“Darling, get up.” Bisikan lembut terdengar di telinga laki-laki itu.
“Mhmm…” sang pemilik suara hanya menggumamkan sesuatu. Ia malah menarik selimut lagi hingga seluruh tubuhnya terbungkus rapat. Tak menghiraukan suara wanita yang membangunkannya.
Wanita tersebut hanya tertawa kecil melihat kelakuan pria itu. Ia kemudian membuka selimut yang menutup kepala laki-laki itu dan mulai menyerangnya dengan berbagai ciuman lembut di muka laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut masih tertidur, tapi wanita itu bisa merasakan bahwa laki-laki itu hanya pura-pura tidur.
“Aku tau kau hanya pura-pura tidur. C’mon, get up sleepyhead.” Wanita itu berkata sambil tertawa.
James langsung sigap memeluk tubuh wanita itu dari belakang, dan wanita itu memekik kaget. Tubuhnya sekarang bersandar di atas laki-laki bertelenjang dada tersebut.Tubuh mereka hanya dipisahkan oleh selimut tipis.
“Morning to you too.” Ujar suara serak James sambil mencium tengkuk wanita itu.
Wanita itu tertawa geli. Ia mengubah posisi yang tadinya membelakangi pria dengan rambut pirang acak-acakan, memutar tubuhnya, dan sekarang posisinya mengangkangi tubuh laki-laki tersebut dibawahnya, keduanya saling berhadapan.
“Nice view.” Kata laki-laki itu sambil tersenyum nakal.
Wanita yang hanya memakai baju t-shirt putih kedodoran milik pria tersebut hanya bisa tertawa dan berkata,
“I know, right.” Balas wanita itu sambil mencium bibir laki-laki itu tidak terlalu lama, dan melepas ciuman mereka berdua.
“Why did you stop? Things going to get fun.” Balas James sambil memonyongkan bibirnya.
“Aku juga sangat tertarik, darling. Tapi sayangnya aku harus pergi kerja hari ini.” Wanita itu cekikan melihat kelakuan laki-laki tersebut.
“Right. Work.” Balas pria itu mengerang.
“Gosh, you’re so cute pagi ini.” lanjut wanita itu sambil mengacak-acakan rambut pendek setengah ikal yang dimiliki olehnya.
“Apa? Cute?” James itu menyipitkan mata, lalu ia segera bangun, sekarang posisi wajah pria itu saling dekat berhadapan dengan wajah wanita berambut cokelat.
“Yes, super cute.” Balas wanita itu dengan menyipitkan kedua matanya dengan wajah serius.
“Let’s see jika kamu masih bilang aku cute setelah yang satu ini.”
James memutar wanitanya sehingga sekarang posisinya berada di atas tubuh wanita tersebut. Wanita itu memekik lagi dan tertawa cekikan. Keduanya kemudian melanjutkan permainan cinta mereka kemarin malam.
“Call me if you wanna have fun, darling.” Wanita berambut cokelat itu pamit sambil mengecup pipi kanan pria itu di depan pintu apartemennya.
Pria itu melambaikan tangan kanannya dan menutup pintu apartemennya. Ia meregangkan kedua tangannya ke udara. What a night. Sekarang ia benar-benar merasakan tubuhnya dalam kondisi prima. Ia kemudian berjalan menuju pantry dapur miliknya. Laki-laki itu mengisi teko listrik dengan air, lalu mencoloknya ke steker listrik. Sambil menunggu air mendidih, ia berjalan ke kamar tidur dan mengambil smartphone. Ada panggilan tak terjawab dari Dominic. Tumben banget nih, pagi-pagi ini anak sudah telepon, batin James. Akhirnya, ia memutuskan untuk menelepon balik sahabatnya itu. Terdengar dering tersambung, barulah sampai dering ketiga, laki-laki di ujung telepon
“Oi, chap! Kau pasti masih tidur pasti tadi aku telepon.”
