“Alex, habis ini kau mau langsung ke pesta atau dinner dulu?” tanya Mira. Mereka telah kembali ke kantor dan telah menyelesaikan meeting berkaitan dengan wawancara Madeline Darcy tadi sore.
“Hm, entahlah aku sedang malas. Tapi entah kenapa aku lagi kepingin cupcakes Aunt Maggie’s.”
Mira hanya menggelengkan kepalanya, “Kau ingin aku belikan?” tanya Mira lagi.
“Tak usah. Aku ingin kesana sendiri, sekalian beli persediaan stok buat weekend. Kita nanti langsung ketemu di pesta saja langsung.” Ujar Alex seraya memakai coat-nya kembali dan mencari kunci mobil di dalam tasnya.
“Baiklah, sampai nanti.” Alex melambaikan tangan ke Mira seraya keluar dari ruangan kaca itu.
“Ya, hati-hati!”
Pijakan kaki Alexandara telah keluar dari H House. Matahari baru saja terbenam setengah jam lalu, Picadilly Circus menampilkan pesona senj
James tertahan di acara pesta tadi dengan klub bola Dominic yang mengajaknya membicarakan para wanita yang ditidurinya bulan ini. Seperti biasa, salah satu ajang pamer laki-laki. Awal rencananya, padahal ia sudah akan bilang party till down. Tetapi, setelah melihat wanita yang tadi dikenalkan oleh pacar sahabatnya itu... Pesta masih bisa lain waktu, tapi wanita bermata hazel itu belum tentu akan datang lagi.Saat ia mencari ke penjuru ruangan, wanta itu sudah tidak ada lagi. James akhirnya pun kecewa dan pamit pulang dari acara pesta Dominic. James tidak bisa menghilangkan bayangan wajah wanita dengan mata hazel lembut itu dan rambut hitam kecokletannya panjangnya yang bergelombang.Hawa malam ini tidak terlalu dingin, malah untuk James membawa kesegaran baru untuk pikirannya yang sedang awut-awutan. Ia berjalan sambil meminum bir yang ia bawa dari apartemennya. Ia melihat sisi kiri yang dihiasi dengan Sungai Thames. Bangku
Dengan malas, Alex menyeret kedua kaki-nya menuju lift dan menekan tombol. Ia menutup mulutnya lalu menguap. Alex sangat mengantuk, karena semalam, ups salah tadi subuh, ia baru tidur selama 2 jam gara-gara semalaman ia marathon menonton Friends. Ia kemudian menatap cermin di sebelah kanan-nya dengan bayang-bayang hitam di kantung matanya yang masih mejeng sedikit, padahal ia sudah memakai concelear. Hhh sok-sokan marathon aja Lex, lo ga tau apa, ada deadline menumpuk menunggu dengan manis di atas mejamu? Alex mencemooh dirinya sendiri.Lift-pun terbuka, dan ia langsung disambut dengan orang-orang berlarian ke sana ke sini. Kadang saling berteriak apa yang mereka butuhkan. Yap, beginilah suasana deadline di Glamorous jam 9 pagi di Senin yang cerah ini. Sudah tahu kan ini lebih terlihat seperti salah satu adegan di Confession of Shopaholic dimana para wanita memborong barang designer di sale diskon besar-besaran? Alex melew
Latihan berjalan dengan produktif. James menghempaskan tubuhnya ke deretan bangku panjang penonton serta merentangkan kedua tangan dan kakinya. Keringat bercucuran dari segala penjuru tubuh James. Ia mengambil handuk dari tas untuk menyeka keringatnya. Tidak tahan dengan bajunya yang sudah basah, ia membukanya dan membiarkan tubuh bagian atasnya bertelanjang dada. Lalu segera mengambil botol minum berisi Evian dan langsung meneguk isinya dengan beringas. Ia duduk santai sebentar sambil menunggu napas memburunya mereda. James mengecek smart phone,“Wow, sepertinya hari ini aku menyelesaikan latihan terlalu cepat. Don’t you think, coach?” ujar James sambil cengengesan. Max sedang mengecek kondisi kakinya.“Ya ya ya. Motivasimu untuk latihan harus ku akui hari ini produktif dan relative lebih cepat.” Pria separuh baya berambut pirang terang kecokletan itu harus terpaksa setuju.“I swear, jika kau sudah set u
