“Wanita tadi mengacungkan jar tengahnya padamu.” Ares mendengus kembali mengingat kejadian beberapa saat lalu.
Dia mengenal Javier, jauh dari pada orangtua Javier mengenal anaknya sendiri.
Sifat tegas, otoriter dan tak segan memberikan hal buruk pada tiap orang yang tidak disukainya, itu melekat bertahun-tahun dalam diri Javier, Ares yakin orang yang bertemu dengan Javier pertama kali pun juga akan berpikir demikan, terbaca sekali dari sorot mata dingin itu.
Dan wanita yang tidak Ares ketahui namanya itu. Ares kagum pada keberaniannya.
“Aku lebih heran jika dia membungkuk hormat padaku setelah aku membalikan tubuh dan berjalan menjauh,” jelas Javier seraya membalikan lembar dokumen yang ada di tangannya.
Javiver berbicara dengan Ares yang meluangkan waktu untuknya. Tapi pandangan Javier fokus pada hal lain.
Ares yang merasa heran, karena setiap kali datang ke kantor Javier, sahabatnya itu selalu mengesampingkan pekerjaannya.
Ares mengambil dokumen yang ada di tangan Javier. Dahinya mengernyit ketika membaca dokumen tersebut, “kau menyewa detective untuk menyelidiki wanita itu?”
Javier kini berdiri dari kursinya, dia memilih duduk di sisi depan meja kerjanya, melipat tangan di depan dada seraya memperhatikan ekspresi kebingungan yang Ares tunjukan.
“Seperti yang kau lihat,” jawab Javier ambigu.
“Kau menyukainya?” tanya Ares.
“Itu adalah salah satu hal yang mustahil di dunia ini.” Kali ini Javier yang mendengus geli, “dia adalah orang kedua yang aku benci setelah mendiang ibuku. Bahkan aku berencana membuat hidupnya seperti di neraka.”
“Kalau begitu suatu saat kau akan mencintainya,” timpal Ares, “kau pasti tahu dan sering dengar juga, jika jarak cinta dan benci itu beda tipis. Semakin kau membencinya, semakin kau terus memikirkannya.”
“Kau tahu masa lalu ku, dan kau juga memutuskan untuk tidak menikah. Aku tidak sepertimu yang mudah jatuh cinta pada tiap wanita yang kau temui,”balas Javier, “jangan-jangan kau yang tertarik pada wanita itu?” ledek Javier.
Ares terdiam sesesaat membaca detail mengenai identitas wanita bernama Ahra. Dia menggeleng tak percaya dengan apa yang dibacanya. Dengan tersenyum miring dia melempar dokumen tersebut di atas meja Javier.
“Terdengar lucu sekali jika aku jatuh cinta pada Ahra yang notabenenya adalah saudiri tiri Naya, mantan kekasihku sendiri.”
Javier mengedikan bahu. “Siapa sangka wanita yang aku cari selama ini ternyata adalah adik tiri Naya.”
Ares menaikan sebelah alisnya. “Apa Ahra ada hubungannya dengan Leo?”
Bunyi bel pertanda ada yang ingin masuk ke ruangan Presdir, membuat Javier tidak segera menjawab pertanyaan Ares.
“Masuk,” ucap Javier setelah menekan tombol pada suatu remote yang membuat suaranya terdengar di pintu luar.
Wanita yang selalu memakai softlens biru dengan sorot mata yang tajam itu –khusus dia tunjukan pada Javier-, menghampiri Javier yang duduk di kursinya. Tidak mempedulikan Ares yang memperhatikan wanita itu.
“Kau baru datang Mariana?”
Ares bingung dengan pertanyaan Javier. Jelas-jelas nama wanita itu Ahra.
Ahra mengigit bawahnya. Seperti sedang meredam sumpah serapah keluar dari bibir ranumnya. “Nama saya Ahra Syahni, pak.”
“Ah aku lupa. Sebab waktu pertama kali kita berkenalan kau menyebut nama mu adalah Mariani.”
Tangan yang berada di sisi tubuhnya itu mengepal kuat. Matanya baru menangkap sosok Ares yang berdiri di samping Javier.
Walau samar Ares dapat melihat sudut bibir Ahra terangkat sedikit.
“Oh… maksud pak Javier, adalah waktu kita bertemu di club malam dan pak Javier mengajak saya untuk one night stand?”
