Share

Bride For the Matchmaker
Bride For the Matchmaker
Penulis: IztaLorie

Lamaran yang Gagal

Penulis: IztaLorie
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-13 20:18:53

"Apa kamu yakin mau melamarnya?" tanya Rahardian saat Cakra menghubunginya melalui panggilan telepon dari parkiran restoran.

Sahabat Cakra itu bahkan tidak berbasa-basi menanyakan kabar padahal mereka sudah lama tidak bersua. Namun, Cakra tak kunjung menjawab pertanyaan itu. Dia malah teringat dengan Rista-sepupu yang meyakinkan untuk tetap melakukan lamaran ini. Padahal Cakra belum sepenuhnya yakin akan perasaannya untuk Yuyun.

Hal lain yang membuatnya ragu adalah tentang pasangan Yuyun. Jari kelingking wanita itu sudah terikat dengan benang merah perjodohan yang terlihat kusut. Ini menandakan kalau Yuyun sudah ada yang punya, entah berada di belahan dunia mana pria yang menjadi jodoh Yuyun.

"Sepertinya layak untuk dicoba. Aku tunggu kedatanganmu untuk menjadi saksi. Sepuluh menit! Jangan terlambat!" ucap Cakra yang akhirnya menjawab dengan nada serius untuk menutupi rasa gugup. 

Cakra segera menutup telepon itu sebelum ucapan lain dari Rahardian menggoyahkan keyakinannya. Kali ini, dia memastikan akan mendapatkan pasangan. Sesekali egois dan tidak memikirkan pasangan lain itu memang diperlukan dalam kondisi yang mendesak. Apalagi ini menyangkut kebahagiaannya sendiri.

Sewaktu masih muda, Cakra memilih pacar yang tidak terikat dengan benang merah. Itu membuat resiko memotong jodoh orang menjadi lebih kecil. Namun, ketika usianya sudah hampir menginjak 34 tahun, Cakra semakin merasa putus asa. Hidupnya selalu dibayangi dengan ramalan jodohnya. Kalau sampai di usia 35 tahun belum mendapatkan pasangan, maka dia akan melajang selamanya. 

Memilih Yuyun adalah tindakan gegabah karena berpotensi membuat orang lain jadi kehilangan jodoh. Kalau saja di dunia ini ada gunting yang bisa dipakai untuk memotong benang jodoh, Cakra pasti akan memutus lalu mengikatkan ujung benang Yuyun ke jari kelingkingnya sendiri. 

Cakra hanya berharap kalau jodoh Yuyun tidak akan muncul selamanya. Toh, sampai sekarang memang tidak terlihat keberadaan pasangan Yuyun.

Sudah lima menit Cakra berdiam diri di dalam mobil yang terparkir. Sekarang saatnya dia keluar dan menghadapi keraguan tentang lamaran yang masih menggantung. Setelah menyugar rambut, Cakra keluar dari mobil.

Langkahnya terasa berat ketika melangkah di jalan setapak menuju pintu masuk restoran. Restoran ini bergaya Belanda dengan jendela tinggi yang hampir mencapai langit-langit.

Pelayan berseragam hem warna maroon, membawanya masuk ke ruangan pribadi yang berada di bagian paling belakang. Terlihat balon berbentuk love yang tersebar di sekitar lampu gantung antik. Tak lupa untaian lampu hias yang berbentuk tulisan "Marry Me" yang akan dinyalakan ketika Cakra memberi kode kepada pelayan.

"Semoga Yuyun menyukainya," gumam Cakra saat melihat semua persiapan itu.

Decak kagum keluar dari bibir Cakra ketika melihat Yuyun memasuki ruangan tempatnya menunggu. Dress selutut warna delima membuat kaki Yuyun terlihat semakin jenjang.

Cakra berlutut dengan satu kaki, tepat ketika Yuyun berhenti di hadapannya. Cowok itu bahkan melupakan Rahardian yang sudah didaulat menjadi saksi.

Tanpa pikir panjang, diambilnya sebuah kotak beludru dari saku jas. Sebuah cincin berkilau ketika tutupnya dibuka.

"Maukah kamu menikah denganku?" tanya Cakra yang perlahan-lahan mendongak untuk melihat reaksi Yuyun.

