Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap Angel, dokter menyatakan bahwa perempuan itu memenuhi syarat untuk mendonorkan darahnya. Selain golongan darahnya yang sesuai dengan Lolita kesehatan perempuan itu juga memadai.Setelah transfusi darah berlangsung Angel keluar dari ruangan. Tadi ia disuruh beristirahat sebentar untuk mengetahui apa ada sesuatu sebagai efek dari pendonoran darahnya. Dokter bilang jika Angel merasa pusing atau gejala-gejala buruk lainnya maka ia harus segera memberitahu. Tapi syukurlah so far so good. Semua berjalan dengan lancar. Angel tidak mengeluhkan apa pun. Ia merasa baik-baik saja.Kalau Rendra tahu apa yang saat ini Angel lakukan maka pria itu pasti akan mengecamnya. Bukan hanya Rendra, Angel yakin jika orang lain tahu bahwa dirinya mendonorkan darah untuk kekasih suaminya, maka mereka akan melabeli Angel dengan perempuan bodoh.Sebut saja Angel bodoh. Tapi Angel melakukan ini bukan hanya demi 'membayar utang' pada Lolita, namun juga karena rasa kemanusiaa
Pintu apartemen dibuka dari luar tepat ketika Angel keluar dari kamar. Ben muncul tanpa Angel perkirakan sebelumnya. Padahal yang ada di pikiran Angel adalah laki-laki itu tidak akan datang dan akan terus berada di rumah sakit menjaga kekasihnya yang masih berada dalam masa perawatan.“Ben, Lolita mana?” Angel menanyakannya saat tahu suaminya itu pulang sendiri.Ben membalas tatapan Angel. Di detik itulah Angel melihat gurat-gurat lelah yang tercetak begitu jelas di wajah suaminya.“Di rumah sakit.”“Siapa yang menjaga dia?”Ben mengedikkan bahu acuh tak acuh lantas berlalu begitu saja yang membuat Angel keheranan. Dipandanginya begitu lama punggung Ben dengan penuh tanda tanya sampai lelaki itu menghilang dibalik pintu kamarnya.Mencoba menepis keheranannya untuk sesaat, Angel melanjutkan langkahnya yang tertunda menuju ruang belakang. Tadi perempuan itu menanak nasi dan bermaksud membuat nasi goreng. Angel sedang malas memesan makanan online. Lagipula sudah lama dirinya tidak memaka
Seulas senyum kecut hadir di bibir Ben. Semestinya ia memang berada di rumah sakit menemani Lolita. Namun, untuk apa lagi Ben berada di sana? Bukankah wanita itu sudah mengusirnya? Wanita itu tak lagi butuh dirinya."Dia bisa mengurus diri sendiri," jawab Ben kemudian begitu menyadari Angel menanti jawabannya.Bukannya membuat puas jawaban Ben tersebut malah menjadikan Angel semakin penasaran.Apa yang terjadi pada keduanya? Kenapa sikap Ben begitu berbeda? Pria itu seakan acuh tak acuh dan sama sekali tidak peduli pada kekasihnya itu. Padahal selama ini Ben rela melakukan segalanya demi wanita itu."Apa dia sudah pulang dari rumah sakit?" tanya Angel lagi yang merasa penasaran.Ben mengangkat pundaknya. "Apa nggak bisa membicarakan yang lain saja?""Yang lain?""Ya, apa pun asal jangan dia."Perkataan demi perkataan yang Ben sampaikan berhasil Angel cerna. Ben tidak suka mereka membicarakan Lolita. Angel kini menyimpulkan bahwa hubungan Ben dan Lolita sedang tidak baik-baik saja. Mun