“Pfftt!”
Ares menutup mulutnya yang hampir tertawa karena ucapan Ahra yang sepertinya ingin mempermalukan Javier di depan orang lain.
Gila! Ini menarik!
“Padahal di pertemuan pertama aku lebih mengingat nama mu, ternyata kau lebih mengingat saat kita one night stand. Apa kau kecanduan permainanku sampai kau terus mengingatnya?”
Ahra semakin mendekati Javier. Tidak terlihat malu sama sekali, ketika dirinya mencondongkan tubuhnya dan berkata, “saya sih tidak mengingatnya, kan pak Javier yang memberi saya obat agar tidak sadarkan diri dan hanya menikmati permainan anda sendiri.”
Untuk pertama kalinya selama belasan tahun menjadi sahabat Javier. Dia baru melihat Javier tak berkutik karena ucapan seorang wanita.
Ares tak percaya. Di depannya ini, benar Javier yang sering mempermainkan wanita setelah menghabiskan satu malam bersama?
“Ah, saya tahu, maksud pak Javier menyuruh saya datang ke ruangan ini pasti untuk mengajak saya tidur bersama lagi.”
“Kau gila ya Ah-”
“Sstt!” Ahra menaruh telunjuknya di depan bibir Javier. Wanita itu kini mengusap tengkuk Javier dan berbisik tepat ditelinga Javier, “karena lusa weekend, besok malam saya tunggu di club malam tempat kita bertemu.”
Javier diam mematung pada posisi yang sama.
Dia kalah telak hari ini.
Setelah membuat Javier kehabisan kata-kata Ahra pergi begitu saja keluar dari ruangan Javier. Sepertinya Javier sendiri sampai lupa jika dia menyuruh wanita itu datang keruangannya karena ingin memberikan hukuman.
Ares menganga tak percaya dengan apa yang terjadi di depan mata kepalanya sendiri. Selepas kepergian Ahra dia tertawa keras dan bertepuk tangan beberapa kali.
Javier mendapatkan wanita yang setimpal sebagai lawannya.
“Berhenti tertawa, brengsek!” bentak Javier.
Tentu saja Ares tidak menghiraukannya. “Wanita itu sama gilanya dengan kau, Javier. Dia sepertinya sengaja mau mempermalukan mu di depan ku. Aku jadi penasaran, setelah ini balasan apa yang akan kau lakukan padanya?”
Pria yang biasanya berwajah datar itu, kini menunjukan seringainya, terlihat jelas dirinya yang penuh emosi dan bernafsu untuk membalas Ahra.
Javier memegang tengkuknya yang tadi diusap oleh Ahra. “Kau tidak dengar yang dia katakan? Dia menantangku untuk benar-benar tidur dengannya.”
“Sepertinya dia sering tidur dengan banyak pria, buktinya dia berani seperti itu dengan mu. Berbeda sekali dengan Naya.”
“Lebih tepatnya dia banyak menipu pria, berpura-pura menjadi wanita nakal. Saat ingin melakukan one night stand dengan stranger yang dia temui, dia menyimpan kamera tersembunyi dan berlagak sebagai korban pemerkosaan, kemudian memeras uang dari korbannya itu jika tidak ingin video tersebut disebar.”
Karena kelakuan Ahra terlalu diluar nalar, Ares sampai tidak tahu harus berkomentar apa lagi mengenai Ahra. “Yakin kau mau membuat hidup wanita itu seperti di neraka?”
“Yakin,” jawab Javier percaya diri.
“Kalau lawan mu adalah perempuan seperti itu. Ibaratnya, kau dan dia tengah bermain tarik tambang di kedua sisi jurang neraka, dan yang kalah akan jatuh ke nereka.”
“Entah dengan cara apa pun, aku yang akan lebih dulu menghancurkan hidupnya. Sama seperti dia yang menghancurkan hidupku lebih dulu, dengan membuat Leo akhirnya bunuh diri.”
Senyum geli yang Ares tunjukan memudar karena penuturan Javier. Jika itu menyangkut Leo, Javier tidak akan pernah bisa diajak becanda.
“Dia adalah wanita yang dicintai Leo sampai akhir khayatnya, wanita yang menjadi alasan mengapa Leo bunuh diri. Wanita brengsek itu, karena aku terlalu membencinya, aku lebih memilih membuatnya menderita seumur hidup dari pada membunuhnya.”
