Karin gemetar karena ketakutan. Dia langsung berjalan menjauh dari ruangan yang berada di bawah tangga itu. Mata Jordan menatap nyalang ke arahnya. Pria itu melangkahkan kakinya dengan cepat dan langsung menutup kembali pintu itu dengan kuat. "Apa yang kau lakukan?!" bentak Jordan. Karin menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tangannya bergetar hebat karena ketakutan. Di dalam sana dia melihat tumpukan senjata yang tertata rapih di dalam lemari juga ada beberapa yang tergantung di tembok. Jantung Karin berdegup dengan begitu kencang. Apalagi ketika melihat sebuah foto yang tertempel di tembok. "Jangan membuka ruangan ini sembarangan! Hanya aku yang boleh membukanya!" seru Jordan lagi. "Maaf.. maafkan aku Jordan aku tidak tau," kata Karin dengan cepat. Jordan berdecak kesal. Dia langsung mengusir Karin dari hadapannya yang membuat wanita itu langsung berlari menjauh. "Sialan!"Setelah Karin pergi Jordan langsung masuk ke dalam ruangan itu. Dia melihat berbagai macam pistol juga
Jordan pulang dengan raut wajah muram. Pria itu terlihat berkali-kali lipat lebih menyeramkan dari hari biasanya. Karin tidak tau apa alasannya. Dia ingin mengajukan pertanyaan, tapi tidak berani melakukannya. Sekarang Karin mengintip dari balik pintu kamarnya. Matanya menatap ke arah Jordan yang sedari tadi menghisap rokoknya.Wajah pria itu terlihat sangat tidak bersahabat. Terhitung sudah lima batang rokok yang pria itu habiskan sejak pulang. "Apa terjadi sesuatu ya? Aku jadi penasaran," ucap Karin sambil terus mengintip suaminya itu. Sedangkan di ruang tamu itu Jordan yang terus-terusan menghisap rokoknya berusaha menjernihkan pikirannya. Kabar yang dia terima tadi membuat kepalanya pening bukan main. Setelah menghabiskan rokok ke enam Jordan beralih pergi menuju dapur. Dia mengambil satu botol wine yang ada di dalam sana. Kemudian Jordan kembali dan duduk di sofa. Dia menenggak minuman itu perlahan. Kepalan tangan Jordan begitu terlihat. Urat-urat di lengan pria itu semaki
"Pak ada dokumen yang harus anda..."Perkataan itu terputus kala Karin Namira membuka pintu ruangan bosnya yang sebelumnya sudah dia ketuk beberapa kali. Mata indahnya membulat dengan sempurna ketika melihat pemandangan tidak senonoh dihadapannya. Bosnya itu tengah bercumbu mesra bersama seorang wanita yang kini berada dipangkuannya. Kedatangannya membuat kedua orang itu berhenti dan Karin sontak menunduk sambil meminta maaf. "Maaf Pak.."Kemudian Karin dengan buru-buru menutup pintu lalu kembali ke meja kerjanya sambil menggerutu. "Kayak enggak ada tempat lain untuk ngelakuin hal kayak gitu aja," omelnya. Hal seperti itu memang bukan hal yang mengejutkan untuk Karin yang merupakan sekretaris bosnya. Namun, dimata karyawan lain bosnya itu dikenal dengan sebutan bos tampan dan baik hati. Iya hatinya mungkin baik, tapi kelakuannya sama sekali tidak patut untuk dicontoh. Bagaimana bisa dia bercumbu di kantor? "Ish mana ini dokumen harus cepat di tandatangani," keluh Karin sambil m
Karin tersenyum sambil mengucapkan terimakasih kepada Jordan yang mengantarnya pulang ke rumah. "Terima kasih banyak Pak."Pria itu bergumam pelan. Dia menatap sekretarisnya yang sudah keluar dari dalam mobil dan berjalan memasuki rumahnya. Mata tajam Jordan terus memperhatikan langkah kaki Karin. Entah kenapa malam ini dia terlihat sangat cantik dan menggoda. Sayangnya Karin tidak bisa untuk diajak bersenang-senang. Wanita itu terlalu jual mahal dan lagi Ayahnya selalu menceritakan kebaikannya. Jordan terlalu malas berurusan dengan wanita seperti itu. Akan lebih baik jika berurusan dengan wanita yang dengan sukarela menyerahkan tubuh mereka padanya. Setelah memastikan Karin masuk ke dalam rumah Jordan langsung melajukan mobilnya menjauh dari rumah sederhana itu. •••••"Jordan, harus berapa kali lagi Papa menutupi kelakuanmu itu?!"Baru saja masuk ke dalam rumah Jordan langsung mendapat omelan dari orang tuanya.Dia tidak tau karena apa. "Kalau kau benar-benar tidak bisa menaha