Mata wanita itu berbinar cerah, kedua tangannya berada di depan mulut. Tadinya, ini memang reaksi yang Cakra harapkan. Namun seberkas kilau lain dari tangan cewek itu membuatnya terbelalak. Benang merah yang terikat di jari kelingking Yuyun terlihat mengencang. Seolah-olah ada yang menarik benang panjang yang tadinya tergerak pasrah di lantai.

Cakra menutup mata sejenak. Ketika membuka mata lagi, dia bisa melihat ujung benang merah menunjukkan siapa pasangan dari Yuyun. Dengan cepat Cakra menutup kotak perhiasan dan berdiri tegak.

"Lupakan saja soal lamaranku tadi," ucap Cakra yang membuat Yuyun mengerjap.

"Apa ini lelucon? Baru saja kamu melamarku, tapi sudah membatalkannya dalam sekejap mata. Aku bahkan sudah hampir mengatakan iya!" protes Yuyun yang wajahnya mulai memerah.

Suara tepuk tangan membuat keduanya menoleh. Cakra memperhatikan sosok sahabatnya yang terlihat sinis ketika memasuki ruangan itu.

"Aku tidak menyangka kalau harus mengalami kejadian ini denganmu. Berulang kali aku mendengar tentangmu yang selalu menjaga jodoh orang lain. Namun, aku tidak membayangkan kalau kamu juga menjaga pacarku selama aku kerja diluar pulau."

"Bukankah aku teman yang baik?" tanya Cakra yang dibarengi dengan seringai miris.

"Baik? Lebih tepatnya berengsek! Dan kamu!" tuding Rahardian pada Yuyun yang bergerak-gerak gelisah.

"Kamu mau jawab iya untuk lamaran Cakra? Apa kamu sudah tidak waras? Kamu anggap apa hubungan kita selama ini?"

"Aku bisa jelaskan ini," ucap Yuyun yang menoleh pada Cakra dan Rahardian secara bergantian.

"Jangan salah paham. Aku hanya sedang membantu Cakra untuk berlatih melamar pacarnya. Tentu saja bukan aku yang dilamar," ucap Yuyun dengan tertawa kecil.

Namun, itu membuat dahi Rahardian berkerut. Bibirnya terkatup rapat-rapat seolah kehabisan bahan pembicaraan.

"Lebih baik kalian selesaikan masalah ini. Kalau kamu sudah selesai, silakan temui aku. Kita selesaikan masalah kita," sela Cakra.

"Dan aku kembalikan jodohmu. Urus dia dengan baik hingga tidak ada laki-laki lain yang menjaganya," lanjut Cakra sambil menyisipkan kotak cincin ke tangan Rahardian.

Setelah keluar dari restoran, Cakra mengubah arah langkahnya. Bukannya kembali ke mobil, dia malah masuk ke mall yang berada tepat di samping restoran tadi. Niatnya adalah untuk mendinginkan kepala sebelum menghadapi Rahardian.

Pertama-tama, dia harus memberi mereka berdua kesempatan untuk berbicara terlebih dahulu. Setelah suasana tenang, Cakra pasti akan meminta maaf pada Rahardian. Kejadian ini memang diluar dugaan karena dia tahu kalau sahabatnya punya pacar, tapi tidak benar-benar memperhatikan siapa namanya. 

Rupanya benang merah Yuyun yang kusut dan panjang itu disebabkan karena pasangannya begitu jauh. Namun, Cakra tidak menyangka kalau jodoh yang hampir ditikung adalah milik temannya sendiri.

Suasana hati yang kacau membuat konsentrasinya terganggu. Segera saja benang-benang merah bermunculan ketika dia melangkahkan kaki masuk ke dalam Mall. Ini adalah keistimewaan yang dimilikinya sebagai keturunan keluarga Gilmore. Dia dapat melihat benang merah yang terikat di jari kelingking orang-orang yang terikat dengan pasangannya.

Namun kelebihan itu diikuti dengan sebuah kutukan. Sampai sekarang, Cakra tidak bisa melihat benang merah yang melingkar di jari kelingkingnya. 

Beberapa kali dia mencoba menjalin hubungan dengan wanita yang menarik, tapi selalu saja berakhir dengan kegagalan. Dia malah dengan ikhlas menyerahkan wanita-wanita itu ke pasangan sejatinya.

Sampai-sampai karyawannya memberi julukan sad boy, karena nasibnya sama seperti second lead di drama-drama Korea. Berakhir menjadi cowok yang menjaga jodohnya first lead.