“Well, you could say that.” Balasnya sambil terkekeh.
“Ah. Kau dan selangkanganmu itu mendapatkan malam terbaik ya.” Dominic terkekeh.
“Begitulah! Jadi ada apa, tumben sekali kau menelpon-ku pagi-pagi ini.”
“Itu, jangan lupa pesta hari ini. Kau harus datang.” kata pria itu memerintah James.
“Ya sudah pasti aku datang. Party till drop, my man!” James membalas dengan antusias.
“Kalau bisa jangan berburu wanita di pesta itu ya.” Ancam Dominic dengan serius.
“What?! Why? Kok kau jadi mengurusi urusanku yang berhubungan hunting perempuan gitu?” balas pria itu dengan nada tidak suka.
“Off-limits. Ingat perjanjian kita? Cari mangsa di luar dari our own fields. Ingat terakhir insiden kau dengan Olivia?”
“Ah. 170 cm, rambut cokelat kemerahan terang, having two massive tits, yang menguntit aku selama beberapa bulan..” sebelum James menyelesaikan perkataannya, Dominic menyelak,
“Dasar penyuka dada besar.” Dominic terkekeh, “Kadang aku kesal dengan kemampuan ingatan tajammu itu juga.” Dominic menggerutu lagi. “Nah, kau mau kejadian itu keulang lagi?” tanyanya lagi.
James terkekeh, lalu melanjutkan, “Mate, wanita itu sama sekali tidak mengerti apa arti kata dari sex only, no attachment.” Balasnya dengan nada bosan.
“Fine. No promises.” Jawab James dengan penawaran terakhirnya.
“Ok, but just try it, will ya?” Balas Dominic menasehati sahabatnya itu
“Yeah, I will try.” Balas James memutar kedua bola matanya.
“Ok then. Gotta go now. See ya later.” Balas Dominic menutup sambungan telepon.
Teko listrik kemudian menjerit dengan keras, James berlari-lari kecil lalu mematikan cetekan. Ia kemudian mengambil nescafe black coffee sachet, merobeknya dan menuangkan isinya ke dalam mug putih. Ia menambahkan dua sendok teh gula, lalu menuangan air dari teko yang masih panas. Kopinya sudah siap untuk diseduhkan. James menenggak sedikit kopi itu dan kemudian baru merasa benar-benar hidup.
Hari ini James memutuskan untuk berolahraga ke gym. Tadi setelah selesai sarapan, ia menelpon Chris. Percakapannya bisa di putar balik seperti ini
“Morning coach.” James menyapa pelatihnya.
“Oh it’s you, boy.” Ujar Chris dengan santai lagi.
Entah kenapa Chris suka sekali memanggilnya ia dengan kata “boy”. Sejujurnya ia tak suka dipanggil seperti itu, tapi apa boleh buat Chris aldalah a very Britsih Gentlemen berumur dua kali lipat lebih tua dari dirinya. Masa mudanya ia curahkan untuk menjadi atlet berdedikasi, sehingga pada masa kejayaannya dia pernah menjadi mantan pemain nomor satu di seluruh dunia. James memiliki rasa hormat serta kagum yang sangat tinggi terhadap pelatihnya itu.
“Hari ini aku ingin latihan di gym dulu. Anggap saja sebagai menu appetizer sebelum ke main menu-nya.”
“Baiklah. Kau sudah cukup lama tidak menyentuh raket.” Balas Chris di ujung telpon.
“Ok. Kalau begitu kita ketemu di tempat biasa ya.”
“10 menit lagi kau harus sudah sampai di sana. Aku datang loh hari ini. Jadi jangan coba-coba telat.” Perintah pelatihnya lalu menutup sambungan.
