Karena tak melihat Milly akan menjawab pertanyaannya. Boy akhirnya memutuskan menuruti perintah Milly. Dia berjalan menuju ke meja makan dan duduk di sana sembari menunggu makanan yang akan disiapkan oleh Milly.
Jujur saja, Boy merasa serba salah. Dan dia juga merasa salah tingkah. Kecanggungan benar-benar terasa menyebalkan. Membuat Boy mencoba untuk bersikap biasa-biasa saja seolah-olah apa yang mereka lakukan sepanjang pagi tadi di kamar Milly adalah sebuah hal yang wajar. Padahal, dika dilihat dari hubungan mereka, hal itu tak wajar dilakukan.
Memang. Mereka adalah suami istri. Sudah sepatutnya mereka melakukan hal itu. namun ingat, mereka memiliki kontrak. Dan sial! Boy menikahi Milly hanya karena sebatas tanggung jawab. Kenapa dia meniduri Milly lagi? Haruskah Boy menanyakan hal ini pada Andre?
Sikap Milly yang berubah menjadi pendiam memperburuk semuanya. Membuat kecanggungan terasa mencekiknya. Sialan…
Boy lalu melihat Milly mulai menyuguhk
Milly sudah menunggu kedatangan Boy cukup lama di ruang tunggu. Sebenarnya, dia sudah dipanggil sejak tadi, namun dia mengundur jadwalnya dan membiarkan ibu hamil lainnya lebih dulu karena dia masih menunggu kedatangan Boy.Kini, ibu hamil di ruang tunggu hanya tinggal dirinya saja. Namun, Boy belum juga menampakkan batang hidungnya. Tiba-tiba saja Milly merasa sedih. Setidaknya, jika Boy tak berencana hadir, pria itu tidak perlu mengatakan bahwa akan hadir.Milly menghela napas panjang. Ibu hamil di dalam ruangan dokter sudah keluar, bersamaan dengan itu, nama Milly dipanggil. Dengan sedikit lelah dan sedih, Milly bangkit dan akan masuk ke dalam ruangan tersebut. Pada saat bersamaan, seorang datang menghampirinya dengan setengah berlari. Itu adalah Boy.Ekspresi wajah Milly menjadi ceria seketika, dia sangat senang ketika mendapati Boy datang.“Boy, kamu benar-benar datang?”“Iya, memangnya kamu kira aku nggak datang?”
Milly masih menunggu di dalam mobil Boy yang terparkir di depan sebuah apotik. Boy yang turun karena pria itu bersikeras melakukannya. Dia mengatakan bahwa Milly lebih baik tak banyak berjalan. Pada akhirnya Milly mengalah.Sungguh, Milly benar-benar tidak tahu kenapa Boy bisa berubah begitu banyak. Tak lama, Boy kembali. Boy memberikan bingkisan obat dan vitamin itu pada Milly. Milly menyimpan kembali ke dalam tasnya.Pada saat itu, Boy melemparkan pertanyaannya “Jadi, kamu mengalami mual muntah?” tanya Boy kemudian.“Uum, pas awal-awal kehamilan saja.”“Sekarang gimana?” tanya Boy lagi.“Sudah enggak.”Boy lalu menghela napas panjang. “Maaf, kalau selama ini ku egois.”“Eehh? Engak kok. Kamu nggak egois. Bagaimana pun juga, semua ini juga salahku.” Mily tersenyum sedih. “Malam itu, aku kan yang lebih duulu menyerang kamu.” Milly berkata sembari berus
Bab 16 – Mencari MillyMilly menghabiskan mangkuk kedua dari Bakso yang dia pesan. Rasanya memang tak begitu sesuai seperti Bakso langganannya, namun Milly tetap senang karena hari ini dia bisa makan Bakso, meski tanpa Boy di sekitarnya.Milly tidak tahu, apa yang dilakukan Boy setelah mengantar Clara hingga tak segera menjemputnya di taman kota. Sudah satu jam lebih Milly menunggu, tapi pria itu tak kunjung datang. Sedangkan hari mulai gelap dan Jakarta mulai diguyur hujan. Akhirnya Milly memutuskan meninggalkan taman kota.Dia berjalan menelusuri trotoar, lalu berhenti pada sebuah warung yang menjual Bakso seperti yang dia idamkan sejak siang tadi.Dan kini, berakhirlah Milly di sana. Hujan semakin lebat, membuat Milly belum bisa beranjak dari warung tersebut. Karena masih lapar, Milly memesan semangkok lagi hingga kini Milly sudah menghabiskan dua mangkuk bakso pesanannya.Milly mengamati jalanan di sekitarny
