Embun pagi dan udara semilir menggelitik kota metropolitan di bagian tenggara Inggris. Sinar mentari masih malu-malu untuk mengeluarkan cahayanya, akan tetapi Alex bisa merasakan kehangatannya menerpa wajahnya. Khas London saat musim semi.
Notting Hill, tempat bermukimannya sejak enam musim dingin lalu, menampilkan pemandangan yang luar biasa di musim seperti ini. Di sebelah kirinya, pohon-pohon ramping yang tadinya tidak berdaun, bermekaran menjadi bunga-bunga yang indah. Alex menghirup kesejukan udara ke paru-parunya dan samar-samar bau bunga Magnolia tercium saat angin menghembuskan nafasnya.
Satu kelopak bunga yang sedang bermekaran itu jatuh tepat di mukanya. Disingkirkan dan diambil kelopak bunga yang sangat didominasi oleh campuran warna pink dan putih lembut. Ia mendekatkan kelopak bunga itu ke hidungnya dan merebaknya bau manis yang sangat memabukan. Baunya seperti permen karet, pikirnya, mengingatkan Big Babol favoritnya saat masa-masa SMA.
Matanya kemudian tertuju kebawah. Pedestrian walk tersebut masih basah akibat hujan kemarin malam. Alex melihat banyak sekali kelopak-kelopak bunga yang jatuh dari pohon. Alex sangat suka musim semi, tetapi membersihkan ankle boots hitam ASOS-nya dengan kelopak bunga tersebut menyangkut dibawah sol sepatunya ialah lain cerita. Melanjutkan perjalanannya lagi, di sebelah kanannya terdapat bangunan bergaya klasik Victoria yang di cat bewarna ivory membuat kombinasi yang indah dengan pohon Magnolia. Seperti gulali pastel yang membaur dengan lembut.
Ia tersenyum dan memasukan kedua tangannya ke mantel camel suede-nya, ini adalah salah satu alasan Ia memutuskan untuk berjalan kaki di pagi hari yang cerah ini. Alasan lainnya adalah rutinitas jalan pagi bersama anjingnya. Mochi berlari-lari dan menyalak dengan semangat, mengejar kelopak bunga yang akan jatuh dari pohon Magnolia dengan cakar tangannya yang berbulu. Alex tertawa kecil melihat kelakuan anjingnya.
Tiba-tiba terdengar suara melodi default Opening khas Iphone yang memecahkan keheningannya. Alex memberengut dan mencari benda sialan yang tidak mau berhenti bernyanyi hingga Ia menekan tombol hijau itu.
“Ya, Mira. sebelum kamu berkata apa-apa, terima kasih untuk sudah menghancurkan zona meditasi -ku di pagi yang indah ini.” Kata Alex sedikit malas kepada asistennya.
“Maaf, Alex. Tetapi ini amat penting. Kau sudah cek emailmu hari ini?” Mira tidak menghiraukan nadanya sama sekali.
“Mir. Ini saja belum jam 8 pagi! For God’s sake! Memang ada apa sih?”
“Ini tentang pesta kemenangan LFC dan itu..” Belum sempat menyelesaikan omongannya, Alex memotong.
“Tunggu, maksudmu LFC itu London Football Club yang baru-baru ini memenangkan piala Championship League itu? Mir, terakhir aku cek, kita masih dealing dengan issue Bagaimana Emilia Clarke sukses memakai gaun semi sheer Dior di Emmy Awards atau ada apa dibalik dengan Meghan Markle yang tak mengundang ayahnya sendiri di pernikahannya dengan Prince Harry atau the best skincare for your dry withered skin for winter day!” Cerocos Alex lagi, sedikit berteriak.
“Ahem, sebelum kamu memutuskan untuk tidak sengaja memotong omonganku...“ Mira sengaja menekankan suaranya dalam tidak sengaja dan melanjutkan,
“… Alasan kamu harus datang ke pesta ini ialah untuk mewawancari Madeline Darcy. Kita berhasil mendapatkan respon via email dari tim-nya untuk diwawancarai.”
Seorang fashion designer yang karirnya meroket dan bersinar semenjak mengeluarkan koleksi pakainnya di London Fashion Week 4 tahun lalu ialah Madeline Darcy. Lini pakaiannya didesign secara vintage retro serta body conscious yang chic yang membuat London gempar dalam semalam. Pakaiannya cepat habis seperti tiket konser Ed Sheeran yang menghilang ke dalam tipisnya udara hanya 5 menit saat di umumkan di website-nya.
Berperawakan dengan rambut pirang pendek tebal sebahu ala Artis Hollywood tahun 30an, mata hijau yang membuat mata kucingnya semakin tegas, Ayahnya adalah seorang Lord kaya (kalau tak salah Earl) yang juga dekat dengan close circle relatif Ratu Inggris. Intinya Madeline Darcy ialah kombinasi kecantikan dan kemakmuran. Duduk dIatas tumpukan harta yang tampaknya tidak pernah mendapatkan kemalangan sedikit pun. Silver spoon since the day she was born.