James menganga, dan kemudian langsung ngacir ke kamar mandi. Memang sih dari flat-nya ke gym langganannya memang berjarak sangat dekat, tapi tidak begitu juga. Pelatihnya memang sudah gila jika soal kedispilinan. Sesampainya di kamar mandi James langsung menggosok gigi terlebih dahulu, lalu ia mencuci muka, dan apa boleh buat ia harus mandi terlebih dahulu. Biasanya ia jika ke gym cuek saja tidak mandi, terlebih dulu toh dirinya tetap merasa dia masih kelihatan tampan jika tak mandi.
Alasan ia harus mandi ialah karena ia sudah melakukan “olahraga ekstra” kemarin malam juga pagi ini, badannya sudah lengket karena keringat. Ia menyalakan shower dan segera mandi super kebut. Pernah ia sekali terlambat datang telat latihan, pelatih menyuruhnya untuk 100 kali push-up dengan Max, salah satu bagian dari tim-nya, di atas punggungnya. Max memang dibilang kurus untuk ukuran pria, tapi tetap saja eksekusinya seperti mengangkat lima bocah sekaligus di punggungnya. Maka dari itu, itu adalah pelajaran sekali seumur hidup untuk dirinya.
Keluar dari kamar mandi, ia langsung berjalan ke walk-in closet-nya. Ia membuka lemari pakaian khusus untuk workout. Hari ini ia memutuskan untuk memakai training shirt Adidas bewarna abu-abu dengan training boxer bewarna senada. Rambut ikal pendeknya sudah mulai memanjang, ia memakai bando hitam agar saat olahraga, rambutnya tidak terlalu menganggu. Ia melihat penampilannya sudah oke untuk olahraga.
Tas backpack khusus untuk gym sudah siap dengan segala peralatan yang di perlukannya, seperti baju ganti dan handuk.Ia melihat jam sudah hampir 10 menit untuk acara mandi dan ganti baju, serta ritual mengakui ketampanan dirinya di cermin. Segera, ia turun ke basement untuk mengambil mobil kesayangannya yang di parkir di dekat lift dan menuju ke gym favoritnya.
Salah satu gym premier yang berlokasi di pusat kota London dekat dengan Taman St. James ialah tujuan pria tersebut kemari. Selain dari kecanggihan alat-alat olahraga yang beraneka ragam, tempat ini memegang standar tinggi dan tentu saja kebersihannya selalu diutamakan. Dari luar, bisa dibilang gym ini terlihat seperti kantor semi futuristic dengan interior dalam gedung terlihat sangat unisex dengan dominan abu-abu tua dan putih. Pendirinya ialah adalah mantan atlet. Oleh karena itu, James menyukai tempat ini selain mendapatkan privasi, gym ini bisa dibilang tempat top training centre di London. Resepsionis sudah hafal melihat wajah James. Tina, resepsionis yang waktu itu berjaga menyapanya,
“Morning James.” Sapa Tina dengan ramah.
“Well, morning to you too, sweets. I miss you so bad so that’s why I come.” Balas James dengan penuh rayuan dengan gelagat santai tapi sok keren dengan menaruh satu tangan kanannya di atas meja resespsionis.
Tina yang sudah kebal dengan rayuan James hanya bisa tertawa dan menjawabnya dengan enteng
“I miss you too. Now, please give me your member card. Jadi kamu bisa langsung masuk dan latihan.” Kata Tina tanpa basa-basi.
James memberinya dan membiarkan Tina untuk melakukan prosedurnya.
“Here you go. Have fun in there.” Ujar Tina dengan sopan.
“Thank you sweets. My number’s still the same, jika kamu sedang kesepian, feel free untuk telepon aku kapan saja.” James mengedipkan mata kanan-nya.
“I will very much consider that.” Balas Tina dengan senyum professional-nya.
