendang telingaku. Beberapa saat kemudian terdengar bunyi ge
SatuDuaTigaKupejamkan mata erat – erat, lalu membiarkan diriku terlempar keluar dari dalam mobil. Rasanya sekujur tubuhku bergetar oleh ketakutanku sendiri, aku bahkan tidak berani membuka mata sampai aku tahu Axe berhasil menangkapku. Mesti akhirnya kami sama – sama jatuh dengan tubuh Axe menghentak ke tanah, sementara aku berada di atasnya.“Kau sangat berat,” kekeh Axe yang langsung kuhadiahi pukulan ringan. Bisa – bisanya dia bercanda dalam keadaan genting seperti ini. Tentu saja, kami harus langsung bersembunyi sebelum mobil para musuh melewati jalur jalan ini.Aku segera bangkit menyisakan Axe sendiri masih berbaring di bawah. Dia menatapku sejenak sebelum ikut menyusulku dengan berdiri tegak.“Come.”Axe segera menarik tanganku dan membawa tubuh kami bersembunyi di balik pohon besar. Butuh beberapa saat bagi kami melihat jejeran mobil yang melintas, mereka sangat gencar mengejar mobil Edward. Semoga saja Edward bisa mengelabuhi mereka sesuai rencana, j