“Ok. Kenapa kita tidak mengadakan wawancara-nya di kantor saja? Kenapa aku harus pergi ke pesta itu?”
“Pacarnya adalah salah satu anggota LFC tersebut. Dan Ia pasti harus datang untuk memberikan support-nya untuk prestasi pacarnya itu. Jadi interview-nya harus diadakan disana.”
“Aku tidak mengerti. Bagaimana dengan jam siang? Pestanya baru mulai saat malam kan?”
“Madeline harus mengecek distribusi pakaiannya, jadi jadwal siangnya padat.”
“Bagaimana jika lain hari?”
“Ia terbang ke Bali, besoknya sehabis acara pesta itu. Dan lagi Esme dan Miles sudah mengetahui berita ini lebih dulu. Mereka memintamu atau lebih tepatnya memaksa agar dia di jadikan cover bulan ini. Makanya aku menelponmu sepagi ini.” Tutup Mira dengan lancar.
Miles Smith dan Esme Baxter adalah bos Alex di Element Medcom. Miles adalah CEO Glamorous, bertugas mengatur bisnis di Glamorous. Esme merupakan atasan Alex langsung. Tugasnya untuk mencari calon-calon klien iklan potensial, yang nanti akan di perkenalkan ke Alex (walau lebih banyak klien iklan yang datang langsung ke Alex). Duo kikir dan nyinyir, Alex selalu memanggilnya begitu dalam hati.
“Argh. Why Is this happening to me?” Alex memijat pelipisnya.
Ada suka dan duka dalam perkerjaannya. Sukanya adalah koneksi meluas dan akses privat terhadap selebriti dan tentu saja barang gratis. Tiap hari di kantornya pasti selalu ada hadiah yang dikirim ke kantor Alex. Entah itu tiket konser VVIP, voucher staycation / spa di hotel, gadget elektronik, tetapi yang paling banyak memenuhi ruangannya adalah baju, sepatu, tas & kosmetik designer.
Dukanya adalah jam kerjanya yang kadang menyiksa.Melakukan inovasi setiap saat dan menambah angka pendapatan iklan adalah dua hal yang wajib dilakukannya. Nah, kalau otaknya kadang suka korslet menghadapi duet maut seperti ini, migraine kesayangannya tanpa malu-malu akan bersarang lama di kepalanya. Bulan lalu dia mendapat teguran kecil dari eksekutif atas karena angka iklannya yang hanya sedikit menurun. Bayangkan hanya berkurang 0,1% dan mereka sudah berkoar-koar!
Dengan kata lain dia harus wawancara dengan Madeline Darcy datang di saat yang sangat tepat. Bisnis dengan Madeline Darcy ibarat Kylie Jenner versi British. Jadi, ia berharap penambahan angka iklan akan bertambah dengan adanya wajah Madeline Darcy di cover majalahnya. Bos pun senang dan bibbidi-bobbidi-boo, migraine pun berubah menjadi inner peace.
“Sayangnya, fakta bahwa kau adalah editor-in-chief kami yang sedang bersinar, dan ini tugas utama-mu juga.” Balas Mira sambil mengagung-agungkan kemampuan hebat bosnya.
“God, tolong hentikan pujian berlebihanmu itu. Aku sampai merinding disini.” Balas Alex melihat bulu kuduk di tangan kirinya berdiri.
“Tetapi itu benar, Bos! Majalah Glamorous kita seperti Apollo 11 yang berhasil mendarat di bulan setelah kau menjabat di posisi ini. Hingga majalah high profile seperti Bijou memohon waktu kita untuk membahas kesuksesan-mu di kolom mereka! Plus, jika kita menyorot interview Madeline Darcy, aku yakin Glamorous akan menggarap ke level yang selanjutnya bagi fashionista London!”
“Ya ya ya. Beritahu semua orang, jam 10 sudah ada di ruang meeting. Aku akan tiba paling lambat sejam lagi.” Alex berkata ke asistennya itu.
“Yes, Boss!” jawab Mira dengan semangat 45 lagi.
Cuma ilusi belaka jika bisa santai-santai di hari Jumat ini, pikir Alex. Alex segera menuju ke Mochi dan menaruh leash-nya lagi ke lehernya sambil menghela nafas,
“Yuk, Mo. Aku harus ke medan perang.”
Anjingnya menolehkan kepalanya sedikit, lidahnya masih terjulur ke luar, dan Alex merasa anjingnya itu meledeknya dengan tatapan “Master, hari Jumat pun masih kerja rodi ya. Kasihan.”