James lalu bergegas masuk dan sudah menemukan Jake Hampton di situ. Jake Hampton ialah salah satu bagian dari tim-nya. Ia bertugas sebagai pelatih kebugaran untuk James. Perawakan seperti tentara. Badan buff-nya mengingatkan dirinya seperti Captain America. Alih-alih berambut pirang dan bermata biru, ia memiliki wajah kasar dengan rambut plontos dengan warna mata hitam gelap. Mungkin ia lebih cocok dibilang The Hulk. Ia celingukan untuk mencari pelatihnya, tetapi ia tidak menemukan wajah yang tadi pagi di teleponnya.
“Wow. Tidak telat. Hebat.” Sapa Jake ke James.
“Bugger off, mate. Dimana coach?” tanya James lagi sambil celingukan.
“Hari ini ia tidak datang dan menyerahkan urusan fitness kepada-ku.” Jawab Jake lagi.
“What? Dan ia tetap menyuruhku untung datang cepat?” tanya James tidak percaya dengan omongan Jake.
Jake menganggukan kepalanya.
“Oh that bloody old man!” seru James berteriak kesal.
Asyik dengan obrolan mereka, Alex kaget dan memberitahu Mira bahwa sudah terlambat untuk emergency meeting. Mereka berdua lalu mengambil dokumen yang diperlukan, dan berjalan ke ruang meeting. Para staff sudah duduk manis sambil berbicara ringan sambil menunggu kedatangan Alex. Alex dan Mira pun masuk ke ruang meeting dengan glass window sebagai partisinya, dan langsung duduk di kursi masing-masing.“Morning, everybody. Seperti yang kalian sudah ketahui, kita akan mengulas interview Madeline Darcy. Walaupun segmen ini bisa dibilang buru-buru tanpa persiapan maksimal, aku harap kalian bisa memahami situasinya.” kata Alex langsung ke poin permasalahan.“Ok, Bob. Bagaimana rough sketch untuk pertanyaan interview Madeline?” lanjut Alex, kepalanya menghadap ke redaktur pelaksana.“Aku dan anak-anak sudah menyusun draft-nya tadi. Karena ini dadakan, jadi kami baru bisa round
James terkapar. Setengah badannya masih terlentang di barbell bench press. Kedua kakinya masih tertekuk, satu tangannya ia dekatkan menutupi matanya, dan tangan lainnya di biarkan menjuntai sampai menyentuh karpet abu-abu tebal. Ia telah menyelesaikan latihan early pre-season.[1] Tubuh James sedikit kaku karena mencicipi latihan yang cukup menguras otot tubuh. Lagu RITMO yang di nyanyikan Black Eyed Peas masih berkumandang dengan semangat. “Kau masih hidup, James?” tanya Jake sambil meletakkan dumbbell barbell seberat 20 kg kembali ke tempatnya semula. “Yeah, yeah. I’m fine. Badanku kaget saja.” James mengibas tangannya dengan asal. “Ya wajar, terakhir kau benar-benar latihan ialah saat Rio Open di bulan Februari. Setelah itu kau cedera kaki dan sementara tidak bisa ikut ATP Tour[2] yang lainnya. Gimana keadaan kaki-mu? “Much better. Setidakn
Di ruang meeting, para staf dan Alex saling mendiskusikan final run down. Tidak mau ada yang celah kecil yang terlewat, meeting kali ini penuh dengan segala diskusi yang dapat menyukseskan interview Madeline Darcy dengan sempurna.Andrew memberitahu semua koleganya tentang yang dibicarakan dengan Alex saat lunch break tadi dan memberitahu sedikit modifikasi lagi. Semua koleganya merasa ide ini fantasis dan semua memuji Alex dengan kebrilianan idenya. Alex hanya merendah dan mengatakan bahwa Andrew juga membantunya merealisasikan ide tersebut.Nina dengan tatapan juteknya seperti biasa, memberi kabar bahwa Andre akan tiba di London secepatnya dan akan segera menemui Alex dan yang lain di lokasi. Bob memberikan dokumen perrtanyaan yang sudah direvisi. Alex membacanya dan mengangguk setuju dengan final sketch pertanyaan yang dibuat oleh tim PR-nya itu. Mira sekali-kali mencatat hal penting yang bisa saja dilupakan oleh Alex saat interview nanti.