Dering gawai membuat dahinya berkerut. Pasalnya, orang yang gencar menyuruh untuk mengajukan lamaran sekarang menunggu panggilan itu diangkat.

"Gimana? Pasti sukses besar?" tanya suara dari seberang dengan nada girang.

"Sukses untuk Rahardian. Bukan untukku. Apa kamu benar-benar mendapatkan penglihatan tentang aku yang bersama dengan Yuyun dalam pernikahan? Hari ini aku baru tahu kalau Yuyun dan Rahardian berjodoh. Mereka juga sudah lama berpacaran. Kali ini kamu sudah salah besar, Sist," keluh Cakra yang memilih duduk karena tiba-tiba merasa lelah. 

"Memangnya aku bilang kalau kamu akan menikah dengan Yuyun? Aku cuma bilang lakukan lamaran di depan Rahardian. Jodoh Yuyun akan ditemukan. Coba kamu ingat-ingat lagi?" kilah Rista yang terkekeh. 

"Seharusnya aku bisa menduganya. Dasar penyihir!" 

Suara kekehan itu semakin kencang. Ini adalah umpatan favorit Cakra untuk sepupunya tersayang yang suka ikut campur urusan orang lain.

"Tenang saja, Bro. Kamu pasti dapat jodoh. Masa iya makcomblang nggak bisa dapat jodoh untuk diri sendiri?" sela Danar yang rupanya ikut mendengarkan. 

"Kalian memang suka menggodaku. Apa sikap seperti itu bisa dibilang sepupu yang baik?" ucap Cakra menahan geli. 

Kedua sepupunya memang lebih muda, tapi terkadang lebih bijak dari dirinya yang sudah kepala tiga. Terlebih lagi Rista, yang mempunyai kemampuan meramal.

"Kra, hati-hati dengan penggoda cilik. Dia akan membuat hidupmu tidak cuma merah, tapi hitam dan merah muda juga," pesan Rista sebelum menutup panggilan. 

Cakra memikirkan ucapan terakhir Rista. Apa ini sebuah ramalan atau sebuah nasihat?

Cowok itu bangkit berdiri, memasukkan gawai ke saku kemudian kembali melangkah. Mungkin dia harus mengelilingi semua lantai mall agar lebih tenang. Baru juga menjalani sepuluh langkah, dia sudah kembali berhenti. 

Sebuah gulungan benang rajut warna merah menggelinding ke arahnya. Cakra menunduk untuk meraih gulungan yang sebesar bola sepak itu. Sebuah seringai menghiasi bibir, benda ini terlihat seperti benang merah takdir yang sering dilihatnya. 

Cakra menoleh ke arah kanan, tempat asal gulungan itu. Rupanya berasal dari toko alat jahit yang bersebelahan dengan toko alat olah raga langganan Cakra. Seorang wanita dengan tinggi rata-rata menghampirinya. Tangan cewek itu dipenuhi dengan benang yang kusut.

"Seharusnya kamu tidak menarik benang ini terlalu kencang. Itu akan menyebabkan gulungan ini berlari menjauhimu," ucap Cakra ketika mengembalikan benda yang dipungutnya tadi. 

Dahi Cakra berkerut ketika melihat cewek malah menatapnya dengan mulut terbuka lebar. Pandangan Cakra menyapu tangan kurus cewek itu untuk mencari-cari keberadaan benang takdir. 

Namun, benang itu tidaklah terlihat. Mungkin karena dirinya yang sedang susah berkonsentrasi atau karena benang rajut yang melingkari tangan cewek itu, pandangannya jadi kacau. 

"Sebagai ucapan terima kasih, bisakah aku mendapatkan nomor teleponmu?"

Pertanyaan tidak wajar dari cewek itu membuat ujung bibir Cakra naik. Apa cewek ini tertarik dengannya? Bagaimana mungkin dia berurusan dengan cewek yang terlihat begitu muda. Jangan-jangan ini yang dimaksudkan dalam ramalan Rista?

Sebelum Cakra sempat bereaksi. Cewek itu terlihat mengangkat panggilan yang mendesak. "Apa kamu bisa tunggu di sini dulu? Aku segera kembali. Jangan kemana-mana."

Cakra memperhatikan ketika cewek itu berlari menjauh tanpa mengatakan alasan kenapa harus menunggu. Namun, suara nada dering dari gawainya mengusik pengamatan Cakra. 

"Halo, Bos. Anda harus ke kantor secepatnya. Beberapa wanita menerobos masuk dan mengubrak-abrik kantor."