“It’s alright. Haven’t been long in here too.” Balas James dengan sumringah.Oh, jadi ini biang yang bikin satu lantai klimaks. Batinnya mengomel.“Mir, boleh tolong siapkan minum untuk Mr. Winston?” Alex memerintahkan Mira dengan suara dingin. Mira masih dengan senyum penuh arti lalu keluar meninggalkan mereka berdua,“How in the world you could possibly know where my office are?” tanya Alex dengan dingin sambil beranjak dan duduk di kursi kerjanya.“Let’s just say, a little birdie told me.” James masih membalas dengan nada sumringah.Little birdie ndas-mu. Pasti kerjaan Madeline Darcy. Batin Alex dongkol.“What can I do for you today, Mr. Winston?” tanya Alex sedikit menyindir, sambil mengatupkan kedua tangannya di atas meja, ala-ala gaya-gaya serius bisnis.“Oh. Kau hari ini j
Sejak terakhir setelah pertemuan makan siang mereka, atau bisa dibilang paksaan makan siang oleh James. Lelaki itu mendevosikan waktunya untuk fokus pada latihannya. Ia berusaha terlalu keras dalam training exercise-nya dari Barbell squat[1], Lat pulldown[2], Cable Wood Chop[3], hingga Romanian deadlift[4]. Pelatih dan gym trainer sudah mengingatkan agar tidak terlalu memaksakan diri dalam latihan early pre season ini, agar tubuhnya tidak kaget dengan perubahan. Ia hanya mengiyakan tapi tidak mendengarkan. Keberuntungan masih berpihak padanya, ia dapat menyelasaikan latihan tanpa perlu khawatir dengan cedera kakinya yang akan kambuh. Sudah dalam keadaan bersih bebas dari keringat, ia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur berukuran King size. Ia melamun sambil mengingat kembali kejadian terakh
Demi memenuhi tantangan Alexandra terhadap dirinya (well, yang hanya terjadi di pikirannya) karena harga dirinya sebagai pria sedang di pertaruhkan. Sekali ia menantang dirinya untuk melakukan sesuatu, maka apapun rintangannya pasti ia akan selesaikan. Walaupun di kenyataan, ia sudah mangkir hampir satu minggu. Contoh, seperti hari ini ia mendapat ide seperti kilat mendadak yang datang pada hari terang benderang. James ingat terakhir kali bertemu dengan wanita berambut bergelombang hitam kecokelatan saat di bangku taman Victoria Embankment, ia sangat menikmati memakan cupcakes. Taraf kata “menikmati” sepertinya kurang tepat, cinta mati adalah kata yang lebih tepat. Ia memacu Range Rover SUV hitamnya menuju Éclair L’amour yang terletak di South Kensington. Tanpa basa-basi, ia segera mengistrukan kepada pegawai toko untk membungkus semua éclair dan choux yang ada di display
Starbucks adalah salah satu franchise kopi terbesar di dunia. London, yang merupakan one of the biggest city in the world pun juga andil dalam hal itu. James telah duduk di kedai franchaise yang terletak dengan Hyde Park. James telah duduk dengan tumbler kopinya yang sudah ada diatas meja, ia membuka ponsel dan menekan aplikasi Whatsapp. Di tekannya kontak Elsa Frozen. Ya, itu adalah nama kontak Alexandra yang di simpan oleh James.Tahu darimana ia bisa mengenal karakter Elsa? Well, all blame to Joanna. Keponakan sepupunya. Beberapa tahun lalu, acara natal tahunan keluarga Winston sudah menjadi acara wajib yang harus di datangi oleh James. Waktu itu sepupunya, Brian dan istrinya akhirnya membawa Joanna, anak perempuannya yang berumur lima tahun.Nah, Joanna ini pas dikenalkan dengan James, kemana-mana harus dengannya, jika tidak ia akan merengek dan menangis sekeras-kerasnya. James yang waktu itu masih kaku te
Seorang laki-laki tampan dengan gagah berjalan memasuki lobby H House. Semua mata tertuju padanya. Sudah pasti karena diantara para karyawan dan karyawati yang memakai baju kerja, ia begitu mencolok dengan mengenangkan pakaian santai satin navy blue bomber jacket dipadukan dengan trouser pants senada, tidak lupa dengan navy blue Nike Air Vapormax Flyknit. Rambutnya yang di styling secara acak-acakan malah membuatnya semakin stand out di antara orang lainnya. Ada yang meliriknya diam-diam, ada juga yang terang-terangan, bisik-bisik pun mungkin sudah terdengar ke telinga pria tersebut. Ia berjalan menuju sofa hitam panjang yang terletak di ujung kanan dari tempat resepsionis. James melirik jam tangannya. Sekarang ia hanya tinggal menunggu, sambil memperhatikan ke arah lift. Ya, ia hari ini akan “tabrak langsung” mangsa yang ditunggu-tunggu. Tapi sudah lewat dari dua jam, wanita itu belum muncul-muncul juga.