Para tim Glamorous telah tiba di The Continent. Tanpa lama-lama lagi, Alex menginstrusikan tim-nya untuk segera melakukan persiapan. Dengan cermat dan sigap, Ia memerintahkan kru-nya untuk menata ruangan kosong itu untuk disulap sebagai studio kecil untuk pemotretan. Nigel segara menyusun lightning dan backdrop stand sesuai dengan permintaan bosnya, sementara Mike dan Andre memposisikan kamera SLR PRO dengan tripod. Andrew sibuk menggantung pakaian-pakaian yang sudah disusun dan diurutkan untuk pemotretan. Untungnya di sudut ruangan yang berhadapan dengan jendela, sudah terdapat meja rias yang sudah di atur dan cukup panjang dengan cermin persegi panjang yang memiliki banyak lampu di semua sisinya itu. Pencahayaannya sudah di atur agar mendapat proporsi yang pas untuk melihat hasil akhir dari make-up yang akan dipresentasikan. Dena dan Lizzie dengan cepat menaruh berbagai peralatan make-up dan peralatan rambut sep
“So Juan, kabar-mu sendiri bagaimana?” James bertanya sambil memotong Scottish Roast Beef yang terlihat kenyal itu menjadi beberapa bagian.Juan Xavier ialah salah satu sahabat James semenjak mereka berdua telah menjadi pro dalam dunia tenis. Perawakan setinggi James, tubuh ramping berisi yang fit, mempunyai rambut pendek hitam legam serta kulit kecokletan gelap yang eksotis, aksen Spanyol-nya menambahkan pesona image perayu ulung. Kekurangannya adalah jika dia sudah cerewet, James langsung menutup mulut Juan dengan selotip, karena sejujurnya dia seperti bebek di beri makan cacing dan berbunyi kwek kwek kwek dengan antusias. Menolak untuk berkomitmen dengan wanita ialah moto hidupnya. Menurutnya hidup akan sangat singkat jika di habiskan dengan satu orang wanita seumur hidup. Juan bisa dibilang kembaran James dalam berbagai aspek. Mereka bisa dibilang duo JJ di dunia tenis.“Same as yours Jim. Latihan, tour, lot
“Alex, habis ini kau mau langsung ke pesta atau dinner dulu?” tanya Mira. Mereka telah kembali ke kantor dan telah menyelesaikan meeting berkaitan dengan wawancara Madeline Darcy tadi sore.“Hm, entahlah aku sedang malas. Tapi entah kenapa aku lagi kepingin cupcakes Aunt Maggie’s.”Mira hanya menggelengkan kepalanya, “Kau ingin aku belikan?” tanya Mira lagi.“Tak usah. Aku ingin kesana sendiri, sekalian beli persediaan stok buat weekend. Kita nanti langsung ketemu di pesta saja langsung.” Ujar Alex seraya memakai coat-nya kembali dan mencari kunci mobil di dalam tasnya.“Baiklah, sampai nanti.” Alex melambaikan tangan ke Mira seraya keluar dari ruangan kaca itu.“Ya, hati-hati!”Pijakan kaki Alexandara telah keluar dari H House. Matahari baru saja terbenam setengah jam lalu, Picadilly Circus menampilkan pesona senj
James tertahan di acara pesta tadi dengan klub bola Dominic yang mengajaknya membicarakan para wanita yang ditidurinya bulan ini. Seperti biasa, salah satu ajang pamer laki-laki. Awal rencananya, padahal ia sudah akan bilang party till down. Tetapi, setelah melihat wanita yang tadi dikenalkan oleh pacar sahabatnya itu... Pesta masih bisa lain waktu, tapi wanita bermata hazel itu belum tentu akan datang lagi.Saat ia mencari ke penjuru ruangan, wanta itu sudah tidak ada lagi. James akhirnya pun kecewa dan pamit pulang dari acara pesta Dominic. James tidak bisa menghilangkan bayangan wajah wanita dengan mata hazel lembut itu dan rambut hitam kecokletannya panjangnya yang bergelombang.Hawa malam ini tidak terlalu dingin, malah untuk James membawa kesegaran baru untuk pikirannya yang sedang awut-awutan. Ia berjalan sambil meminum bir yang ia bawa dari apartemennya. Ia melihat sisi kiri yang dihiasi dengan Sungai Thames. Bangku