"Saya tidak memaksa, jika kamu keberatan silahkan berikan surat pengunduran dirinya besok."Mata Karin terpejam selama beberapa saat. Apa yang baru saja atasannya katakan itu tidak bisa dia terima dengan mudah. "Datang ke alamat itu nanti malam, tapi kalau kamu keberatan saya tunggu surat pengunduran dirinya," kata Jordan. Karin masih belum memberikan tanggapan. Tubuhnya berkeringat dingin ketika mendengar penawaran yang atasannya itu tawarkan padanya. "Bersiaplah kita akan segera pergi melihat perkembangan pembangunan kantor cabang," kata Jordan sambil menutup laptop miliknya. Dia berjalan mendahului Karin yang masih berdiri diam dengan pikiran yang sudah melayang entah kemana. "Lakukan pekerjaanmu hari ini dengan baik sebelum surat pengunduran diri itu sampai di meja saya," ucap Jordan. Karin menghela nafasnya pelan. Dia berusaha keras untuk tetap tenang dan langsung menyusul atasannya. Dengan rasa takut yang menguasai dirinya Karin berjalan tepat di samping Jordan, tapi tiba
Shit!Jordan tidak bisa berhenti mengumpat di dalam hatinya ketika melihat wanita yang kini ada dihadapannya menanggalkan satu per satu pakaian di tubuhnya.Dia tidak pernah mengira jika dibalik pakaian kebesaran yang selalu Karin pakai itu tersembunyi lekukan tubuh yang luar biasa menggodanya. Mendadak kepala Jordan pening. Matanya menggelap dengan gairah yang mulai datang menguasainya. Posisi keduanya yang sudah berada di dalam kamar luas milik Jordan membuat suasana mendadak panas. AC yang menyala mendadak tidak berfungsi bagi Jordan yang kini menatap Karin dengan penuh nafsu. Saat hanya tersisa pakaian dalam yang melekat di tubuh wanita itu Jordan langsung mendekat. Tanpa aba-aba pria itu meraih tengkuk Karin dan menciumnya dengan tidak sabaran. Mendapat serangan seperti itu membuat jantung Karin berdegup semakin tidak karuan. Satu tangannya mencengkram kuat lengan kekar Jordan. Matanya yang masih terbuka melihat pria itu kini memejamkan matanya dan wajahnya mulai bergerak ber
Kedatangan Mario secara tiba-tiba ke rumah membuat Jordan panik bukan main. Pria paruh baya yang memergoki dirinya dengan Karin itu sekarang tengah menatapnya dengan tajam. Baik Jordan atau Karin tidak ada yang berani untuk mengeluarkan suara. Bahkan Karin hanya bisa menunduk sambil memainkan jari-jari tangannya karena merasa gugup dan takut. Mario tidak menyangka Jika dia akan melihat Jordan bersama Karin. Namun, Mario tidak berpikir bahwa Karin yang menggoda anaknya dia malah berpikir bahwa Ini semua adalah ulah anaknya sendiri. Selama ini Mario mengenal Karin sebagai wanita baik-baik. Oleh karena itu kejadian yang tidak sengaja dilihat ini menurutnya adalah kesalahan dari anaknya sendiri. Mario berpikir pasti ini semua adalah ulah Jordan yang memaksa Karin untuk mau melakukannya. "Apakah tidak ada yang mau bicara dan menjelaskan semuanya?" tanya Mario sambil menatap kedua orang itu secara bergantian. Karin langsung terdiam dengan jantung yang berdegup kencang. Dia bahkan tida