Pagi ini Angel bangun dengan tubuh segar. Tidurnya sangat nyenyak semalam. Perkembangan hubungannya dengan Ben ke arah yang lebih baik ternyata membawa efek yang tidak sedikit bagi Angel. Seingat Angel mungkin ini adalah tidur nyenyak pertamanya sepanjang pernikahan dengan Ben.Lalu pagi ini Angel benar-benar membuatkan nasi goreng dengan penuh semangat sebagai menu sarapan mereka berdua."Enak banget masakan kamu, Ngel. Kamu tuh cocoknya jadi chef bukan kerja kantoran." Pujian tersebut disampaikan Ben setelah menghabiskan nasi gorengnya.Segaris senyum tipis terulas di bibir Angel. Thanks, God, hingga pagi ini sikap Ben tidak berubah padanya. Ben masih seperti kemarin malam. Kalau ada yang ingin disyukuri Angel maka ia akan sangat menyukuri anugerah ini.Setelah selesai sarapan Angel menyambar kunci mobil. Ia akan berangkat ke kantor. Namun baru saja kunci tersebut berada di dalam genggamannya, suara Ben menghentikan niat perempuan itu."Kamu mau berangkat ke kantor?"Angel menganggu
Angel tertegun di tempatnya berdiri. Sulit untuk memercayai jika Ben mengucapkan hal tersebut. Ternyata dampak kepergian Lolita begitu besar pada hubungan pernikahannya dengan Ben.“Tapi kalau kamu merasa keberatan nggak apa-apa.” Ben mengucapkannya lantaran dilihatnya Angel hanya diam termangu merespon ajakannya.“Nggak, nggak, aku sama sekali nggak keberatan,” sahut Angel lalu membelokkan arah tujuannya yang tadinya akan masuk ke kamarnya berubah ke kamar Ben.Segaris senyum tipis terulas di bibir Ben melihat Angel melangkah ke arahnya.Gerakan Angel tertahan begitu saja ketika kakinya menapak di lantai kamar Ben atau yang dulu ia sebut dengan kamar mereka berdua. Saat matanya tertuju ke tempat tidur, bayangan Ben sedang bermesraan dengan Lolita kembali menghantuinya. Dan ia tidak pernah bisa melenyapkan adegan demi adegan menyakitkan tersebut dari kepalanya.“Ada apa?” tanya Ben menyaksikan Angel terpaku. Sedangkan mata perempuan itu menatap tak berkedip pada tempat tidur yang terh
Sejak malam penuh kesan itu hubungan Angel dan Ben membaik. Kebahagiaan menyertai hari-hari mereka. Inilah kehidupan pernikahan sesungguhnya yang diimpikan Angel. Hidup Angel terasa benar-benar sempurna bersama lelaki yang sangat dicintainya dengan sepenuh hati."Ngel, aku pikir kita perlu merencanakan honeymoon," cetus Ben pagi itu saat mereka sedang sarapan pagi berdua.Spontan saja pipi Angel menghangat mendengar celetukan suaminya."Ho-honeymoon?" ulang Angel sedikit tergagap dengan muka bersemu merah."Ya. Ada yang salah dengan itu? Sejak pertama menikah kita sudah langsung kerja, jadi aku pikir nggak ada salahnya kan kalau kita ambil cuti agak seminggu terus honeymoon?"Angel mengangguk, menyetujui rencana Ben. Selama ini mereka menghabiskan hari demi hari untuk bekerja dan bekerja."Kamu mau kita ke mana? Maldives? Paris? Italy?" Ben mengajukan satu demi satu opsi destinasi bulan madu mereka kepada Angel.Senyum mengembang di bibir perempuan itu mendengar pilihan yang diajukan
Sulit untuk menjabarkan dengan kata-kata sehancur apa hati Angel kala menyaksikan pemandangan yang tersaji di hadapannya.Di sana, di tempat tidur yang satu bulananan ini sudah menjadi tempat peraduannya dan Ben, sedang berbaring perempuan lain. Perempuan itu tidak sendiri melainkan dengan Ben, suami Angel.Sepasang mata indah Angel menghangat. Pelupuknya sudah digenangi bulir-bulir yang siap untuk meleleh kapan saja.Kenapa begini?Kenapa Lolita datang lagi merusak kebahagiaannya? Apa perempuan itu memang tercipta untuk menjadi parasit dalam kehidupannya?Angel ingin melangkah mundur lalu pergi dari tempat itu, bersikap seakan tidak ada yang terjadi. Tapi ada bagian dari dirinya yang tidak bisa menerima. Sudah cukup. Ia tidak ingin dinjak-injak lagi.Dengan perasaan yang perih Angel menarik langkah menghampiri tempat tidur di mana suaminya dan mantan kekasihnya memadu kasih.“Ben, bangun!”Pria yang dipanggil tidak menjawab. Entah karena suara Angel begitu pelan atau lantaran tidur p