Dapat Ares lihat tangan Javier mengepal kuat hingga buku jari pria itu memutih.
“Aku akan mencari tahu apa kelemahan wanita itu sampai ke akar-akarnya dan membuat wanita itu hancur.”
“Ahra, gajimu sudah lebih dari cukup. Aku rasa kau tidak perlu menipu banyak pria lagi.” “Iya memang. Itu artinya, ini adalah hari pertama aku tidak memeras uang dari korbanku dengan jumlah yang fantastis lagi.” Ahra tidak menghiraukan nasihat dari Celine, dia sibuk menyemprotkan parfume pada tengkuknya hingga menguar aroma coco eau de parfume Chanel dari tubuhnya. Celine mendengus kesal. “Kau tidak kapok juga ya setelah berurusan dengan pak Javier.” Ahra mengedipkan sebelah matanya dan menjentikan jari. “Justru setelah bertemu dengannya aku jadi semakin bernafsu menipu para pria brengsek seperti CEO kita itu. Mendapatkan uang mereka dan menghibur diri dengan menipu mereka. Istilahnya sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.” Wanita seusia Ahra itu menghembuskan nafas kasar. “Aku tidak bisa membedakan, siapa yang lebih brengsek antara kau dengan para pria yang kau tipu itu.” Ahra tertawa p
Javier mendengus geli melihat ekspresi ketakutan yang Ahra tunjukan. Apa wanita itu sedang berpura-pura menjadi korban pemerkosaan untuk memeras Javier? Ah… jadi begitu cara Ahra memeras para korbannya.Javier akan lihat seberapa hebatnya acting wanita itu.“Kenapa kau takut begitu?” Javier menghimpitnya, dengan kedua tangannya yang berada di sisi tubuh Ahra, berjaga agar wanita yang jauh lebih muda darinya tak bisa kabur.Javier dapat merasakan tubuh Ahra gemetar hebat, bahkan tak berkutik sama sekali.“Menjauh dariku,” cicit wanita itu.Bahkan untuk menatap matanya pun, Ahra tak mau. Berbeda dengan pandangan Ahra waktu pertama kali Javier mengerjai wanita itu dengan menggunakan obat perangsang.Wajah ketakutan Ahra, walau Javier berpikir wanita itu tengah berbohong. Tetap saja Javier kesal melihatnya.Javier terbiasa dengan dunia malam. Dia tidak memungkiri bahwa dirinya bisa dibilang brengsek juga sama seperti Ahra.Sudah menjadi kebiasaan baginya berkenalan dengan seorang wanita,
Dia menyereput espresso yang belum lama sampai di mejanya. Rasa pahit mengalir bebas di tenggorokannya, namun dia tetap menikmatinya. “Ahra di mana? Sampai di ibukota aku langsung ke sini karena aku kira Ahra akan ikut kau.” “Dia belum bisa masuk kerja, Jake,” balas Celine seraya meneguk teh hijau pesanannya. “Apa kondisinya separah itu?” tanya Jake dengan ekspresi khawatir. Celine menghembuskan napas berat. “Hampir mirip seperti waktu kau berhasil menemukannya setelah Mark menyekapnya.” &nb
“Javier!” Ares membuka ruangan Javier tanpa permisi. Selesai dengan jam prakteknya di rumah sakit milik kakeknya, dia langsung bergegas menemui Javier. Takut terjadi sesuatu pada sahabatnya karena selama seminggu ini tak kunjung memberi kabar. Namun… apa ini? Javier tengah duduk berhadap-hadapan dengan seorang pria yang Ares kenal adalah detective yang biasa Javier sewa. Obrolan mereka sepertinya amat serius sampai Javier tak menghiraukan kedatangan Ares. Tidak disuruh siapa pun, Ares duduk di samping Javier, ikut memperhatikan detective tersebut sedang membuka beberapa lembaran kertas yang berada di meja. “Kau kenapa memanggilnya lagi?” tanya Ares. Yang Ares maksud di sini tentu saja si detective. “Aku masih mencari tahu soal Ahra,” balas Javier. Ares terkekeh geli. Tak menyangka ada perubahan signifikan pada sahabatnya ini. Bahkan menyewa de