Empat puluh lima menit kemudian, Alex tiba di kantornya yang terletak di Picadilly Circus. Ia memasuki kantor bergaya semi klasik dengan tiga jendela lengkung yang terpampang setiap lantainya dan mendominasi gedung sembilan lantai tersebut, membuat setiap cahaya yang dihasilkan oleh matahari masuk di dalam H House itu.
Saat keluar dari lift, banyak karyawan yang menyapanya. Ia membalas singkat Selamat Pagi juga. Seperti hari ini, ada dua intern wanita muda yang mengucap salam untuk Alex. Alex yang saat itu sedang menikmati Green Tea Latte ukuran venti itu sambil memainkan smart phone-nya mendongak dan memberikan senyum simpul, lalu berlalu ke arah ruangannya berada.
Dua wanita intern tadi terpana melihat kepawaian Alex, dijuluki cool beauty, dengan rambut bergelombang sepunggung coklat kehitaman, mata bewarna hazel yang teduh, kontras dengan garis wajahnya yang tegas. Ia bukan sepenuhnya orang Inggris, karena Ia memang ada turunan Asia-nya, Indonesia lebih tepatnya. Gen yang didapat dari turunan ayahnya yang British, sukses membuat Alex dibalut kaki panjang yang jenjang nan indah.
Sampai di ruangannya Alex segera menaruh tas hitam Kelly Bag ke meja kerjanya. Ia menghempaskan tubuhnya ke kursi kerja beroda. Ruangan dan perabotan berwarna gading memberikan kesan segar dan minimalis. Di meja kerjanya yang apik, sudah tersedia bunga fresh yang baru dipetik hari ini. Tulip pink ini akan menemaninya dalam bekerja di hari Jumat ini. Bau madu yang cukup kuat mulai menyebar ke ruangan Alex. Smells really good. Batin Alex dalam hati sambil tersenyum.
Ia kemudian memutar kursi roda kerja-nya menghadap ke salah satu jendela dan memperhatikan pemandangan jantung kota London tersebut. Orang-orang berlalu-lalang untuk mengerjakan aktivitasnya masing-masing. Alex senang karena dengan melihat ini Ia bisa memperhatikan orang tanpa ada yang bisa melihatnya.
Alex senang berfantasi & membuat scenario di kepalanya, karena terlalu banyak mengkonsumsi Disney dan Julia Quinn, tapi ia bukan full blown fantasist. Posisi dirinya masih berada di tengah-tengah antara utopia dan realita. Ada pegawai wanita kantoran yang buru-buru turun dari bis, ada pria berbaju casual smart yang sepertinya ingin mengakhiri panggilan teleponnya, ada ibu yang sedang menenangkan anaknya yang meraung-raung menangis. Sambil tersenyum lebar membayangkan imajinasi yang bernari-nari di kepalanya itu, terdengar suara ketukan kecil di pintu,
“Excuse me, Alex. Kamu ingin kubelikan latte atau chocolate?” tanya Mira kepadanya.
Alex memutar kursinya menghadap Mira, sambil menyesap latte-nya.
“No, thank you. Aku tadi sudah beli duluan.” Ia mengoyangkan cup venti keluaran Starbucks itu.
“Begitu. Kamu datang lebih awal hari ini.”
“Well, karena seseorang bila kita harus meeting dadakan, jadi aku terpaksa menghentikan jalan-jalan pagi cantik-ku demi ini.” Sindir Alex
“Jadi kau kesini jalan kaki?” Tanya Mira dengan kaget.
“Don’t be ridiculous, Mir. Tentu saja naik mobil. Kau mau aku sampai sini aku bau apek setelah berjalan kaki 4 km dari Notting Hill ke sini?” tanya Alex bibirnya cemberut.
“Haha, aku kira seperti itu. Bos.” Lalu Mira melanjutkan “Apakah kau ingin santai dan sarapan dulu atau kita langsung briefing?”
“Tadi aku sudah beli butter croissant, jadi langsung saja. Kamu dapat konfirmasi dari pihak Madeline jam berapa tadi?” Alex kadang masih suka terpeleset dalam pelafalan makanan berbau Perancis itu, akhirnya setelah mencari di g****e bahwa pelafalan yang benar adalah k(r)aw sant. Huruf “r” berkesan seperti tidak terbaca. Entah kenapa, kata itu selalu mengingatkan dengan pelafalan kostan dalam bahasa Indonesia. Jadi dia melafalkan croissant dengan kwoh sann. Mirip lah pelafalannya.
“Jam 7 pagi tadi. Tim PR-nya mengatakan Madeline Darcy bisa menyempatkan waktunya untuk diwawancari sore ini pukul 5, dan memohon maaf karena baru bisa membalas email kita setelah 2 bulan lamanya, dikarenakan jadwal Madeline Darcy yang benar-benar padat.” Jelas Mira
“Wah, pagi sekali. Aku tadinya sudah berpikir bahwa Ia tidak akan pernah membalas email kita.” Lanjut Alex sambil membuka laptopnya.