Bab terkait

  • Bride For the Matchmaker    Awal Kehancuran

    Kantor diubrak-abrik? Cakra berharap kalau pendengarannya salah, tapi Shopie sampai mengulangi informasi itu agar semakin jelas. Jadinya, dia harus bergegas ke kantor walaupun hari ini sedang cuti. "Saya akan segera ke sana." Panggilan ditutup dari pihak Cakra. Alis Cakra naik ketika seorang wanita dengan seragam toko alat jahit membentangkan tangan untuk menghadang. Wajah pegawai itu terlihat mengeras hingga membuat Cakra mengurungkan niat untuk menerobos pertahanannya. "Apa Anda juga akan kabur seperti pacar Anda setelah mencuri segulung benang dari toko kami?" Cakra memalingkan wajah sejenak, merasa ini lucu. Apa-apaan wanita ini? Kenapa dia asal menyimpulkan seperti itu? "Tapi, saya bukan pacar gadis tadi. Kami bahkan tidak saling kenal," elak Cakra dengan kedua bahu yang diangkat bersamaan. "Saya terpaksa memanggil keamanan kalau Anda bersikeras untuk melarikan diri!" Sekarang wanita itu bertolak pinggang dengan berani.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • Bride For the Matchmaker    Asisten Pribadi

    Cakra bangkit berdiri, menepuk-nepuk celana agar bebas dari rumput dan debu. Sekilas menoleh ke arah taman kaca, sebelum akhirnya mengikuti ayahnya yang bernama Cahyo. Mereka menuju ke ruang kerja yang sebenarnya bisa masuk lewat pintu samping, tapi ayahnya memang lebih suka masuk ke dalam rumah terlebih dahulu."Den," panggil Mbok Minah yang dijawab dengan sentuhan jari telunjuk ke bibir Cakra.Asisten rumah tangga yang sudah berumur itu pun terdiam, membiarkan Cakra melewatinya untuk menuju ke ruang kerja.Cakra bahkan tidak sadar kalau ada orang lain yang mengawasinya. Dia hanya fokus pada langkah kaki yang membawanya menuju ceramah tanpa henti."Tutup pintunya!" seru Cahyo ketika melihat Cakra berdiri ragu-ragu di ambang pintu.Lagi-lagi Cakr

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-25
  • Bride For the Matchmaker    Observasi Asisten Baru

    "Yang sopan sama Aden!" tegur Mbok Minah yang menarik tangan gadis itu."Maaf, Den. Apa Aden yang sudah bayar benang rajut saya?" Mata gadis itu membesar, penasaran. Tidak memperhatikan teguran Mbok Minah."Sudah ingat sekarang?" tanya Cakra dengan wajah sok serius."Jadi gaji yang dipotong lima puluh ribu itu buat ganti benang ya, Den? Sebenarnya saya juga sudah balik ke toko itu untuk membayar, tapi katanya sudah dibayari sama pria tinggi yang cakep." Gadis itu kembali memperhatikan wajah Cakra."Tapi kenapa wajah Aden babak belur seperti ini? Jadi pangling saya," lanjut gadis itu."Jadi kamu nggak berniat mencuri benang itu? Lalu kenapa lari? Gara-gara kamu, saya dituduh komplotan pencuri!" Cakra me

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-01
  • Bride For the Matchmaker    Negosiasi

    Cakra menoleh demi mendengarkan penolakan asisten barunya. Jari Cakra menunjuk ke arah Aura."Kamu yakin melamar kerja padaku? Bukan pada ayahku?" Wajah Cakra mengeras ketika menekankan pertanyaan terakhir.Pria itu tidak mau melepaskan tatapan tajam. Bahkan saat wajah Aura seputih kapas dan mulai terlihat gelisah."Tentu saja saya bekerja untuk Aden.""Maka, lakukan permintaan saya. Atur jadwal dengan klien pertama. Besok, jam sepuluh pagi!" ucap Cakra sebelum mengibaskan tangan untuk mengusir.Cakra memiringkan kepala ketika mengamati Aura yang bergeming. "Ada masalah?""Saya belum paham dengan kerjaan Aden. Ini klien apa ya, Den?" Aura angkat bahu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-04
  • Bride For the Matchmaker    Keberanian Aura