Dengan malas, Alex menyeret kedua kaki-nya menuju lift dan menekan tombol. Ia menutup mulutnya lalu menguap. Alex sangat mengantuk, karena semalam, ups salah tadi subuh, ia baru tidur selama 2 jam gara-gara semalaman ia marathon menonton Friends. Ia kemudian menatap cermin di sebelah kanan-nya dengan bayang-bayang hitam di kantung matanya yang masih mejeng sedikit, padahal ia sudah memakai concelear. Hhh sok-sokan marathon aja Lex, lo ga tau apa, ada deadline menumpuk menunggu dengan manis di atas mejamu? Alex mencemooh dirinya sendiri.Lift-pun terbuka, dan ia langsung disambut dengan orang-orang berlarian ke sana ke sini. Kadang saling berteriak apa yang mereka butuhkan. Yap, beginilah suasana deadline di Glamorous jam 9 pagi di Senin yang cerah ini. Sudah tahu kan ini lebih terlihat seperti salah satu adegan di Confession of Shopaholic dimana para wanita memborong barang designer di sale diskon besar-besaran? Alex melew
Lima musim semi mendatang…. James dan Alex sudah duduk di bangku biasa mereka melihat bagian dari Sungai Thames. James merenggangkan kerah dasi nya. Alex yang menggulung lengan mantelnya sedikit, mencomot donat tiramisu dan melahapnya dengan gembira. Entah kenapa James merasa akhir-akhir ini Alex seperti memamah biak. Mereka baru saja pulang dari interview James Corden. “James. Aku masih penasaran dengan kata-kata ajaib saat kau mau berhenti main tenis.” Ujar Alex secara mendadak dan menatapnya dengan satu tangan menggantung donat yang sudah tidak utuh bulat lagi. James menatap ke arahnya juga. “Ah, kau sudah penasaran sekali ya?” godanya dengan jahil. “Ya, sangat! Sudah saatnya kau beritahu aku!” Sahut Alex sambil mendekatkan donatnya ke wajah James. James pun terkekeh, mengingat hari itu serasa seperti baru kemarin. Kedai burger homemade itu sudah mau tutup karena jam makan siang sudah lewat. Akan tutup sementara sampai jam makan malam telah datang. James Winston berumur 19 tahu
Pilar-pilar bebatuan vulkanik yang di buat secara khusus menyambut Alex di arrival pavilion. Alex menaiki undakan tangga resort. Di ujung tangga ia di sambut lounge yang mencerminkan autentik Bali dengan sentuhan kemewahan kontemporer Italia. Alex berjalan ke arah reception. Wanita muda mengenakan baju kebaya kutu baru dengan kain batik bewarna putih bercorak cokelat menyapanya dengan ramah.“Good afternoon, Madam. Welcome to BV Resort.” sapa wanita muda itu dengan ramah setelah Alex mengecek namanya adalah Kadek.“Siang.” Balas Alex dengan ramah dengan bahasa ibunya. Sudah biasa orang Indonesia melihatnya sebagai bule tulen.Kadek semakin tersenyum berseri-seri. “Adha yang bisha saya banthu?” tanya Kadek dengan logat khas Bali-nya.“Saya Alexandra Winston. Suami saya, James Winston menginap disini. Saya baru bisa menyusulnya hari ini, tapi suami saya malah mematikan hpnya. Bena