“Iya, makanya aku juga pikir seperti itu. Apa mungkin gara-gara fitur kau dibahas di Bijou baru-baru ini makanya Ia mau menerima kita?”
“Jika benar seperti itu, berarti Ia a total snob. Tetapi bukan di dunia fashion namanya jika sebaliknya. Ha.ha.” Alex tertawa dengan garing.
“Yes, we live our lives in this world. Jadi aku rasa kita tidak boleh mengeluh.” Jawab Mira sambil menutup matanya dan mengangkat kedua tangannya membuat ekspresi “who we are to judge”
Alex mengangguk-anggukan kepalanya dengan setuju. Ia membuka G***l dan melihat inbox. Melihat banyak begitu mail dari para jurnalis, fotografer, produser yang ingin membuat fitur dan sesi tentang dirinya entah di kolom majalah, radio, dan TV. Luar biasa dengan kekuatan Bijou, kami bisa langsung merangkak ke atas dengan cepat. Pikir Alex lagi dengan takjub. Ia menemukan mail terbaru paling atas, pengirimnya dari asistennya dan membukanya. Alex meneliti dan membaca emailnya yang dirangkum dengan singkat oleh asistennya dengan sama persis. Alex mendongak ke arah asistennya yang memakai bando bohemian di kepalanya.
“Oh jadi karena hal ini, kau bersikeras agar aku datang ke pesta ini, karena ia tidak bisa reschedule jadwal lagi sampai 2 bulan ke depan?” Tanya Alex.
“Ya. Tadi aku sudah mencoba untuk reschedule untuk interview-nya agar bisa di lain hari dan diadakan di kantor. Akan tetapi, balasannya seperti itu.” Mira menyilangkan kedua lengannya yang dihiasi dengan bangles perak berbunyi kincring-kincring, ekspresinya terlihat berpikir serius.
“Sudahlah. Yang penting kita bisa memakai interview ini untuk melakukan majalah kita lagi.” Jawab Alex sambil menyeruput latte-nya lagi
“Amazing. Memang kamu pantas menyandang sebagai editor-in-chief kami.” Angguk Mira sambil memberi jempol kedua tangannya, dengan mata yang berbinar-binar.
“Mir, I don’t know why. Kamu lebih kelihatan seperti anjing Chihuahua kalo seperti itu.”
“Alex! Mentang-mentang kamu seperti supermodel, jadi kamu memperlakukan aku seperti ini ya!” jawab Mira sedikit marah
“Ha ha ha tetapi memang benar kan?” Alex tertawa cekikan lagi
Dengan perawakan wajah oval, mungil setinggi Reese Witherspoon dan rambut merah kecokletan yang kebanyakan orang tidak percaya jika rambutnya asli karena mata monolid-nya yang khas, hasil turun-temurun Korea. Ayahnya berasal dari Yorkshire yang merupakan populasi terbanyak yang mempunyai rambut merah di Inggris.
Mira Jackson ialah salah satu orang yang di anggap Alex sebagai sahabat sejati. Pertama kali dikenalkan oleh Adrianna Meyer, atasan Alex dulu sebelum ia dipromosikan untuk menggantikan posisi di editor in chief. Mira awalnya adalah asisten Adrianna.
Mereka cepat akrab karena dengan perbedaan umur yang lebih muda 2 tahun dari Alex, serta sama-sama campuran Eurasia. Saat transisi menggantikan Adrianna, Mira membantu Alex dari awal untuk mengetahui seluk beluk jobdesk pekerjaan ini. Secara garis besar, Alex sudah mengetahui semuanya, tetapi dengan detail-detail kecil oleh bantuan Mira, hasil pekerjaan berjalan dengan mulus.
“Never mind. So, you have a date tonight?” Tanya Mira lagi.
“Date? Kau sudah lupa hubunganku dengan kencan itu ibarat hubungan Henry VIII dengan deretan mantan istrinya yang bejibun?” Balas Alex dengan dingin.
“Ayolah Lex, sampai kapan kamu mau seperti ini? Memang kamu tidak kangen dengan belaian laki-laki apa?” balas Mira sedikit merajuk.
“Lihat tuh, asetmu sudah bangkit dari masa hibernasinya. Apalagi kembar 34C mu itu yang aku yakin sudah seperti memberi tatapan “Mainkan aku sekarang!”. Atau your peach bun yang ingin di tampar bolak-balik sampai memerah.” Cerocos Mira lagi dengan semangat.
“Jesus, Mir! Luar biasa memang asumsimu itu. In case you didn’t notice, we’re at work! Jangan bicara yang aneh-aneh, atau bikin gossip yang tidak-tidak, please!” Alex berteriak kecil dengan frustasi.