    "Aaaaa…"Suara teriakan nyaring yang memekakkan telinga membuat Cakra mengerjap. Namun, saat kesadarannya belum sepenuhnya pulih, sebuah tendangan keras membuat tubuhnya terguling. Dia melompat bangun ketika hampir menyentuh lantai. Berdiri dalam posisi kuda-kuda, Cakra meletakkan tangan kanan di atas cincin bermata merah yang terpasang di jari tengah tangan kiri. Dia sudah bersiap-siap untuk mengeluarkan tongkat sihir."Aden kenapa bisa tidur di ranjang saya? Jangan-jangan Aden mengambil kesempatan dalam kesempitan? Aden ngapain saya semalam?"Guling bermotif polkadot biru menghantam wajah Cakra, menyadarkannya akan sesuatu. Dia menarik tangan kanan kemudian berdiri tegak. Untungnya belum sampai mengatakan mantra untuk mengeluarkan tongkat sihir. Kalau itu sampai terjadi, pasti gadis itu akan makin his

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Bride For the Matchmaker    Wanita Sesuai Kriteria

    Lewat pandangan Aura, Cakra melihat permohonan dan harapan yang tampak jelas. Tidak mungkin dia akan salah mengartikan tatapan itu.Namun, ketika Cakra menunduk agar kepala mereka sejajar, terdengar nada dering dari gawainya. Sontak Aura mundur dengan tubuh kaku. Cakra sempat melihat warna merah muda yang menjalar di pipi gadis itu, sesaat sebelum membungkuk untuk memungut kemeja Cakra."Sebaiknya Aden angkat dulu panggilan itu. Mungkin itu panggilan penting. Saya akan cuci kemeja ini sampai bersih." Tangan Aura bergerak menggulung kemeja yang malah membuat pakaian itu terlihat seperti gumpalan kain kotor."Sebaiknya kamu segera bersiap-siap. Urusan kemeja, serahkan saja sama Mbok Minah," teriak Cakra karena Aura berjalan mundur dengan cepat, hingga akhirnya berlari keluar setelah sampai di pintu kamar.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-31
  • Bride For the Matchmaker    Asisten Koplak

    "Saya pamit!" Suara Hans sama sekali tidak ramah ketika hendak meninggalkan ruangan itu.Aura mengulurkan tangan hendak menghentikan Hans, tapi Cakra yang terlihat cuek membuatnya bimbang. Hingga akhirnya gadis itu membiarkan Hans meninggalkan ruang kerja."Den! Aden kok gitu sih sama klien. Kalau dia kabur karena tersinggung gimana? Aden rugi dong?" keluh Aura saat Cakra malah berjongkok, untuk memungut serpihan smartwatch."Nggak bakal rugi. Sedari awal klien sudah diberi peringatan tentang cara kerja kita. Mereka juga diwajibkan membayar dimuka sebelum menggunakan jasa biro jodoh Sepasang. Kalau sampai klien merasa tidak puas dan berniat membatalkan kerja sama, maka uang itu tidak bisa ditarik lagi. Seharusnya dia membaca petunjuk dengan lebih teliti." Dengan santai, Cakra menginjak tempat sampah hingga terbuka,

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • Bride For the Matchmaker    Menyusun Rencana Pendekatan

    Cakra yang masih berdiri di antara kamar dan selasar, menatap selama lima detik penuh sebelum berkata, "Saya punya tugas untukmu.""Bentar, bentar, Den." Aura malah berlari kecil menghampiri Mbok Minah.Gadis itu membisikkan sesuatu yang membuat mata wanita itu berbinar cerah, yang lalu dibalas dengan anggukan kepala penuh semangat. Cakra bahkan khawatir kalau Mbok Minah akan mengalami sakit leher setelahnya."Ayo, Den. Kita joget," ulang Aura yang menarik Cakra keluar kamar.Namun, Cakra balas menarik hingga terjadi tarik menarik, dengan musik Twice-Whats it love yang menjadi latar adegan mereka.Aura melepaskan Cakra dan mulai bersiap untuk melakukan gerakan yang sudah amat populer itu. Namun, tanpa disangka-sangka, Cakra m