"Papa tidak bisa melakukan hal itu padaku!"Jordan membuntuti Mario yang kini masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia masih terus memberikan penolakan atas keinginan sepihak yang Mario ambil untuknya. Menikah? Itu adalah salah satu hal yang tidak ingin Jordan lakukan, tapi Mario memaksanya untuk menikah dengan sekretarisnya sendiri? Agh sialan! "Papa! Aku tidak mau menikah!" seru Jordan. Kali ini Mario yang sudah dikuasi emosi. Dia berbalik dan menatap anak laki-lakinya itu dengan wajah memerah."Kalau kau tidak mau tinggalkan jabatan mu sekarang dan kembalikan semua fasilitas yang telah Papa berikan!" kata Mario dengan penuh penekanan. "Pa!""Berhenti protes Jordan! Kau tanggung sendiri akibat dari perbuatan mu." kata Mario. Jordan menghela nafasnya kasar. "Aku tidak mau..."Penolakan yang kembali Jordan katakan membuat Mario semakin dikuasai emosi, tapi berusaha keras Mario menahannya. "Papa sudah berkali-kali mentoleransi semua kesalahan yang kau buat Jordan, tapi untuk kali in
Jordan pulang dengan raut wajah muram. Pria itu terlihat berkali-kali lipat lebih menyeramkan dari hari biasanya. Karin tidak tau apa alasannya. Dia ingin mengajukan pertanyaan, tapi tidak berani melakukannya. Sekarang Karin mengintip dari balik pintu kamarnya. Matanya menatap ke arah Jordan yang sedari tadi menghisap rokoknya.Wajah pria itu terlihat sangat tidak bersahabat. Terhitung sudah lima batang rokok yang pria itu habiskan sejak pulang. "Apa terjadi sesuatu ya? Aku jadi penasaran," ucap Karin sambil terus mengintip suaminya itu. Sedangkan di ruang tamu itu Jordan yang terus-terusan menghisap rokoknya berusaha menjernihkan pikirannya. Kabar yang dia terima tadi membuat kepalanya pening bukan main. Setelah menghabiskan rokok ke enam Jordan beralih pergi menuju dapur. Dia mengambil satu botol wine yang ada di dalam sana. Kemudian Jordan kembali dan duduk di sofa. Dia menenggak minuman itu perlahan. Kepalan tangan Jordan begitu terlihat. Urat-urat di lengan pria itu semaki
Karin gemetar karena ketakutan. Dia langsung berjalan menjauh dari ruangan yang berada di bawah tangga itu. Mata Jordan menatap nyalang ke arahnya. Pria itu melangkahkan kakinya dengan cepat dan langsung menutup kembali pintu itu dengan kuat. "Apa yang kau lakukan?!" bentak Jordan. Karin menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tangannya bergetar hebat karena ketakutan. Di dalam sana dia melihat tumpukan senjata yang tertata rapih di dalam lemari juga ada beberapa yang tergantung di tembok. Jantung Karin berdegup dengan begitu kencang. Apalagi ketika melihat sebuah foto yang tertempel di tembok. "Jangan membuka ruangan ini sembarangan! Hanya aku yang boleh membukanya!" seru Jordan lagi. "Maaf.. maafkan aku Jordan aku tidak tau," kata Karin dengan cepat. Jordan berdecak kesal. Dia langsung mengusir Karin dari hadapannya yang membuat wanita itu langsung berlari menjauh. "Sialan!"Setelah Karin pergi Jordan langsung masuk ke dalam ruangan itu. Dia melihat berbagai macam pistol juga
"Kau tidur saja di kamar tamu!"Jordan berkata dengan ketus begitu mereka masuk ke dalam rumahnya. Sekitar pukul sembilan pagi tadi Jordan memang langsung pergi dari rumah orang tuanya bersama dengan Karin yang sudah berstatus menjadi istrinya. Saat sampai di rumahnya dia langsung meninggalkan Karin dan membiarkan wanita itu membawa barang-barangnya sendiri dengan kesusahan. Begitu baru saja masuk Jordan langsung mengatakan hal itu dengan ketus sambil menunjuk ke arah kamar yang berjarak dua pintu dari kamarnya. "Baik, terimakasih Pak," kata Karin pelan. "Pak? Kau memanggil suamimu dengan sebutan Pak?" tanya Jordan dengan sedikit kesal. "Maaf, maksudku terimakasih banyak Jordan," kata Karin yang mengulangi kembali perkataannya. Jordan bergumam pelan. Kemudian dia menatap wajah Karin yang selama beberapa detik. "Apa kau benar-benar memanfaatkan aku untuk membayar semua hutang keluargamu?" tanya Jordan sambil melipat kedua tangannya di dada. Pria itu menatap Karin dengan angkuh.