“Tenang aja, Lex. Lagian kita tidak ribut kok. Pasti aku yakin mereka tidak bakal percaya jika ada rumor aneh-aneh tentangmu. Your reputation was always beyond your expectation. Trust me.” Matanya memancar ekspresi ‘nothing-that-I-didn’t-know-of-in-this office’
“Ha. Ha. I guess I have to do that then.” Tawa Alex dengan garing.
“Yes, because I’m the one of only friend who knows you well.”
Alex tidak menjawab lagi, dan memasang muka masam. Karena apa yang dikatakan oleh Mira memang benar.
“Darling, get up.” Bisikan lembut terdengar di telinga laki-laki itu. “Mhmm…” sang pemilik suara hanya menggumamkan sesuatu. Ia malah menarik selimut lagi hingga seluruh tubuhnya terbungkus rapat. Tak menghiraukan suara wanita yang membangunkannya. Wanita tersebut hanya tertawa kecil melihat kelakuan pria itu. Ia kemudian membuka selimut yang menutup kepala laki-laki itu dan mulai menyerangnya dengan berbagai ciuman lembut di muka laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut masih tertidur, tapi wanita itu bisa merasakan bahwa laki-laki itu hanya pura-pura tidur. “Aku tau kau hanya pura-pura tidur. C’mon, get up sleepyhead.” Wanita itu berkata sambil tertawa. James langsung sigap memeluk tubuh wanita itu dari belakang, dan wanita itu memekik kaget. Tubuhnya sekarang bersandar di atas laki-laki bertelenjang dada tersebut.Tubuh mereka hanya dipisahkan oleh selimut tipis. “Morning to you too.” Ujar suara serak James sambil me
Asyik dengan obrolan mereka, Alex kaget dan memberitahu Mira bahwa sudah terlambat untuk emergency meeting. Mereka berdua lalu mengambil dokumen yang diperlukan, dan berjalan ke ruang meeting. Para staff sudah duduk manis sambil berbicara ringan sambil menunggu kedatangan Alex. Alex dan Mira pun masuk ke ruang meeting dengan glass window sebagai partisinya, dan langsung duduk di kursi masing-masing.“Morning, everybody. Seperti yang kalian sudah ketahui, kita akan mengulas interview Madeline Darcy. Walaupun segmen ini bisa dibilang buru-buru tanpa persiapan maksimal, aku harap kalian bisa memahami situasinya.” kata Alex langsung ke poin permasalahan.“Ok, Bob. Bagaimana rough sketch untuk pertanyaan interview Madeline?” lanjut Alex, kepalanya menghadap ke redaktur pelaksana.“Aku dan anak-anak sudah menyusun draft-nya tadi. Karena ini dadakan, jadi kami baru bisa round
James terkapar. Setengah badannya masih terlentang di barbell bench press. Kedua kakinya masih tertekuk, satu tangannya ia dekatkan menutupi matanya, dan tangan lainnya di biarkan menjuntai sampai menyentuh karpet abu-abu tebal. Ia telah menyelesaikan latihan early pre-season.[1] Tubuh James sedikit kaku karena mencicipi latihan yang cukup menguras otot tubuh. Lagu RITMO yang di nyanyikan Black Eyed Peas masih berkumandang dengan semangat. “Kau masih hidup, James?” tanya Jake sambil meletakkan dumbbell barbell seberat 20 kg kembali ke tempatnya semula. “Yeah, yeah. I’m fine. Badanku kaget saja.” James mengibas tangannya dengan asal. “Ya wajar, terakhir kau benar-benar latihan ialah saat Rio Open di bulan Februari. Setelah itu kau cedera kaki dan sementara tidak bisa ikut ATP Tour[2] yang lainnya. Gimana keadaan kaki-mu? “Much better. Setidakn
Di ruang meeting, para staf dan Alex saling mendiskusikan final run down. Tidak mau ada yang celah kecil yang terlewat, meeting kali ini penuh dengan segala diskusi yang dapat menyukseskan interview Madeline Darcy dengan sempurna.Andrew memberitahu semua koleganya tentang yang dibicarakan dengan Alex saat lunch break tadi dan memberitahu sedikit modifikasi lagi. Semua koleganya merasa ide ini fantasis dan semua memuji Alex dengan kebrilianan idenya. Alex hanya merendah dan mengatakan bahwa Andrew juga membantunya merealisasikan ide tersebut.Nina dengan tatapan juteknya seperti biasa, memberi kabar bahwa Andre akan tiba di London secepatnya dan akan segera menemui Alex dan yang lain di lokasi. Bob memberikan dokumen perrtanyaan yang sudah direvisi. Alex membacanya dan mengangguk setuju dengan final sketch pertanyaan yang dibuat oleh tim PR-nya itu. Mira sekali-kali mencatat hal penting yang bisa saja dilupakan oleh Alex saat interview nanti.