Alex sudah sampai di Lulworth Cove dan melihat pemandangan teluk berbentuk dome yang tidak tertutup itu sangat indah dengan awan kelabu dan salju-salju yang menutupi teluk cantik itu. Pasti di musim panas, tempat ini pasti akan lebih menakjubkan.Ibu James tidak membalas teleponnya, atau lebih tepatnya nada deringnya yang tak pernah tersambung. Oleh karena itu, ia menelpon Stefan. Alex baru ingat juga menyimpan nomor telepon sahabat James itu. Stefan yang kaget-kaget dengan aksen lucu nya yang kadang membuat Alex tertawa, memberitahu bahwa James terakhir kali memberinya kabar jika dia sedang ada di rumah orang tuanya di Dorset.Saar itu Stefan berkata, “Aku percaya kau mempunyai alasan sendiri mengapa kau memutuskannya. Jadi, aku akan memberitahu alamatnya kepadamu. Kalau kau minta pada Juan, kau bakal di maki-maki olehnya. Dia sekarang lagi tahap benci kepadamu, setelah apa yang kau lakukan ke James.” Alex yang mendengar itu terkeke
“Argh shit! Somebody close that bloody window!” teriak Alex kala itu. Ia baru saja bangun dan berpegangan dengan pintu geser kamarnya. Ia mengerjap-ngerjap dan melihat Todd dan Mira sudah berpakaian rapi sedang membuat sarapan atau lebih tepatnya makan siang. Mochi menyalak dan melompat ke arahnya. Alex limbung tapi tetap menangkap anjing kesayangannya itu.“Morning sunshine! Eh salah sudah jam 1 siang deh. Kita tadi sudah mengajak Mochi jalan paginya.” Balas Todd nyengir di area dapurnya.Alex berjalan linglung dan pelan ke arah Mira dan Todd yang sedang di area dapur. Flat nya yang seperti kapal pecah, sekarang sudah bersih lagi.“Thanks.” Ujar Alex dengan singkat. “What happened?” tanya Alex sambil memijat pelipisnya menuju untuk duduk di meja makan. “Urgh, the smell makes me so sick. Aku kembali ke tempat tidur saja.”“Kau lupa? You were
Suasana tempat duduk di Holborn Dining Room itu terlihat tegang. Meja keluarga Walters lengkap dengan ayahnya berbeda sekali dengan meja-meja lain yang ekspresif menyambut The Most Wonderful Time of The Year yang hanya berjarak beberapa jam lagi. Ibunya kemudian memecahkan keheningan itu,“Lex, Ben, kalian tidak menyapa Dad dulu?” tanya Ibunya dengan halus.Alex masih terdiam. Ben sudah mulai membuka suara,“Hi, Dad. Sudah lama tidak video call. Itu ubannya sudah banyak saja ya.” Balas Ben dengan ceria. Ayahnya bisa sedikit bahasa Indonesia. Uban pun termasuk kosa kata yang di ketahui.Alex menatap Ben dengan tajam V-call an, kok lo ga ngasih tau gue? Ben yang tahu dipelotitin oleh Alex.“Apa? Gue pernah kok sesekali video call sama dad.” Balasnya polos. Dasar adiknya pengkhianat! Geram Alex dalam hati.“Ben, kamu masih usil seperti biasa ya.” Willia
Durdle Door terlihat sangat menakjubkan dengan karang batu besar yang melingkar seperti pembukaan di Jurassic Park. Pasir pantai bercampuran dengan tumpukan salju yang terlihat seperti kulit kijang Bongo Afrika. James menyusuri pantai sambil menendang kakinya pelan ke arah pasir dan salju itu. Udara dingin yang menusuk masuk sampai ke tulang tubuhnya. Padahal dia sudah memakai 3 lapisan jaket di badannya. Uap putih dari mulut James saat ia menghebuskan nafasnya. Kedua tangannya sudah ia pakai sarung tangan dan di masukkan ke saku jaketnya. Langit kelabu di campur dengan matahari terbenam ini merupakan salah satu pemandangan kesukaannya di dunia. James tidak pernah bolos dengan terapinya sampai saat ini. Progress-nya semakin membaik semakin hari. Oleh karena itu, ia dapat menikmati pinggiran di pantai seperti ini.Setelah di telepon ayahnya mengenai rumor terkutuk itu, James akhirnya mengatakan singkat jika ia sudah putus oleh Alex, tapi rumor itu hanyalah ru
