Amanda terlihat sibuk dengan tumpukan berkas di mejanya. Wanita itu sekarang menjadi tulang punggung keluarganya. Amanda.
Amanda melirik jam tangannya. Jarum jam bergerak pelan menunjukkan pukul 12 siang.
"Amanda ...," panggil Richie. Amanda pun bangkit dari duduknya.
"Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"
"Kita makan siang dulu!" ucap Richie tanpa basa-basi.
"Kita?" ujar Amanda kaget. "Saya tidak paham apa maksud bapak?"
"Kita ... ya kita berdua. Memang siapa lagi?" Richie membenarkan dasinya.
"Pak Richie 'kan bisa makan siang bersama dengan yang lain." Amanda mencoba menolaknya.
"Tidak!" tolak Richie, "aku inginnya makan siang denganmu. Jadi bereskan semua file mu itu. Kau bisa mengerjakannya setelah makan siang."
"Ta-tapi, pak."
"Tidak ada penolakan!"
Mas Nicky dan mba Eve sudah update. Aku tidak pernah bosen untuk mengingatkan kalian baca ceritaku yang lainnya dengan judul 2.59 dan My Adorable CEO
Amanda tampak duduk di sebuah halte dekat kantornya. Hari itu memang Amanda tidak membawa mobil. Wanita itu tampak sedang menunggu taksi. Beberapa saat setelah itu, sebuah mobil berhenti tepat di depan Amanda. Saat kaca itu turun, tampaklah wajah tampan Richie dari dalam. Pria itu tersenyum sangat manis. "Masuklah, aku akan mengantarmu pulang ke rumah," tawar Richie. 'Tidak pak, terima kasih. Saya akan menunggu taksi saja," tolak Amanda. "Kau tahu tidak, jika sebentar lagi akan turun hujan. Akan lebih susah lagi jika tidak ada taksi atau bus yang lewat." Richie membuka pintu dari dalam, lalu menyuruh Amanda untuk masuk ke dalam. Rintik hujan akhirnya turun, hal itu membuat Amanda dengan terpaksa masuk ke dalam mobil. "Nah, betul 'kan hujan turun," kata Richie sambil melongokkan kepalanya. "Pasang seatbell mu."
Nicholas melipat setelan baju olahraganya dan memasukkan ke dalam tas. Nicky juga memasukkan buku-bukunya yang ada di atas meja, lalu dia melirik jam yang melingkar ditangannya. Senyuman mengembang menghiasi bibir dan lesung pipi pun terlihat. Nicky meraih tas punggungnya. Baru akan melangkah keluar dari kelasnya, tiba-tiba seseorang memanggilnya. "Nicky!" panggil Irene. Nicky pun menoleh kearahnya. "Ada apa?" balasnya. "Bisakah menolongku untuk mengangkat tumpukan matras ini ke gudang olahraga. Aku tidak kuat membawa semuanya." Irene beralasan. Nicky pun melangkah mendekati Irene dan melihat tumpukan matras di lantai. "Oke. Aku akan mengangkat sebagiannya dan sebagian lagi kau yang bawa. Bagaimana?" tawar Nicholas pada Irene. "Baiklah, dari pada tidak sama sekali dan aku bisa kena marah pak Richard," kata Irene. Lantas Nicky mengambil beberapa matras dan membawanya
Evelyn akhirnya diselamatkan oleh Nicholas. Terlambat sedikit saja nyawa Evelyn pasti sudah melayang. Nicholas pun membawa Evelyn ke ruang perawatan. Ryan dan beberapa guru datang ke laboratorium, mereka segera memadamkan api. Beruntung api belum terlalu besar dan belum menjalar kemana-mana, tapi kalau terus dibiarkan akan sangat berbahaya. Api bisa saja melahap habis gedung sekolah tersebut. Semua pasti akan menunduh Evelyn pelakunya karena Evelyn satu-satunya orang yang berada di laboratorium tersebut. "Kenapa ini bisa terjadi?" kata pak Steven selaku kepala sekolah SMA Kingston. Pak Steven dan Bu Claire menatap Ryan. "Kau tadi ke sini bersama dengan siapa?" tanya pak Steven. "Ni-Nicholas, pak," jawab Ryan. "Lalu dimana dia sekarang?" timpal bu Claire. "Mungkin sedang berada di ruang perawatan, karena tadi Nicky berusaha menolong
Sehari sebelumnya, Simon yang tengah berjalan di koridor sekolah mendadak menghentikan langkahnya. Dia melihat gerak-gerik yang mencurigakan. Lantas Simon pun mengikuti orang yang memakai hoddie dengan tudung dan masker. Simon, si murid kutu buku kelas 3 ini memang mempunyai rasa penasaran yang tinggi, tapi juga penakut. Bukan hanya satu orang, tapi ternyata mereka ada dua. "Siapa mereka? Sepertinya mereka berdua bukan murid sekolah ini," lirih Simon membenarkan kacamatanya. Simon Webby terus mengawasi dua orang tersebut hingga mereka berdua berhenti di depan pintu laboratorium. Beberapa saat setelah itu, seorang murid perempuan SMA Kingston muncul mendekati mereka berdua. Simon dibuat kaget dengan murid perempuan tersebut dan karena Simon kurang hati-hati, kakinya menyenggol tempat sampah yang menimbulkan suara. Kedua orang itu lantas saling pandang dan murid perempuan itu menoleh menatap tajam ke arah datangnya bunyi