Para tim Glamorous telah tiba di The Continent. Tanpa lama-lama lagi, Alex menginstrusikan tim-nya untuk segera melakukan persiapan. Dengan cermat dan sigap, Ia memerintahkan kru-nya untuk menata ruangan kosong itu untuk disulap sebagai studio kecil untuk pemotretan. Nigel segara menyusun lightning dan backdrop stand sesuai dengan permintaan bosnya, sementara Mike dan Andre memposisikan kamera SLR PRO dengan tripod. Andrew sibuk menggantung pakaian-pakaian yang sudah disusun dan diurutkan untuk pemotretan. Untungnya di sudut ruangan yang berhadapan dengan jendela, sudah terdapat meja rias yang sudah di atur dan cukup panjang dengan cermin persegi panjang yang memiliki banyak lampu di semua sisinya itu. Pencahayaannya sudah di atur agar mendapat proporsi yang pas untuk melihat hasil akhir dari make-up yang akan dipresentasikan. Dena dan Lizzie dengan cepat menaruh berbagai peralatan make-up dan peralatan rambut sep
“So Juan, kabar-mu sendiri bagaimana?” James bertanya sambil memotong Scottish Roast Beef yang terlihat kenyal itu menjadi beberapa bagian.Juan Xavier ialah salah satu sahabat James semenjak mereka berdua telah menjadi pro dalam dunia tenis. Perawakan setinggi James, tubuh ramping berisi yang fit, mempunyai rambut pendek hitam legam serta kulit kecokletan gelap yang eksotis, aksen Spanyol-nya menambahkan pesona image perayu ulung. Kekurangannya adalah jika dia sudah cerewet, James langsung menutup mulut Juan dengan selotip, karena sejujurnya dia seperti bebek di beri makan cacing dan berbunyi kwek kwek kwek dengan antusias. Menolak untuk berkomitmen dengan wanita ialah moto hidupnya. Menurutnya hidup akan sangat singkat jika di habiskan dengan satu orang wanita seumur hidup. Juan bisa dibilang kembaran James dalam berbagai aspek. Mereka bisa dibilang duo JJ di dunia tenis.“Same as yours Jim. Latihan, tour, lot
“Alex, habis ini kau mau langsung ke pesta atau dinner dulu?” tanya Mira. Mereka telah kembali ke kantor dan telah menyelesaikan meeting berkaitan dengan wawancara Madeline Darcy tadi sore.“Hm, entahlah aku sedang malas. Tapi entah kenapa aku lagi kepingin cupcakes Aunt Maggie’s.”Mira hanya menggelengkan kepalanya, “Kau ingin aku belikan?” tanya Mira lagi.“Tak usah. Aku ingin kesana sendiri, sekalian beli persediaan stok buat weekend. Kita nanti langsung ketemu di pesta saja langsung.” Ujar Alex seraya memakai coat-nya kembali dan mencari kunci mobil di dalam tasnya.“Baiklah, sampai nanti.” Alex melambaikan tangan ke Mira seraya keluar dari ruangan kaca itu.“Ya, hati-hati!”Pijakan kaki Alexandara telah keluar dari H House. Matahari baru saja terbenam setengah jam lalu, Picadilly Circus menampilkan pesona senj
James tertahan di acara pesta tadi dengan klub bola Dominic yang mengajaknya membicarakan para wanita yang ditidurinya bulan ini. Seperti biasa, salah satu ajang pamer laki-laki. Awal rencananya, padahal ia sudah akan bilang party till down. Tetapi, setelah melihat wanita yang tadi dikenalkan oleh pacar sahabatnya itu... Pesta masih bisa lain waktu, tapi wanita bermata hazel itu belum tentu akan datang lagi.Saat ia mencari ke penjuru ruangan, wanta itu sudah tidak ada lagi. James akhirnya pun kecewa dan pamit pulang dari acara pesta Dominic. James tidak bisa menghilangkan bayangan wajah wanita dengan mata hazel lembut itu dan rambut hitam kecokletannya panjangnya yang bergelombang.Hawa malam ini tidak terlalu dingin, malah untuk James membawa kesegaran baru untuk pikirannya yang sedang awut-awutan. Ia berjalan sambil meminum bir yang ia bawa dari apartemennya. Ia melihat sisi kiri yang dihiasi dengan Sungai Thames. Bangku