“Shittt!” Ben mengumpat sejadinya.Dengan perasaan luar biasa panik lelaki itu turun dari tempat tidur lalu mengambil baju dari lemari. Kemudian mengenakan dengan terburu-buru.“Ben, kamu mau ke mana?” Lolita turut bangkit dari ranjang lantas mengejar Ben yang keluar dari kamar.“Ben, tunggu dulu!”Ben tidak mengabaikan kekasihnya itu. Pria tersebut terus saja melangkah nyaris berlari. Tiada yang lebih penting saat ini melebihi Angel. Ia harus menjelaskan pada perempuan itu mengenai apa yang sesungguhnya terjadi. Ia harus berhasil membuat istrinya itu percaya.“Beeeen! Kamu jangan pergi!” Lolita yang berhasil mengejar Ben mencekal tangan lelaki itu dengan kuat.“Lepasin!” Ben menyentak lebih kuat.“Kamu boleh marah sama aku karena kejadian dulu, tapi aku berani bersumpah demi Tuhan kalau kita melakukannya atas keinginan kamu. Kamu sangat menikmati percintaan kita. Tolong jangan perlakukan aku seperti ini, Ben. Walau bagaimanapun kita pernah saling mencintai,” lirih Lolita dengan pipi
Detik waktu seakan berhenti berputar ketika pria itu memutar tubuhnya hingga bertemu mata dengan Angel. Sekujur tubuh Angel seketika menggigil. Pria itu adalah satu-satunya manusia yang tidak ingin Angel temui di muka bumi ini. Kalau pun dirinya harus bertemu dengan pria tersebut maka dia adalah orang terakhir yang ingin Angel lihat."Angel ..." Bibir Ben gemetar saat melafalkan nama perempuan yang sudah bertahun-tahun menghilang dari kehidupannya.Angel membeku di tempat. Kakinya terasa selunak agar-agar hingga ia merasa tidak sanggup lagi menopang tubuhnya sendiri."Mama, Om itu lagi bicara sama Mama." Bobby menggoyang-goyangkan tangan Angel karena ibunya itu terpaku membisu.Angel masih belum sanggup melakukan apa-apa. Semua ini begitu mendadak dan sangat mengejutkannya.Sementara itu Ben masih belum berkedip memandang Angel. Adegan demi adegan yang terjadi di masa lalu kini berputar-putar di kepalanya seperti tayangan film yang diputar ulang. Namun yang paling berkesan adalah saat
Ben yang tadi berdiri tegak membungkukkan sedikit badannya agar sejajar dengan Bobby. Melihat cara anak itu memandangnya membuat Ben mengerti bahwa Bobby meragukannya."Bobby, jangan takut. Om bukan orang jahat atau penculik anak. Maksud Om sebenarnya baik. Om hanya kasihan dan nggak mau Bobby lama menunggu di sini.”Meski Ben sudah mencoba meyakinkannya namun Bobby masih merasa bimbang. Mamanya mengajarkan pada anak itu agar berhati-hati pada orang tidak dikenal."Dari mana Om tahu namaku?" tatap Bobby curiga.Ben menahan senyum melihat ekspresi Bobby yang menggemaskan. Tangannya lantas menyelinap ke balik jas. Dikeluarkannya sesuatu dari sana. Kertas gambar yang kemarin ditemukannya."Ini, Om tahu dari sini."Sepasang mata anak itu terbuka lebar menyaksikan kertas yang kemarin dicarinya ternyata ada bersama Ben."Ini dia yang aku cari. Om ketemu di mana?" kejarnya antusias."Om ketemu di sekolah ini. Kemarin kertasnya jatuh tapi Bobby sudah pulang. Ini ambillah." Ben memberikan kert