Taksi telah sampai di stadium lapangan bola yang cukup besar di London. James yang sudah kembali ke London memutuskan untuk kembali mencari Dominic yang masih dalam M.I.A. Alasan James mencari Dominic adalah dia tak tega dengan Madeline yang menangis karena sudah lama tak bertemu dengan pacar brengseknya. Dominic harus diberi pelajaran, batinnya. James sudah di kenal oleh para petugas sekuriti dan membiarkannya ia agar masuk. James melihat sosok yang di cari sedang latihan menembak bola ke gawang. James menyapa pelatih LFC, Dean Aarons.“Hey James. Tumben kau kesini. Dominic sedang tidak ada. Dia lagi off satu bulan ini. Kau tak tahu?” Sapa Dean santai sambil menjabat tangan James singkat.“Hey, Dean. Ya aku tahu. Aku kesini mau ketemu Lucas. Boleh aku bicara dengannya sebentar?” James hanya menganggukan kebohongan pelatih itu.Dean menganggukan kepalanya dan berteriak memanggil Lucas. Lucas Drosselmeyer datang dengan je
Alex sudah lengkap dengan pakaian perangnya yaitu piyama Pooh dengan rambut basah yang di balut handuk ke atas. Wajahnya sudah di balur dengan masker green tea favoritnya. Ia sudah memasak loyang besar tiramisu untuk makan malamnya hari ini. Sudah tiga minggu setelah ia memutuskan James. Setelah James pergi, ia menangis sekeras-sekerasnya. Semua emosi yang ia tahan membendung keluar dan air terjun pun di produksi dari pelupuk matanya. Mochi pun mengaing sedih dan menjilati tangan Alex dan menenangkan dirinya. Alex memeluk Mochi terus-terusan saat ia menangis.Planning Alex setelah itu adalah kerja gila-gilaan sebagai pelampiasannya di siang hari dan menghabiskan malamnya mendekam di rumah menonton film film roman depresi seperti Before We Go, Casablanca, Algiers-nya Hedy Lamarr, Before Sunrise, dan 500 Days of Summer. Tahu persamaan film itu semua? Ya, perpisahan hero dan heroinne tidak ada yang mati karena sakit atau kece
Alex hanya menatap James dengan dingin. Setelah pintu ditutup, James baru membuka suara.“Kau salah paham. Madeline datang kepadaku bertanya dimana keberadaan Dominic. Apapun yang kau lihat tadi hanya aku menghiburnya sebagai teman.” Ujar James masih dengan suara tenang terkendali.Alex masih menatapnya dengan nanar. “Haha, teman wanita yang bertamu jam 11 malam.” Cibir Alex lagi sambil meminum air putih dengan ganas.“Lex, dia pacar sahabatku, tentu saja aku menganggapnya sebagai teman. Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?” James kemudian gemas mulai mendekatinya akan tetapi Alex mengangkat satu telunjuk tangannya.“Stay where you are. Aku sedang tak mau dekat-dekat dengamu.” Balas Alex dengan singkat.James kemudian berdiri diam di tempatnya dan meyakinkan Alex lagi, “Lex, dia itu benar-benar hanya teman. Kenapa kau tidak percaya padaku sih?” ujar James dengan gemas.Alex me