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-08

Bab terbaru

  • Bride For the Matchmaker    Berhasil Menjodohkan

    “Nona Aura, saya hendak mengenalkan Anda dengan calon istri saya.” Suara Iswanto membuat Aura menjauhkan gawai sejenak untuk memberi respon.Dari cermin, Cakra bisa melihat Aura mengangguk sebentar kemudian menunjuk ke arah gawai. Iswanto yang mengerti maksud Aura, menggerakkan tangan untuk mempersilakan dia melanjutkan bicara.“Den, nanti lagi bicaranya ya. Ini Pak Iswanto mau ada perlu,” ucap Aura dengan berbisik.“Iya, besok kita bicarakan lagi. Hari ini saya sibuk,” ucap Cakra sebelum memutus sambungan.Aura terlihat merenung sambil melihat layar gawai yang mulai menghitam. Apa gadis itu kecewa karena tidak bisa melanjutkan obrolan?Cakra kira, alasannya pasti bukan itu. Tidak mun

  • Bride For the Matchmaker    Tidak Seperti Rencana Semula

    Saat ini, pasti Aura dan Iswanto sedang menahan napas menanti reaksi Jasmin. Cakra pun tak terkecuali, dia juga ikut mengamati dalam diam.“Kalau Mas serius dengan perkataan ini, Jasmin mau minta dilamar secara serius. Seperti lamaran dalam drama,” ucap gadis yang tersenyum sangat manis.Ini adalah sebuah ujian atau memang sesuai dengan kata hati? Tentu saja Cakra tidak bisa menebak pikiran seorang wanita, itu sangat rumit.“Tentu saja, kamu pasti ingin hal yang seperti itu.”Perlahan-lahan Iswanto berlutut dengan bertumpu pada satu kaki. Terlihat Aura berlari-lari membawa sebuket bunga yang sudah dihias dengan cantik. Gadis itu kemudian menyerahkannya pada Iswanto.“Jasmin, aku tahu kalau ini sa

  • Bride For the Matchmaker    Sebagai Pengamat

    “Rupanya kamu di situ?” ucap laki-laki yang berjalan mendekati mereka.Belum juga Cakra menyusuri benang itu, jodoh Maiden sudah muncul untuk menyapa. Betapa beruntungnya mereka karena sudah mempunyai pasangan.“Eh, hai, Van. Kenalkan ini Cakra, teman baruku,” ucap gadis itu dengan riang.“Melihat dari jubahmu, kamu pasti keturunan keluarga Gilmore? Salah satu sepupu kami berjodoh dengan keluarga kalian,” ucap Evan sambil menunjuk ke arah belakangnya.Cakra mengikuti jari Evan untuk melihat siapa yang dimaksud. “Ah, Rio ternyata adalah sepupumu.”Pada akhirnya Rio bergabung dengan mereka, karena mendengar namanya disebut. Tentu saja Danar, Kristy, dan Rista juga ikut bergabung. Sebentar lagi pasti beberapa pasangan seumuran dengan mereka pasti ikut bergabung. Ini akan terasa menyesakkan.Ketika percakapan itu semakin meluas, diam-diam Cakra menyusup meninggalkan kelompok itu. Dia butuh menyendiri sekarang, agar hatinya menjadi le

  • Bride For the Matchmaker    Berkunjung ke Luvnesia

    “Hanya calon klien yang keras kepala. Sepertinya dia nggak bakal jadi klien kita,” jawab Cakra dengan datar.“Pasti orang yang minta dijodohkan dengan target tertentu. Kenapa nggak pada nurut sama Aden sih? Apa kita perlu nulis aturan itu dengan ukuran huruf yang lebih gede di beranda web biro jodoh?” tanya Aura untuk mengungkapkan kekesalan.Sejujurnya Aura merasa lega karena itu hanya calon klien, bukan wanita yang spesial di hati Cakra. Sampai sekarang Aura masih penasaran dengan status Cakra, tapi tidak berani menanyakannya.“Oya, besok kamu yang ngawasi Pak Iswanto. Saya ada janji temu selama seharian.”Perkataan Cakra membuat Aura kembali merasakan tusukan di perut. Rasanya nggak nyaman kalau tidak tahu kegiatan majikannya itu.