Ben menekuri dengan saksama kertas putih di tangannya. Di kertas itu berisi gambar. Bukan gambar biasa melainkan gambar pesawat. Dilihat sepintas lalu gambar tersebut digambar oleh orang dewasa atau seseorang yang begitu berbakat. Gambar tersebut begitu bagus dan rapi. Mulai dari goresannya yang begitu estetik hingga kombinasi warna yang digunakan. Tidak akan ada yang menyangka jika gambar tersebut adalah hasil goresan tangan dari seorang anak yang masih berusia lima tahun. Bahkan Ben sendiri.Kertas itu Ben dapat di sekolah Taman Kanak-Kanak tempatnya bertemu dengan anak yang begitu mirip dengannya. Saat anak itu pergi bersama lelaki yang Ben duga adalah ayahnya Ben baru menyadari anak tersebut meninggalkan sesuatu.Ben memungut kertas gambar tersebut dari tanah. Lalu akibat terlalu penasaran lelaki itu membawa kertas tersebut bersamanya.‘Bobby Fernanda.’ Ben mengeja di dalam hati dua potong kata yang merupakan nama anak tersebut.Berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalanya yang
Enam tahun kemudian. "Papa!!!" Segaris senyum tipis terselip di bibir Refal di ketika melihat seorang anak laki-laki memanggil lalu berlari menghampirinya. Anak laki-laki itu berkulit putih dan memiliki paras yang rupawan. Tinggi badannya juga melebihi anak-anak seusianya. Refal tersenyum lantas menyambut tangan anak itu saat ingin bersalaman dengannya. "Gimana sekolahnya, By?" tanyanya pada Bobby, nama anak itu. "Menyenangkan, Pa. Aku suka sekolah di sini." Refal membelai kepala Bobby. Mereka melangkah bersisian menuju tempat mobil Refal diparkir. Tiba-tiba seorang lelaki yang berjalan terburu-buru dari arah berlawanan dengan mereka tidak sengaja menabrak Bobby hingga anak itu terjatuh. "Aduuuuh, Papaaa ...," rintihnya dengan ringisan di wajah. Sontak pria yang menabrak memandang ke arah Bobby. "Maaf, Om nggak senga—" Perkataan pria itu terputus. Wajah anak yang ditabraknya terasa tidak asing lagi dengannya. Matanya, hidungnya, bibirnya, serta bentuk dahinya bagai copy pa
Setelah meninggalkan kamar Angel dan menyuruh perempuan itu beristiraharat Refal muncul tak lama kemudian dengan membawa nampan berisi nasi dan dua buah gelas. Masing-masing gelas tersebut berisi air putih dan teh. Lelaki itu lantas meletakkan di atas nakas."Makanlah dulu," suruhnya pada Angel. Setelah berkata demikian lelaki itu keluar dari kamar.Menghela napasnya, Angel bangkit dari posisinya berbaring. Perempuan itu memijit-mijit pelipisnya. Sementara itu pikirannya mulai mengurai kejadian demi kejadian yang terjadi dalam hidupnya.Apa yang dilakukan Ben sekarang? Apa lelaki itu mencarinya? Apa lelaki itu tidak merasa penasaran karena Angel tidak pulang?Angel menepis pikiran demi pikiran itu dari kepalanya. Mana mungkin Ben mencarinya. Lelaki itu sudah mengusirnya dan terlihat begitu membenci Angel.Memejamkan mata, Angel mengusir pikiran tersebut jauh-jauh. Ia tidak boleh lagi memikirkan Ben apalagi berharap lebih dengan menginginkan lelaki itu mencarinya."Kenapa tidak dimakan
Sore itu Refal baru saja pulang dari tempat kerjanya. Hari ini pasiennya tidak terlalu banyak sehingga ia bisa meninggalkan rumah sakit lebih awal.Sejak pagi hujan turun tanpa henti. Titik-titik air masih terus membasahi hingga saat ini.Refal mengemudi dengan santai. Namun lama kelamaan ia mulai merasa ngantuk. Berkali-kali lelaki yang berprofesi sebagai dokter kandungan tersebut menutupi kuap dengan telapak tangan. Ia berencana setibanya nanti di rumah akan tidur sepuasnya. Bergelung di dalam selimut adalah hal yang sangat diinginkannya saat ini.Tiba-tiba sesuatu mengejutkannya. Lelaki muda itu sontak menekan pedal rem dengan mendadak ketika tiba-tiba melihat seorang perempuan berlari ke tengah jalan dan menabrakkan diri ke mobilnya. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat itu juga ketika orang tersebut ambruk ke aspal tepat di depan mobilnya.Refal buru-buru keluar dari mobil dan melihat sendiri perempuan itu. Kantuknya lenyap. Matanya yang tadi begitu berat mendadak terbuka leb
