“Shittt!” Ben mengumpat sejadinya.Dengan perasaan luar biasa panik lelaki itu turun dari tempat tidur lalu mengambil baju dari lemari. Kemudian mengenakan dengan terburu-buru.“Ben, kamu mau ke mana?” Lolita turut bangkit dari ranjang lantas mengejar Ben yang keluar dari kamar.“Ben, tunggu dulu!”Ben tidak mengabaikan kekasihnya itu. Pria tersebut terus saja melangkah nyaris berlari. Tiada yang lebih penting saat ini melebihi Angel. Ia harus menjelaskan pada perempuan itu mengenai apa yang sesungguhnya terjadi. Ia harus berhasil membuat istrinya itu percaya.“Beeeen! Kamu jangan pergi!” Lolita yang berhasil mengejar Ben mencekal tangan lelaki itu dengan kuat.“Lepasin!” Ben menyentak lebih kuat.“Kamu boleh marah sama aku karena kejadian dulu, tapi aku berani bersumpah demi Tuhan kalau kita melakukannya atas keinginan kamu. Kamu sangat menikmati percintaan kita. Tolong jangan perlakukan aku seperti ini, Ben. Walau bagaimanapun kita pernah saling mencintai,” lirih Lolita dengan pipi
Sepasang mata indah perempuan itu membundar seketika. Tak percaya rasanya pada pernyataan yang baru saja tertangkap oleh gendang telinganya. Lalu tangannya turun menyentuh perut. Diusapnya bagian tersebut.Benarkah saat ini di rahimnya sedang tumbuh janin buah cintanya dengan Ben?Tidak. Lelaki itu tidak mencintainya. Kalau Ben benar mencintainya maka lelaki itu tidak akan mungkin menyakitinya. Angellah yang terlalu naif berpikir bahwa Ben benar-benar berubah. Kenyataannya, bagi Ben Angel tidak lebih dari sekadar ban serap yang akan pria itu manfaatkan ketika dia butuh cadangan. Lalu ketika wanita yang dicintainya datang kembali Ben akan mencampakkan Angel bagai sampah tak berguna.“Ngel …,” panggil Rendra cemas lantaran istri teman dekatnya itu diam termangu tanpa kata. Pemberitahuan Rendra mengenai kehamilan Angel agaknya membuat perempuan itu benar-benar terguncang.Angel mengerjap menyadari Rendra sedang memanggilnya. Wajah pria itu terlihat khawatir.“Aku hamil?” ulang Angel liri
Tadi setelah Angel pergi Ben menelepon istrinya itu, tapi Angel tidak merespon panggilan darinya. Terakhir ponsel perempuan itu tidak lagi bisa dihubungi. Mungkin dia mematikannya.Satu-satunya hal yang terpikir oleh Ben setelahnya adalah Rendra. Yang ia tahu Angel cukup dekat dengan Rendra. Maka Ben pun memutuskan untuk mendatangi rumah Rendra. Untuk hal itulah ia berada di tempat itu saat ini. Dugaannya benar. Angel memang ada bersama Rendra. Tapi bukan keadaan seperti inilah yang ia harapkan. Dan sejujurnya ada bagian darinya yang tidak bisa menerima kemesraan keduanya.Rendra dan Angel serentak berdiri. Rendra memajukan langkahnya mendekati Ben.“Gue nggak tahu lo mau ke sini.”“Memangnya wajib gue kasih kabar dulu? Iya? Biar kalian bisa mengantisipasi kedatangan gue?” balas Ben sengit.Rendra menyipit. Tak mengira Ben akan menyerangnya.“Maksud lo apa, Ben?” Rendra ingin Ben memperjelas perkataannya yang ambigu itu.Ben mendengkus. “Jangan pura-pura nggak ngerti.”“Tapi gue bener
“Hamil? Hamil anakku?”Refleks senyum cerah yang tadi merekah di bibir Angel memudar ketika mendengar perkataan Ben. Bagaimana mungkin suaminya itu meragukan Angel? Ia berani bersumpah tidak pernah melakukannya dengan pria mana pun. Hanya Ben satu-satunya yang Angel izinkan menyentuhnya.“Tentu saja anak kamu. Anak kita, Ben,” kata Angel penuh penegasan.Ben berdiri linglung. Masih merasa bimbang atas pernyataan istrinya.“Gitu amat reaksi lo,” sela Rendra yang sejak dihajar Ben tadi diam tak bersuara. “Di mana-mana yang namanya suami bakalan bahagia saat tahu istrinya hamil.”Ben mendengar dengan jelas apa yang disampaikan Rendra, namun tetap membeku di tempatnya. Ia tidak ragu. Hanya terlalu terkejut karena tidak mengira.“Sekarang gini, agar kalian bisa lebih leluasa mending lo bawa Angel pulang,” suruh Rendra memberi solusi.Ben mengangguk kemudian memandang istrinya. “Ayo kita pulang,” ajaknya.“Apa kekasihmu ada di sana?” Angel tidak akan mau kembali ke apartemen itu selagi Loli