Lima musim semi mendatang…. James dan Alex sudah duduk di bangku biasa mereka melihat bagian dari Sungai Thames. James merenggangkan kerah dasi nya. Alex yang menggulung lengan mantelnya sedikit, mencomot donat tiramisu dan melahapnya dengan gembira. Entah kenapa James merasa akhir-akhir ini Alex seperti memamah biak. Mereka baru saja pulang dari interview James Corden. “James. Aku masih penasaran dengan kata-kata ajaib saat kau mau berhenti main tenis.” Ujar Alex secara mendadak dan menatapnya dengan satu tangan menggantung donat yang sudah tidak utuh bulat lagi. James menatap ke arahnya juga. “Ah, kau sudah penasaran sekali ya?” godanya dengan jahil. “Ya, sangat! Sudah saatnya kau beritahu aku!” Sahut Alex sambil mendekatkan donatnya ke wajah James. James pun terkekeh, mengingat hari itu serasa seperti baru kemarin. Kedai burger homemade itu sudah mau tutup karena jam makan siang sudah lewat. Akan tutup sementara sampai jam makan malam telah datang. James Winston berumur 19 tahu
Pilar-pilar bebatuan vulkanik yang di buat secara khusus menyambut Alex di arrival pavilion. Alex menaiki undakan tangga resort. Di ujung tangga ia di sambut lounge yang mencerminkan autentik Bali dengan sentuhan kemewahan kontemporer Italia. Alex berjalan ke arah reception. Wanita muda mengenakan baju kebaya kutu baru dengan kain batik bewarna putih bercorak cokelat menyapanya dengan ramah.“Good afternoon, Madam. Welcome to BV Resort.” sapa wanita muda itu dengan ramah setelah Alex mengecek namanya adalah Kadek.“Siang.” Balas Alex dengan ramah dengan bahasa ibunya. Sudah biasa orang Indonesia melihatnya sebagai bule tulen.Kadek semakin tersenyum berseri-seri. “Adha yang bisha saya banthu?” tanya Kadek dengan logat khas Bali-nya.“Saya Alexandra Winston. Suami saya, James Winston menginap disini. Saya baru bisa menyusulnya hari ini, tapi suami saya malah mematikan hpnya. Bena
Alex sudah sampai di Lulworth Cove dan melihat pemandangan teluk berbentuk dome yang tidak tertutup itu sangat indah dengan awan kelabu dan salju-salju yang menutupi teluk cantik itu. Pasti di musim panas, tempat ini pasti akan lebih menakjubkan.Ibu James tidak membalas teleponnya, atau lebih tepatnya nada deringnya yang tak pernah tersambung. Oleh karena itu, ia menelpon Stefan. Alex baru ingat juga menyimpan nomor telepon sahabat James itu. Stefan yang kaget-kaget dengan aksen lucu nya yang kadang membuat Alex tertawa, memberitahu bahwa James terakhir kali memberinya kabar jika dia sedang ada di rumah orang tuanya di Dorset.Saar itu Stefan berkata, “Aku percaya kau mempunyai alasan sendiri mengapa kau memutuskannya. Jadi, aku akan memberitahu alamatnya kepadamu. Kalau kau minta pada Juan, kau bakal di maki-maki olehnya. Dia sekarang lagi tahap benci kepadamu, setelah apa yang kau lakukan ke James.” Alex yang mendengar itu terkeke
“Argh shit! Somebody close that bloody window!” teriak Alex kala itu. Ia baru saja bangun dan berpegangan dengan pintu geser kamarnya. Ia mengerjap-ngerjap dan melihat Todd dan Mira sudah berpakaian rapi sedang membuat sarapan atau lebih tepatnya makan siang. Mochi menyalak dan melompat ke arahnya. Alex limbung tapi tetap menangkap anjing kesayangannya itu.“Morning sunshine! Eh salah sudah jam 1 siang deh. Kita tadi sudah mengajak Mochi jalan paginya.” Balas Todd nyengir di area dapurnya.Alex berjalan linglung dan pelan ke arah Mira dan Todd yang sedang di area dapur. Flat nya yang seperti kapal pecah, sekarang sudah bersih lagi.“Thanks.” Ujar Alex dengan singkat. “What happened?” tanya Alex sambil memijat pelipisnya menuju untuk duduk di meja makan. “Urgh, the smell makes me so sick. Aku kembali ke tempat tidur saja.”“Kau lupa? You were
Suasana tempat duduk di Holborn Dining Room itu terlihat tegang. Meja keluarga Walters lengkap dengan ayahnya berbeda sekali dengan meja-meja lain yang ekspresif menyambut The Most Wonderful Time of The Year yang hanya berjarak beberapa jam lagi. Ibunya kemudian memecahkan keheningan itu,“Lex, Ben, kalian tidak menyapa Dad dulu?” tanya Ibunya dengan halus.Alex masih terdiam. Ben sudah mulai membuka suara,“Hi, Dad. Sudah lama tidak video call. Itu ubannya sudah banyak saja ya.” Balas Ben dengan ceria. Ayahnya bisa sedikit bahasa Indonesia. Uban pun termasuk kosa kata yang di ketahui.Alex menatap Ben dengan tajam V-call an, kok lo ga ngasih tau gue? Ben yang tahu dipelotitin oleh Alex.“Apa? Gue pernah kok sesekali video call sama dad.” Balasnya polos. Dasar adiknya pengkhianat! Geram Alex dalam hati.“Ben, kamu masih usil seperti biasa ya.” Willia