Langkah kaki Angel semakin menjauh meninggalkan Galaxy Group. Ia mulai lelah lantaran tenaganya yang terus terkuras. Hingga pertolongan itu akhirnya datang.Angel melihat ada taksi melintas di tengah-tengah hujan yang bertambah deras. Diulurkannya tangan ke arah jalan, meminta agar taksi tersebut berhenti.Taksi menepi lalu berhenti di dekat Angel. Beruntung taksi tersebut sedang kosong sehingga Angel bisa masuk ke dalamnya.“Ke mana, Mbak?” Supir taksi menanyakan tujuan Angel saat telah bergerak pelan.Angel tak lantas menjawab karena memang dirinya tidak tahu harus pergi ke mana. Ia hanya ingin menjauh dari Ben yang telah mengusirnya.“Mbak, kita akan ke mana?” Untuk kedua kali supir taksi menanyakannya lantaran Angel belum memberi jawaban.“Jalan saja dulu, Pak.” Angel menjawab. Sambil taksi berjalan ia akan memikirkan tujuannya.Menuruti keinginan penumpangnya, taksi melaju membelah jalan raya. Hingga tiba di traffic light Angel belum bisa menentukan tujuannya.“Mbak, saya harus m
Hari ini Angel tetap beraktivitas seperti biasa. Perempuan itu datang ke kantornya. Kehamilan yang dialaminya sama sekali bukan halangan baginya untuk menjalankan rutinitas. Lagipula ia ingin bertemu dengan Ben. Ia ingin tahu apa suaminya itu sungguh-sungguh dengan keinginan untuk menyuruh Lolita pergi.‘’Kamu yakin tetap kerja hari ini?” tanya Rendra bimbang mengingat saat ini sepertinya keadaan Angel tidak benar-benar sehat.“Aku akan baik-baik saja, Rend. Nggak usah terlalu mengkhawatirkanku,” kata Angel meyakinkan.“Jadi nanti setelah dari kantor kamu juga akan kembali ke apartemen Ben?” Rendra bertanya lagi.“Aku harap begitu.”Kalau sampai Lolita belum pergi juga dari apartemen tersebut maka Angel benar-benar tidak akan kembali ke sana. Sudah cukup. Ia tidak tahan lagi.“Terus kapan Tante ke sini lagi? Sasa kan belum puas main sama Tante,” sela Marsha sambil memandangi Angel dengan wajah polosnya.Angel mengalihkan perhatiannya pada Marsha. Lalu diberinya anak itu segaris senyu
Butuh waktu beberapa detik bagi Lolita untuk meresapi ucapan Ben sebelum perempuan itu berkata, “Hamil?”“Aku juga baru tahu kalau dia hamil,” ucap Ben menimpali.“Kamu yakin kalau dia hamil anakmu?”Pertanyaan yang dilontarkan Lolita tentu mengejutkan Ben. Iya, tadi Ben juga melafalkan hal yang sama saat berada di rumah Rendra. Hanya saja itu merupakan bentuk kekagetannya atas hal yang sekali pun tidak pernah melintas di kepalanya, bukan berarti ia meragukan kalau anak yang dikandung Angel bukan anaknya.“Maksudmu apa, Ta?” Ben ingin Lolita memperjelas kata-katanya yang ambigu.“Maksudku adalah bagaimana mungkin dia bisa hamil anakmu sedangkan kalian baru beberapa waktu belakangan ini berbaikan. Jadi menurutku sangat nggak masuk akal.”Ben sontak membisu. Pria itu mencoba mencerna perkataan kekasihnya. Belum sempat pria itu menyimpulkan, Lolita sudah kembali berbicara.“Aku tahu kamu nggak bodoh, Ben. Kamu sangat cerdas. Jadi aku harap kamu bisa menggunkan kecerdasanmu itu. Jangan ma