Seulas senyum kecut hadir di bibir Ben. Semestinya ia memang berada di rumah sakit menemani Lolita. Namun, untuk apa lagi Ben berada di sana? Bukankah wanita itu sudah mengusirnya? Wanita itu tak lagi butuh dirinya."Dia bisa mengurus diri sendiri," jawab Ben kemudian begitu menyadari Angel menanti jawabannya.Bukannya membuat puas jawaban Ben tersebut malah menjadikan Angel semakin penasaran.Apa yang terjadi pada keduanya? Kenapa sikap Ben begitu berbeda? Pria itu seakan acuh tak acuh dan sama sekali tidak peduli pada kekasihnya itu. Padahal selama ini Ben rela melakukan segalanya demi wanita itu."Apa dia sudah pulang dari rumah sakit?" tanya Angel lagi yang merasa penasaran.Ben mengangkat pundaknya. "Apa nggak bisa membicarakan yang lain saja?""Yang lain?""Ya, apa pun asal jangan dia."Perkataan demi perkataan yang Ben sampaikan berhasil Angel cerna. Ben tidak suka mereka membicarakan Lolita. Angel kini menyimpulkan bahwa hubungan Ben dan Lolita sedang tidak baik-baik saja. Mun
Pagi ini Angel bangun dengan tubuh segar. Tidurnya sangat nyenyak semalam. Perkembangan hubungannya dengan Ben ke arah yang lebih baik ternyata membawa efek yang tidak sedikit bagi Angel. Seingat Angel mungkin ini adalah tidur nyenyak pertamanya sepanjang pernikahan dengan Ben.Lalu pagi ini Angel benar-benar membuatkan nasi goreng dengan penuh semangat sebagai menu sarapan mereka berdua."Enak banget masakan kamu, Ngel. Kamu tuh cocoknya jadi chef bukan kerja kantoran." Pujian tersebut disampaikan Ben setelah menghabiskan nasi gorengnya.Segaris senyum tipis terulas di bibir Angel. Thanks, God, hingga pagi ini sikap Ben tidak berubah padanya. Ben masih seperti kemarin malam. Kalau ada yang ingin disyukuri Angel maka ia akan sangat menyukuri anugerah ini.Setelah selesai sarapan Angel menyambar kunci mobil. Ia akan berangkat ke kantor. Namun baru saja kunci tersebut berada di dalam genggamannya, suara Ben menghentikan niat perempuan itu."Kamu mau berangkat ke kantor?"Angel menganggu
Angel tertegun di tempatnya berdiri. Sulit untuk memercayai jika Ben mengucapkan hal tersebut. Ternyata dampak kepergian Lolita begitu besar pada hubungan pernikahannya dengan Ben.“Tapi kalau kamu merasa keberatan nggak apa-apa.” Ben mengucapkannya lantaran dilihatnya Angel hanya diam termangu merespon ajakannya.“Nggak, nggak, aku sama sekali nggak keberatan,” sahut Angel lalu membelokkan arah tujuannya yang tadinya akan masuk ke kamarnya berubah ke kamar Ben.Segaris senyum tipis terulas di bibir Ben melihat Angel melangkah ke arahnya.Gerakan Angel tertahan begitu saja ketika kakinya menapak di lantai kamar Ben atau yang dulu ia sebut dengan kamar mereka berdua. Saat matanya tertuju ke tempat tidur, bayangan Ben sedang bermesraan dengan Lolita kembali menghantuinya. Dan ia tidak pernah bisa melenyapkan adegan demi adegan menyakitkan tersebut dari kepalanya.“Ada apa?” tanya Ben menyaksikan Angel terpaku. Sedangkan mata perempuan itu menatap tak berkedip pada tempat tidur yang terh
Sejak malam penuh kesan itu hubungan Angel dan Ben membaik. Kebahagiaan menyertai hari-hari mereka. Inilah kehidupan pernikahan sesungguhnya yang diimpikan Angel. Hidup Angel terasa benar-benar sempurna bersama lelaki yang sangat dicintainya dengan sepenuh hati."Ngel, aku pikir kita perlu merencanakan honeymoon," cetus Ben pagi itu saat mereka sedang sarapan pagi berdua.Spontan saja pipi Angel menghangat mendengar celetukan suaminya."Ho-honeymoon?" ulang Angel sedikit tergagap dengan muka bersemu merah."Ya. Ada yang salah dengan itu? Sejak pertama menikah kita sudah langsung kerja, jadi aku pikir nggak ada salahnya kan kalau kita ambil cuti agak seminggu terus honeymoon?"Angel mengangguk, menyetujui rencana Ben. Selama ini mereka menghabiskan hari demi hari untuk bekerja dan bekerja."Kamu mau kita ke mana? Maldives? Paris? Italy?" Ben mengajukan satu demi satu opsi destinasi bulan madu mereka kepada Angel.Senyum mengembang di bibir perempuan itu mendengar pilihan yang diajukan