Jordan menyematkan cincin di jari manis Karin dan para tamu undangan bertepuk tangan dengan heboh. Setelah itu Karin melakukan hal yang sama, dia menyematkan cincin di jari manis Jordan yang kini telah resmi menjadi suaminya. Selesai prosesi tukar cincin itu Karin diminta untuk mencium punggung tangan Jordan yang langsung wanita lakukan hingga kini tepuk tangan para tamu undangan semakin terdengar. Kemudian giliran Jordan yang diminta untuk mencium kening Karin. Saat melakukannya mata Jordan terpejam selama beberapa detik, tapi dia tidak langsung menjauhkan wajahnya. Jordan malah menunduk dan mengatakan sesuatu di depan wajah Karin yang membuat wanita itu menahan sesak dalam dadanya. "Aku sama sekali tidak pernah mengharapkan pernikahan ini, jadi jangan berharap banyak padaku."Setelah itu Jordan menjauhkan wajahnya. Kini mereka berdua menghadap ke arah tamu undangan sambil menunjukkan seulas senyuman. Pernikahan ini bukan hanya Jordan yang tidak mengharapkannya, tapi Karin pun sa
"Papa tidak bisa melakukan hal itu padaku!"Jordan membuntuti Mario yang kini masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia masih terus memberikan penolakan atas keinginan sepihak yang Mario ambil untuknya. Menikah? Itu adalah salah satu hal yang tidak ingin Jordan lakukan, tapi Mario memaksanya untuk menikah dengan sekretarisnya sendiri? Agh sialan! "Papa! Aku tidak mau menikah!" seru Jordan. Kali ini Mario yang sudah dikuasi emosi. Dia berbalik dan menatap anak laki-lakinya itu dengan wajah memerah."Kalau kau tidak mau tinggalkan jabatan mu sekarang dan kembalikan semua fasilitas yang telah Papa berikan!" kata Mario dengan penuh penekanan. "Pa!""Berhenti protes Jordan! Kau tanggung sendiri akibat dari perbuatan mu." kata Mario. Jordan menghela nafasnya kasar. "Aku tidak mau..."Penolakan yang kembali Jordan katakan membuat Mario semakin dikuasai emosi, tapi berusaha keras Mario menahannya. "Papa sudah berkali-kali mentoleransi semua kesalahan yang kau buat Jordan, tapi untuk kali in
Kedatangan Mario secara tiba-tiba ke rumah membuat Jordan panik bukan main. Pria paruh baya yang memergoki dirinya dengan Karin itu sekarang tengah menatapnya dengan tajam. Baik Jordan atau Karin tidak ada yang berani untuk mengeluarkan suara. Bahkan Karin hanya bisa menunduk sambil memainkan jari-jari tangannya karena merasa gugup dan takut. Mario tidak menyangka Jika dia akan melihat Jordan bersama Karin. Namun, Mario tidak berpikir bahwa Karin yang menggoda anaknya dia malah berpikir bahwa Ini semua adalah ulah anaknya sendiri. Selama ini Mario mengenal Karin sebagai wanita baik-baik. Oleh karena itu kejadian yang tidak sengaja dilihat ini menurutnya adalah kesalahan dari anaknya sendiri. Mario berpikir pasti ini semua adalah ulah Jordan yang memaksa Karin untuk mau melakukannya. "Apakah tidak ada yang mau bicara dan menjelaskan semuanya?" tanya Mario sambil menatap kedua orang itu secara bergantian. Karin langsung terdiam dengan jantung yang berdegup kencang. Dia bahkan tida