Bab 17 – Rumah Keluarga BoyMilly sempat mengangkat wajahnya terkejut ketika Boy mengajaknya masuk ke dalam sebuah perumahan elit. Mobil Boy menuju ke sebuah rumah yang berpintu pagar tinggi. Boy membunyikan klaksonnya kemudian tampak seseorang membukakan pintu pagar tersebut.Mobil Boy menuju ke halaman rumah itu. rumah yang amat sangat besar, dan mungkin terbesar dan termegah yang pernah Milly lihat.Boy mematikan mesin mobilnya, kemudian dia keluar dari mobilnya. Milly akhirnya mengikuti Boy saja, meski Boy tak mengajaknya. Mereka menuju ke pintu utama lalu Boy memasukinya begitu saja.Seorang perempuan paruh baya datang menghampiri mereka. Milly tahu siapa orang itu. dia adalah ibu Boy —Elsa namanya. Milly pernah bertemu dengan Elsa ketika berada di hotel, saat mereka akan melangsungkan pernikahan di pencatatan sipil. Hanya itu saja. Ini adalah pertama kalinya Milly menginjakkan kaki di rumah keluarganya. Lal
Bab 18 – Jatah setiap PagiMenjelang pagi, Milly merasakan ada yang aneh dengan tubuhnya. Jika semalam dia merasakan tubuhnya hangat karena kimono tebal yang dia kenakan ditambah lagi pelukan erat dari Boy, maka kini Milly merasakan tubuhnya polos, dan terasa dingin karena tertimpa AC kamar.Milly membuka matanya seketika. Rupanya benar, kimononya sudah terbuka, dan semua itu karena ulah Boy.Milly bahkan baru merasakan jika sepanjang tengkuk dan pundaknya sudah basah karena cumbuan dari Boy. Bibir pria itu sudah berkelana di sana, sedangkan jemarinya sudah berada dimana saja, mengacak-acak tubuh Milly.“Boy?” Milly bertanya-tanya.Boy tak menghiraukan Milly, bahkan Boy sudah meribah posisi Milly hingga perempuan itu sudah tak lagi miring memunggunginya. Milly sudah terbaring menatap ke atas. Sedangkan Boy secepat kilat juga sudah mengubah posisinya sendiri menindih tubuh Milly.Boy bahkan tak
Bab 19 – Pencuri Mereka turun dari kamar Boy yang berada di lantai dua, kemudian segera menuju ke meja makan yang rupanya di sana sudah tersedia sarapan. Ada banyak sekali hidangan sarapan. Boy bahkan sempat mengerutkan keningnya karena sejauh yang dia tahu, ketika sarapan biasanya keluarganya hanya menyiapkan roti, dan sejenisnya. Namun pagi ini, sepertinya sedikit berbeda.“Mama masak?” tanya Boy saat melihat ibunya membawa menu tambahan dari dapur ke meja makan.“Enggak lah… kamu tahu sendiri kalau Mama nggak pandai masak.” Elsa —sang ibu, berkomentar.“Maksudku, Mama nyuruh pelayan rumah masak pagi ini? Kayaknya kita nggak pernah makan pagi sebanyak ini.” Boy sedikit heran.Elsa tampak ragu menjawab pertanyaan Boy, lalu dia berkata “Kamu kan pulang baw istri kamu, Mama nggak tahu apa makanan kesukaannya.”“Dia makan apa sa
Bab 20 – Perempuan MenarikMilly masih mencoba menyeret pria itu menjauh bahkan keluar dari butik Kirana. Namun nihil, karena tubuh pria itu yang memang lebih besar dan lebih kuat dari Milly, ditambah lagi, pria itu tampaknya mematung karena sesuatu.“Pergi dari sini! Keluar!” Milly bahkan tak segan-segan berseru keras pada pria itu.“Mill? Apa yang kamu lakuin?” pertanyaan itu dilemparkan oleh seseorang yang berasal dari arah pintu masuk.Milly menghentikan aksinya seketika, lalu dia menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Milly dapat menghela napas lega ketika mendapati Kirana sudah berdiri di ambang pintu.“Mbak! Akhirnya Mbak Kirana datang juga. Ini orang ini mau nyuri,” segera Milly melaporkan pada Kirana tentang kehadiran pria di belakagnya.“Hai Ki…” sapa pria itu ramah kepada Kirana.“Andre? Ya Ampun…” segera Kiran
Bab 21 – Pindah KamarMilly masih membereskan sisa makan malam mereka. Dia juga membersihkan area dapur dan perlengkapan makan tadi, ketika Boy datang menghampirinya dalam keadaan yang sudah segar karena baru selesai mandi.Boy hanya bertelanjang dada, dan mengenakan celana piyamanya saja. Dia mendekat ke arah Milly dan bertanya “Sudah selesai?”Milly menatap Boy, dan dia sedikit terpengaruh ketika melihat Boy sudah bertelanjang dada di dekatnya “Ehh, ini. Tinggal dikit.”“Mau dibantu?”“Nggak usah. Jangan. Ini sudah mau selesai.”Boy hanya mengangguk, dia menyandarkan tubuhnya dengan santai di meja dapur, sedangkan matanya tak berhenti mengamati Milly yang masih berada di tempat pencucian piring. Milly tampak rajin dan cekatan, entah kenapa membuat Boy merasa bangga karena sudah memperistri Milly.“Selesai,”Milly sedang mencuci tanganya k