Lima musim semi mendatang…. James dan Alex sudah duduk di bangku biasa mereka melihat bagian dari Sungai Thames. James merenggangkan kerah dasi nya. Alex yang menggulung lengan mantelnya sedikit, mencomot donat tiramisu dan melahapnya dengan gembira. Entah kenapa James merasa akhir-akhir ini Alex seperti memamah biak. Mereka baru saja pulang dari interview James Corden. “James. Aku masih penasaran dengan kata-kata ajaib saat kau mau berhenti main tenis.” Ujar Alex secara mendadak dan menatapnya dengan satu tangan menggantung donat yang sudah tidak utuh bulat lagi. James menatap ke arahnya juga. “Ah, kau sudah penasaran sekali ya?” godanya dengan jahil. “Ya, sangat! Sudah saatnya kau beritahu aku!” Sahut Alex sambil mendekatkan donatnya ke wajah James. James pun terkekeh, mengingat hari itu serasa seperti baru kemarin. Kedai burger homemade itu sudah mau tutup karena jam makan siang sudah lewat. Akan tutup sementara sampai jam makan malam telah datang. James Winston berumur 19 tahu
Pilar-pilar bebatuan vulkanik yang di buat secara khusus menyambut Alex di arrival pavilion. Alex menaiki undakan tangga resort. Di ujung tangga ia di sambut lounge yang mencerminkan autentik Bali dengan sentuhan kemewahan kontemporer Italia. Alex berjalan ke arah reception. Wanita muda mengenakan baju kebaya kutu baru dengan kain batik bewarna putih bercorak cokelat menyapanya dengan ramah.“Good afternoon, Madam. Welcome to BV Resort.” sapa wanita muda itu dengan ramah setelah Alex mengecek namanya adalah Kadek.“Siang.” Balas Alex dengan ramah dengan bahasa ibunya. Sudah biasa orang Indonesia melihatnya sebagai bule tulen.Kadek semakin tersenyum berseri-seri. “Adha yang bisha saya banthu?” tanya Kadek dengan logat khas Bali-nya.“Saya Alexandra Winston. Suami saya, James Winston menginap disini. Saya baru bisa menyusulnya hari ini, tapi suami saya malah mematikan hpnya. Bena
Alex sudah sampai di Lulworth Cove dan melihat pemandangan teluk berbentuk dome yang tidak tertutup itu sangat indah dengan awan kelabu dan salju-salju yang menutupi teluk cantik itu. Pasti di musim panas, tempat ini pasti akan lebih menakjubkan.Ibu James tidak membalas teleponnya, atau lebih tepatnya nada deringnya yang tak pernah tersambung. Oleh karena itu, ia menelpon Stefan. Alex baru ingat juga menyimpan nomor telepon sahabat James itu. Stefan yang kaget-kaget dengan aksen lucu nya yang kadang membuat Alex tertawa, memberitahu bahwa James terakhir kali memberinya kabar jika dia sedang ada di rumah orang tuanya di Dorset.Saar itu Stefan berkata, “Aku percaya kau mempunyai alasan sendiri mengapa kau memutuskannya. Jadi, aku akan memberitahu alamatnya kepadamu. Kalau kau minta pada Juan, kau bakal di maki-maki olehnya. Dia sekarang lagi tahap benci kepadamu, setelah apa yang kau lakukan ke James.” Alex yang mendengar itu terkeke
“Argh shit! Somebody close that bloody window!” teriak Alex kala itu. Ia baru saja bangun dan berpegangan dengan pintu geser kamarnya. Ia mengerjap-ngerjap dan melihat Todd dan Mira sudah berpakaian rapi sedang membuat sarapan atau lebih tepatnya makan siang. Mochi menyalak dan melompat ke arahnya. Alex limbung tapi tetap menangkap anjing kesayangannya itu.“Morning sunshine! Eh salah sudah jam 1 siang deh. Kita tadi sudah mengajak Mochi jalan paginya.” Balas Todd nyengir di area dapurnya.Alex berjalan linglung dan pelan ke arah Mira dan Todd yang sedang di area dapur. Flat nya yang seperti kapal pecah, sekarang sudah bersih lagi.“Thanks.” Ujar Alex dengan singkat. “What happened?” tanya Alex sambil memijat pelipisnya menuju untuk duduk di meja makan. “Urgh, the smell makes me so sick. Aku kembali ke tempat tidur saja.”“Kau lupa? You were
Suasana tempat duduk di Holborn Dining Room itu terlihat tegang. Meja keluarga Walters lengkap dengan ayahnya berbeda sekali dengan meja-meja lain yang ekspresif menyambut The Most Wonderful Time of The Year yang hanya berjarak beberapa jam lagi. Ibunya kemudian memecahkan keheningan itu,“Lex, Ben, kalian tidak menyapa Dad dulu?” tanya Ibunya dengan halus.Alex masih terdiam. Ben sudah mulai membuka suara,“Hi, Dad. Sudah lama tidak video call. Itu ubannya sudah banyak saja ya.” Balas Ben dengan ceria. Ayahnya bisa sedikit bahasa Indonesia. Uban pun termasuk kosa kata yang di ketahui.Alex menatap Ben dengan tajam V-call an, kok lo ga ngasih tau gue? Ben yang tahu dipelotitin oleh Alex.“Apa? Gue pernah kok sesekali video call sama dad.” Balasnya polos. Dasar adiknya pengkhianat! Geram Alex dalam hati.“Ben, kamu masih usil seperti biasa ya.” Willia