Shit!Jordan tidak bisa berhenti mengumpat di dalam hatinya ketika melihat wanita yang kini ada dihadapannya menanggalkan satu per satu pakaian di tubuhnya.Dia tidak pernah mengira jika dibalik pakaian kebesaran yang selalu Karin pakai itu tersembunyi lekukan tubuh yang luar biasa menggodanya. Mendadak kepala Jordan pening. Matanya menggelap dengan gairah yang mulai datang menguasainya. Posisi keduanya yang sudah berada di dalam kamar luas milik Jordan membuat suasana mendadak panas. AC yang menyala mendadak tidak berfungsi bagi Jordan yang kini menatap Karin dengan penuh nafsu. Saat hanya tersisa pakaian dalam yang melekat di tubuh wanita itu Jordan langsung mendekat. Tanpa aba-aba pria itu meraih tengkuk Karin dan menciumnya dengan tidak sabaran. Mendapat serangan seperti itu membuat jantung Karin berdegup semakin tidak karuan. Satu tangannya mencengkram kuat lengan kekar Jordan. Matanya yang masih terbuka melihat pria itu kini memejamkan matanya dan wajahnya mulai bergerak ber
"Saya tidak memaksa, jika kamu keberatan silahkan berikan surat pengunduran dirinya besok."Mata Karin terpejam selama beberapa saat. Apa yang baru saja atasannya katakan itu tidak bisa dia terima dengan mudah. "Datang ke alamat itu nanti malam, tapi kalau kamu keberatan saya tunggu surat pengunduran dirinya," kata Jordan. Karin masih belum memberikan tanggapan. Tubuhnya berkeringat dingin ketika mendengar penawaran yang atasannya itu tawarkan padanya. "Bersiaplah kita akan segera pergi melihat perkembangan pembangunan kantor cabang," kata Jordan sambil menutup laptop miliknya. Dia berjalan mendahului Karin yang masih berdiri diam dengan pikiran yang sudah melayang entah kemana. "Lakukan pekerjaanmu hari ini dengan baik sebelum surat pengunduran diri itu sampai di meja saya," ucap Jordan. Karin menghela nafasnya pelan. Dia berusaha keras untuk tetap tenang dan langsung menyusul atasannya. Dengan rasa takut yang menguasai dirinya Karin berjalan tepat di samping Jordan, tapi tiba
Karin tersenyum sambil mengucapkan terimakasih kepada Jordan yang mengantarnya pulang ke rumah. "Terima kasih banyak Pak."Pria itu bergumam pelan. Dia menatap sekretarisnya yang sudah keluar dari dalam mobil dan berjalan memasuki rumahnya. Mata tajam Jordan terus memperhatikan langkah kaki Karin. Entah kenapa malam ini dia terlihat sangat cantik dan menggoda. Sayangnya Karin tidak bisa untuk diajak bersenang-senang. Wanita itu terlalu jual mahal dan lagi Ayahnya selalu menceritakan kebaikannya. Jordan terlalu malas berurusan dengan wanita seperti itu. Akan lebih baik jika berurusan dengan wanita yang dengan sukarela menyerahkan tubuh mereka padanya. Setelah memastikan Karin masuk ke dalam rumah Jordan langsung melajukan mobilnya menjauh dari rumah sederhana itu. •••••"Jordan, harus berapa kali lagi Papa menutupi kelakuanmu itu?!"Baru saja masuk ke dalam rumah Jordan langsung mendapat omelan dari orang tuanya.Dia tidak tau karena apa. "Kalau kau benar-benar tidak bisa menaha