Sulit untuk menjabarkan dengan kata-kata sehancur apa hati Angel kala menyaksikan pemandangan yang tersaji di hadapannya.Di sana, di tempat tidur yang satu bulananan ini sudah menjadi tempat peraduannya dan Ben, sedang berbaring perempuan lain. Perempuan itu tidak sendiri melainkan dengan Ben, suami Angel.Sepasang mata indah Angel menghangat. Pelupuknya sudah digenangi bulir-bulir yang siap untuk meleleh kapan saja.Kenapa begini?Kenapa Lolita datang lagi merusak kebahagiaannya? Apa perempuan itu memang tercipta untuk menjadi parasit dalam kehidupannya?Angel ingin melangkah mundur lalu pergi dari tempat itu, bersikap seakan tidak ada yang terjadi. Tapi ada bagian dari dirinya yang tidak bisa menerima. Sudah cukup. Ia tidak ingin dinjak-injak lagi.Dengan perasaan yang perih Angel menarik langkah menghampiri tempat tidur di mana suaminya dan mantan kekasihnya memadu kasih.“Ben, bangun!”Pria yang dipanggil tidak menjawab. Entah karena suara Angel begitu pelan atau lantaran tidur p
“Shittt!” Ben mengumpat sejadinya.Dengan perasaan luar biasa panik lelaki itu turun dari tempat tidur lalu mengambil baju dari lemari. Kemudian mengenakan dengan terburu-buru.“Ben, kamu mau ke mana?” Lolita turut bangkit dari ranjang lantas mengejar Ben yang keluar dari kamar.“Ben, tunggu dulu!”Ben tidak mengabaikan kekasihnya itu. Pria tersebut terus saja melangkah nyaris berlari. Tiada yang lebih penting saat ini melebihi Angel. Ia harus menjelaskan pada perempuan itu mengenai apa yang sesungguhnya terjadi. Ia harus berhasil membuat istrinya itu percaya.“Beeeen! Kamu jangan pergi!” Lolita yang berhasil mengejar Ben mencekal tangan lelaki itu dengan kuat.“Lepasin!” Ben menyentak lebih kuat.“Kamu boleh marah sama aku karena kejadian dulu, tapi aku berani bersumpah demi Tuhan kalau kita melakukannya atas keinginan kamu. Kamu sangat menikmati percintaan kita. Tolong jangan perlakukan aku seperti ini, Ben. Walau bagaimanapun kita pernah saling mencintai,” lirih Lolita dengan pipi
Sepasang mata indah perempuan itu membundar seketika. Tak percaya rasanya pada pernyataan yang baru saja tertangkap oleh gendang telinganya. Lalu tangannya turun menyentuh perut. Diusapnya bagian tersebut.Benarkah saat ini di rahimnya sedang tumbuh janin buah cintanya dengan Ben?Tidak. Lelaki itu tidak mencintainya. Kalau Ben benar mencintainya maka lelaki itu tidak akan mungkin menyakitinya. Angellah yang terlalu naif berpikir bahwa Ben benar-benar berubah. Kenyataannya, bagi Ben Angel tidak lebih dari sekadar ban serap yang akan pria itu manfaatkan ketika dia butuh cadangan. Lalu ketika wanita yang dicintainya datang kembali Ben akan mencampakkan Angel bagai sampah tak berguna.“Ngel …,” panggil Rendra cemas lantaran istri teman dekatnya itu diam termangu tanpa kata. Pemberitahuan Rendra mengenai kehamilan Angel agaknya membuat perempuan itu benar-benar terguncang.Angel mengerjap menyadari Rendra sedang memanggilnya. Wajah pria itu terlihat khawatir.“Aku hamil?” ulang Angel liri
Tadi setelah Angel pergi Ben menelepon istrinya itu, tapi Angel tidak merespon panggilan darinya. Terakhir ponsel perempuan itu tidak lagi bisa dihubungi. Mungkin dia mematikannya.Satu-satunya hal yang terpikir oleh Ben setelahnya adalah Rendra. Yang ia tahu Angel cukup dekat dengan Rendra. Maka Ben pun memutuskan untuk mendatangi rumah Rendra. Untuk hal itulah ia berada di tempat itu saat ini. Dugaannya benar. Angel memang ada bersama Rendra. Tapi bukan keadaan seperti inilah yang ia harapkan. Dan sejujurnya ada bagian darinya yang tidak bisa menerima kemesraan keduanya.Rendra dan Angel serentak berdiri. Rendra memajukan langkahnya mendekati Ben.“Gue nggak tahu lo mau ke sini.”“Memangnya wajib gue kasih kabar dulu? Iya? Biar kalian bisa mengantisipasi kedatangan gue?” balas Ben sengit.Rendra menyipit. Tak mengira Ben akan menyerangnya.“Maksud lo apa, Ben?” Rendra ingin Ben memperjelas perkataannya yang ambigu itu.Ben mendengkus. “Jangan pura-pura nggak ngerti.”“Tapi gue bener