  • Bride For the Matchmaker    Percayalah

    “Dia sudah punya pacar atau mungkin malah suami. Saya tidak mau menjadi pebinor, yang merusak rumah tangga orang lain,” sembur Iswanto ketika bertemu dengan Cakra dan Aura keesokan harinya.“Pria itu bukan pacar atau suaminya Jasmin. Saya sudah menyelidiki dengan cermat,” bantah Cakra sambil mempersilakan Iswanto untuk duduk.Dia memberi kode pada Aura agar membuatkan kopi bagi pria itu. Aura mengangguk sekilas sebelum meninggalkan keduanya.“Apa Anda yakin? Kalau bukan pacar, lalu dia siapa? Saya sudah terlanjur berharap pada Anda. Anda tahu sendiri kalau waktu saya sudah tidak banyak lagi,” ungkap Iswanto, yang kembali mengingatkan Cakra akan tujuannya mencari jodoh.“Tenang saja. Kita tetap lanjutkan rencana awal. Saya harap A

  • Bride For the Matchmaker    Merancang Pendekatan

    Mata Binar membelalak ketika bertemu pandang dengan Cakra. Sedetik kemudian, gadis yang mengenakan kaus sewarna tanah itu membalikkan badan, lalu berlari kencang. Cakra yang tidak menduga akan hal itu pun buru-buru mengejar, tapi sesosok tubuh mungil dengan kedua tangan terentang, menghalanginya.“Aden ada keperluan apa di sini?”“Minggir!” usir Cakra dengan suara meninggi.Namun, gadis itu malah semakin bertekad menghalangi langkahnya. Padahal tangan Cakra mulai berkeringat , karena mulai takut kehilangan jejak Binar.“Aden bilang dulu, mau apa ke sini? Aden ngikutin aku?” tuduh Aura dengan mata menyipit.Karena sudah tidak sabar lagi, Cakra meletakkan kedua tangan di pinggang Aura, kemudi

  • Bride For the Matchmaker    Melihat Jodoh Prabu

    Bahu Aura bergerak naik turun beberapa kali, tanda sedang mengatur pernapasan. Ini bukan kejadian pertama kali, harusnya dia sudah lebih berpengalaman, tapi kenapa masih bisa sepanik ini? Dia masih merasa cemas kalau-kalau terjadi sesuatu saat Cakra mengurung diri.“Tenang Aura, pasti tidak akan ada masalah. Kamu harus berpikir dengan kepala dingin,” bisik Aura pada dirinya sendiri.Tak butuh waktu lama bagi Aura untuk kembali bersikap rasional. Dia sudah bisa memutuskan langkah apa yang akan diambil.“Den!” teriak Aura sambil mengetuk pintu dengan lebih keras. Dia mengetuk dengan irama lagu kekinian yang ada di platform joget-joget. Kalau kesimpulannya tepat, dalam beberapa detik lagi pintu pasti akan terbuka.“Iya, sebentar. Stop ketuk pin

  • Bride For the Matchmaker    Prabu

    “Baiklah. Akan kuberi satu kesempatan,” ucap Cakra dengan ragu.Sebenarnya, dia tidak mau meladeni Prabu, takut kalau pria itu ternyata adalah benar jodoh Aura. Namun, dia kembali teringat dengan Hansel, kalau pria itu bisa diberi kesempatan, seharusnya dia bisa memberikan kesempatan yang sama pada Prabu.“Saya sudah menantikan jawaban ini cukup lama. Rasanya sudah tidak sabar untuk segera melamar Aura.” Binar di mata Prabu membuat Cakra terdiam.Kalau rasa cinta Prabu sedemikian besar untuk Aura, seharusnya dia bisa mengusahakan untuk membantu. Bukan malah menjegalnya. LAgipula, Cakra sudah putus asa dalam mendapatkan jodoh.“Saya akan menemuimu besok jam 9 di Kafe Jingga. Silakan bawa Aura ke sana, tapi saya hanya akan mengawasi dari kejau

  • Bride For the Matchmaker    Tarik Ulur

    “Tutno ngasi mentok!” Cakra membaca mantra, membuat benang biru yang melingkari smartwatch berpendar. Benang itu bergerak memutar, kemudian ikatannya terbuka, lalu meluncur menuju jari kelingking. Benang biru itu menyusuri benang takdir, seolah itu adalah jalan yang harus dilewati.Cakra mengernyit, saat ini benang takdir Iswanto semakin mengendur dan terus memanjang. Ini berarti takdir pria itu mulai bergerak menjauh. Namun, saat sudah separuh jalan, tiba-tiba benang takdir memendek.“Ombo sing ombo meneh!” Cakra buru-buru memperluas jangkauan bola kristal.Cakra bisa melihat Iswanto, yang sedang mengangkat sebuah pot berisi bunga Daisy warna putih. Kemudian terlihat tempat duduk pesta yang dilapisi dengan beludru. Saat pandangan semakin lebar, Cakra bisa melihat jalan luas di depan gedung.

DMCA.com Protection Status