Butuh waktu beberapa detik bagi Lolita untuk meresapi ucapan Ben sebelum perempuan itu berkata, “Hamil?”“Aku juga baru tahu kalau dia hamil,” ucap Ben menimpali.“Kamu yakin kalau dia hamil anakmu?”Pertanyaan yang dilontarkan Lolita tentu mengejutkan Ben. Iya, tadi Ben juga melafalkan hal yang sama saat berada di rumah Rendra. Hanya saja itu merupakan bentuk kekagetannya atas hal yang sekali pun tidak pernah melintas di kepalanya, bukan berarti ia meragukan kalau anak yang dikandung Angel bukan anaknya.“Maksudmu apa, Ta?” Ben ingin Lolita memperjelas kata-katanya yang ambigu.“Maksudku adalah bagaimana mungkin dia bisa hamil anakmu sedangkan kalian baru beberapa waktu belakangan ini berbaikan. Jadi menurutku sangat nggak masuk akal.”Ben sontak membisu. Pria itu mencoba mencerna perkataan kekasihnya. Belum sempat pria itu menyimpulkan, Lolita sudah kembali berbicara.“Aku tahu kamu nggak bodoh, Ben. Kamu sangat cerdas. Jadi aku harap kamu bisa menggunkan kecerdasanmu itu. Jangan ma
Hari ini Angel tetap beraktivitas seperti biasa. Perempuan itu datang ke kantornya. Kehamilan yang dialaminya sama sekali bukan halangan baginya untuk menjalankan rutinitas. Lagipula ia ingin bertemu dengan Ben. Ia ingin tahu apa suaminya itu sungguh-sungguh dengan keinginan untuk menyuruh Lolita pergi.‘’Kamu yakin tetap kerja hari ini?” tanya Rendra bimbang mengingat saat ini sepertinya keadaan Angel tidak benar-benar sehat.“Aku akan baik-baik saja, Rend. Nggak usah terlalu mengkhawatirkanku,” kata Angel meyakinkan.“Jadi nanti setelah dari kantor kamu juga akan kembali ke apartemen Ben?” Rendra bertanya lagi.“Aku harap begitu.”Kalau sampai Lolita belum pergi juga dari apartemen tersebut maka Angel benar-benar tidak akan kembali ke sana. Sudah cukup. Ia tidak tahan lagi.“Terus kapan Tante ke sini lagi? Sasa kan belum puas main sama Tante,” sela Marsha sambil memandangi Angel dengan wajah polosnya.Angel mengalihkan perhatiannya pada Marsha. Lalu diberinya anak itu segaris senyu
Langkah kaki Angel semakin menjauh meninggalkan Galaxy Group. Ia mulai lelah lantaran tenaganya yang terus terkuras. Hingga pertolongan itu akhirnya datang.Angel melihat ada taksi melintas di tengah-tengah hujan yang bertambah deras. Diulurkannya tangan ke arah jalan, meminta agar taksi tersebut berhenti.Taksi menepi lalu berhenti di dekat Angel. Beruntung taksi tersebut sedang kosong sehingga Angel bisa masuk ke dalamnya.“Ke mana, Mbak?” Supir taksi menanyakan tujuan Angel saat telah bergerak pelan.Angel tak lantas menjawab karena memang dirinya tidak tahu harus pergi ke mana. Ia hanya ingin menjauh dari Ben yang telah mengusirnya.“Mbak, kita akan ke mana?” Untuk kedua kali supir taksi menanyakannya lantaran Angel belum memberi jawaban.“Jalan saja dulu, Pak.” Angel menjawab. Sambil taksi berjalan ia akan memikirkan tujuannya.Menuruti keinginan penumpangnya, taksi melaju membelah jalan raya. Hingga tiba di traffic light Angel belum bisa menentukan tujuannya.“Mbak, saya harus m
Sore itu Refal baru saja pulang dari tempat kerjanya. Hari ini pasiennya tidak terlalu banyak sehingga ia bisa meninggalkan rumah sakit lebih awal.Sejak pagi hujan turun tanpa henti. Titik-titik air masih terus membasahi hingga saat ini.Refal mengemudi dengan santai. Namun lama kelamaan ia mulai merasa ngantuk. Berkali-kali lelaki yang berprofesi sebagai dokter kandungan tersebut menutupi kuap dengan telapak tangan. Ia berencana setibanya nanti di rumah akan tidur sepuasnya. Bergelung di dalam selimut adalah hal yang sangat diinginkannya saat ini.Tiba-tiba sesuatu mengejutkannya. Lelaki muda itu sontak menekan pedal rem dengan mendadak ketika tiba-tiba melihat seorang perempuan berlari ke tengah jalan dan menabrakkan diri ke mobilnya. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat itu juga ketika orang tersebut ambruk ke aspal tepat di depan mobilnya.Refal buru-buru keluar dari mobil dan melihat sendiri perempuan itu. Kantuknya lenyap. Matanya yang tadi begitu berat mendadak terbuka leb