Durdle Door terlihat sangat menakjubkan dengan karang batu besar yang melingkar seperti pembukaan di Jurassic Park. Pasir pantai bercampuran dengan tumpukan salju yang terlihat seperti kulit kijang Bongo Afrika. James menyusuri pantai sambil menendang kakinya pelan ke arah pasir dan salju itu. Udara dingin yang menusuk masuk sampai ke tulang tubuhnya. Padahal dia sudah memakai 3 lapisan jaket di badannya. Uap putih dari mulut James saat ia menghebuskan nafasnya. Kedua tangannya sudah ia pakai sarung tangan dan di masukkan ke saku jaketnya. Langit kelabu di campur dengan matahari terbenam ini merupakan salah satu pemandangan kesukaannya di dunia. James tidak pernah bolos dengan terapinya sampai saat ini. Progress-nya semakin membaik semakin hari. Oleh karena itu, ia dapat menikmati pinggiran di pantai seperti ini.Setelah di telepon ayahnya mengenai rumor terkutuk itu, James akhirnya mengatakan singkat jika ia sudah putus oleh Alex, tapi rumor itu hanyalah ru
Taksi telah sampai di stadium lapangan bola yang cukup besar di London. James yang sudah kembali ke London memutuskan untuk kembali mencari Dominic yang masih dalam M.I.A. Alasan James mencari Dominic adalah dia tak tega dengan Madeline yang menangis karena sudah lama tak bertemu dengan pacar brengseknya. Dominic harus diberi pelajaran, batinnya. James sudah di kenal oleh para petugas sekuriti dan membiarkannya ia agar masuk. James melihat sosok yang di cari sedang latihan menembak bola ke gawang. James menyapa pelatih LFC, Dean Aarons.“Hey James. Tumben kau kesini. Dominic sedang tidak ada. Dia lagi off satu bulan ini. Kau tak tahu?” Sapa Dean santai sambil menjabat tangan James singkat.“Hey, Dean. Ya aku tahu. Aku kesini mau ketemu Lucas. Boleh aku bicara dengannya sebentar?” James hanya menganggukan kebohongan pelatih itu.Dean menganggukan kepalanya dan berteriak memanggil Lucas. Lucas Drosselmeyer datang dengan je
Alex sudah lengkap dengan pakaian perangnya yaitu piyama Pooh dengan rambut basah yang di balut handuk ke atas. Wajahnya sudah di balur dengan masker green tea favoritnya. Ia sudah memasak loyang besar tiramisu untuk makan malamnya hari ini. Sudah tiga minggu setelah ia memutuskan James. Setelah James pergi, ia menangis sekeras-sekerasnya. Semua emosi yang ia tahan membendung keluar dan air terjun pun di produksi dari pelupuk matanya. Mochi pun mengaing sedih dan menjilati tangan Alex dan menenangkan dirinya. Alex memeluk Mochi terus-terusan saat ia menangis.Planning Alex setelah itu adalah kerja gila-gilaan sebagai pelampiasannya di siang hari dan menghabiskan malamnya mendekam di rumah menonton film film roman depresi seperti Before We Go, Casablanca, Algiers-nya Hedy Lamarr, Before Sunrise, dan 500 Days of Summer. Tahu persamaan film itu semua? Ya, perpisahan hero dan heroinne tidak ada yang mati karena sakit atau kece
Alex hanya menatap James dengan dingin. Setelah pintu ditutup, James baru membuka suara.“Kau salah paham. Madeline datang kepadaku bertanya dimana keberadaan Dominic. Apapun yang kau lihat tadi hanya aku menghiburnya sebagai teman.” Ujar James masih dengan suara tenang terkendali.Alex masih menatapnya dengan nanar. “Haha, teman wanita yang bertamu jam 11 malam.” Cibir Alex lagi sambil meminum air putih dengan ganas.“Lex, dia pacar sahabatku, tentu saja aku menganggapnya sebagai teman. Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?” James kemudian gemas mulai mendekatinya akan tetapi Alex mengangkat satu telunjuk tangannya.“Stay where you are. Aku sedang tak mau dekat-dekat dengamu.” Balas Alex dengan singkat.James kemudian berdiri diam di tempatnya dan meyakinkan Alex lagi, “Lex, dia itu benar-benar hanya teman. Kenapa kau tidak percaya padaku sih?” ujar James dengan gemas.Alex me