Bunga mawar sialan itu. Akhrinya kembali lagi pada tangan Ahra, Ahra mengambilnya dari Javier. Sengaja, sebab setelah melihat bunga tersebut ada di tangan Javier. Ahra merasa sedikit merasa bersalah. Tolong, perlu digaris bawahi, hanya sedikit. “Sa-saya alergi bunga, Pak!” Masa bodo dengan ucapan asal yang tercetus begitu saja dari mulut Ahra, yang paling penting sekarang dirinya harus keluar dari situasi memuakkan ini. Agar aktingnya lebih meyakinkan. Dia mencoba mencium wangi bunga mawar itu.“Ehm.” Ahra mengernyit, sialan, bunga itu sudah bau karena diambil dari tempat sampah, Ahra benar-benar benci sesuatu yang bau. “Bahkan untuk mencium bunganya saja tidak bisa.”Jake menepuk dahinya.Sementara Javier menimpali. “Ahra, beberapa detik yang lalu kau mencium bunga itu.”Shit. Ahra kembali mengumpat dalam hati. Baru menyadari perbuatan konyolnya yang spontan itu. “Tapi setelah mencium wangi bunga, biasanya saya akan bers
Dua belas juta lima ratus lima puluh ribu rupiah. Ahra mengitung uang yang terdapat pada kiriman tak normal yang diberikan Javier. Pada hari senin saat masuk kerja kembali. Dia membawa uang tunai tersebut dalam sebuah tote bag. Sebenarnya, dia bisa saja menemui Javier saat weekend, hanya tinggal pergi ke club malam. Yang entah kenapa Javier pasti tahu tempat Ahra akan menipu para korbannya. Tapi Ahra memilih untuk tidak mengambil resiko tersebut, untuk sementara waktu. Weekend dalam dua hari ini dia menjalani kehidupan normal, tanpa menipu. Rasanya ada yang kurang, dan itu membuat Ahra tidak nyaman, secara drastic mengubah kebiasaan yang selama bertahun-tahun dia lakukan. Ahra berdiri di samping Javier yang sedang menandatangi dokumen dengan perusahaan konstruksi lain karena ingin membuka kantor cabang. Ahra menunggu Javier selesai menandatangi dokumen tersebut untuk kemudia
Tuk! Tuk! Tuk! Ahra mengetuk papan tulis kecil yang berada di ruangan kerja Jake dengan pulpen yang dibawanya. Si pemilik ruangan tampak antusias dengan topik pembahasan sementara Celine menatap malas sahabatnya yang tengah berapi-api membicarakan tentang atasan mereka. “Iblis sepertinya tidak mungkin tobat dan benar-benar merasa bersalah padaku!” tuduh Ahra dengan semangat. “Omongnya beda sekali dengan sumpah serapahnya ingin membuat hidupku hancur. Aku yakin dia tidak mungkin berubah secepat itu.” “Dia pasti merencanakan sesuatu yang lebih buruk.” Jake ikut menyetujui pikiran buruk Ahra tentang Javier. Hanya Celine yang mempunyai tanggapan berbeda. Wanita yang berperawakan seperti barbie itu berkata. “Sepertinya dia menyukaimu. Bukan menyukai sebagai atasan yang berapresiasi dengan karyawannya. Tapi sebagai pria yang menyukai wanita pada umumnya.” “Kau gila?!” balas
Ahra mengambil selfie dirinya dalam pose berbeda beberapa kali, yang tengah berada di kapal untuk menuju ke pulau Nami. Dia mencari foto yang menurutnya paling bagus untuk kemudian dia edit sebelum mempostingnya di sosial media. “Aku kira kau akan berpose seksi setengah telanjang untuk mencari mangsa baru.” Celetukan Javier yang muncul tiba-tiba seperti hantu, membuat Ahra melotot ke pria itu. Dia segera mengecek sekitar, bernapas lega karena tak ada orang di sekitar mereka. Ahra pun membalas pria itu dengan sinis. “Kenapa? Kau mau melihatku yang setengah telanjang lagi?!” Ahra tidak berkata formal. Toh, yang melakukan perjalan dinas ini hanya mereka berdua saja. Walaupun rekan kerja mereka mengira mereka tengah kencan dengan dalih perjalanan bisnis. “Tidak ada yang menarik dari tubuhmu,” balas Javier menohok, “aku sampai heran apa yang para pria brengsek itu lihat darimu.”