Hirup pikuk suara mobil berlalu lalang. Sandra berjalan menyusuri trotoar, dia berjalan dengan menenteng sebuah tas di tangan kirinya dan tangan kanannya memegang sebuah cup. Gadis berparas cantik berjalan dengan memasang senyum yang sangat manis. Sandra Lane adalah sekretaris Anthony. Mungkin terlalu pagi Sandra datang ke kantornya. Sandra berjengkit kaget ketika masuk ruangan mendapatkan Bosnya sudah berada di dalam. Anthony masih tertidur di sebuah sofa. Gadis itu berinisiatif untuk membangunkannya. Namun, justru dia urungkan dan berlari menuju pantry. Sandra mengambil cangkir dari dalam lemari dan membuatkan teh hangat untuk bosnya. Sandra meletakkan cangkir yang dia bawa di atas meja, dia pun mengalihkan pandangannya pada Anthony. Lalu dia mengangkat tangan kirinya, melihat jam yang melingkar di tangannya. "Lebih baik aku bangunnya beliau sebelum para pegawai yang lainnya datang," lirih Sandra.
Pak Steven menjatuhkan sebuah kertas lipat di atas meja tepat dihadapan Irene dan Irene. Mata itu terus menatap kertas dan beralih menatap Pak Steven. Pergulatan pendapat terjadi antara Irene dan Pak Steven. Karena merasa terpojok dan sudah tidak bisa membela dirinya sendiri, akhirnya Irene mengakui kesalahannya. Betapa malunya Irene setelah mengakui kesalahannya. Dia tidak mampu menatap Nicholas, karena Irene tahu kalau Nicholas selalu membela dan melindungi Evelyn. Setelah pengakuan dari Irene, dia harus menerima hukuman. Irene diberi hukuman skorsing dari pihak sekolah. Irene melangkah lemas keluar dari ruang kepala sekolah. Dia bingung harus bagaimana jika ditanya oleh kedua orang tuanya. Sedangkan pihak sekolah akan memanggil kedua orang tua Irene ke sekolah. Langkah kaki itu terhenti, Irene mengangkat tangan kanannya. Sebuah lipatan kertas dia pegang. Terlihat sangat jelas kebencian Irene terhadap Evelyn. Dia pun
Semua orang pernah disakiti dan menyakiti orang lain. Dan terkadang sulit rasanya untuk berdamai dengan emosi yang berkecamuk dan mencoba memaafkan mereka. Pada akhirnya, kemarahan yang selama ini terpendam membuat kita menyimpan dendam. Tak banyak yang tahu bahwa menyimpan dendam tak hanya membuat kita kesal sendiri dan merusak hubungan dengan orang-orang sekitar, tapi juga menyebabkan gangguan emosi yang dapat berdampak terhadap kesehatan jika terjadi dalam waktu yang lama. Rasa dendam merupakan suatu kondisi dimana kita menginginkan orang lain yang melakukan kesalahan terhadap diri kita menerima balasan atau konsekuensi dari kesalahannya. Dibandingkan berusaha untuk mengelola emosi lebih baik dengan cara mengungkapkan kemarahan sewajarnya dan kemudian memaafkan. Menyimpan dendam membuat kita menganggap orang tersebut sebagai suatu ancaman yang menimbulkan perasaan stress atau trauma berulang meskipun kejadian yang sesungguhnya sudah l
Evelyn memasang muka cemberut dan kesal. Bagaimana tidak, sudah satu jam lebih Nicholas belum menampakkan batang hidungnya. Ya, Nicky belum datang sama sekali. Eve berdecak kesal, menghela napas dan mengembuskan dengan kasar. "Aku benar-benar tidak menyangka kalau Nicky akan membohongiku!" gerutu Evelyn saat itu juga. Eve menghentak-hentakan kakinya karena gadis itu benar-benar sangat marah pada Nicholas. "Aku akan menunggunya lima menit lagi. Jika dalam lima menit dia tidak datang, aku tidak akan pernah mau berbicara lagi dengan Nicky!" Evelyn memangku dagunya masih menunggu lima menit lagi. Detik berganti detik, menit berganti menit hingga menuju menit kelima. Tapi Nicholas belum juga datang. Kali ini Eve benar-benar sangat marah. Dia akhirnya memilih untuk pulang ke rumah. Menunggu memang hal yang sangat membosankan dan itu dialami oleh Evelyn ketika dia tidak tahu hal yang sebenarnya terjadi pada Nicholas. Evelyn ti