Durdle Door terlihat sangat menakjubkan dengan karang batu besar yang melingkar seperti pembukaan di Jurassic Park. Pasir pantai bercampuran dengan tumpukan salju yang terlihat seperti kulit kijang Bongo Afrika. James menyusuri pantai sambil menendang kakinya pelan ke arah pasir dan salju itu. Udara dingin yang menusuk masuk sampai ke tulang tubuhnya. Padahal dia sudah memakai 3 lapisan jaket di badannya. Uap putih dari mulut James saat ia menghebuskan nafasnya. Kedua tangannya sudah ia pakai sarung tangan dan di masukkan ke saku jaketnya. Langit kelabu di campur dengan matahari terbenam ini merupakan salah satu pemandangan kesukaannya di dunia. James tidak pernah bolos dengan terapinya sampai saat ini. Progress-nya semakin membaik semakin hari. Oleh karena itu, ia dapat menikmati pinggiran di pantai seperti ini.Setelah di telepon ayahnya mengenai rumor terkutuk itu, James akhirnya mengatakan singkat jika ia sudah putus oleh Alex, tapi rumor itu hanyalah ru
Taksi telah sampai di stadium lapangan bola yang cukup besar di London. James yang sudah kembali ke London memutuskan untuk kembali mencari Dominic yang masih dalam M.I.A. Alasan James mencari Dominic adalah dia tak tega dengan Madeline yang menangis karena sudah lama tak bertemu dengan pacar brengseknya. Dominic harus diberi pelajaran, batinnya. James sudah di kenal oleh para petugas sekuriti dan membiarkannya ia agar masuk. James melihat sosok yang di cari sedang latihan menembak bola ke gawang. James menyapa pelatih LFC, Dean Aarons.“Hey James. Tumben kau kesini. Dominic sedang tidak ada. Dia lagi off satu bulan ini. Kau tak tahu?” Sapa Dean santai sambil menjabat tangan James singkat.“Hey, Dean. Ya aku tahu. Aku kesini mau ketemu Lucas. Boleh aku bicara dengannya sebentar?” James hanya menganggukan kebohongan pelatih itu.Dean menganggukan kepalanya dan berteriak memanggil Lucas. Lucas Drosselmeyer datang dengan je
Alex sudah lengkap dengan pakaian perangnya yaitu piyama Pooh dengan rambut basah yang di balut handuk ke atas. Wajahnya sudah di balur dengan masker green tea favoritnya. Ia sudah memasak loyang besar tiramisu untuk makan malamnya hari ini. Sudah tiga minggu setelah ia memutuskan James. Setelah James pergi, ia menangis sekeras-sekerasnya. Semua emosi yang ia tahan membendung keluar dan air terjun pun di produksi dari pelupuk matanya. Mochi pun mengaing sedih dan menjilati tangan Alex dan menenangkan dirinya. Alex memeluk Mochi terus-terusan saat ia menangis.Planning Alex setelah itu adalah kerja gila-gilaan sebagai pelampiasannya di siang hari dan menghabiskan malamnya mendekam di rumah menonton film film roman depresi seperti Before We Go, Casablanca, Algiers-nya Hedy Lamarr, Before Sunrise, dan 500 Days of Summer. Tahu persamaan film itu semua? Ya, perpisahan hero dan heroinne tidak ada yang mati karena sakit atau kece
Alex hanya menatap James dengan dingin. Setelah pintu ditutup, James baru membuka suara.“Kau salah paham. Madeline datang kepadaku bertanya dimana keberadaan Dominic. Apapun yang kau lihat tadi hanya aku menghiburnya sebagai teman.” Ujar James masih dengan suara tenang terkendali.Alex masih menatapnya dengan nanar. “Haha, teman wanita yang bertamu jam 11 malam.” Cibir Alex lagi sambil meminum air putih dengan ganas.“Lex, dia pacar sahabatku, tentu saja aku menganggapnya sebagai teman. Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?” James kemudian gemas mulai mendekatinya akan tetapi Alex mengangkat satu telunjuk tangannya.“Stay where you are. Aku sedang tak mau dekat-dekat dengamu.” Balas Alex dengan singkat.James kemudian berdiri diam di tempatnya dan meyakinkan Alex lagi, “Lex, dia itu benar-benar hanya teman. Kenapa kau tidak percaya padaku sih?” ujar James dengan gemas.Alex me